DEPARTEMEN MEDIKAL
RUANG HEMODIALISA
Oleh:
TRISA PRADNJA PARAMITA
105070203131001
Gagal Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ yang terletak pada daerah pinggang, dilindungi
oleh tulang rusuk bawah belakang. Beratnya hanya 120-150 gram saja (seukuran
kacang).
Fungsi utama renal adalah menyaring darah dan membantu tubuh membuang
kelebihan air, garam, dan limbah metabolisme tubuh. Selain itu juga membantu
menyeimbangkan kadar elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan
menstimulasi produk sel darah merah.
Penyakit ginjal memang tidak menular, tetapi menimbulkan kematian dan
dibutuhkan biaya yang mahal untuk pengobatan yang terus berlangsung seumur hidup
pasien. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran dan deteksi dini akan mencegah
komplikasi penyakit ini menjadi kronis.
Gagal ginjal stadium awal sangat sulit dideteksi karena tidak menimbulkan
keluhan dengan ciri-ciri yang jelas. Di rumah sakit, gagal ginjal biasanya terdeteksi
dengan pemeriksaan ureum dan kreatinin darah. Gejala yang berhubungan dengan
gagal ginjal biasanya tidak khas, misalnya anoreksia, mual, muntah, dan perubahan
status mental yang disebabkan oleh penumpukan zat-zat sisa metabolisme tubuh
khususnya urea serta pembengkakan tungkai atau tubuh lain karena penumpukan
cairan. Beberapa pasien, terutama yang gagal ginjalnya disebabkan oleh kelainan
prerenal akan mengalami penurunan jumlah urin (jumlah urin normal minimal 0.5-1.0
mL/kgBB/jam).
1. Gagal Ginjal Kronik (CKD)
1) Definisi dan Tahapan CKD
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan
fungsi ginjal yang progresif yang tidak dapat pulih kembali, di mana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia berupa retensi ureum dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, et al., 2008). Sementara itu, National Kidney Foundation (2009)
mendefinisikan CKD sebagai kerusakan ginjal progresif dengan Glomerular Filtration
Rate (GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,73m lebih dari 3 bulan, dimanifestasikan
dengan abnormalitas patologi dan komposisi darah dan urin.
Adapun tahap dari gagal ginjal kronik menurut National Kidney Foundation
(2002) dan Renal Association (2009) adalah:
a. Tahap I: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90 ml/min/1.73
m). Fungsi ginjal masih normal, namun telah terjadi abnormalitas patologi dan
komposisi dari darah dan urin.
b. Tahap II: Penurunan GFR ringan, yaitu 60-89 ml/min/1.73 m disertai dengan
kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan ditemukan abnormalitas patologi
dan komposisi dari darah dan urin.
c. Tahap III: Penurunan GFR sedang, yaitu 30-59 ml/min/1.73 m. Tahapan ini terbagi
lagi menjadi tahapan IIIA (GFR 45-59) dan tahapan IIIB (GFR 30-44). Pasien
mengalami penurunan fungsi ginjal sedang.
d. Tahap IV: Penurunan GFR berat, yaitu 15-29 ml/min/1.73 m, terjadi penurunan
fungsi ginjal yang berat.
e. Tahap V: Gagal ginjal dengan GFR <15 ml/min/1.73 m, terjadi penyakit ginjal tahap
akhir (End Stage Renal Disease/ ERSD). Pasien mengalami penurunan fungsi ginjal
yang sangat berat dan dilakukan terapi penggantian ginjal secara permanen.
2) Etiologi CKD
CKD terjadi akibat berbagai macam keadaan yang merusak nefron ginjal.
Smeltzer, et al., (2008) dan Renal Association (2009) menyebutkan bahwa CKD dapat
disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glomerulonefritis kronik,
piolonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius, lesi
herediter seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasi, atau
agen toksik berupa bahan kimia.
3) Patofisiologi CKD
Ignatavicus dan Workman (2006) menyebutkan bahwa CKD terjadi secara
progresif dan melalui beberapa tahap, yaitu berkurangnya cadangan ginjal, insufisiensi
ginjal, dan penyakit ginjal tahap akhir. Perjalanan CKD biasanya diawali dengan
pengurangan cadangan ginjal, yaitu fungsi ginjal sekitar 3-50%. Berkurangnya fungsi
ginjal terjadi tanpa akumulasi sampah metabolik dalam darah sebab nefron yang tidak
rusak akan mengkompensasi nefron yang rusak. Walaupun tidak ada manifestasi
gagal ginjal pada tahap ini, jika terjadi infeksi, kelebihan (overload) cairan, atau
dehidrasi, fungsi renal pada tahap ini dapat terus turun.
Proses kegagalan ginjal selanjutnya masuk pada kondisi insufisiensi ginjal. Sisa
akhir metabolik mulai terakumulasi dalam darah karena nefron sehat yang tersisa tidak
cukup untuk mengkompensasi nefron yang tidak berfungsi. Kadar ureum nitrogen
darah, kreatinin serum, asam urea, dan fosfor mengalami peningkatakn sebanding
dengan jumlah nefron yang rusak. Terapi medik diperlukan pada kondisi insufisiensi
ginjal (Ignatavicus & Workman, 2006; Smeltzer, et al., 2008).
Apabila penanganan tidak adekuat, proses gagal ginjal berlanjut hingga pasien
berada pada tahap ESRD. Pasien CKD pada tahap ESRD, sekitar 90% nefronnya
hancur, dan hanya GFR 10% yang normal sehingga fungsi ginjal normal tidak dapat
dipertahankan. Ginjal tidak dapat mempertahankan homeostasis sehingga terjadi
peningkatan kadar ureum dan kreatinin berlebihan dalam darah, terjadi penimbunan
cairan tubuh, dan ketidakseimbangan elektrolit serta asam-basa yang berat
(Ignatavicus & Workman, 2006). Akibatnya, muncul berbagai manifestasi klinik dan
komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun sisa akhir
metabolisme, maka gejala akan semakin berat. Pasien akan mengalami kesulitan
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari akibat timbulnya berbagai manifestasi klinis
tersebut (Parmar, 2002; Ignatavicus & Workman, 2006).
4) Penatalaksanaan CKD
Tujuan penatalaksanaan CKD adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Penatalaksanaan CKD dibagi menjadi dua tahap:
a. Tahap pertama
Tahap pertama adalah tindakan konservatif, untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif, mencegah dan mengobati komplikasi yang terjadi.
Penanganan konservatif CKD meliputi: pengaturan diet; pencegahan dan
pengobatan komplikasi berupa pengobatan hipertensi, hiperkalemi, hiperuresemia,
anemia, asidosis, osteodistrofi renal, neuropati perifer, dan infeksi (Price & Wilson,
2005).
b. Tahap kedua
Tahap kedua dilakukan ketika tindakan konservatif tidak lagi efektif berupa terapi
pengganti ginjal (Lemone & Burke, 2008). Terapi pengganti ginjal menjadi pilihan
untuk mempertahankan fungsi normal ginjal, menghindari komplikasi, dan
memperpanjang usia pasien ESRD (Shahgholian, Ghafourifard, Rafiesian, &
Mortzavi, 2008). Ada tiga terapi pengganti ginjal, yaitu hemodialisis, peritonial
dialisis, dan transplantasi ginjal. Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal
yang paling banyak dilakukan di dunia dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus
meningkat (Shahgholian, et al., 2008).
Tatalaksana CKD
Derajat
1
GFR (ml/min/1.73
m.)
>90
Rencana Tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi,
perburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler
2
3
4
5
60-89
30-89
15-29
<15
2. Hemodialisis
Hemodialisis merupakan metode yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi
ginjal yang mengalami kegagalan secara permanen.
1) Definisi dan Tujuan
Hemodialisis adalah proses di mana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air
secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah, menuju kompartemen cair
lainnya, yaitu cairan dialisat, melewati membran semi permeabel dalam dialiser (Price
& Wilson, 2005).
Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan
uremia, kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien
CKD dengan ESRD. Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan, elektrolit, dan sisa
metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan untuk memperpanjang
umur pasien (Kallenbach, et al., 2005).
2) Indikasi Hemodialisis
Indikasi dilakukannya hemodialisis dibedakan menjadi HD emergency atau HD
segera dan HD kronik. Hemodialisis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
A. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
a. Kegawatan ginjal
a) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b) Oliguria (produksi urin <200 ml/12 jam)
c) Anuria (produksi urin <50 ml/12 jam)
d) Hiperkaliemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/L)
e) Asidosis berat (pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/L)
f) Ensefalopati uremikum
g) Neuropati/miopati uremikum
h) Perikarditis uremikum
i) Disnatremia berat (Na >169 atau <115 mmol/L)
j) Hipertermia
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
B. Indikasi hemodialisis kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur
hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15ml/menit. Keadaan pasien yang
mempunyai GFR <15 ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal yang disebutkan di bawah ini (Daurgirdas
et al., 2007):
a.
b.
c.
d.
e.
3)
b. Komplikasi kronik
Merupakan komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik.
Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Komplikasi kronik hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
Hipertensi
Herediter
Usia lebih dari 60 tahun
Jenis kelamin
Merokok
Ras
Penggunaan analgesik
Ketidakmampuan
mengkonsentrasikan urin
Retensi air
Hemodialisis
Peningkatan ultrafiltrasi
Kram otot
6. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
Adapun yang perlu dilakukan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai
berikut:
a.
Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b.
Riwayat Keperawatan
1)
2)
3)
Riwayat
kesehatan
keluarga,
meliputi
adakah
keluarga yang mempunyai penyakit keturunan Hipertensi, Gagal Ginjal dan lainlain.
4)
Riwayat
terdekat dengan klien,
psiko
sosial
meliputi,
adakah
orang
Kondisi
lingkungan
rumah,
lingkungan
rumah
c.
Pengkajian Fisik
Yang dapat dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe)
dengan menggunakan teknik yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi,
adapun hasil pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan teknik
tersebut pada klien Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai berikut :
1)
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala: kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise gangguan tidur (insomnia /
gelisah atau somnden)
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2)
SIRKULASI
Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi: nyeri dada (angina)
Tanda: hipertensi: DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pittine pada kaki,
telapak tangan disitmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi ortostatik
menunjukkan hipovotemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub perikardial (respos terhadap akumulasi sisa)
Pucat ; kulit coklat kehijauan kuning, kecenderungan perdoral.
3)
INTEGRITAS EGO
Gejala: faktor stress, contoh finansial, hubungan.perasaan tak berdaya, tak ada
harapan tak ada kekuatan.
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah, terangsang, perubahan
kepribadian.
4)
ELIMINASI
Gejala: penurunan frekuensi urine, ohguria, anuria, (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan.
oliguria dapat menjadi anuria.
5) MAKANAN / CAIRAN
Gejala: peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi) anereksia,
nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia). Pengguna diuretic.
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir) perubahan
turgor kulit / kelembapan. Edema (umum: tergantung). Ulserasi gusi:
NEUROSENSORI
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang, sindrom kaki
gelisah kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas / kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, (neuropati perifer)
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang berhati,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma.penurunan DTR, tanda chostek dan trousenu
positif. kejang, fasikulasi, otot, aktifitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh
dan tipis.
7)
NYERI / KENYAMANAN
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki (memburuk saat
malam hari)
Tanda: perilaku berhati-hati / distroksi, gelisah.
8)
PERNAPASAN
Gejala: Napas pendek, dispnea nocturnal paroksismal, batuk dengan spuntum
kental dan banyak.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman pernapasan
kusmaul. batuk produktif dengan spuntum merah muda, encer (edemaparu)
9)
KEAMANAN
Gejala: Kulit gatal ada/berulangnya infeksi
Tanda: Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi) ; normotermia dapat secara actual
terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal (efek CKD/depresi respon umum).ptekie, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang; deposit fosfat kalsium (kalsifikasi metastatik) pada
kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
10)
SEKSUALITAS
Gejala:penurunan libido, amenorea, anfektilitas.
11)
INTERAKSI SOSIAL
Gejala; kesulitan menentukan kondisi, contohnya; tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
Laboratorium
o
Urine lengkap
Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post,
kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT, bilirubin, gama
gt, alkali fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC,
saturasi transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida,
asam urat, Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3
Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
EKG
Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemi,
hipoksia miokard.
Biopsi
o
NO
1.
Gangguan rasa
nyaman: nyeri saat
insersi pada tempat
penusukkan b.d. insersi
fistula needle.
Karakteristik :
TUJUAN
Keluhan pada saat ditusuk
minimal
Saat penususkan ekspresi
wajah tenang
INTERVENSI
1. Lakukan penusukkan yang tepat
dan hati-hati untuk mengurangi
resiko nyeri yang berlebihan
2. Berikan anestesi local pada
daerah yang akan ditusuk untuk
mengurangi rasa nyeri terutama
saat punksi femoralis. Bisa
Terdapat luka
penusukkan untuk akses
darah
2.
Gangguan rasa
nyaman: kram b.d.
Hipotensi
UFR/penarikan cairan
di bawah BB kering
Hipokalsemi
Karakteristik:
Klien mengeluh kram
Otot pada anggota tubuh
yang kram nampak
tegang
Tensi menurun
Gangguan rasa
nyaman: nyeri kepala
b.d
Sindroma dis-eq ringan
Penggunaan larutan
dialisat yang
mengandung asetat
Penarikan kafein dari
darah secara mendadak
bagi klien peminum kopi
distraksi
3. Turunkan QB sampai batas
minimal (150 ml/mnt)
4. Ganti dialisat asetat dengan
bicnat
Karakteristik:
Nampak gelisah
Gangguan
keseimbangan volume
cairan: berlebih b.d.
Penurunan fungsi ginjal
dalam dalam mengatur
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Karakteristik:
Klien mengeluh
bengkak-bengkak pada
perut, wajah atau
anggota gerak, sesak
Anuri/oliguri (+)
Hipertensi (+)
Peningkatan BB yang
signifikan
Pernapasan pendekcepat
Ronchi (+), edema paru
kering
8. Lakukan SQHD bila perlu
5.
Pembatasan diet
Mual-muntah
Anoreksia
BB kering terpelihara
Penurunan BB kering
Gangguan
keseimbangan elektrolit
Karakteristik:
Klien mengeluh mualmuntah, tidak nafsu
makan
BB kering menurun
Intoleransi aktivitas
b.d.
Anemia karena
kekurangan EPO
Anemia hemolitikum
karena uremia, rusak
oleh blood pump, rusak
saatkeluar dari jarum
karena QB yang besar
Anemia defisinsi besi
Pallor berkurang/hilang
Malnutrisi
Proses katabolisme
hemodialisis
6. Usahakan meminimalkan
kehilangan darah selama
dialysis
Karakteristik:
Klien mengeluh lemas
dan mudah lelah
Pallor (+)
Tachikardi
Napas pendek
Hb dan hematokrit
rendah
7.
Karakteristik:
Perilaku yang tidak patuh
Penolakan
Cemas
Mudah marah
Peningkatan denyut jantung,
RR, dan tensi
Ketidakmampuan
berkonsentrasi
Ketidakberdayaan b.d.
Penyakit ginjal kronis
Ketidakmampuan untuk
melakukan tanggung
jawab peran
Kurangnya pengetahuan
Kehilangan kendali diri
9.
UFR tinggi
UF di bawah BB kering
Sirkulasi ekstrakorporeal
Perdarahan
Faktor resiko:
Klien mengeluh pusing
UFR Tinggi
Penurunan tensi
UF melewati BB kering
Terdapat sirkulasi ekstra
corporeal
10.
Resiko terjadi
perdarahan b.d.
Heparinisasi
Melena (-)
Uremia
Petechiae (-)
Anemia
Hematuri (-)
Ekimosis (-)
Faktor resiko:
Pemberian heparin
Daftar Pustaka
Agarwal, R., and Light, R.P. 2010. Intradialytic Hypertension is a Marker of Volume
Excess. Nephrol Dial Transplant, 25(10): 335561.
Agarwal, R., and Weir, M.R. 2010. Dry-Weight: A Concept Revisyed in an Effort to
Avoid Medication-Directed Approaches for Blood Pressure Control in
Hemodialysis Patients. Clin J am Soc Nephrol, 5:1255-60.
Basoeki H. 2009. Sports Massage. Jakarta. Tinggola.
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schriers Disease of the
Kidney. 9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C.,
Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473- 505.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.
Ignatavicius & Workman. (2006). Medical surgical nurshing critical thingking for
collaborative care. Vol. 2. Elsevier saunders : Ohio.
K/DOQI: Clinical Practice Guidelines on Hypertension and Antihypertensive Agent in
Chronic Kidney Disease. In Guideline 2 In: Evaluation of Patient with CKD or
Hypertension. CKD 2006: 1-18.
LeMone, P, Burke, Karen, 2008, Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in Client
Care (4th Edition), New Jersey: Prentice Hall Health.
Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne.C, Brenda G. Bare, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(Edisi 8), Jakarta: EGC.