Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN MEDIKAL
RUANG HEMODIALISA

PASIEN HEMODIALISA DENGAN KOMPLIKASI KRAM OTOT

Oleh:
TRISA PRADNJA PARAMITA
105070203131001

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

Gagal Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ yang terletak pada daerah pinggang, dilindungi
oleh tulang rusuk bawah belakang. Beratnya hanya 120-150 gram saja (seukuran
kacang).
Fungsi utama renal adalah menyaring darah dan membantu tubuh membuang
kelebihan air, garam, dan limbah metabolisme tubuh. Selain itu juga membantu
menyeimbangkan kadar elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan
menstimulasi produk sel darah merah.
Penyakit ginjal memang tidak menular, tetapi menimbulkan kematian dan
dibutuhkan biaya yang mahal untuk pengobatan yang terus berlangsung seumur hidup
pasien. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran dan deteksi dini akan mencegah
komplikasi penyakit ini menjadi kronis.
Gagal ginjal stadium awal sangat sulit dideteksi karena tidak menimbulkan
keluhan dengan ciri-ciri yang jelas. Di rumah sakit, gagal ginjal biasanya terdeteksi
dengan pemeriksaan ureum dan kreatinin darah. Gejala yang berhubungan dengan
gagal ginjal biasanya tidak khas, misalnya anoreksia, mual, muntah, dan perubahan
status mental yang disebabkan oleh penumpukan zat-zat sisa metabolisme tubuh
khususnya urea serta pembengkakan tungkai atau tubuh lain karena penumpukan
cairan. Beberapa pasien, terutama yang gagal ginjalnya disebabkan oleh kelainan
prerenal akan mengalami penurunan jumlah urin (jumlah urin normal minimal 0.5-1.0
mL/kgBB/jam).
1. Gagal Ginjal Kronik (CKD)
1) Definisi dan Tahapan CKD
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan
fungsi ginjal yang progresif yang tidak dapat pulih kembali, di mana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia berupa retensi ureum dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, et al., 2008). Sementara itu, National Kidney Foundation (2009)
mendefinisikan CKD sebagai kerusakan ginjal progresif dengan Glomerular Filtration
Rate (GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,73m lebih dari 3 bulan, dimanifestasikan
dengan abnormalitas patologi dan komposisi darah dan urin.
Adapun tahap dari gagal ginjal kronik menurut National Kidney Foundation
(2002) dan Renal Association (2009) adalah:

a. Tahap I: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90 ml/min/1.73
m). Fungsi ginjal masih normal, namun telah terjadi abnormalitas patologi dan
komposisi dari darah dan urin.
b. Tahap II: Penurunan GFR ringan, yaitu 60-89 ml/min/1.73 m disertai dengan
kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan ditemukan abnormalitas patologi
dan komposisi dari darah dan urin.
c. Tahap III: Penurunan GFR sedang, yaitu 30-59 ml/min/1.73 m. Tahapan ini terbagi
lagi menjadi tahapan IIIA (GFR 45-59) dan tahapan IIIB (GFR 30-44). Pasien
mengalami penurunan fungsi ginjal sedang.
d. Tahap IV: Penurunan GFR berat, yaitu 15-29 ml/min/1.73 m, terjadi penurunan
fungsi ginjal yang berat.
e. Tahap V: Gagal ginjal dengan GFR <15 ml/min/1.73 m, terjadi penyakit ginjal tahap
akhir (End Stage Renal Disease/ ERSD). Pasien mengalami penurunan fungsi ginjal
yang sangat berat dan dilakukan terapi penggantian ginjal secara permanen.
2) Etiologi CKD
CKD terjadi akibat berbagai macam keadaan yang merusak nefron ginjal.
Smeltzer, et al., (2008) dan Renal Association (2009) menyebutkan bahwa CKD dapat
disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glomerulonefritis kronik,
piolonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius, lesi
herediter seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasi, atau
agen toksik berupa bahan kimia.
3) Patofisiologi CKD
Ignatavicus dan Workman (2006) menyebutkan bahwa CKD terjadi secara
progresif dan melalui beberapa tahap, yaitu berkurangnya cadangan ginjal, insufisiensi
ginjal, dan penyakit ginjal tahap akhir. Perjalanan CKD biasanya diawali dengan
pengurangan cadangan ginjal, yaitu fungsi ginjal sekitar 3-50%. Berkurangnya fungsi
ginjal terjadi tanpa akumulasi sampah metabolik dalam darah sebab nefron yang tidak
rusak akan mengkompensasi nefron yang rusak. Walaupun tidak ada manifestasi
gagal ginjal pada tahap ini, jika terjadi infeksi, kelebihan (overload) cairan, atau
dehidrasi, fungsi renal pada tahap ini dapat terus turun.
Proses kegagalan ginjal selanjutnya masuk pada kondisi insufisiensi ginjal. Sisa
akhir metabolik mulai terakumulasi dalam darah karena nefron sehat yang tersisa tidak
cukup untuk mengkompensasi nefron yang tidak berfungsi. Kadar ureum nitrogen
darah, kreatinin serum, asam urea, dan fosfor mengalami peningkatakn sebanding
dengan jumlah nefron yang rusak. Terapi medik diperlukan pada kondisi insufisiensi
ginjal (Ignatavicus & Workman, 2006; Smeltzer, et al., 2008).

Apabila penanganan tidak adekuat, proses gagal ginjal berlanjut hingga pasien
berada pada tahap ESRD. Pasien CKD pada tahap ESRD, sekitar 90% nefronnya
hancur, dan hanya GFR 10% yang normal sehingga fungsi ginjal normal tidak dapat
dipertahankan. Ginjal tidak dapat mempertahankan homeostasis sehingga terjadi
peningkatan kadar ureum dan kreatinin berlebihan dalam darah, terjadi penimbunan
cairan tubuh, dan ketidakseimbangan elektrolit serta asam-basa yang berat
(Ignatavicus & Workman, 2006). Akibatnya, muncul berbagai manifestasi klinik dan
komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun sisa akhir
metabolisme, maka gejala akan semakin berat. Pasien akan mengalami kesulitan
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari akibat timbulnya berbagai manifestasi klinis
tersebut (Parmar, 2002; Ignatavicus & Workman, 2006).
4) Penatalaksanaan CKD
Tujuan penatalaksanaan CKD adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Penatalaksanaan CKD dibagi menjadi dua tahap:
a. Tahap pertama
Tahap pertama adalah tindakan konservatif, untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif, mencegah dan mengobati komplikasi yang terjadi.
Penanganan konservatif CKD meliputi: pengaturan diet; pencegahan dan
pengobatan komplikasi berupa pengobatan hipertensi, hiperkalemi, hiperuresemia,
anemia, asidosis, osteodistrofi renal, neuropati perifer, dan infeksi (Price & Wilson,
2005).
b. Tahap kedua
Tahap kedua dilakukan ketika tindakan konservatif tidak lagi efektif berupa terapi
pengganti ginjal (Lemone & Burke, 2008). Terapi pengganti ginjal menjadi pilihan
untuk mempertahankan fungsi normal ginjal, menghindari komplikasi, dan
memperpanjang usia pasien ESRD (Shahgholian, Ghafourifard, Rafiesian, &
Mortzavi, 2008). Ada tiga terapi pengganti ginjal, yaitu hemodialisis, peritonial
dialisis, dan transplantasi ginjal. Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal
yang paling banyak dilakukan di dunia dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus
meningkat (Shahgholian, et al., 2008).
Tatalaksana CKD
Derajat
1

GFR (ml/min/1.73
m.)
>90

Rencana Tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi,
perburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler

2
3
4
5

60-89
30-89
15-29
<15

Menghambat perburukan fungsi ginjal


Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk penggantian ginjal
Terapi penggantian ginjal
(Sumber: National Kidney Foundation, 2002)

2. Hemodialisis
Hemodialisis merupakan metode yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi
ginjal yang mengalami kegagalan secara permanen.
1) Definisi dan Tujuan
Hemodialisis adalah proses di mana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air
secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah, menuju kompartemen cair
lainnya, yaitu cairan dialisat, melewati membran semi permeabel dalam dialiser (Price
& Wilson, 2005).
Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan
uremia, kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien
CKD dengan ESRD. Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan, elektrolit, dan sisa
metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan untuk memperpanjang
umur pasien (Kallenbach, et al., 2005).
2) Indikasi Hemodialisis
Indikasi dilakukannya hemodialisis dibedakan menjadi HD emergency atau HD
segera dan HD kronik. Hemodialisis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
A. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
a. Kegawatan ginjal
a) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b) Oliguria (produksi urin <200 ml/12 jam)
c) Anuria (produksi urin <50 ml/12 jam)
d) Hiperkaliemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/L)
e) Asidosis berat (pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/L)
f) Ensefalopati uremikum
g) Neuropati/miopati uremikum
h) Perikarditis uremikum
i) Disnatremia berat (Na >169 atau <115 mmol/L)
j) Hipertermia
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
B. Indikasi hemodialisis kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur
hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.

Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15ml/menit. Keadaan pasien yang
mempunyai GFR <15 ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal yang disebutkan di bawah ini (Daurgirdas
et al., 2007):
a.
b.
c.
d.
e.
3)

GFR <15 ml/menit, bergantung pada gejala klinis.


Gejala uremia meliputi: letagi, anoreksia, nausea, dan muntah.
Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
Komplikasi metabolik yang refrakter.
Prinsip dan Cara Kerja Hemodialisis
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah, 2)

kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah


dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian
masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis,
darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam
tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al.,
2007).
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan
(kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan
larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel (dialiser).
Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini
terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solure yang terjadi
akibat gerakan molekulnya secara acak, ultrafiltrasi adalah perpindahan molekul
secara konveksi, artinya, solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah
secara bebas bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini
disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air
(transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi
larutan (Daurgirdas et al., 2007). Pada mekanisme UF, konveksi merupakan proses
yang memerlukan gerakan cairan disebabkan oleh gradien tekanan transmembran
(Daurgirdas et al., 2007).

4) Komplikasi Intradialisis pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis


Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik (ESRD)
stadium V atau gagal ginjal kronik (CKD). Walaupun tindakan HD saat ini masih
mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang
mengalami masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering terjadi pada
penderita yang menjalani HD adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah
umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat hD. Hipotensi
intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani HD reguler. Namun, sekitar 515% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut dengan
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light, 2010).

Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik


(Daurgirdas et al., 2007).
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah hipotensi, kram otot, mual, muntah,
sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et
al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah
gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia,
tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, emboli udara, neutropenia,
aktivasi komplemen, dan hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)

b. Komplikasi kronik
Merupakan komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik.
Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Komplikasi kronik hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)

Kram Otot Intradialisis


1. Definisi Kram Otot Intradialisis
Kram otot adalah suatu kondisi di mana terjadi peningkatan kecepatan
kontraksi atau penipisan otot yang tidak dapat dikontrol, terjadi dalam beberapa detik
sampai menit dan menimbulkan rasa sakit. Menurut Basoeki (2005) kram otot
merupakan kontraksi otot tertentu yang berlebihan, terjadi secara mendadak tanpa
disadari. Otot yang mengalami kram sulit untuk menjadi rileks kembali. Bisa dalam
hitungan menit bahkan jam untuk meregangkan otot yang kram itu. Kontraksi dari kram
otot sendiri dapat terjadi dalam waktu beberapa detik sampai beberapa menit. Selain
itu, kram otot dapat menimbulkan keluhan nyeri. Kram otot dapat mengenai otot lurik
atau bergaris, otot yang berkontraksi secara kita sadari. Kram otot dapat juga
mengenai otot polos atau otot yang berkontraksi tanpa kita sadari. Kram otot dapat
terjadi pada tangan, kaki, maupun perut.
Intradialytic muscle cramping atau kram otot intradialisis, biasa terjadi pada
ekstremitas bawah. Kram otot sering terjadi selama terapi dialisis, terutama pada akhir
sesi, setelah ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi, dan
saat dibutuhkan ultrafiltrasi yang tinggi untuk membuang kelebihan volume cairan.
Kram otot merupakan alasan yang paling umum untuk terminasi dini penatalaksanaan
(Lameire & Mehta, 2000).
2. Etiologi Kram Otot Intradialisis
Holley, Berns, dan Post (2007) serta Daugirdas, Blake, dan Ing (2012) serta
Teta (2008) menyebutkan bahwa frekuensi kram saat hemodialisis adalah 5-20% dari

keseluruhan prosedur hemodialisis. Penyebab kram otot selama hemodialisis tidak


diketahui dengan pasti. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mencari penyebabnya.
Namun, terdapat tiga kondisi yang dapat meningkatkan risiko kram, seperti:
a. Ketidakseimbangan kalium dan fosfat: Dialisis tidak dapat mengeluarkan fosfat
secara efisien, sehingga terjadi penimbunan fosfat berlebih dalam darah. Umumnya,
jika jumlah fosfat tinggi, jumlah kalium akan lebih rendah. Tingkat kalium yang
rendah merupakan salah satu penyebab kram otot untuk pasien dialisis.
b. Kekurangan vitamin E: Hal ini dilaporkan bahwa vitamin E sangat membantu dalam
mengurangi dan mencegah kram selama pengobatan dialisis. Jika pasien
kekurangan vitamin E, dapat meningkatkan risiko kram otot atau kaki.
c. Peningkatan ultrafiltrasi: Jika berat badan pasien dialisis terlalu meningkat selama
sesi dialisis, cairan harus diambil dari tubuh pada tingkat cepat atau akan semakin
banyak cairan yang dibuang keluar. Hal ini dapat menyebabkan kram secara
langsung.
d. Dialisat dengan konsentrasi rendah natrium: Ini adalah alasan lain yang dapat
meningkatkan risiko otot atau kram kaki. Pada titik ini, sebaiknya memberitahu
dokter Anda segera sehingga mereka dapat mengubah konsentrasi dialisat.
Kram otot seringkali berhubungan dengan tekanan darah rendah. Meskipun
begitu, beberapa kram akan berlanjut meski tekanan darah yang normal sudah dicapai.
Bahkan, kram otot dapat terjadi tanpa penurunan tekanan darah. Kram otot juga dapat
terjadi ketika pasien berada di bawah berat keringnya. Kram otot yang parah
mendekati akhir dari penatalaksanaan dialisis dan persisten selama beberapa waktu
setelah dialisis seringkali terjadi karena dehidrasi.

3. Manifestasi Klinis Kram Otot Intradialisis


Manifestasi klinis terjadinya kram otot saat intradialisis adalah terjadi kram pada
tangan, kaki, dan tungkai.
4. Patofisiologi Kram Otot Intradialisis
Kram adalah kontraksi otot tak sadar yang berkepanjangan yang terjadi pada
otot yang berkontraksi secara volunter ketika sudah berada pada posisi yang paling
pendek. Meningkatnya frekuensi kram saat istirahat dan pada malam hari dapat
disebabkan oleh penempatan (oleh plantar kaki yang terfleksi) dari betis dan otot
ventral kaki di posisi yang paling pendek dan rentan saat tidur.

Elektromiografi menunjukkan bahwa kram dimulai dengan fasikulasi di berbagai


otot yang berkembang menjadi aksi potensial dengan frekuensi tinggi. Terjadi
peningkatan progresif pada aktivitas tonik selama periode kedua dari hemodialisis
dalam meningkatkan serang tiba-tiba dari kram. Asal dari kram itu sendiri adalah saraf,
bukan otot.
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dializer (NKF
2006). Dengan adanya sebagian darah pasien yang keluar dari tubuh dan beredar
dalam sebuah mesin (extracorporeal) bisa menyebabkan sirkulasi darah ke otot kurang
baik sehingga dapat mengakibatkan kram otot.
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) alat dialisa juga dapat dipergunakan untuk
memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui
ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma
(dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Adanya penarikan cairan
(ultrafiltrasi) selama hemodialisa menyebabkan dehidrasi atau kekurangan cairan yang
dapat menyebabkan terjadinya kram otot.
Menurut Price dan Wilson (1995) komposisi cairan dialisat diatur sedemikian
rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar
dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal.
Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+ , K+, Ca++ , Mg++ , Cl- , asetat dan glukosa.
Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke
dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Adanya perbedaan
unsur-unsur elektrolit dalam dialisat dengan komposisi elektrolit darah pasien bisa
mengakibatkan kekurangan elektrolit. Adanya kekurangan cairan dan elektrolit bisa
mengakibatkan kram otot (Basoeki, 2005).
Faktor yang dapat dimodifikasi:
Diabetes melitus

Faktor tidak dapat dimodifikasi:

Hipertensi

Herediter
Usia lebih dari 60 tahun

Peningkatan asupan protein dan


kolesterol

Jenis kelamin

Merokok

Ras

Penggunaan analgesik

Penurunan aliran darah ke renal


Primary kidney disease
Kerusakan ginjal dari penyakit
yang lain
Obstruksi aliran keluaran urin

Penurunan filtrasi glomerular

Hipertrofi nefron yang tersisa

Ketidakmampuan
mengkonsentrasikan urin

Kerusakan lanjut fungsi dari


nefron

Gagal ginjal kronis

Hilangnya fungsi nonekskretori


renal

Hilangnya fungsi ekskretori


renal

Penurunan absorpsi sodium di


tubulus

Penurunan ekskresi potasium,


fosfat, dan hidrogen

Retensi air

Hemodialisis

Peningkatan ultrafiltrasi

Ketidakseimbangan fosfat dan


kalium

Dialisat rendah natrium

Kram otot

5. Penatalaksanaan untuk Kram Otot Intradialisis


Nyeri akut

Kerusakan mobilitas fisik

Pencegahan kram otot saat hemodialisis dapat dilakukan dengan mengkaji


berat badan kering secara tepat, menghitung UFR secara tepat, menjaga suhu dialisat
dan kolaborasi pemberian Quinine Sulphate untuk kram yang kronis pada kaki atau
400 unit vitamin E sebelum hemodialisis, serta memberikan edukasi tentang
penurunan berat badan.
Namun, jika kram sudah terjadi, manajemen yang dilakukan adalah
memberikan infus NaCl 0,9% bolus jika terjadi hipotensi, menurunkan UFR, Quick of
blood (Qb) dan TMP, memberikan kompres hangat dan pemijatan untuk meringankan
rasa nyeri, serta memberikan Nefidipin 10 mg (Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

6. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
Adapun yang perlu dilakukan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai
berikut:
a.

Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b.

Riwayat Keperawatan
1)

Riwayat kesehatan sekarang, meliputi perjalanan


penyakitnya, awal gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak
atau bertahap, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.

2)

Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit


yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat
dirawat dirumah sakit dan riwayat penggunaan obat.

3)

Riwayat

kesehatan

keluarga,

meliputi

adakah

keluarga yang mempunyai penyakit keturunan Hipertensi, Gagal Ginjal dan lainlain.
4)

Riwayat
terdekat dengan klien,

psiko

sosial

meliputi,

adakah

orang

interaksi dalam keluarga, mekanisme koping yang

digunakan klien untuk mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan


dan cara klien menerima keadaannya, masalah yang mempengaruhi klien,
persepsi klien terhadap penyakitnya dan sistem nilai kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.
5)

Kondisi

lingkungan

rumah,

lingkungan

rumah

merupakan faktor utama yang mempengaruhi kesehatan klien.


6)

Kebiasaan sehari-hari sebelum sakit dan di rumah


sakit, meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal higiene, pola istirahat
tidur, pola aktivitas dan latihan serta pola kebiasaan yang mempengaruhi
kesehatan.

c.

Pengkajian Fisik
Yang dapat dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe)
dengan menggunakan teknik yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi,

adapun hasil pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan teknik
tersebut pada klien Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai berikut :
1)

AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala: kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise gangguan tidur (insomnia /
gelisah atau somnden)
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

2)

SIRKULASI
Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi: nyeri dada (angina)
Tanda: hipertensi: DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pittine pada kaki,
telapak tangan disitmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi ortostatik
menunjukkan hipovotemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub perikardial (respos terhadap akumulasi sisa)
Pucat ; kulit coklat kehijauan kuning, kecenderungan perdoral.

3)

INTEGRITAS EGO
Gejala: faktor stress, contoh finansial, hubungan.perasaan tak berdaya, tak ada
harapan tak ada kekuatan.
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah, terangsang, perubahan
kepribadian.

4)

ELIMINASI
Gejala: penurunan frekuensi urine, ohguria, anuria, (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan.
oliguria dapat menjadi anuria.

5) MAKANAN / CAIRAN
Gejala: peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi) anereksia,
nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia). Pengguna diuretic.
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir) perubahan
turgor kulit / kelembapan. Edema (umum: tergantung). Ulserasi gusi:

perdarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,


penampilan tak bertenaga.
6)

NEUROSENSORI
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang, sindrom kaki
gelisah kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas / kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, (neuropati perifer)
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang berhati,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma.penurunan DTR, tanda chostek dan trousenu
positif. kejang, fasikulasi, otot, aktifitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh
dan tipis.

7)

NYERI / KENYAMANAN
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki (memburuk saat
malam hari)
Tanda: perilaku berhati-hati / distroksi, gelisah.

8)

PERNAPASAN
Gejala: Napas pendek, dispnea nocturnal paroksismal, batuk dengan spuntum
kental dan banyak.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman pernapasan
kusmaul. batuk produktif dengan spuntum merah muda, encer (edemaparu)

9)

KEAMANAN
Gejala: Kulit gatal ada/berulangnya infeksi
Tanda: Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi) ; normotermia dapat secara actual
terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal (efek CKD/depresi respon umum).ptekie, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang; deposit fosfat kalsium (kalsifikasi metastatik) pada
kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.

10)

SEKSUALITAS
Gejala:penurunan libido, amenorea, anfektilitas.

11)

INTERAKSI SOSIAL
Gejala; kesulitan menentukan kondisi, contohnya; tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

Laboratorium
o

Urine lengkap

Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post,
kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT, bilirubin, gama
gt, alkali fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC,
saturasi transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida,
asam urat, Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3
Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,

hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien DM


menurun
Radiologi
Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran pembesaran

jantung, adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaran keadaan


ginjal, adanya pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi ginjal.
Sidik nuklir dapat menentukan GFR

EKG
Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemi,

hipoksia miokard.
Biopsi
o

NO
1.

Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal.


DIAGNOSA
KEPERAWATAN

Gangguan rasa
nyaman: nyeri saat
insersi pada tempat
penusukkan b.d. insersi
fistula needle.
Karakteristik :

TUJUAN
Keluhan pada saat ditusuk
minimal
Saat penususkan ekspresi
wajah tenang

INTERVENSI
1. Lakukan penusukkan yang tepat
dan hati-hati untuk mengurangi
resiko nyeri yang berlebihan
2. Berikan anestesi local pada
daerah yang akan ditusuk untuk
mengurangi rasa nyeri terutama
saat punksi femoralis. Bisa

Klien mengeluh nyeri


pada akses vaskuler
saat dilakukan
penusukkan.

berbentuk injeksi atau spray.


3. Ajarkan dan anjurkan teknik
relaksasi dan distrraksi

Ekspresi wajah tampak


meringis

4. Lakukan kompres dingin untuk


memblok rasa nyeri

Terdapat luka
penusukkan untuk akses
darah

2.

5. Kaji tingkat nyeri, apakah hilang


setelah penusukkan, menetap
atau bertambah

Gangguan rasa
nyaman: kram b.d.

Kram berkurang/hilang dengan


criteria

Hipotensi

Keluhan kram berkurang

UFR/penarikan cairan
di bawah BB kering

Otot yang kram rileks

Kandungan sodium pada


cairan dialisat rendah

Klien nampak tenang


Tensi dalam batas normal

1. Anjurkan klien untuk relaksasi,


hiperekstensi bagian tubuh yang
kram.
2. Lakukan distraksi, kaji
penyebab kram, ukur tekanan
darah
3. Bila disertai hipotensi, berikan
normal salin;diikuti pemberian
larutan hipertonik dianjurkan
glukosa 40% (tidak diberikan
pada klien diabetic)

Hipokalsemi
Karakteristik:
Klien mengeluh kram
Otot pada anggota tubuh
yang kram nampak
tegang

4. Kolaborasi pemberian kalsium iv


bila hipokalsemi

Klien nampak kesakitan

5. Kolaborasi pemberian relaksan


oral 2 jam sebelum dialysis

Klien nampak gelisah

6. Evaluasi BB kering klien, atur


UF Goal dengan hati-hati

Tensi menurun

7. Anjurkan kepada klien untuk


latihan peregangan pada
anggota badan yang serting
kram
8. atur nilai sodium pada cairan
dialisat tidak terlalu rendah.
3.

Gangguan rasa
nyaman: nyeri kepala
b.d
Sindroma dis-eq ringan

Ekspresi wajah tenang


Keluhan sakit kepala
berkurang/hilang
Gelisah (-)

1. Observasi tanda vital, kaji


tingkat nyeri
2. Anjurkan relaksasi dan lakukan

Penggunaan larutan
dialisat yang
mengandung asetat
Penarikan kafein dari
darah secara mendadak
bagi klien peminum kopi

Minum kopi terkendali


Qb minimal
Menggunakan dialisat bicnat
Time dialysis terkendali

distraksi
3. Turunkan QB sampai batas
minimal (150 ml/mnt)
4. Ganti dialisat asetat dengan
bicnat

Karakteristik:

5. Berikan asetaminofen sesuai


anjuran

Klien mengeluh sakit


kepala
Ekspresi wajah nampak
meringis

6. Anjurkan untuk membatasi kopi


sebelum cuci darah

Nampak gelisah

7. Hentikan dialysis bila sakit


kepala tidak hilang

Riwayat peminum kopi


QB tinggi
Penggunaan dialisat
asetat
Time dialysis terlalu lama
4.

Gangguan
keseimbangan volume
cairan: berlebih b.d.
Penurunan fungsi ginjal
dalam dalam mengatur
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Karakteristik:
Klien mengeluh
bengkak-bengkak pada
perut, wajah atau
anggota gerak, sesak
Anuri/oliguri (+)
Hipertensi (+)
Peningkatan BB yang
signifikan
Pernapasan pendekcepat
Ronchi (+), edema paru

Klien mengatakan bengkak


berkurang/hilang
Klien mengatakan sesak
berkurang
Edema (-)
Peningkatan BB interdialitik
tidak lebih dari 5% BB kering
Pola napas normal, RR Normal

1. Monitor peningkatan tensi,


edema perirbital dan peripheral
2. Auskultasi paru untuk
mengidentifikasi adanya cairan
dalam paru
3. Ajarkan klien untuk pentingnya
pengendalian dan pengukuran
air dan berat badan untuk
mencegah overhidrasi; jumlah
air yang diminum = 500 cc +
diuresis / hari
4. Ajarkan klien tentang diet
rendah sodium untuk
mengontrol edema dan
hipertensi
5. Ajarkan klien agar peningkatan
BB interdialitik tidak lebih dari
5% BB kering
6. Berikan oksigen lembab bila
sesak
7. Lakukan UF untuk mencapai BB

kering
8. Lakukan SQHD bila perlu

5.

Perubahan pola nutrisi


b.d.

Keluhan mual-muntah, tidak


napsu makan berkurang/hilang

Pembatasan diet

Protein total dan albumin dalam


batas normal

Mual-muntah
Anoreksia

BB kering terpelihara

1. Monitor BB, kadar ureum,


kreatinin, protein total, albumin,
dan elektrolit sebagai indicator
dari adekuasi dialysis, status
gizi dan respon therafi
2. Anjurkan perawatan mulut untuk
mencegah stomatitis,
membuang bau mulut

Penurunan BB kering
Gangguan
keseimbangan elektrolit

3. Berikan makanan porsi kecil tapi


sering dalam keadaan hangat

Karakteristik:
Klien mengeluh mualmuntah, tidak nafsu
makan

4. Anjurkan klien untuk memilih


makanan yang diperbolehkan

BB kering menurun

5. Berikan makanan dengan kalori


35 kcal/kgBB/hari untuk
mengimbangi proses
katabolisme dialysis dan
memelihara BB kering

Bau mulut (+)

6. Batasi protein 1,2 gr/kgBB/hari


dan batasi fosfat untuk
mengurangi metabolisme dan
produk ureum, kalium, fosfat
dan H+
7. Berikan permen dan sejenisnya
untuk meningkatkan rasa pada
klien yang tidak menderita DM
6.

Intoleransi aktivitas
b.d.

Klien mengatakan lemas/lelah


berkurang/hilang

Anemia karena
kekurangan EPO

Tanda vital dalam batas normal

Anemia hemolitikum
karena uremia, rusak
oleh blood pump, rusak
saatkeluar dari jarum
karena QB yang besar
Anemia defisinsi besi

Pallor berkurang/hilang

1. Monitor kadar Hb dan Hct


sebagai indicator suplai oksigen
pada klien

Hb dan Hct meningkat

2. Berikan zat besi dan EPO


sesuai anjuran

Klien mampu melakukan


aktivitas sehari-hari tanpa
kelelahan

3. Berikan folic acid sesudah


dialysis

karena darah tersangkut


di dializer, blood line,
needle

4. Berikan istirahat yang cukup


5. Ajarkan klien untuk
merencanakan kegiatan dan
menghindari kelelahan

Malnutrisi
Proses katabolisme
hemodialisis

6. Usahakan meminimalkan
kehilangan darah selama
dialysis

Karakteristik:
Klien mengeluh lemas
dan mudah lelah

7. Observasi adanya perdarahan


pada daerah penusukan

Klien nampak lelah

8. Modifikasi heparin untuk


mencegah adeanya resiko
perdarahan

Pallor (+)
Tachikardi
Napas pendek
Hb dan hematokrit
rendah
7.

Gangguan rasa aman:


cemas b.d.
Perubahan konsep diri
Ancaman fungsi peran
Ketidakpastian hasil
terafi pengganti ginjal
Batasan-batasan diet
obat dan penanganan
Berkurangnya rasa
kendali diri
Karakteristik:
Perilaku yang tidak patuh
Penolakan
Cemas
Mudah marah
Peningkatan denyut
jantung, RR, dan tensi
Ketidakmampuan
berkonsentrasi

Karakteristik:
Perilaku yang tidak patuh
Penolakan
Cemas
Mudah marah
Peningkatan denyut jantung,
RR, dan tensi
Ketidakmampuan
berkonsentrasi

1. Mengkaji tingkat kecemasan:


a. Apabila ringan sampai
sedang, dilanjutkan
dengan penyelesaian
masalah (problem
solving)
b. Apabila berat-panik,
kurangi tuntutan-tuntutan
pada klien, mencegah
prosedur yang tidak
perlu, gunakan teknik
focusing dan relaksasi
2. Mengkaji stressor tertentu
terhadap ancaman-ancaman
yang tidak spesifik dan umum
3. Menunjukkan sikap pengertian
4. Mempertahankan cara yang
santai, tidak mengancam dan
empati
5. Membantu mengidentifikasi
mekanisme koping yang biasa
klien gunakan

6. Identifikasi cara klien


meminimalkan stressor-stressor
yang dihadapinya
7. Berikan umpan balik realistis
terhadap ancaman nonspesifik
yang dihadapi klien
8. Gali cara-cara klien mengontrol
dirinya
9. Gali konsep diri klien dan
persepsi akan perasaannya
10. Berikan konsistensi terhadap
apa yang kita lakukan
8.

Ketidakberdayaan b.d.
Penyakit ginjal kronis
Ketidakmampuan untuk
melakukan tanggung
jawab peran
Kurangnya pengetahuan
Kehilangan kendali diri

Dapat mengidentifikasi area di


mana klien dapat melakukan
kendali diri
Ikut terlibat dalam menentukan
keputusan dalam penanganan
klien sendiri
Menunjukkan fungsi peran yang
memadai

1. Bantu klien mengidentifikasi


perasaan-perasaan
ketidakberdayaan
2. Identifikasi faktor-faktor
penyebab ketidakberdayaan
3. Libatkan dalam pengambilan
keputusan
4. Bantu klien mengenali situasi
yang dapat dan tidak dapat
diubah
5. Berikan dukungan terhadap
penggunaan potensi yang ada
6. Berikan edukasi kepada klien

9.

Resiko terjadi shock


hipovolemi b.d.

Tidak terjadi shock hipovolemik


dengan kriteria

UFR tinggi

Tanda vital dalam batas normal

UF di bawah BB kering

UF tidak melewati BB kering

Sirkulasi ekstrakorporeal

Sirkulasi ekstra corporeal


minimal

Perdarahan

1. Observasi tanda vital tiap


jam/sesuai keadaan, kaji
keluhan
2. Anjurkan untuk membatasi
peningkatran BB < 5% BB
kering
3. Kaji ulang BB kering klien

Faktor resiko:
Klien mengeluh pusing

4. Kaji ulang pemakain ginjal

UFR Tinggi

dengan volume priming minimal

Penurunan tensi
UF melewati BB kering
Terdapat sirkulasi ekstra
corporeal
10.

Resiko terjadi
perdarahan b.d.

Perdarahan tidak terjadi dengan


criteria:

Heparinisasi

Melena (-)

Uremia

Petechiae (-)

Anemia

Hematuri (-)
Ekimosis (-)

Faktor resiko:

Perdarahan gusi (-)

Pemberian heparin

Rembesan pada luka tusuk


minimal

Kadar ureum yang tinggi


Kadar Hb yang rendah
Terdapat luka tusuk

Pemberian heparin terkendali


Kadar ureum terkendali
Kada Hb terkoreksi

1. Observasi tanda vital, tandatanda perdarahan seperti


petechiae, ekimosis, perdaran
gusi, rembesan pada luka
penusukan yang berlebihan,
melena, hematuri
2. Berikan heparin dalam dosis
yang aman melalui cara
pemberian yang tepat
3. Evaluasi pasca dialysis akan
adanya rembesan dan lamanya
waktu pembekuan
4. Kaji kadar ureum pre dialysis
untuk mengantisipasi
perdarahan
5. Kaji kadar Hb, koreksi dulu bila
memungkinkan.
6. Kaji clotting time dan bleeding
time

Daftar Pustaka
Agarwal, R., and Light, R.P. 2010. Intradialytic Hypertension is a Marker of Volume
Excess. Nephrol Dial Transplant, 25(10): 335561.
Agarwal, R., and Weir, M.R. 2010. Dry-Weight: A Concept Revisyed in an Effort to
Avoid Medication-Directed Approaches for Blood Pressure Control in
Hemodialysis Patients. Clin J am Soc Nephrol, 5:1255-60.
Basoeki H. 2009. Sports Massage. Jakarta. Tinggola.
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schriers Disease of the
Kidney. 9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C.,
Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473- 505.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.
Ignatavicius & Workman. (2006). Medical surgical nurshing critical thingking for
collaborative care. Vol. 2. Elsevier saunders : Ohio.
K/DOQI: Clinical Practice Guidelines on Hypertension and Antihypertensive Agent in
Chronic Kidney Disease. In Guideline 2 In: Evaluation of Patient with CKD or
Hypertension. CKD 2006: 1-18.
LeMone, P, Burke, Karen, 2008, Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in Client
Care (4th Edition), New Jersey: Prentice Hall Health.
Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne.C, Brenda G. Bare, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(Edisi 8), Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai