Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DI RUANG ICU RS . DR . M HAULUSYY

DI SUSUN OLEH :

NAMA : ARWINDA YANI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PRODI KEPERAWATAN MASOHI

TAHUN AJARAN

2022/2023
BAB I
KONSEP MEDIS

I. Konsep medis gagal ginjal kronik


A. Definisi gagal ginjal kronik
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis 14 atau transplantasi ginjal. Salah satu sindrom klinik
yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini disebabkan karena menurunnya
fungsi ginjal .
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang menahun
mengarah pada kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible dan progresif. Adapun
GGT (Gagal Ginjal Terminal) adalah fase terakhir dari Gagal Ginjal Kronik (GGK)
dengan faal ginjal sudah sangat buruk. Kedua hal tersebut bisa dibedakan dengan tes
klirens kreatinin.
Gagal ginjal kronik adalah suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik
dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
gagal ginjal kronik.
B. Etiologi
Diabetes mellitus merupakan penyebab utama GGK pada pasien yang memulai
terapi penggantian ginjal. Penyebab utama kedua adalah hipertensi, diikuti oleh
glomerulonefritis dan pielonefritis, gangguan polikistik, herediter atau bawaan dan
kanker ginjal . Penyebab tersering penyakit GGK yang membutuhkan terapi penggantian
ginjal adalah diabetes mellitus 40%, hipertensi 25%, glomerulonefritis 15%, penyakit
ginjal polikistik 4%, urologis 6%, tidak diketahui dan lain – lain.
Penyebab lain dikelompokkan sebagai berikut penyakit ginjal penyakit pada saringan
(glumorelunefritis), infeksi kuman (pyelonefritis, ureteritis), batu ginjal (nefrolitiasis), kista
di ginjal (polcystis kidney), trauma langsung pada ginjal, keganasan pada ginjal,
sumbatan (batu, tumor, penyempitan/ striktur) penyakit umum diluar ginjal (penyakit
sistemik (diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi), dyslipidemia, SLE, infeksi di
badan (TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis), preeklampsi, obat – obatan, kehilangan
banyak cairan yang mendadak (luka bakar) .
C. Patofisiologi
Patofisiologi GGK beragam, bergantung pada proses penyakit penyebab. Tanpa melihat
penyebab awal, glomeruloskerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis adalah cirri khas
GGK dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Seluruh unit nefron secara bertahap
hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang, nefron fungsional yang masih ada
mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini
dan lebih banyak pertikel zat larut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal zat
yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada
mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada
akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomelurus diduga menjadi penyebab cedera
tubulus. Proses hilangya fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus berlangsung
meskipun setelah proses penyakit awal teratasi.
Perjalanan GGK beragam, berkembang selama periode bulanan hingga tahunan. Pada
tahap awal, seringkali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak terkena
mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien asimtomatik
disertasi BUN dan kadar kreatinin serum normal. Ketika penyakit berkembang dan GFR
(Glomelulaar Filtration Rate) turun lebih lanjut, hipertensi dan beberapa manifestasi
insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal ditahap ini (misalnya
infeksi, dehidrasi, atau obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan memicu
awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kreatinin dan BUN naik
secara tajam, pasien menjadi oguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada (ESRD),
tahap akhir GGK, GFR kurang dari 10% normal dan tetapi penggantian ginjal diperlukan
untuk mempertahankan hidup.
D. Klasifikasi
Menurut (Smeltzer et al., 2012) stadium GGK didasarkan pada laju filtrasi glomerulus
(LFG). LFG normal adalah 125 mL/min/1.73 m2 Menurut (Smeltzer et al., 2012) stadium
GGK didasarkan pada laju filtrasi glomerulus (LFG). LFG normal adalah 125
mL/min/1.73 m2 :
1. Stadium 1 LFG >90 mL/min/1.73 m2 , kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
meningkat.
2. Stadium 2 LFG = 60 – 89 mL/min/1.73 m2 , terjadi penurunan ringan pada LFG.
3. Stadium 3 LFG = 30 – 59 mL/min/1.73 m2 , terjadi penurunan sedang pada LFG.
4. Stadium 4 LFG = 15 – 29 mL/min/1.73 m2 , terjadi penurunan berat pada LFG
5. Stadium 5 LFG < 15 mL/min/1.73 m2 , gagal ginjal tahap akhir terjadi ketika ginjal
tidak dapat membuang sisa metabolisme tubuh atau menjalankan fungsi pengaturan
dan memerlukan terapi penggantian ginjal untuk mempertahankan hidup.
Menurut (Suharyanto & Madjid, 2009), gagal ginjal kronik (GGK) selalu berkaitan
dengan penurunan progresif LFG. Stadium – stadium GGK didasarkan pada tingkat
LFG yang yang tersisa dan meliputi hal – hal berikut :
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 20 – 35% dari rentang normal.
Nefron – nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila LFG kurang 20% dari rentang normal. Semakin
banyak nefron yang mati.
4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila LFG kurang 5% dari rentang normal.
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus.
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada pasien GGK berupa peningkatan kadar kreatinin serum
menunjukkan penyakit ginjal yang mendasarinya, ketika kadar kreatinin meningkat,
gejala penyakit GGK dimulai. Anemia, karena penurunan produksi erythropoietin oleh
ginjal. Metabolisme metabolik dan kelainan dalam kalsium dan fosfor menandakan
perkembangan gagal ginjal konik (GGK). Retensi cairan, dibuktikan dengan edema dan
gagal jantung kongestif, berkembang. Ketika penyakit berkembang, kelainan pada
elektrolit terjadi, gagal jantung memburuk, dan hipertensi menjadi lebih sulit untuk
dikendalikan. Pada pasien GGK akan terjadi rangkaian perubahan. Bila LFG menurun 5
– 10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita
sindrom uremik, yaitu suatu kumpulan gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan
retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi
pada syndrome uremik, yaitu: gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi (kelainan
volume, cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolik nitrogen
serta metabolic lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal (eritropoitin) dan
gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan lainnya
Pasien GGK stadium 1 sampai 3 (dengan GFR ≥ 30 mL/menit/1,73 m2 ) biasanya
memiliki gejala asimtomatik. Pada stadium-stadium ini masih belum ditemukan
gangguan elektrolit dan metabolik. Sebaliknya, gejala-gejala tersebut dapat ditemukan
pada GGK stadium 4 dan 5 (dengan GFR < 30 mL/menit/1,73 m2 ) bersamaan dengan
poliuria, hematuria, dan edema. Selain itu, ditemukan juga uremia yang ditandai dengan
peningkatan limbah nitrogen di dalam darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit
dan asam basa dalam tubuh yang pada keadaan lanjut akanmenyebabkan gangguan
fungsi pada semua sistem organ tubuh.
F. Penatalaksanaan
a. Kepatuhan diet. Kepatuhan diet merupakan satu penatalaksanaan untuk
mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip rendah protein,
rendah garam, rendah kalium dimana pasien harus meluangkan waktu menjalani
pengobatan yang dibutuhkan.
b. Terapi konservatif, tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya
faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan
cairan dan elektrolit.
c. Terapi Pengganti Ginjal, terapi pengganti ginjal, dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15 mL/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik (GGK) dibagi menjadi dua tahap yaitu penanganan
konservatif dan terapi penggantian ginjal. Penanganan GGK secara konservatif terdiri
dari tindakan untuk menghambat berkembangnya gagal ginjal, menstabilkan keadaan
pasien, dan mengobati setiap faktor yang reversible. Sedangkan penanganan dengan
pengganti ginjal dapat dilakukan dialisis intermitten atau transplantasi ginjal yang
merupakan cara paling efektif untuk penanganan gagal ginjal.
G. Pemeriksaan diagnostik
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung diagnosis GGK, antara lain :
1. Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum.
2. Hiperkalemia, penurunan bikarbonat serum, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hiponatremia (pada GGK tanpa overload).
3. Hipoalbuminemia tersebab oleh banyak protein yang keluar bersama urin.
4. Anemia normokrom normostik tersebab oleh penurunan produksi hormone
eritropoetin.
5. Urinalisis : Proteinuria, diduga akibat gangguan pada glomerulus atau
tubulointerstitial.
6. Sel darah merah pada sedimen ureine, diduga ada glomerulonefritis proliferative.
Piuria dan atau sel darah merah dalam urine, diduga adalah nefritis interstitial
(terutama jika terjadi eosinofiluria) atau infeksi saluran kemih.
7. Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan protein total.
8. Elektroforesis protein urin dan serum untuk melihat protein monoklon, kemungkinan
adanya myeloma multiple.
9. Antibody antinuklir (antinuclear antibody, ANA), kadar anti- double-stranded DNA
untuk melihat adanya lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus,
SLE).
10. Kadar komplemen serum untuk menunjukkan glomerulonephritis.
11. C-ANCA (cytoplasmic anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) and P-ANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) untuk diagnosis granulomatosis
Wegener dan poliartritis nodosa atau poliangitis mikroskopik.
12. Serologi Hepatitis B dan C, HIV, Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) :
Berhubungan dengan glomerulonefritis.
Pemeriksaan atau hasil pemeriksaan diagnostic yang mendukung diagnosis GGK
adalah
1. Sinar-X Abdomen
Melihat gambaran batu radio atau nefrokalsinosis.
2. Pielogramintravena
Jarang dilakukan karena potensi toksin, sering digunakan untuk diagnosis batu
ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis, yang tidak terlihat pada awal
obstruksi, Ukuran ginjal biasanya normal pada nefropati diabetic.
4. CT Scan
Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi penyebab GGK
5. MRI
Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal. Angiografi untuk diagnosis stenosis arteri
ginjal, meskipun arteriografi ginjal masih menjadi pemeriksaan standart.
6. Voding cystourethogram (VCUG)
Pemeriksaan standart untuk diagnosis refluk vesikoureteral.
H. Pencegahan
Pencegahan gangguan ginjal kronis (GGK) melibatkan pengelolaan faktor risiko dan
menjaga kesehatan ginjal secara umum. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat
diambil untuk mencegah GGK:
1. Kendalikan tekanan darah tinggi: Hipertensi adalah faktor risiko utama GGK. Jaga
tekanan darah dalam kisaran normal dengan mengadopsi pola makan sehat,
mengurangi konsumsi garam, berolahraga secara teratur, menghindari stres, dan
mengikuti pengobatan yang diresepkan oleh dokter.
2. Kelola diabetes dengan baik: Diabetes merupakan penyebab utama GGK. Penting
untuk mengontrol kadar glukosa darah dengan memantau diet, mengikuti rencana
pengobatan yang diresepkan dokter, dan menjaga gaya hidup sehat.
3. Hindari penggunaan obat nephrotoxic: Beberapa obat dapat menyebabkan
kerusakan ginjal jika digunakan secara berlebihan atau untuk jangka waktu yang
panjang. Hindari penggunaan obat-obatan nephrotoxic tanpa pengawasan medis
dan pastikan mengikuti dosis yang direkomendasikan oleh dokter.
4. Hindari konsumsi alkohol berlebihan: Alkohol dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
Batasi atau hindari konsumsi alkohol secara berlebihan.
5. Jaga berat badan yang sehat: Obesitas dan kelebihan berat badan dapat
meningkatkan risiko GGK. Upayakan untuk menjaga berat badan yang sehat dengan
mengadopsi pola makan seimbang dan aktif secara fisik.
6. Hindari merokok: Merokok dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan
penyakit pembuluh darah, termasuk penyakit ginjal. Berhenti merokok dan hindari
paparan asap rokok pasif.
7. Minum cukup air: Minumlah jumlah air yang cukup setiap hari untuk menjaga hidrasi
yang baik. Ini membantu mengurangi risiko pembentukan batu ginjal dan
mempromosikan fungsi ginjal yang sehat.
8. Hindari paparan bahan kimia beracun: Hindari paparan jangka panjang terhadap
bahan kimia beracun yang dapat merusak ginjal, seperti pestisida, bahan kimia
industri, dan logam berat.
9. Rutin menjalani pemeriksaan kesehatan: Lakukan pemeriksaan kesehatan secara
teratur untuk memantau fungsi ginjal dan mendeteksi masalah kesehatan yang
mungkin mempengaruhi ginjal secara dini.
II. Konsep Hemodialisa
A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia
seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, dan zat lainnya melalui
membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisa pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosi dan ultra filtrasi.
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang
penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialise
tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikemabalikan lagi ke tubuh
pasien.
Hemodialisa dilakukan dengan mensirkulasi darah klien melalui mesin yang berada
di luar tubuh dengan menggunakan kanula khusus atau pirau yang akan
menghubungkan klien dengan mesin. Hemodialisa dilakukan dalam mesin dialisis
dengan mengalirkan darah dari klien.
B. Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemodialisa
a) Difusi
Pada proses ini toksik dan zat limbah didalam darah dikeluarkan dengan cara:
darah yang memiliki konsentrasi tinggi bergerak menuju ke darah yang memiliki
konsentrasi rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting
dengan konsentrasi ekstrasel yang idela.
b) Osmosis
Prinsip yang kedua adalah osmosis, pada prinsip ini terjadi pengeluaran air yang
berlebihan. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien
tekanan; dengan kata lain, air bergerak dari tekanan yang lebih tinggi (tubuh
pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).
c) Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi dikenal juga dengan meningkatkan gradien melalui penambahan
tekanan negatif. Tekanan negatif yang diterapkan pada alat ini sebagai pengisap
pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat
mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mngeluarkan cairan hingga
tercapai isovolemia (keseimbangan cairan).
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita


gagal ginjal kronik meliputi

1. Anamnesa
a) Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering memiliki
resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
b) Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai.
Keluhan bisa berupa urin output yang menurun dari oliguria-anuria, penurunan
kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan
muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
c) Riwayat Kesehatan
Keluhan anoreksia, mual, kenaikan berat badan, atau edema, penurunan output
urin, perubahan pola napas, perubahan fisiologis kulit dan bau urea pada napas.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit ISK, payah jantung, penggunaan
obat-obat berlebihan, diabetes melitus, hipertensi atau batu saluran kemih.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga
tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti DM
dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis,
karena penyakit tersebut bersifat herediter.
f) Sistem Neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi cerebral
terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi akan
dialami klien gagal ginjal kronis.
g) Sistem Kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran
akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium
dan air sehingga akan meningkatkan bebanjantung.
h) Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan
urin output < 400 ml/hr bahkan sampai pada anuria.
i) Sistem Pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress effect).
Sering ditemukan anoreksia, mual, muntah dan diare.
j) Sistem Muskuloskeletal
Dengan penurunan/ kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada
proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.

2. Pemeriksaan fisik

a) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidakteratur.
b) Kepala :
i. Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edemaperiorbital.
ii. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
iii. Hidung : pernapasan cupinghidung
iv. Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangangusi.
c) Leher : pembesaran vena leher.
d) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul
serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rubpericardial.
e) Abdomen : nyeri area pinggang, asites
f) Genital : atropi testikuler,amenore.
g) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
h) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema. Derajat
edema :
i. Derajat I: Kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik.
ii. Derajat II: Kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik.
iii. Derajat III: Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
iv. Derajat IV: Kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul antara lain :

1. Ketikakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya efusi pleura.


2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan filtrasi cairan ke interstisial
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peradangan muskosa saluran GI (gastrointestinal)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan anemia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan kristal urea di kulit.

C. Perencanaan keperawatan

Keperawatan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang


dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, atau mengurangi masalah-masalah klien

D. Implementasi

Pelaksanaan perencanaan keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan pada
pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan tergantung pada situasi dan
kondisi pasien saat itu.

E. Evaluasi

Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan atau
dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin dicapai Pada bagian ini
ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum dapat juga timbul masalah baru
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian kesehatan Republik Indonesia. Situasi penyakit ginjal. Pusat data dan
informasi kementerian kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2017.
2. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna
Publishing. 2016. p.2161-7.
3. Stefansson BV. Studies on Treatment of Renal Anemia in Patients on Chronic
Hemodialysisi. University of Gothenburg, Sweden. 2011.
4. Suhardjono. Hemodialisis. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi
B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.
2016. p.2194-8...

Anda mungkin juga menyukai