Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
kehilangan fungsi ginjal secara progresif selama periode bulan atau tahun. Setiap
ginjal memiliki nefron yaitu filter kecil yang jumlahnya sekitar satu juta. Jika nefron
rusak, ginjal tidak akan berfungsi, maka nefron yang sehat mendapatkan pekerjaan
tambahan. Tetapi jika kerusakan terjadi secara terus menerus, semakin banyak nefron
yang mati. Setelah titik tertentu, nefron yang tertinggal tidak bisa menyaring darah
dengan baik. (World Kidney Day.2015)
2. Etiologi
Menurut (Dewi, 2021)
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih), glomerulonefritis
(penyakit peradangan). Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya
mulai di renal pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter)
dan parencyma ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis disebabkan oleh salah
satu dari banyak penyakit yang merusak baik glomerulus 16 maupun tubulus. Pada
tahap penyakit berikutnya keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal sangat
berkurang.
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis. Disebabkan karena terjadinya kerusakan
vaskulararisasi di ginjal oleh adanya peningkatan tekanan darah akut dan kronik.
c. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif. Disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
ada dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Penyakit
peradangan kronik dimana sistem imun dalam tubu menyerang jaringan sehat,
sehingga menimbulkan gejala diberbagai organ.
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun akan mengganggu dalam menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan
fungsi ginjal sehingga ginjal akan menjadi rusak.
e. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana kondisi genetik yang ditandai dengan
adanya kelainan dalam proses metabolisme dalam tubuhakibat defisiensi hormon dan
enzim. Proses metabolisme ialah proses memecahkan karbohidrat protein, dan lemak
dalam makanan untuk menghasilkan energi.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal. Penyebab
penyakit yang dapat dicagah bersifat refersibel, sehingga penggunaan berbagai
prosedur diagnostik.
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah yaitu hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis. Merupakan penyebab gagal
ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam
urin pada saluran kemih.
3. Klasifikasi
Klasifikasi CKD menurut LeMone, 2017 yaitu :
a) Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Kreatinin serum dan kadar Blood Urem Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik, (laju filtrasi glomerulus > 90).
b) Stadium 2 (insufiensi ginjal)
Glomerulus Filtrasi Rate (GFR) 25% dari normal. Blood Urem Nitrogen (BUN) dan
kreatinin serum meningkat, azotemia ringan timbul nokturia dan poliuri, (laju filtrasi
glomerulus 60-89).
c) Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir/uremia)
Apabila 90% nefron hancur, nilai GFR 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml,
kreatinin serum dan BUN meningkat, oliguri, (laju filtrasi glomerulus30-59).
d) Stadium 4 (penurunan berat GFR)
Perubahan metabolisme tulang, asidosis metabolik (laju filtrasi glomerulus 15-29).
4. Patofisiologi
Menurut (Dewi, 2021)
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa
(surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang di perantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian terjadi proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β)
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap 19 terjadinya progresifitas
Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia.
Pada stadium paling dini penyakit CKD, gejala klinis yang serius belum muncul,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LGF
masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita antara lain penderita
merasakan letih dan tidak bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan
penurunan berat badan, susah tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada kaki
dan pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan kering, sering kencing terutama
pada malam hari. Pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Selain itu pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna, maupun
infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. Di samping itu, ketika BUN
meningkat secara otomatis, dan pasien akan mengalami risiko kelebihan beban cairan
seiring dengan output urin yang makin tidak adekuat. 20 Pasien dengan CKD
mungkin menjadi dehidrasi atau mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada
tingkat gagal ginjal. Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan
gangguan eksresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus
ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin.
Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebut azotemia
dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan kardiak pada CKD
menyebabkan sejumlah gangguan system kardiovaskuler. Manifestasi umumnya
diantaranya anemia, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan perikaraitis, anemia
disebabkan oleh penurunan tingkat eritropetin, penurunan masa hidup sel darah merah
akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat dan perdarahan gastrointestinal.
Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat overlood cairan dan
sodium dan kesalahan fungsi system renin. Angiostin aldosteron CRF menyebabkan
peningkatan beban kerja jantung karena anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan.
Tahap gangguan ginjal antar lain:
a. Tahap 1 : Diminishid Renal Reserve Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak
terjadi penumpukan sisasisa metabolik dan ginjal yang sehat akan melakukan
kompensasi terhadap gangguan yang sakit tersebut.
b. Tahap II : Renal Insufficiency (insufisiensi ginjal) Pada tahap ini dikategorikan
ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang apabia 15-140% fungsi normal dan
berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-20%. Pada insufisiensi ginjal sisa-sisa
metabolik mulai berakumulasi dalam darah 21 karena jaringan ginjal yang lebih sehat
ridak dapat berkompensasi secara terus menerus terhadap kehilangan fungsi ginjal
karena adanya penyakit tersebut. Tingkat BUN, Kreatinin, asam urat, dan fosfor
mengalami peningkatan tergntung pada tingkat penurunan fungsi ginjal.
c. Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut) Sejumlah besar
sisa nitrogen (BUN, Kreatinin) berakumulasi dalam darah dan ginjal tidak mampu
mempertahankan hemostatis. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi bila
segera dianalisa akan menjadi fatal/ kematian.
5. Pathways
6. Manifestasi klinis
Menurut (Kher et al., 2016)
Penyakit ginjal kronis secara umum pada stadium awal tidak terdapat gejala yang
khas, namun penyakit ginjal kronis stadium awal hanyak dapat dideteksi dengan
peningkatan serum kreatinin dan proteinuria. Namun jika fungsi ginjal terus menerus
mengalami penurunan akan menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:
- Peningkatan tekanan darah akibat kelebihan cairan dan produksi dari hormone
vasoaktif yang diekskresikan oleh ginjal melalui sistam Renin
-AngiotensinAldosterone-System (RAAS), menyebabkan resiko penderita penyakit
ginjal kronis menderita hipertensi atau penyakit jantung kongestif
- Akumulasi urea pada darah yang menyebabkan uremia, gejala uremia dapat berupa
pericarditis, ensefalopati, gastropati. Akibat jumlah urea yang tinggi dalam darah, urea
dapat diekskresikan melalui kelenjar keringat dalam konsentrasi tinggi dan
mengkristal pada kulit yang disebut dengan “uremic frost”
- Kalium terakumulasi dalam darah sehingga menyebabkan hiperkalemi yang
mempunyai gejala-gejala seperti malaise, hingga aritmia jantung. Hiperkalemi dapat
terjadi jika GFR dari ginjal mencapai < 25 ml/min/1.73 mm3 dimana kemampuan
ginjal mengeskresikan kalium melalui berkurang
- Penurunan produksi eritropoietin yang dapat menyebabkan penurunan produksi sel
darah merah yang dapat menyebabkan anemia, eritropoietin diproduksi di jaringan
interstitial ginjal, dalam penyakit ginjal kronis, jaringan ini mengalami nekrosis
sehingga produksi eritropoietin berkurang
- Overload volume cairan yang disebabkan oleh retensi natrium dan cairan pada
ginjal sehingga dapat menyebabkan edema ringan hingga edema yang mengancam
nyawa misalnya pada edema paru
- Hyperphosphatemia yang disebabkan oleh berkurangnya ekskresi phosphate oleh
ginjal. Hiperphospatemia meningkatkan resiko dari penyakit kardiovaskular, dimana
phosphate merupakan stimulus dari kalsifikasi vascular
- Hipokalsemia yang disebabkan oleh stimulasi pembentukan FGF-23 oleh osteosit
dibarengi dengan penurunan masa ginjal. FGF-23 merupakan inhibitor dari enzim
pembentukan vitamin D yang secara kronis akan menyebabkan hipertropi kelenjar
paratiroid, kelainan tulang akibat panyakit ginjal, dan kalsifikasi vaskular.
- Asidosis metabolic yang disebabkan oleh akumulasi dari fosfat dan urea. Asidosis
juga dapat disebabkan oleh penuruan kemampuan produksi ammonia pada sel-sel
ginjal.
- Anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu: peningkatan
inflamasi yang disebabkan oleh akumulasi urea, penurunan eritropoietin dan
penurunan fungsi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Priscililla & Lemone, 2016)
1. Hemoglobin Pemeriksaan darah ini digunakan untuk memeriksa kadar protein yang
ada di dalam sel darah merah. Nilai normalnya : untuk pria 14-18 g/dl, dan untuk
perempuan 12-16 g/dl.
2. Albumin Pemeriksaan darah ini digunakan untuk memeriksa fungsi organ ginjal.
Nilai normalnya : 3,4-5,4 g/dl.
3. Nitrogen Urea Darah (BUN) Pemeriksaan darah ini mengukur urea. Nilai
normalnya : 5-25 mg/dl.
4. Kreatinin (Serum) Pemeriksaan darah ini digunakan untuk mendiagnosis disfungsi
ginjal. Kreatinin adalah sisa pemecahan otot yang diekskresikan oleh ginjal.
Perbandingan nilai normal BUN/kreatinin yaitu 10:1. Nilai normal : serum 0,5-1,5
mg/dl. 5. Klirens Kreatinin Pemeriksaan urine 24 jam untuk mengidentifikasi
disfungsi ginjal dan memonitor fungsi ginjal. Nilai normal : 85-135/menit.
6. Sistasin C Pemeriksaan darah ini dapat digunakan untuk alternatif pemeriksaan
kreatinin guna melakukan skrining dan memonitor ginjal pada orang 13 yang diduga
mengalami penyakit ginjal. Sistain C merupakan inhibitor proteinase sistein yang
disaring oleh ginjal.
7. CT Scan Ginjal CT scan digunakan untuk mengevaluasi ukuran ginjal, tumor,
abses, massa suprarenal dan obstruksi.
8. Sistometogram (CMG, cystometogram) / (Sistogram berkemih) Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengevaluasi kapasitas kandung kemih dan fungsi neuromuskular
kandung kemih, tekanan uretra, dan penyebab disfungsi kandung kemih.
9. GFR terukur (estimed GFR, eGFR) GFR terukur dianggap sebagai cara yang paling
akurat mendeteksi perubahan fungsi ginjal. Nilai normal : 90-120 ml/menit.
10. IVP (intravenous pyelogram) IVP merupakan pemeriksaan radiologi yang
dilakukan untuk memvisualisasikan seluruh saluran ginjal untuk mengidentifikasi
ukuran, bentuk, dan fungsi ginjal yang abnormal.
11. MRI ginjal MRI digunakan untuk memvisualisasikan ginjal dengan mengkaji
gelombang frekuensi radio dan perubahan medan magnetik yang ditunjukkan pada
layar komputer.
12. Scan kandung kemih ultrasonik portabel Pemeriksaan ini digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai urine residual.
13. Erteriogram atau angiogram ginjal Pemeriksaan radiologi ini dilakukan untuk
memvisualisasikan pembuluh darah ginjal guna mendeteksi stenosis arteri renalis,
trombosis atau embolisme ginjal, tumor, kista.
14. Biopsi ginjal Biopsi ginjal dilakukan untuk menentukan penyebab penyakit ginjal,
mencegah terjadinya metastasis kanker ginjal, atau bila ada penolakan dengan
transplantasi ginjal.
15. Scan ginjal Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi aliran darah, lokasi,
ukuran, dan bentuk ginjal, serta untuk mengkaji perfusi ginjal dan produksi urine.
16. Ultrasonografi ginjal Pemeriksaan non invasif dilakukan untuk mendeteksi massa
ginjal atau perirenal, mengidentifikasi obstruksi, dan mendiagnosis kista ginjal.
17. Urine residual (postvoiding residual urine) Pemeriksaan urine residual dilakukan
untuk mengukur jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah berkemih.
Nilai normal :< 50 ml
18. Urinalisis (UA) Pemeriksaan unsur pokok dari sampel urine untuk menentukan
sebuah standar, menyediakan data untuk mengakkan diagnosis, atau untuk memonitor
hasil perawatan.
19. Kultur urine (midstream, cleancatch) Kultur sampel urine dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme penyebab ISK.
20. Uroflowmetri Pemeriksaan ini mengukur volume urine yang dikeluarkan per
detik.
8. Komplikasi
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2021).
Gagal ginjal kronis dapat memicu sejumlah komplikasi, yaitu:
a. Gangguan elektrolit, seperti penumpukan fosfor dan hiperkalemia atau
kenaikan kadar kalium yang tinggi dalam darah
b. Penyakit jantung dan pembuluh darah
c. Penumpukan kelebihan cairan di rongga tubuh, misalnya edema paru
atau asites
d. Anemia atau kekurangan sel darah merah
e. Kerusakan sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kejang
9. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan medis
1) Dialysis
2) Koreksi Hiperkalemi
koroner
4) Koreksi Asidosis
5) Pengendalian Hipertensi
6) Transplantasi Ginjal
b. Penatalaksanaan keperawatan
berikut:
1) Monitor status cairan dan identifikasi sumber potennsi
ketidakseimbangan cairan
kemungkinan komplikasi.
B. KONSEP KEPERAWATAN
a. Pengkajian
a) Identitas pasien : nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, usia, kewarganegaraan,
alamat tempat tinggal, hingga penanggung jawab.
b) Keluhan Utama : Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi mulai dari
urine output sedikit, sampai tidak bisa BAK, tidak selera makan (anoreksia),
mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal-gatal di kulit,
hingga mengalami penurunan kesadaran.
c) Riwayat kesehatan sekarang : Kaji urine output, tingkat kesadaran, perubahan
pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau
ammonia, dan perubahan penurunan nutrisi, kaji sudah kemana saja klien
meminta pertolongan hingga tindakan apa yang sudah dilakukan, dan sudah
meminum obat apa saja.
d) Riwayat penyakit dahulu : Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD
seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
e) Konsep Keperawatan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah dan aktifitas dibantu
2. Kesadaran : dari compos mentis sampai coma.
3. Tanda-tanda vital : rata-rata terjadi peningkatan Tekanan darah, respirasi riet,
dan nadi
4. Antropometri : Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian
cairan.
5. Mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
6. Abdomen : Terjadi penurunan pristaltik, dan perut buncit.
7. Kulit : Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.
f) Pengkajian Pola Gordon:
1. Aktivitas / istirahat : Kelelahan ekstremitas, malaise, gangguan tidur
(insomnia / gelisah atau somnolen)
2. Sirkulasi : riwayat hipertensi lama, atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina).
Observasi tekanan darah (hipertensi atau hipotensi), nadi kuat, edema jaringan
umum dan pitting pada kaki, telapak, tangan, disritmia jantung, Nadi lemah
halus, hipotensi ortostatik menunjukan hipovolemia, pucat, kecenderungan
perdarahan.
3. Eliminasi : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung,
diare, atau konstipasi. Observasi Perubahan warna urine, contoh kuning pekat,
merah, cokelat,berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
4. Makanan/cairan : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap di mulut (pernapasan amonia), penggunaan diuretik.
5. Nyeri/kenyamanan : Nyeri panggul, sakit kepala ; kram otot/nyeri kaki
(memburuk saat malam hari)
6. Pernapasan : napas pendek; dispnea nocturnal paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak.
7. Integritas Kulit :Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi Observasi adanya
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi)
Ayu, K., Ermawardani, Y., & Permatasari, D. (2021). PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA
PASIEN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE), ANEMIA, HIPERTENSI DI RUMAH
SAKIT “X” MONITORING OF MEDICINE THERAPY IN CKD (Chronic Kidney
Disease) PATIENTS, ANEMIA, HYPERTENSION IN HOSPITAL “X.” Social Clinical
Pharmacy Indonesia Journal, 6(1), 6–10.
Dewi, N. P. I. P. (2021). Asuhan Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Chronic Kidney
Disease Stage V Post Hemodialisis di Ruang hemodialisa RSUD Sanjiwani Gianyar.
Poltekkes Kemekes Denpasar Jurusan Keperawatan Program Studi Profesi Ners Denpasar,
2019, 6. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/7441/1/Halaman depan.pdf
Kher, K. K., Greenbaum, L. A., & Schnaper, H. W. (2016). Clinical pediatric nephrology: Third
edition. In Clinical Pediatric Nephrology: Third Edition (Issue 1902611187).
https://doi.org/10.1201/9781315382319
Priscililla & Lemone. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Gagal Ginjal Kronik. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Centers for Disease Control and Prevention (2021). Kidney Disease. Chronic Kidney Disease
Initiative.
Lemone. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Endokrin, Ed.5.
Jakarta: EGC
PPNI, pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI, pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI, pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
119092
2022