DISUSUN OLEH
KELAS A
B. Patofisiologi
Kerusakan ginjal dapat diakibatkan dari sebab yang beraneka ragam. Misalnya,
diabetes nefropati yang ditandai dengan perkembangan mesangial glomerulus; pada
nefrosklerosis hipertensi, ginjal arteriol memiliki arteriol hyalinosis; dan kista ginjal yang ada
pada penyakit ginjal polikistik. Oleh karena itu, kerusakan struktural awal mungkin
tergantung pada penyakit utama yang mempengaruhi ginjal.
Faktor kerentanan (Susceptibility factors) meningkatkan risiko penyakit ginjal tapi
tidak secara langsung menyebabkan kerusakan ginjal. Mereka termasuk usia lanjut,
berkurangnya massa ginjal dan berat badan lahir rendah, minoritas ras atau etnis,
riwayat keluarga, pendapatan rendah atau pendidikan, peradangan sistemik, dan
dislipidemia.
Faktor inisiasi (Initiation factors) secara langsung yang mengawali kerusakan ginjal
dan dapat dimodifikasi dengan obat. Faktor inisiasi diantaranya DM, hipertensi,
penyakit autoimun, penyakit ginjal pycystic dan toksisitas obat
Faktor perkembangan (Progression factors) dapat mempercepat penurunan fungsi
ginjal setelah inisiasi kerusakan ginjal. Faktor-faktor tersebut diantaranya glikemia,
pada diabetes, hipertensi, proteinuria dan merokok.
C. Klasifikasi
Klasifikasi diagnosis penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan persentase LFG yang
tersisa diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan yaitu :
1. Gagal ginjal dini
Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang ada
sekitar 50-80% dari normal (100 ml/menit/1,73 m2). Dengan adanya adaptasi ginjal
dan respon metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak
tampak gangguan klinis.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala mulai
dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan keseimbangan
kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89 ml/menit/1,73 m2.
3. Gagal ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah
menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal,
anemia, hipertensi dan sebagainya. LFG pada tingkat ini telah berkurang menjadi di
bawah 30ml/menit/1,73 m2.
4. Gagal ginjal terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal tinggal 12% dari normal. LFG menurun sampai < 10
ml/menit/1,73 m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi ginjal.
D. Gejala Klinik
Umunya tidak ada nafsu makan, mual, muntah, pusing, sesak nafas, rasa lelah,
edema pada kaki dan tangan, serta uremia.
Apabila nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) atau Tes Kliren Kreatinin (TKK)
< 25 mL/menit, diberikan Diet Protein Rendah. Diet protein rendah akan memperlambat
progresivitas GGK. Protein yang tinggi akan membahayakan karena meningkatkan
tekanan glomerulus sehingga nefron akan rusak.
CKD dikategorikan menurut tingkat fungsi ginjal, berdasarkan laju filtrasi
glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR), menjadi tahap 1 sampai tahap 5, dengan
peningkatan nomor menunjukkan peningkatan derajat keparahan penyakit, yang
didefinisikan sebagai penuruan GFR. Sistem klasifikasi ini diperoleh dari National Kidney
Foundation’s Kidney Dialysis Outcomes and Quality Invitative (K/DOQI), dan
memperhitungkan kerusakan struktural dari kerusakan ginjal.
Gambar1. Penggolongan Gagal Ginjal Kronik
CKD tahap 5, juga dikenal sebagai penyakit ginjal tahap akhir (End Stage Renal
Disease/ESRD), terjadi ketika GFR turun sampai kurang dari 15 mL/menit per 1,73 m 2
luas permukaan tubuh. Pasien yang mengalami CKD tahap 5 memerlukan dialisis
berkepanjangan atau transplantasi ginjal untuk mengurangi gejala uremik.
E. Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita gagal ginjal kronik stadium 1-3 tidak mengalami gejala apa-
apa atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, endokrin dan metabolik
yang tampak secara klinis (asimtomatik). Gangguan yang tampak secara klinis biasanya baru
terlihat pada gagal ginjal kronik stadium 4 dan 5. Beberapa gangguan yang sering muncul
pada pasien gagal ginjal kronik anak adalah gangguan pertumbuhan, kekurangan gizi dan
protein, gangguan elektrolit, asidosis, osteodistrofi ginjal, anemia dan hipertensi.
F. Penatalaksanaan Terapi
Tujuan yang diharapkan dari terapi CKD adalah memperlambat perkembangan
CKD, minimalisasi perkembangan atau keparahan komplikasi. Penanganan CKD dapat
dilakukan melalui terapi farmakologi dan non-farmakologi. Strategi terapi yang digunakan
dipilih berdasarkan ada atau tidak adanya diabetes pada pasien.
1. Terapi Nonfarmakologi
Diet rendah protein (0,6 sampai 0,75 g/kg/hari) dapat membantu memperlambat
perkembangan CKD pada pasien dengan atau tanpa diabetes, meskipun efeknya
cenderung kecil.
2. Terapi Farmakologi
Pada Hiperglikemia
Terapi intensi pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2 dapat mengurangi komplikasi
mikrovaskular, termasuk nefropati. Terapi intensif dapat termasuk insulin atau obat
oral dan melibatkan pengukuran kadar gula darah setidaknya tiga kali sehari.
Perkembangan CKD dapat dibatasi melalui kontrol optimal terhadap hiperglikemia
dan hipertensi.
Kontrol tekanan darah yang memadai dan dapat mengurangi laju penurunan GFR
dan albuminuria pada pasien dengan atau tanpa diabetes.
Terapi antihipertensi untuk pasien CKD dengan diabetes atau tanpa diabetes
sebaiknya diawali dengan pemberian inhibitar ACE (angiotensin-converting
enzyme) atau bloker reseptor angiotensin II. Bloker kanal kalsium nondihidropiridin
biasanya digunakan sebagai obat antiproteinuria lini kedua apabila penggunaan
inhibitor ACE atau ARB tidak dapat ditoleransi.
Klirens inhibitor ACE menurun pada kondisi CKD, sehingga sebaiknya terapi
dimulai dengan pemberian dosis terendah yang memungkinkan diikuti dengan titrasi
meningkat untuk mencapai target tekanan darah dan sebagai tambahan, mengurangi
proteinuria.
GFR umumnya menurun 25% sampai 30% dalam 3 sampai 7 hari setelah memulai
terapi dengan ACEI karena obat golongan tersebut mengurangi tekanan
intraglomerular. Peningkatan perlahan kreatinin serum lebih dari 30% setelah
inisiasi terapi dapat dapat terjadi akibat inhibitor ACE dan penghentian penggunaan
sangat disarankan. Kadar serum potassium sebaiknya dimonitor untuk mendeteksi
perkembangan hiperkalemia setelah insiasi atau peningkatan dosis ACEI.
Hiperlipidemia
Gambar 3. Treatment Hipertensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik, Nondialysis CKD dengan
DM.
Pyelonefritis akut
Riwayat penyakit :
DM tipe 2 (10 tahun). Hipertensi (4 tahun). Hiperkolesterol (5 tahun, sebelumnya tidak patuh
dalam menjaga diet).
Riwayat keluarga :
Ayah menderita DM, meninggal karena kecelakaan pada usia 64 tahun. Ibu menderita
hipertensi, meninggal pada usia 50 tahun karena infark miokardinal.
Riwayat sosial:
Seorang guru, menikah, 1 anak, tidak merokok. Ia baru saja menjalani diet rendah
karbohidrat, namun menyebabkan ia mengkonsumsi diet kaya protein. Ia menyatakan ingin
hamil lagi dan berencana menghentikan kontrasepsi oralnya.
Review of system :
Kadang sakit kepala, terutama saat menstruasi. Kadang pusing dan lemah di sore hari.
Riwayat pengobatan :
Pengujian fisik :
Tanda vital : TD 156/94, HR 76, RR 18, T 37,9oC, BB 82,5 kg, TB 155 cm.
Pada mata ditemukan microaneurism.
Laboratorium :
(1+) glukosa, (+) keton, (3+) protein, (-) leukosit esterase dan nitrit; (-) RBC; (2-5) WBC.
Volume urine total 2,1 L, urine creatinin 62 mg/dL, urine albumin 687 mg/24 jam.
FORM DATA BASE PASIEN
UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RM No Rek Medik :-
Umur : 37 tahun Dokter yg merawat :-
Alamat :-
BB/TB : 82,5 kg/155cm
Pekerjaan : Guru
Sosial : menikah, 1 anak
Riwayat Sosial
Kegiatan
Pola makan/diet
- rendah karbohidrat Ya / tidak
Ya / tidak ................batang/hari
Merokok
Ya/ tidak
Meminum Alkohol
Ya/ tidak
Meminum Obat herbal
1. Hipertensi 2. Hydrochlorothiazide 25 mg po
1.d.d.
2.
= 45,5 + (0,9 × 5)
= 50
¿
[ ( 140−37 (tahun)) × 50 ( kg ) ×(0,85)]
(72 ×1,4 )
= 43,42 ml/mnt/1,73 m²
Termasuk dalam Gagal Ginjal Stage 3 (kerusakan ginjal dengan penurunan GFR yang
sedang)
OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI
Rute
No. Namaobat Indikasi Dosis Interaksi ESO Outcome Terapi
pemberian
Acarbose,
Mual
Metformin Simetidin, Menurunkan kadar gula
DM 3000 mg/hari Oral Muntah
1. tablet antikoagulan oral darah
Anoreksia
phenprocoumon
Aspirin, bactrim, Mual
2. benemid, byetta, Diare Menurunkan kadar gula
Gliburide tablet DM 20 mg/hari Oral
monoamine oxidase Sembelit darah
inhibitor, warfarin Gangguan pencernaan
Alcohol, aspirin,
Hydrochlorothi cholestyramine, Pusing
3. Menurunkan tekanan
azide Hipertensi 25 mg/hari Oral colestipol, Anoreksia
darah
tablet kortikosteroid, Anafilaksis
digitalis glycosides
Mual
Clofibrat,
Muntah
4. hiperkolest fenofibrat, Menurunkan kadar
Pravastatin . 40 mg/hari Oral Diare
reol gemfibrozil, asam koleserol
Sakit kepala
nikotin
Nyeri dada
Metoklopramid,
Hipotensi
Analgetik 650mg/6jam karbamazepin,
5 Acetaminophen Oral Kerusakan hati dan Mengurangi rasa nyeri
antipiretik prn kolestiramin dan
ginjal
lixisenatide,
16
I. ASSESMENT
17
ml/menit gejala yang ada.
18
Jadi dari hasil asessment diatas dapat dilihat bahwa pasien mengalami CKD stage 3
dengan penyakit penyerta hipertensi stage 1, DM tipe 2 dan hiperlipidemia.
PLAN
TERAPI FARMAKOLOGI
1. Pasien CKD Stage 3 dengan nilai GFR 43,42 ml/mnt/1,73 m² direkomendasdikan obat
untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal dan penanganan komplikasi.
2. Untuk terapi diabetes mellitus pada pasien gagal ginjal kronik disarankan untuk mengganti
metformin dan gliburide dengan insulin dengan sort acting dikarenakan serum kreatinin
mencapai 1,4 mg/dL.
3. Untuk terapi hipertensi pada pasien gagal ginjal kronik dan DM first line therapy yang
dapat diberikan adalah ACEi atau ARB. Jika belum mencapai target dapat ditambahkan
diuretik sebagai second line theraphy. Jika belum mencapai target setelah penambahan
diuretik, dapat menggunakan third line therapy yaitu penambahan Calsium Canal
Blocker.
4. Penggunaan Pravastatin sudah tepat dan tetap dilakukan monitoring kadar kolesterol.
5. Pasien mengalami anemia dan sempat menggunakan terapi Ferrosulfas tetapi
mengalami konstipasi. Untuk itu akan lebih baik lagi jika pasien meneriam terapi
eritropoitin, karena pengobatan lini pertama pada pasien CKD yang mengalami anemia
adalah dengan pemberian eritropitin.
19
Monitoring berat badan
Monitoring kadar kolesterol
Monitoring terhadap keluhan pasien
20
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, J.T., Talbert, R.L. et al. 2015. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. Ninth
Edition. Copyright The McGraw-Hill Companies
Tim penyusun; Informasi Spesialite Obat, volume 50; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia;
Jakarta 2016
Black dan hakws. 2002. Clinical Management For Patient Chorik Kidney Disease
Redmond dan Mc. Clelland H. 2000. Risk Factor, Assesment And Nursing Care Chronic
Kidney Disease
Sukandar E.Y dkk. 2013. Iso Farmakoterapi Buku 2. ISFI: Jakarta
Raka I.G. Terapi Konservatif Gagal Ginjal Kronik Vol.27 No.2. departemen internal
medicine, fakultas UGM: Jogjakarta.
21