Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT

GAGAL GINJAL KRONIS

DISUSUN OLEH
KELAS A

1. Ani Wijayanti (1720343724)


2. Apridinata (1720343725)
3. Ari Sumarmini Chakti (1720343726)

PROFESI APOTEKER XXXIV


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017/2018
Gagal Ginjal Kronik
A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/ menit. Gagal ginjal kronik (GGK) juga merupakan
keadaan kerusakan ginjal yang dapat berakhir fatal pada uremia (kelebihan urea dan sampah
nitrogen lain di dalam darah) dan komplikasinya jika dilakukan dialisis dan transplantasi
ginjal. Biasanya penyakit ini menghasilkan sedikit tanda dan gejala sampai kira-kira 75%
fungsi ginjal sudah hilang. Gagal ginjal kronik ditandai dengan penurunan penyaringan
glomerulus. Dengan menurunnya kecepatan penyaringan ini, kadar urea darah meningkat dan
nefron yang masih berfungsi yang tersisa akan mengalami hipertrofi. Dengan naiknya kadar
urea darah dan meningkatnya proses penyaringan oleh nefron yang mengalami hipertrofi
tersebut, muatan yang sampai ke dalam masing-masing tubulus yang masih berfungsi akan
menjadi lebih besar daripada keadaan normalnya. Salah satu konsekuensi dari keadaan ini
adalah poliuria akibat ketidakmampuan sel-sel tubulus untuk memekatkan filtrat dengan
sempurna. Penurunan kemampuan pemekatan pada ginjal ini disebabkan oleh meningkatnya
jumlah urea dalam filtrat.
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan berakhir pada
gagal ginjal atau End Stage Renal Disease (ESRD). Insiden PGK meningkat di seluruh dunia,
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Jumlah pasien yang memerlukan terapi
pengganti ginjal meningkat dua kali lipat selama dekade terakhir. Telah diketahui bahwa
PGK tahap akhir meningkatkan risiko kematian dan penyakit kardiovaskuler. Faktor-faktor
yang dapat mempercepat progresivitas PGK seperti hipertensi, diabetes mellitus,
hiperurisemia, dislipidemi, asidosis metabolik, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan
cairan dan asam basa, infeksi, dan faktor pemberat lainnya perlu dikontrol dan diatasi
sehingga dapat memperlambat progresi PGK dan menunda dimulainya terapi pengganti ginjal
sepeti hemodialisis atau CAPD.

B. Patofisiologi
Kerusakan ginjal dapat diakibatkan dari sebab yang beraneka ragam. Misalnya,
diabetes nefropati yang ditandai dengan perkembangan mesangial glomerulus; pada
nefrosklerosis hipertensi, ginjal arteriol memiliki arteriol hyalinosis; dan kista ginjal yang ada
pada penyakit ginjal polikistik. Oleh karena itu, kerusakan struktural awal mungkin
tergantung pada penyakit utama yang mempengaruhi ginjal.
 Faktor kerentanan (Susceptibility factors) meningkatkan risiko penyakit ginjal tapi
tidak secara langsung menyebabkan kerusakan ginjal. Mereka termasuk usia lanjut,
berkurangnya massa ginjal dan berat badan lahir rendah, minoritas ras atau etnis,
riwayat keluarga, pendapatan rendah atau pendidikan, peradangan sistemik, dan
dislipidemia.
 Faktor inisiasi (Initiation factors) secara langsung yang mengawali kerusakan ginjal
dan dapat dimodifikasi dengan obat. Faktor inisiasi diantaranya DM, hipertensi,
penyakit autoimun, penyakit ginjal pycystic dan toksisitas obat
 Faktor perkembangan (Progression factors) dapat mempercepat penurunan fungsi
ginjal setelah inisiasi kerusakan ginjal. Faktor-faktor tersebut diantaranya glikemia,
pada diabetes, hipertensi, proteinuria dan merokok.

C. Klasifikasi
Klasifikasi diagnosis penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan persentase LFG yang
tersisa diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan yaitu :
1. Gagal ginjal dini
Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang ada
sekitar 50-80% dari normal (100 ml/menit/1,73 m2). Dengan adanya adaptasi ginjal
dan respon metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak
tampak gangguan klinis.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala mulai
dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan keseimbangan
kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89 ml/menit/1,73 m2.
3. Gagal ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah
menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal,
anemia, hipertensi dan sebagainya. LFG pada tingkat ini telah berkurang menjadi di
bawah 30ml/menit/1,73 m2.
4. Gagal ginjal terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal tinggal 12% dari normal. LFG menurun sampai < 10
ml/menit/1,73 m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi ginjal.

D. Gejala Klinik

Umunya tidak ada nafsu makan, mual, muntah, pusing, sesak nafas, rasa lelah,
edema pada kaki dan tangan, serta uremia.
Apabila nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) atau Tes Kliren Kreatinin (TKK)
< 25 mL/menit, diberikan Diet Protein Rendah. Diet protein rendah akan memperlambat
progresivitas GGK. Protein yang tinggi akan membahayakan karena meningkatkan
tekanan glomerulus sehingga nefron akan rusak.
CKD dikategorikan menurut tingkat fungsi ginjal, berdasarkan laju filtrasi
glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR), menjadi tahap 1 sampai tahap 5, dengan
peningkatan nomor menunjukkan peningkatan derajat keparahan penyakit, yang
didefinisikan sebagai penuruan GFR. Sistem klasifikasi ini diperoleh dari National Kidney
Foundation’s Kidney Dialysis Outcomes and Quality Invitative (K/DOQI), dan
memperhitungkan kerusakan struktural dari kerusakan ginjal.
Gambar1. Penggolongan Gagal Ginjal Kronik

CKD tahap 5, juga dikenal sebagai penyakit ginjal tahap akhir (End Stage Renal
Disease/ESRD), terjadi ketika GFR turun sampai kurang dari 15 mL/menit per 1,73 m 2
luas permukaan tubuh. Pasien yang mengalami CKD tahap 5 memerlukan dialisis
berkepanjangan atau transplantasi ginjal untuk mengurangi gejala uremik.
E. Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita gagal ginjal kronik stadium 1-3 tidak mengalami gejala apa-
apa atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, endokrin dan metabolik
yang tampak secara klinis (asimtomatik). Gangguan yang tampak secara klinis biasanya baru
terlihat pada gagal ginjal kronik stadium 4 dan 5. Beberapa gangguan yang sering muncul
pada pasien gagal ginjal kronik anak adalah gangguan pertumbuhan, kekurangan gizi dan
protein, gangguan elektrolit, asidosis, osteodistrofi ginjal, anemia dan hipertensi.

F. Penatalaksanaan Terapi
Tujuan yang diharapkan dari terapi CKD adalah memperlambat perkembangan
CKD, minimalisasi perkembangan atau keparahan komplikasi. Penanganan CKD dapat
dilakukan melalui terapi farmakologi dan non-farmakologi. Strategi terapi yang digunakan
dipilih berdasarkan ada atau tidak adanya diabetes pada pasien.

1. Terapi Nonfarmakologi

Diet rendah protein (0,6 sampai 0,75 g/kg/hari) dapat membantu memperlambat
perkembangan CKD pada pasien dengan atau tanpa diabetes, meskipun efeknya
cenderung kecil.

2. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi untuk CKD bergantung pada penyakit penyertanya,


diantaranya:

Pada Hiperglikemia

 Terapi intensi pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2 dapat mengurangi komplikasi
mikrovaskular, termasuk nefropati. Terapi intensif dapat termasuk insulin atau obat
oral dan melibatkan pengukuran kadar gula darah setidaknya tiga kali sehari.
 Perkembangan CKD dapat dibatasi melalui kontrol optimal terhadap hiperglikemia
dan hipertensi.

Pada Penderita Hipertensi

 Kontrol tekanan darah yang memadai dan dapat mengurangi laju penurunan GFR
dan albuminuria pada pasien dengan atau tanpa diabetes.
 Terapi antihipertensi untuk pasien CKD dengan diabetes atau tanpa diabetes
sebaiknya diawali dengan pemberian inhibitar ACE (angiotensin-converting
enzyme) atau bloker reseptor angiotensin II. Bloker kanal kalsium nondihidropiridin
biasanya digunakan sebagai obat antiproteinuria lini kedua apabila penggunaan
inhibitor ACE atau ARB tidak dapat ditoleransi.
 Klirens inhibitor ACE menurun pada kondisi CKD, sehingga sebaiknya terapi
dimulai dengan pemberian dosis terendah yang memungkinkan diikuti dengan titrasi
meningkat untuk mencapai target tekanan darah dan sebagai tambahan, mengurangi
proteinuria.
 GFR umumnya menurun 25% sampai 30% dalam 3 sampai 7 hari setelah memulai
terapi dengan ACEI karena obat golongan tersebut mengurangi tekanan
intraglomerular. Peningkatan perlahan kreatinin serum lebih dari 30% setelah
inisiasi terapi dapat dapat terjadi akibat inhibitor ACE dan penghentian penggunaan
sangat disarankan. Kadar serum potassium sebaiknya dimonitor untuk mendeteksi
perkembangan hiperkalemia setelah insiasi atau peningkatan dosis ACEI.

Hiperlipidemia

 Pembatasan asupan protein, penggunaan obat-obatan penurun kolesterol,


penghentian kebiasaan merokok, dan manajement anemia dapat membantu
memperlanbat laju perkembangan penyakit CKD.
 Tujuan utama penggunaan obat-obatan penurun kolesterol pada kondisi CKD adalah
untuk menurunkan risiko perkembangan penyakit kardiovaskular aterosklerosis.
 Tujuan kedua adalah mengurangi terjadinya proteinuria dan penurunan fungsi ginjal,
yang terlihat pada penggunaan statin (inhibitor 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A
reduktase/Inhibitor HMG A reduktase).
Gambar 2. Algoritma Diabetes dengan Gagal Ginjal Kronik

Gambar 3. Treatment Hipertensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik, Nondialysis CKD dengan
DM.
Pyelonefritis akut

Pyelonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang


sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1
sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pyelonefritis
dapat terjadi karena infeksi bakteri gram positif maupun gram negatif. Bakteri yang
paling banyak menyebabkan pyenofritis adalah E. Coli sekitar 70-95%.
Terapi farmakologi :

Gambar 4. Pengobatan pielonefritis pada pasien CKD


Hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia (kadar fosfat yang tinggi dalam darah) adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi fosfat dalam darah lebih dari 4,5 mgr/dL darah.
Terapi farmakologi :

Gambar 5. Pengobatan hiperpospatemia pada pasien CKD


Penanganan anemia
 Anemia yang berkaitan dengan gagal ginjal kronik ditangani dengan pemberian
eritropoietin manusia rekombinan (Epogen). Pasien dengan anemia biasanya datang
dengan keluhan yang tidak spesifik seperti malaise, kelelahan dan penurunan toleransi
terhadap aktivitas. Terapi eritropoietin diberikan agar pasien dapat mencapai nilai
hematokrit antara 33%-38% dan hemoglobin sekitar 12 mg/dL.
 Eritropoietin diberikan secara IV atau subkutan 3 kali seminggu pada pasien gagal
ginjal kronik. Perlu waktu 2-6 minggu sampai nilai hematokrit naik. Oleh karena itu,
terapi ini tidak diindikasikan pada pasien yang perlu penanganan segera untuk anemia
berat.
 Suplemen besi dapat diberikan berguna untuk memenehi persediaan besi. Terapi
parenteral besi dapat meningkatkan respon terhadap terapi eritropoetin dan
menurunkan dosis yang diperlukan untuk memperoleh dan menjaga indeks target.
Sebaliknya terapi oral kadang tidak mencukupi. Efek samping besi IV diantaranya
reaksi alergi hipotensi, pusing, gangguan pernapasan, sakit kepala nyeri punggung,
artralgia. Beberapa efek samping tersebut dapat dikurangi dengan menurunkan dosis
atau laju ifus. Natrium ferri glukonat dan besi sukrosa memiliki catatan penggunaan
yang lebih baik dibandingkan besi dekstran.
Penanganan Hiperkalemia dan Asidosis Metabolik
Untuk mengatasi kegawatan akibat hiperkalemia dan asidosis metabolik dapat
diberikan obat-obatan di bawah ini :
 Kalsium glukonas 10%, 10 mL dalam waktu 10 menit intravena.
 Bikarbonas natrikus 50-150 mEq intravena dalam waktu 15-30 menit.
 Insulin dan glukosa : 6 unit insulin dan glukosa 50 g dalam waktu 1 jam.
 Kayexalate (resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal.
 Jika terapi farmakologi di atas tidak menunjukkan hasil yang signifikan, maka jalan
terakhir adalah dengan melakukan dialisis.

KASUS 4. Gagal Ginjal Kronis


Ny. RM, 37 tahun, menderita DM datang ke klinik untuk kontrol rutin. Hasil lab-nya
menunjukkan serum creatinin 1,4 mg/dL (biasanya 1,1 mg/dL). Ia menyatakan selalu
berusaha patuh pada jadwal minum obat dan sudah berhenti merokok. Beberapa minggu
terakhir ia berusaha menurunkan berat badannya. Ia kadang merasa pusing dan kelelahan,
yang biasanya mereda setelah ia berhenti minum obat penurun tekanan darahnya selama
beberapa hari.

Riwayat penyakit :

DM tipe 2 (10 tahun). Hipertensi (4 tahun). Hiperkolesterol (5 tahun, sebelumnya tidak patuh
dalam menjaga diet).

Riwayat keluarga :

Ayah menderita DM, meninggal karena kecelakaan pada usia 64 tahun. Ibu menderita
hipertensi, meninggal pada usia 50 tahun karena infark miokardinal.

Riwayat sosial:

Seorang guru, menikah, 1 anak, tidak merokok. Ia baru saja menjalani diet rendah
karbohidrat, namun menyebabkan ia mengkonsumsi diet kaya protein. Ia menyatakan ingin
hamil lagi dan berencana menghentikan kontrasepsi oralnya.

Review of system :

Kadang sakit kepala, terutama saat menstruasi. Kadang pusing dan lemah di sore hari.
Riwayat pengobatan :

Metformin 1000 mg po 3.d.d. (8 tahun)


Gliburide 10 mg po 2.d.d. (6 tahun)
Hydrochlorothiazide 25 mg po 1.d.d (2 tahun)
Pravastatin 40 mg 1.d.d. (1,5 tahun, dosis dinaikkan 1 tahun yll)
Acetaminophen 650 mg po tiap 6 jam prn sakit kepala
Kontrasepsi oral (10tahun)
Ferrous sulfate 300 mg po 2.d.d (1 tahun, berhenti karena konstipasi)
Multivitamin po 1.d.d.

Alergi terhadap golongan sulfa dan maklolida.

Pengujian fisik :

Tanda vital : TD 156/94, HR 76, RR 18, T 37,9oC, BB 82,5 kg, TB 155 cm.
Pada mata ditemukan microaneurism.

Laboratorium :

Na 145 mEq/L A1C 9,6% Uricacid 6,9 mg/dL


K 4,9 mEq/L Hgb10,6 g/dL Alb 3,4 g/dL
Cl 106 mEq/L Hct 36,5% Fasting lipid profile :
CO 27 mEq/L WBC 10,8 x 10 3/mm3 T, chol 226 mg/dL
BUN 28 mg/dL Plt 148 x 103/mm3 Trig 134 mg/dL
SCr 1,4 mg/dL Ca 9,4 mg/dL LDL 150 mg/dL
Glu 192 mg/dL Phos 2,6 mg/dL HDL 47 mg/dL

Hasil urinalis (1 minggu yll):

(1+) glukosa, (+) keton, (3+) protein, (-) leukosit esterase dan nitrit; (-) RBC; (2-5) WBC.

Volume urine total 2,1 L, urine creatinin 62 mg/dL, urine albumin 687 mg/24 jam.
FORM DATA BASE PASIEN
UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RM No Rek Medik :-
Umur : 37 tahun Dokter yg merawat :-
Alamat :-
BB/TB : 82,5 kg/155cm
Pekerjaan : Guru
Sosial : menikah, 1 anak

Riwayat masuk RS: -


Riwayat penyakit terdahulu
1. DM tipe 2
2. Hipertensi
3. Hiperkolesterol

Riwayat Sosial

Kegiatan
Pola makan/diet
- rendah karbohidrat Ya / tidak

Ya / tidak ................batang/hari
Merokok
Ya/ tidak
Meminum Alkohol
Ya/ tidak
Meminum Obat herbal

Riwayat Alergi : alergi terhadap golongan sulfa dan makrolida


Keluhan / Tanda Umum

Tanggal Subyektif Obyektif Normal


Sakit kepala (+)
- BB 82,5 Kg TB 155 cm

Lemah (+) BMI 34,34 kg/m2 18,5-24,9 kg/m2


TD 156/94 mmHg, 120/80 mmHg
T 37,9oC 36,5-37,5oC
Na 145 mEq/L 135-144 mEq/L
BUN 28 mg/dL 9-20 mg/dL
SCr 1,4 mg/dL 0,6-1,3 mg/dL
Glu 192 mg/dL <140 mg/dL
A1C 9,6% 4% - 5,6%
Hgb10,6 g/dL 12-16 g/dL
WBC 10,8 x 10 3/mm3 3,2-10x103/mm3
Plt 148 x 103/mm3 170-380x103/mm3
Uricacid 6,9 mg/dL 2,3-6,6 mg/dL
Alb 3,4 g/dL 3,5-5 g/dL
T, chol 226 mg/dL <200 mg/dL
LDL 150 mg/Dl <130 mg/Dl
Keton (+) Negative
Glukosa (+) Negative
Protein (+++) Negative
Leukosit esterase dan nitrit (-) Negative
RBC (-) Negative

RIWAYAT PENYAKIT DAN PENGOBATAN

NAMA PENYAKIT TANGGAL/T NAMA OBAT


AHUN
1. DM tipe 2 -
1. Metformin 1,000 mg po 3.d.d.
Gliburide 10 mg po 2.d.d.

1. Hipertensi 2. Hydrochlorothiazide 25 mg po
1.d.d.
2.

3. Hiperkolesterol 3. Pravastatin 40 mg po 1.d.d

4. Pusing dan sakit kepal 4. Acetaminophen 650 mg/ 6 jam


prn
5. - 5. Kontrasepsi (10th)
6. Anemia 6. Ferrous sulfate 300 mg po 2.d.d

Perhitungan GFR persamaan Cockroft-Gault

Dikarenakan Ny. RM obesitas jadi digunakan IBW :

IBW = 45,5 + (0,9 × [TB – 150])

= 45,5 + (0,9 × 5)

= 50

[ ( 140−usia(tahun)) × berat badan ( kg ) ×(0,85)]


eC Cr =
( 72 × serum creatinin(mg/dL) )

¿
[ ( 140−37 (tahun)) × 50 ( kg ) ×(0,85)]
(72 ×1,4 )

= 43,42 ml/mnt/1,73 m²

Termasuk dalam Gagal Ginjal Stage 3 (kerusakan ginjal dengan penurunan GFR yang
sedang)
OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI
Rute
No. Namaobat Indikasi Dosis Interaksi ESO Outcome Terapi
pemberian
Acarbose,
Mual
Metformin Simetidin, Menurunkan kadar gula
DM 3000 mg/hari Oral Muntah
1. tablet antikoagulan oral darah
Anoreksia
phenprocoumon
Aspirin, bactrim, Mual
2. benemid, byetta, Diare Menurunkan kadar gula
Gliburide tablet DM 20 mg/hari Oral
monoamine oxidase Sembelit darah
inhibitor, warfarin Gangguan pencernaan
Alcohol, aspirin,
Hydrochlorothi cholestyramine, Pusing
3. Menurunkan tekanan
azide Hipertensi 25 mg/hari Oral colestipol, Anoreksia
darah
tablet kortikosteroid, Anafilaksis
digitalis glycosides
Mual
Clofibrat,
Muntah
4. hiperkolest fenofibrat, Menurunkan kadar
Pravastatin . 40 mg/hari Oral Diare
reol gemfibrozil, asam koleserol
Sakit kepala
nikotin
Nyeri dada
Metoklopramid,
Hipotensi
Analgetik 650mg/6jam karbamazepin,
5 Acetaminophen Oral Kerusakan hati dan Mengurangi rasa nyeri
antipiretik prn kolestiramin dan
ginjal
lixisenatide,

16
I. ASSESMENT

NO. PROBLEM MEDIK SUBYEKTIF OBJEKTIF TERAPI ANALISIS DRP


Digunakan untuk
Pasien mengalami kondisi
Metformin 3000 pengobatan diabetes
tidak diinginkan,
mg/hari tipe 2 pasien
1. Diabetes - Glu 192 mg/dL dikarenakan metformin
Gliburide 20 dengan kadar gula
meningkatkan kadar
mg/hari darah yaitu 192
kreatinin.
mg/dL
Digunakan untuk
pengobatan
2. TD 156/94 HCT 25 mg/hari Obat kurang tepat
Hipertensi - hipertensi stage I
mmHg
pasien
Digunakan untuk
T, chol 226
Pravastatin 40 menurunkan kadar
3. Hiperkolesterol - mg/dL Obat sudah tepat
mg/hari kolestrol dalam
LDL 150 mg/dL
darah
Obat kurang tepat karena
Pusing dan Ferro sulfate Digunakan untuk
4. Anemia Hgb10,6 g/dL pasien mengalami
lemah 600mg/hari pengobatan anemia
konstipasi
SCr 1,4 mg/dL CKD dapat diterapi
5. CKD - BUN 28 mg/dL -
GFR 43,42 dengan mengobati -

17
ml/menit gejala yang ada.

18
Jadi dari hasil asessment diatas dapat dilihat bahwa pasien mengalami CKD stage 3
dengan penyakit penyerta hipertensi stage 1, DM tipe 2 dan hiperlipidemia.

PLAN

TERAPI FARMAKOLOGI
1. Pasien CKD Stage 3 dengan nilai GFR 43,42 ml/mnt/1,73 m² direkomendasdikan obat
untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal dan penanganan komplikasi.
2. Untuk terapi diabetes mellitus pada pasien gagal ginjal kronik disarankan untuk mengganti
metformin dan gliburide dengan insulin dengan sort acting dikarenakan serum kreatinin
mencapai 1,4 mg/dL.
3. Untuk terapi hipertensi pada pasien gagal ginjal kronik dan DM first line therapy yang
dapat diberikan adalah ACEi atau ARB. Jika belum mencapai target dapat ditambahkan
diuretik sebagai second line theraphy. Jika belum mencapai target setelah penambahan
diuretik, dapat menggunakan third line therapy yaitu penambahan Calsium Canal
Blocker.
4. Penggunaan Pravastatin sudah tepat dan tetap dilakukan monitoring kadar kolesterol.
5. Pasien mengalami anemia dan sempat menggunakan terapi Ferrosulfas tetapi
mengalami konstipasi. Untuk itu akan lebih baik lagi jika pasien meneriam terapi
eritropoitin, karena pengobatan lini pertama pada pasien CKD yang mengalami anemia
adalah dengan pemberian eritropitin.

TERAPI NON FARMAKOLOGI


 Diet rendah protein dapat membantu memperlambat perkembangan CKD
 Menurunkan berat badan
 Olahraga teratur
 Life style

MONITORING DAN EVALUASI


 Monitoring tekanan darah
 Monitoring kadar GFR dan serum kreatinin
 Monitoring klirens kreatin pasien

19
 Monitoring berat badan
 Monitoring kadar kolesterol
 Monitoring terhadap keluhan pasien

20
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, J.T., Talbert, R.L. et al. 2015. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. Ninth
Edition. Copyright The McGraw-Hill Companies

Gupta,kalpana. 2010.International Clinical Practice Guidelines For The Treatment Of Acute


Uncomplicated Cystitis And Pyelonefritis.IDSA Guidlines

Tim penyusun; Informasi Spesialite Obat, volume 50; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia;
Jakarta 2016
Black dan hakws. 2002. Clinical Management For Patient Chorik Kidney Disease
Redmond dan Mc. Clelland H. 2000. Risk Factor, Assesment And Nursing Care Chronic
Kidney Disease
Sukandar E.Y dkk. 2013. Iso Farmakoterapi Buku 2. ISFI: Jakarta
Raka I.G. Terapi Konservatif Gagal Ginjal Kronik Vol.27 No.2. departemen internal
medicine, fakultas UGM: Jogjakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai