Anda di halaman 1dari 46

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Konsep CKD/Chronic Kidney Disease


a) Definisi CKD
Menurut KDIGO, 2012 CKD/Chronic Kidney Disease adalah gangguan pada
struktur atau fungsi ginjal lebih dari 3 bulan, dengan implikasi pada kesehatan yang
diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kategori laju filtrasi glomerulus (LFG) dan
albuminuria. Kriteria penyakit ginjal kronis di bawah ini harus terpenuhi ≥ 3 bulan:
Tabel 1. Kelainan Struktur dan Fungsi Ginjal
1. Penanda kerusakan ginjal, yang ditandai dengan satu atau lebih hal berikut:
 Albuminuria (AER/Albumin Excretion Rate ≥ 30 mg/24 jam; ACR/Albumin
Creatinin Ratio atau rasio albumin-kreatinin ≥ 30 mg/g [≥ 3 mg/mmol])
 Kelainan pada sedimen urin
 Gangguan elektrolit dan hal lain yang disebabkan gangguan pada tubulus
 Kelainan yang ditemukan pada histologi
 Gangguan struktural yang ditemukan dengan pencitraan
 Riwayat transplantasi ginjal
2. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 ml/min/1,73 m2

(Standar Modul Pelatihan Dialisis bagi Perawat, 2018)


Menurut KDIGO, 2012 Tahapan CKD berdasarkan penghitungan LFG dibagi
menjadi 5 tahapan seperti tabel berikut ini.
Tabel 2. Tahapan CKD
Kategori LFG LFG (ml/min/1.73m2 Istilah
G1 ≥90 Normal atau tinggi
G2 60-89 Menurun ringan (bersifat relatif pada orang
dewasa muda)
G3a 45-59 Menurun ringan s/d sedang
G3b 30-44 Menurun sedang s/d berat
G4 15-29 Menurun berat
G5 <15 Gagal ginjal
(Standar Modul Pelatihan Dialisis bagi Perawat, 2018)
Tanpa adanya bukti kerusakan ginjal, kategori G1 atau G2 tidak memenuhi kriteria CKD.

5
Sedangkan risiko perburukan fungsi ginjal maupun kejadian serangan penyakit
jantung pembuluh darah didasarkan pada derajat albuminurianya
Tabel 3. Kategori Albuminuria dalam CKD
Kategori AER ACR ACR Istilah
(mg/24jam) (mg/mmol) (mg/g)
A1 <30 <3 <30 Normal s/d meningkat
A2 30-300 3-30 30-300 Meningkat sedang
A3 >300 >30 >300 Meningkat inggi
(Standar Modul Pelatihan Dialisis bagi Perawat, 2018)
Atas dasar tahap LFG dari CKD serta derajat albuminurianya, maka dapat disusun
stratifikasi risiko CKD sesuai tabel berikut.
Tabel 4. Stratifikasi Risiko CKD

Keterangan
Hijau : risiko rendah
Kuning : risiko sedang
Orange: risiko tinggi
Merah : risiko sangat tinggi
(Standar Modul Pelatihan Dialisis bagi Perawat, 2018)

b) Faktor Risiko CKD


Ada beberapa faktor risiko yang dapat menimbulkan CKD atau mempercepat
penurunan fungsi ginjalnya. Faktor risiko tersebut bisa berupa faktor risiko klinis maupun
faktor risiko sosiodemografis.
Faktor risiko klinis penyebab CKD:
1. Diabetes Mellitus
2. Hipertensi
3. Penyakit Autoimun
4. Infeksi Sistemik
5. Infeksi Saluran Kemih
6. Batu Saluran Kemih
7. Obstruksi Saluran Kemih
6
8. Keganasan
9. Keluarga Riwayat Penyakit Ginjal
10. Sembuh dari Gangguan Ginjal Akut
11. Penurunan Massa Ginjal
12. Paparan terhadap Obat tertentu
13. Berat Badan Lahir Rendah
Sedangkan faktor sosiodemografis penyebab CKD:
1. Usia Lanjut
2. Minoritas tertentu (di Amerika)
3. Paparan terhadap Bahan Kimia tertentu
4. Pendidikan/Pendapatan rendah

c) Patofisiologi CKD
Penyakit CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa
sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladapsi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses
ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-
aldosteron,sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor
(TGF). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerlus maupun
tubulointerstitia
Pada stadium paling dini penyakit CKD, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%,
pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik) tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan tanda gejala uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritis, mual muntah, nyeri, cemas

7
dengan keadaannya dan lain sebagainnya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun unfeksi saluran cerna. juga akan
terjadi gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

d) Manifestasi Klinis CKD


Pada stadium awal (mild to moderate) CKD secara umum tidak terdapat gejala
yang khas atau biasanya tanpa gejala. Namun jika fungsi ginjal terus menerus mengalami
penurunan akan menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Peningkatan tekanan darah
2. Akumulasi urea pada darah/uremia dan uremic frost/penumpukan urea di kulit
3. Hiperkalemi yang mempunyai gejala malaise hingga aritmia jantung
4. Penurunan produksi eritropoietin menyebabkan anemia.
5. Overload volume cairan menyebabkan edema
6. Hyperphosphatemia yang merupakan stimulus dari kalsifikasi vaskular
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular
7. Hipokalsemia yang secara kronis akan menyebabkan hipertropi kelenjar
paratiroid, kelainan tulang akibat panyakit ginjal, dan kalsifikasi vaskular
8. Asidosis metabolic karena akumulasi fosfat dan urea serta penurunan
kemampuan produksi ammonia pada sel-sel ginjal

e) Komplikasi CKD
Secara umum komplikasi CKD antara lain:
1. Uremia, Gangguan Keseimbangan Elektrolit & Asam Basa, Retensi Cairan
2. Penyakit Jantung Pembuluh
3. Hipertensi
4. Anemia
5. GMT–PGK (Gangguan Mineral & Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik)
6. Malnutrisi
7. Kelainan Neurologis
8. Kelainan Saluran Cerna
9. Perdarahan Uremik
10. Kelainan Kulit
11. Penyakit Ginjal Kistik
f) Pemeriksaan Diagnostik

8
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah: BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein
2) Pemeriksaan Urin Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP
2. Pemeriksaan EKG: melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG: menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

g) Penatalaksanaan CKD
1. Terapi penyebab: mencari penyebab yang reversibel misalnya hipovolemia,
infeksi, penggunaan obat jangka panjang, obstruksi saluran kemih dan diabetes
mellitus
2. Pengobatan Hipertensi
Untuk pengobtan Hipertensi menggunakan obat dari golongan berikut ini:
1) ACEI/Angiotensin Converting Enzime Inhibitor
2) ARB/Angiotensin II Reseptor Blockers
3) CCB/Calcium Channel Blocker non-dehidropiridine (diltiazem, verapamil)
4) Aldosterone antagonists (spironolakton)
5) Diuretika
3. DRI/Dietary Reference Intake pasien
4. Kombinasi (tidak ACEI + ARB)
5. Hambat progresivitas: Pengendalian tekanan darah, pengendalian proteinuria,
pengendalian gula darah, pembatasan protein, terapi hiperlipidemia, berhenti
merokok serta terapi asidosis metabolik kronis
6. Pengobatan komplikasi
1) Pengobatan anemia dengan ESA/Erithropoiesis Stimulating Agent misalnya
EPO dengan target Hb non Dialisis 10,0-11,5 mg/dl, serta Hb Dialisis dng : Hb
10,0-11,5 g/dl
2) GMT-PGK/Gangguan Metabolisme Tulang pada Penyakit Ginjal
 CaCO3, CaAcetate, Lanthanum carbonate, Sevelamer
 Calcitriol/vit D analog/Calcimimetic/Bifosfonat

9
 Target Ca 8,4-9,5 mg/dl, P 2,5-4,5 mg/dl (dialisis 3,5-5,5 mg/dl), Ca x P <
55 mg/dl2
7. Penyesuaian dosis obat
8. Identifikasi dan persiapan terapi pengganti ginjal
1) Hemodialisis
Salah satu terapi pengganti ginjal paling popular di Indonesia dengan
menggunakan mesin dialisis yang bertujuan mengatasi gejala akibat LFG
yang rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien yang memilih terapi ini sangat
tergantung pada fasilitas pelayanan kesehatan penyedia Hemodialisis.
2) Peritoneal Dialisis
Merupakan teknik dialisis lain yang dapat dilakukan mandiri oleh pasien CKD
tahap akhir. Terapi ini menggunakan jaringan tubuh pasien sendiri yaitu
peritoneum sebagai pencuci darah. Sangat cocok bagi pasien CKD yang
lokasi jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan penyedia Hemodialisis.
3) Transplantasi Ginjal
Merupakan gold standart terapi CKD dengan melakukan insersi pembedahan
ginjal manusia dari sumber yang hidup atau cadaver kepada klien dengan
penyakit ginjal tahap akhir untuk mengganti hilangnya fungsi ginjal yang
normal
9. Nutrisi yang tepat
1) Kalori: 35 kkal/kgBB/hari
2) Garam : normotensi 2-3 g/hari, hipertensi <2 g/hari, edema 2g/hari
3) Kalium: restriksi jika LFG <30ml/min/1.73m2
4) Protein: sesuai indikasi tabel di bawah ini
Tabel 5. Kebutuhan Protein Pasien CKD
(St
an Pasien Kebutuhan Protein Catatan dar
Dewasa Normal atau dengan 0,8 g protein/kgBB/hari 30-35
CKD tidak berkomplikasi kkal/kgBB/hari

CKD simtomatis, CKD dengan min 0,6 g protein/kgBB/hari Sesuaikan dng


komplikasi atau 0,3 protein g/kg/hari + kondisi (diabetes,
ketoasid hiperfosfatemia)
PGK dng kehilangan massa 0,8 g protein/kgBB/hari
otot
PGK dng proteinuria <0,8 g protein/kgBB/hari
+ 1 g protein per g proteinuria
Modul Pelatihan Dialisis bagi Perawat, 2018)

b. Konsep Hemodialisis

10
a) Prinsip Etik dan Legal Aspek Tindakan Hemodialisis
Hemodialisis adalah salah satu tindakan medis pemberian pelayanan terapi
pengganti fungsi ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya
mempertahankan kualitas hidup yang optimal. Pelayanan Hemodialisis harus
dilaksanakan sesuai dengan prinsip etik dan legal aspek yang benar. Prinsip etik yang
harus diterapkan antara lain:
1. Otonomi/Autonomy
2. Berbuat baik/Beneficience
3. Keadilan/Justice
4. Tidak merugikan/Nonmaleficience
5. Kejujuran/Veraciy
6. Menepati Janji/Fidelity
7. Kerahasiaan/Confidentiality
8. Akuntabilitas/Akuntability
Selain 8 prinsip etik di atas, pelayanan Hemodialisis yang dilakukan perawat harus
memenuhi aspek legal sesuai peraturan dibawah ini:
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, bahwa “Pelaksanaan
pengobatan dan atau keperawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu”
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2017 Tentang
Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat Klinis, bahwa asuhan
keperawatan pada pasien hemodialisis minimal diberikan oleh PK II/Advance
Beginner, yang sudah mempunyai sertifikat pelatihan dialisis
3. Pada Pasal 153 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan: “
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya”
4. Kepmenkes No.1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pasal
kewenangan dan kewajiban perawat

b) Definisi Hemodialisis
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat LFG yang rendah sehingga
diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup pasien
(Pedoman Pelayanan Hemodialisis di Sarana Pelayanan Kesehatan, 2008).

c) Prinsip Dasar Hemodialisis

11
Pada ginjal normal air dikeluarkan dari darah secara ultrafiltrasi, sedangkan solut
dikeluarkan melalui proses konveksi. Prinsip inilah yang digunakan pada hemodialisis
dengan mengambil peran glomerolus oleh alat dialiser. Membran semipermiabel pada
dialiser memungkinkan pergerakan air dan molekul berat rendah dan menghambat
pergerakan molekul berat lebih besar. Prinsip kerja hemodialisis lebih lengkapnya seperti
penjelasan dibawah ini:.
1. Difusi
Difusi adalah proses pengeluaran solute melalui membrane semipermiabel dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh berat
molekul, suhu dialisat, permeabilitas membrane, gradient konsentrasi
transmembran, luas permukaan membran dan muatan listrik solut. Gradien
konsentrasi transmembran dipertahankan dan dioptimalisasikan dengan
kecepatan aliran darah dan dialisat dengan arah berlawanan/counter current.
2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan solvent melalui membrane semipermiabel
karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik antara kompartemen darah dan
kompartemen dialisat. Proses ini dibuat dengan membuat tekanan positif pada
kompartemen darah dan tekanan negatif pada kompartemen dialisat, sehingga air
didorong menuju cairan dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi dipengaruhi oleh luas
permukaan membrane, struktur dan tebal dialiser, kecepatan aliran darah, serta
tekanan hidrostatik dan onkotik transmembran.
3. Konveksi
Konveksi adalah proses perpindahan solute dan solvent melalui membrane
semipermiabel karena adanya proses ultrafiltrasi. Hal ini dipengaruhi kecepatan
ultrafiltrasi dan koefisien dialiser.
4. Gambar Prinsip Kerja Hemodialisis

Gambar 1 : Prinsip Difusi, Ultrafiltrasi dan Konveksi (Sumber: Handout Isolated


Ultrafiltration, 2021)

d) Sistem Hemodialisis

12
1. Mesin Hemodialisis
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sirkuit dialisat dan sirkuit darah yang
berjalan dengan arah berlawanan dan dipisahkan oleh membrane semipermiabel
dalam dialiser. Sirkuit darah meliputi selang yang berjalan dari pasien ke dialiser
dan kembali lagi ke pasien. Tekanan arteri dan vena dimonitor dengan alat yang
dapat mendeteksi gangguan pada akses vaskular. Sirkuit dialisat dipisahkan dari
sirkuit darah oleh membrane semipermiabel dialiser.

Gambar 2: Prinsip Kerja Mesin Hemodialisis (Sumber: Handout Teknik Isolated


Ultrafiltration, 2021)

2. Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Di
pasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bikarbonate.
Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu jenis standart,
free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bikarbonate ada yang powder,
sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air reverse osmosis sebanyak
9,5 liter dan ada yang bentuk cair/siap pakai.
3. Air Reverse Osmosis/RO
Air yang digunakan untuk hemodialysis diolah secar khusus melalui alat water
treatment. Setelah itu, unit reverse osmosis akan memurnikan air yang sudah
melewati water treatment sehingga dapat digunakan untuk dialisis.
4. Dialiser
Dialiser terdiri dari 2 kompartemen yaitu kompartemen darah dan dkompartemen
ialisat yang dipisahkan oleh membrane semi permiabel. Struktur dialiser
dibedakan menjadi hollow fiber dan parallel plate. Setiap dialiser mempunyai
koefisien ultrafiltrasi/KUf yang menggambarkan volume dalam ml plasma yang
difiltrasi setiap jam setiap mmHg tekanan transmembran. Setiap dialiser juga
mempunyai KoA/koefisien masa transfer yang mencerminkan kemapuan transport
zat-zat terlarut dari membrane dialiser.
e) Indikasi Hemodialisis

13
Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu hemodialisis emergency atau
hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis dilakukan
pada kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi, oliguria, asidosis
berat, ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum,
hipernatremia, hiperkalemia, keracunan akut (alkohol, obat-obatan), yang bisa melewati
membrane dialisis.
Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Dimulai jika GFR <15
ml/min, gejala uremia meliputi lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, adanya malnutrisi
atau hilangnya massa otot, hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan,
komplikasi metabolik yang refrakter.

f) Pelaksanaan Hemodialisis
Urutan Pelaksanaan tindakan hemodialisis sebagai berikut:
1. Persiapan pasien
Persiapan pasien dibedakan antara pasien baru dan pasien rutin. Untuk pasien
baru dicek kelengkapan administrasi preskripsi/peresepan hemodialisis,
rujukan ,kelengkapan pengklaiman asuransi kesehatan pasien, data laboratorium
(HbSAg, Anti HCV, Anti HIV, Hb, Ureum, Creatinin, Kalium dan Natrium), rekam
medis pasien,form inform consent dan form pendidikan kesehatan. Pasien rutin
meliputi form pengkajian, observasi keadaan umum Klien, berat badan sekarang,
berat badan yang lalu, berat badan kering, posisi klien, risiko jatuh
2. Persiapan petugas
3. Persiapan alat dan bahan
Tensimeter, stetoskop, termometer, alat tulis, rekam medik, timbangan
4. Persiapan mesin dialisis
5. Pemasangan blood lines
6. Priming
7. Soaking
8. Melakukan akses vascular
1) Melakukan akses vaskular melalui AV shunt, AV graft atau
2) Melakukan akses vaskular melalui CDL/catheter double lumen
9. Memulai hemodialisis
Menyambungkan akses vaskular ke mesin hemodialisis dan memprogram mesin
sesuai preskripsi/peresepan
10. Melakukan observasi intra hemodialisis meliputi keadaan umum pasien, TTV,
mesin dialisis, perdarahan dan komplikasi

14
11. Mengakhiri hemodialisis

h) Preskripsi/Peresepan Hemodialisis
Setiap pasien yang menjalani hemodialisis kebutuhan peresepannya bersifat
individual. Peresepan hemodialisis ada dua yaitu peresepan hemodialisis akut dan
peresepan hemodialisis kronik. Komponen dalam peresepan hemodialisis adalah sebagai
berikut:
1. Dosis hemodialisis: Kt/V
Menurut konsensus NKF-KDOGI dan PERNEFRI target Kt/V diprogram 1,4
dengan maksud agar tercapai Kt/V 1,2 setelah hemodialisis. Kt/V yang tinggi
berhubungan dengan risiko kematian yang tinggi pula.
2. Lama hemodialisis
Hemodialisis yang ideal adalah 12-18 jam/minggu. Jika dilakukan <12 jam.minggu
angka kematian meningkat. Hemodialisis yang dilakukan 8 jam dibandingkan
dengan 4 jam menghasilkan pembuangan toksin yang lebih banyak. Menambah
lama hemodialisis dari 15 jam menjadi 24 jam/minggu juga bisa menurunkan
tekanan darah dan tekanan darah menjadi stabil tanpa obat anti hipertensi.
3. Frekuensi hemodialisis
Pasien yang menjalani DHHD/Daily Home Hemodialysis 5-6x/minggu
dibandingkan dengan hemodialisis 3x/minggu mendapatkan angka congestive
heart failure yang lebih rendah dan lama waktu hospitalisasi lebih pendek.
4. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi bertujuan mengeluarkan kelebihan air dalam tubuh sehingga tercapai
berat badan kering. Berat badan kering adalah berat badan yang dicapai setelah
pengeluaran maksimal cairan ektraseluler dengan dialisis yang mana pada nilai
tersebut tidak muncul tanda kelebihan cairan (bengkak, edema paru), tanda
hipotensi (pusing, kram otot, tekanan darah anjlok. Berat badan kering bersifat
mengambang yaitu bisa meningkat saat kondisi gizi membaik dan begitu
sebaliknya. Oleh karena itu target ultrafiltrasi setiap pasien atau setiap tindakan
bias berubah. Sebaiknya ultrafiltrasi rate ditetapkan tidak melebihi 10 ml/KgBB/jam
karena kecepatan rata-rata pengisian ulang cairan plasma dari interstitial space ke
intravascular space 5 ml/KgBB/jam. Jika melampaui batas tersebut akan terjadi
hypovolemic shock. Angka mortalitas meningkat jika ultrafiltrasi rate melebihi 10
ml/KgBB/jam.

5. Pengaturan profiling ultrafiltrasi/UF Profiling

15
UF profiling adalah mengatur ultrafiltrasi dimana modelnya tidak sama untuk
setiap jam sesuai dengan kondisi pasien. UF profiling sangat berpengaruh pada
tekanan darah. Ultrafiltrasi rendah lebih stabil untuk hemodinamik. Ada 3 jenis UF
profiling yaitu linear, step dan interval. Perubahan pada ultrafiltrasi ditentukan oleh
total volume ultrafiltrasi, waktu hemodialisis, nilai awal dari ultrafiltrasi rate, jika
jenis “Step” maka berapa jumlah stepnya dan , jika jenis “interval” maka berapa
jumlah intervalnya.

Gambar 3: Grafik Profiling Ultrafiltrasi (Sumber: Handout Teknik Isolated


Ultrafiltration, 2021)

6. Jenis dialiser
Tipe dialiser bermacam-macam. Berdasarkan β2 microglobulin clearance
dibedakan menjadi tiga bagian yaitu low flux (10ml/min), mid flux (10-20 ml/min)
dan high flux (>20 ml/min). Dialiser jenis high flux dengan high efficiency
menghasilkan outcome yang lebih baik.
7. Jenis dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat
bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada
yang powder sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air reverse osmosis
sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair/siap pakai
8. Qb/Quick of Blood
Qb/Quick of Blood adalah jumlah darah yang dialirkan dalam satuan menit. Jika
Qb dinaikkan maka semakin banyak darah yang dialirkan ke kompartemen dialisat
dan bersihan ureum menjadi optimal. Untuk itu Qb harus diatur dengan tepat
sesuai kebutuhan masing-masing pasien. Menurut Konsensus PERNEFRI, 2003
akses vascular yang adekuat dapat mengalirkan darah dengan Qb 200-300
ml/min. Qb yang direkomendasikan adalah setengah dari aliran dialisat/Qd. Pada
hemodialisis awal Qb dibuat 3 kali lipat berat badan pasien.

16
9. Qd/Quick of Dialisat
Qd/Quick of Dialisat adalah jumlah cairan dialisat yang dialirkan dalam satuan
menit. . Semakin cepat aliran dialisat maka efisiensi difusi ureum dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat semakin optimal. Untuk
menciptakan gradient yang tinggi aliran dialisat diposisikan berlawanan arah
dengan arus aliran darah. Qd biasanya diatur dengan kecepatan 500 ml/menit
namun saat ini kecepatan aliran dialisat diatur dengan perbandingan Qb:Qd = 1:2
yang artinya bila kecepatan darah 250 ml/menit maka kecepatan aliran dialisat
500 ml/menit.
10. Antikoagulan yang dipakai
Dalam tindakan hemodialisis diperlukan antikogulan supaya tidak terjadi
pembekuan darah dalam sirkuit ekstrakorporeal. Pembekuan yang berlebihan
pada sirkuit dan dialiser membuat tubing dan filter harus diganti, hal ini pada orang
dewasa sama saja dengan kelilangan 150 – 250 ml darah. Berdasarkan teknik
pemberian heparin, dibagi menjadi:
1) Heparin rutin: teknik yang digunakan sehari-hari dengan cara bolus awal
1000-2000 iu dilanjutkan dengan syringe pump heparin kontinu 1000 iu/jam.
2) Heparin minimal: diberikan dengan pengawasan ketat dengan bolus awal 500-
1000 iu dilanjutkan dengan syringe pump heparin kontinu 1000 iu/jam.
3) Bebas heparin: dilakukan pada hemodilisis dengan indikasi perikarditis, post
operatif (vascular, jntung, mata, cangkok ginjal, otak), koagulopati,
trombositopenia, perdarahan intraserebral dan perdarahan aktif. Teknik
pemberiannya adalah dengan membilas dahulu sirkut dialisis dengan NaCl
0,9% 1 liter yang telah dicampur heparin 3000-5000 iu, kemudian
mengeluarkan cairan tersebut. Saat dialisis gunakan aliran darah cepat
250ml/min serta bilas dengan 25-200 ml NaCl 0,9% tiap 15-30 menit untuk
mencegah pembekuan. Kaji kembali ultrafiltrasi setelah penambahan cairan
pembilasan.
4) Regional heparin: heparin diberikan pada sirkulasi di luar tubuh. Diberikan
saat darah meninggalkan ruang tubuh, sedangkan saat darah kembali
memasuki tubuh diberikan protamin dengan dosis yang sesuai untuk
menetralkan efek heparin

11. Akses vaskular yang digunakan

17
Akses vaskuler hemodialisis diperlukan untuk memperoleh aliran darah yang
cukup dari tubuh pasien menuju dialiser. Akses vaskular yang digunakan untuk
hemdialisis ada 3 macam yaitu:
1) AV fistula merupakan akses permanen dibuat melalui pembedahan pada
lengan bawah dengan melakukan anastomosis arteri ke vena dimana dibuat
anastomosis end to side atau side to side sehingga terbentuk suatu arterilisasi
dari vena. Dibutuhkan dibutuhkan 2-3 bulan untuk pematangan dari AV fistula.
Perencanaan untuk pemasangan AVF sudah harus dilakukan pada pasien
CKD stage 4.
2) AV graft terbuat dari bahan sintesis seperti polytetrafluoroethylene. Salah satu
ujung graff dianastomosis pada arteri dan ujung lainnya dianastomosis pada
vena. Graff bisa digunakan 2 minggu setelah pemasangan
3) CDL/Catheter Double Lumen: merupakan akses segera kedalam sirkulasi
darah pasien pada hemodialisis darurat. Dibuat melalui kateterisasi subklavia
untuk pemakaian sementara dengan memasukkan CDL. Kateter tersebut
dapat dikeluarkan jika sudah tidak diperlukan dan karena kondisi pasien
sudah membaik atau sudah ada akses vaskuler permanen AV fistula atau AV
graft.
12. Obat yang diberikan saat hemodialisis
Beberapa obat yang diberikan saat hemodialisis antara lain /Erithropoiesis
Stimulating Agent misalnya EPO

Gambar 4: Contoh Preskripsi/Peresepan HD (Sumber: Handout Preskripsi


Hemodialisis, 2021)

h) Komplikasi yang Muncul dari Tindakan Hemodialisis


Komplikasi yang muncul dari tindakan hemodialisis ada 2 yaitu komplikasi teknis
dan komplikasi non teknis. Komplikasi teknis yaitu munculnya masalah pada perangkat
mesin dialisis dan cairannya. Contoh kompliksi teknis yaitu:
1. Emboli udara: masuknya udara ke dalam sirkulasi darah yang disebabkan oleh
port heparin kurang rapat, sambungan AVBL yang kurang rapat, kelalaian dalam
pemberian obat melalui jalur intravena, tercabutnya fistula karena fiksasi kurang
kuat. Banyaknya udara yang kontak menyebabkan hemolisis masif. Ditangani

18
dengan hentikan hemodialysis, sirkulasikan darah dalam sirkuit dengan Qb
rendah, buang udara yang ada dalam sirkuit, pastikan bebas udara, sambungkan
lagi ke pasien jika memungkinkan
2. Blood leak: Masuknya komponen darah ke dalam komponen dialisat. Disebabkan
oleh rusaknya membrane semipermeable pada dialiser. Ditandai dengan muncul
alarm “blood leak” dan kompartemen dialisat dan selang dialisat berwarna merah.
Ditangani dengan hentikan sementara proses hemodialysis, lepaskan port dialisat
dari dialiser, masukan darah ke tubuh pasien, ganti dialiser baru dan lanjutkan
hemodialisis
3. Clotting: ditandai dengan warna lebih gelap pada dialiser dan atau pada blood line,
jika dibilas dengan cairan NaCl tampak gumpalan darah serta muncul alarm
dialisat “pressure max”. Kemungkinan penyebabnya adalah antikoagulan tidak
adekuat, Qb yang terlalu rendah, gangguan pembekuan darah dan adanya kontak
dengan udara yang masuk. Ditangani dengan lepaskan bloodline dari fistula dan
sambung ke cairan NaCL, masukkan darah ke tubuh pasien dengan perlahan, jika
terlalu banyak bekuan ganti dialiser dan bloodline baru, kaji penyebab terjadi
clotting, lanjutkan hemodialisis
4. High venous pressure: Ditandai dengan muncul alarm “venous pressure max”,
tekanan vena pada layar mesin menunjukkan angka di atas 300, bengkak di area
fistula vena. Disebabkan oleh penempatan jarum vena yang tidak tepat, clotting
pada bubble vena atau pada dialiser, kingkin vena line. Ditangani dengan cari
penyebab utamanya, jika masalah akses, lakukan reposisi akses, jika ada clotting
lakukan penanganan clotting kemudian lanjutkan hemodialisis
5. Low venous pressure: Ditandai dengan muncul alarm “venous pressure minimal”,
tekanan vena pada layar mesin menunjukkan angka negative, adanya gangguan
akses output/selang AVBL bergoyang. Disebabkan oleh penempatan jarum arteri
yang tidak tepat, aliran output kecil, hipovolemik, kingkin arteri line. Ditangani
dengan cari penyebab utamanya, jika masalah akses lakukan reposisi akses
kemudian lanjutkan hemodialisis
Komplikasi non teknis adalah munculnya masalah pada pasien. Komplikasi non
teknis yaitu
1. Hipotensi: Terjadi penurunan tekanan darah sistol sebesar 30mmHg atau tekanan
darah sistol dibawah 100 mmHg. Disebabkan oleh penurunan volume darah
karena UFR/ultrafiltrasi rate terlalu tinggi, target berat badan kering terlalu rendah,
minum obat antihipertensi sebelumnya, makan saat proses hemodialisis. Ditangani
dengan turunkan /matikan UFR, berikan NaCl 100-200 ml, ukur tekanan darah
setelah pemberian NaCl, jika tidak ada perubahan berikan NaCl sampai 500 ml.

19
Jika membaik lanjutkan hemodialisis namun jika tetap laporkan kepada dokter dan
cari penyebab lain.
2. Hipoglikemia: sering terjadi pada pasien CKD dengan diabetes mellitus dan
malnutrisi. Ditandai dengan tremor, keringat dingin, takikardi, sakit kepala.
Ditangani dengan hentikan hemodialisis sementara, ukur tekanan darah, periksa
gula darah, jika gula darah rendah lapor dokter untuk pemberian terapi gula secara
IV
3. Kram otot: terjadi Ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel sehingga ada perubahan keseimbangan elektrolit di dalam dan luar sel.
Ditangani dengan kaji adanya kemungkinan hipotensi, berikan pijatan peregangan
pada area yang kram
4. Mual muntah: kemungkinan penyebab dari hipotensi, uremia, hipertensi. Ditangani
dengan turunkan Qb, jika disebabkan hipotensi atasi hipotensinya serta kolaborasi
pemberian antiemetic
5. Nyeri dada: kemungkinan penyebabnya: iskemia, kecepatan bloodpump terlalu
tinggi. Ditangani dengan turunkan Qb, posisikan pasien nyaman, berikan oksigen,
serta konsul dokter jika nyeri belum berkurang

i) Adekuasi Hemodialisis
Adekuasi hemodialisis adalah ukuran kecukupan terapi hemodialisis yang dapat
membuat pasien merasa sehat seperti tidak menderita penyakit apapun. Pencapaian
kecukupan dosis hemodialisis penting untuk menjaga kondisi yang optimal dan
meningkatkan kualitas hidup pasien . Penilaian adekuasi hemodialisis secara kuantitatif
dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kt/V atau URR

Gambar 5. Rumus Adekuasi Hemodialisis (Sumber: Handout Adekuasi Hemodialisis,


2021)

20
Supaya sampel darah yang digunakan untuk menilai adekuasi benar, perlu
memperhatikan beberapa hal. Pengambilan sample untuk ureum dilakukan pra dan post
hemodialisis pada sesi yang sama. Sample darah pra hemodialisis diambil dari jarum
arteri fistulae needle (pada AVF) sebelum HD. Aspirasi 5 cc lalu dibuang (membuang
NaCl dan heparin), lalu ambil darah 5 cc untuk sample. Pada pasien yang menggunakan
CDL : ambil darah 5 cc di artery line dengan spuit , lalu buang spuit. Ambil spuit baru lalu
ambil sample darah 5 cc.
Sample darah pasca hemodialisis dengan cara bypass dialysate, atau dialysate
flow dibuat 0 atau serendah mungkin. UFR dinolkan. Turunkan Qb 100 ml/m , setelah 20
detik ambil darah dari artery line.
KDOQI merekomendasikan target Kt/V yang harus dicapai 1,4 atau URR 70%
pada pasien yang menjalani hemodialisis 3x/Minggu, 4 jam tiap sesi hemodialisis.
Sedangkan Pernefri memberikan rekomendasi untuk target Kt/V yang diinginkan adalah
1,8 yang ekuivalen dengan URR 80% pada pasien yang menjalani hemodialisis
2X/Minggu, 5 jam tiap sesi hemodialisis. Cara untuk meningkatkan adekuasi adalah
menaikkan Qb, mengurangi kenaikan berat badan antar dialisis serta menggunakan tipe
dialiser high flux membrane.

c. Konsep CKD pada Anak yang Menjalani Hemodialisis


a) Definisi CKD pada Anak
Berdasarkan Konsensus Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik pada Anak tahun
2017, Seorang anak dikatakan menderita Penyakit Ginjal Kronik/CKD apabila selama >3
bulan terdapat salah satu dari kriteria di bawah ini:
1. Abnormalitas struktur atau fungsi ginjal, dengan/ tanpa penurunan LFG, dengan
manifestasi satu atau lebih tanda:
a. Kelainan pada komposisi darah atau urin
b. Kelainan pada pencitraan ginjal dan saluran kemih
c. Kelainan pada biopsi ginjal
2. LFG < 60 ml/min/1.73 m2 dengan/ tanpa kerusakan ginjal seperti yang disebutkan
pada kriteria tersebut di atas.
Perlu diketahui bahwa pada populasi anak, kriteria ini dipakai untuk anak mulai
usia 2 tahun dan anak yang lahir dengan kelainan struktur ginjal mayor dapat disebut
CKD sebelum menunggu waktu 3 bulan.
LFG pada anak usia 1-18 tahun dihitung menggunakan formula Bedside Schwartz
Equation

eGFR =

21
Berdasarkan LFG, CKD pada anak diklsifikasikan sebagai berikut:

Gambar 6: Klasifikasi CKD pada Anak (Sumber: Konsensus Tatalaksana Penyakit Ginjal
Kronik pada Anak, 2017)

b) Etiologi dan Faktor Risiko CKD pada Anak


Penyebab CKD pada anak usia < 5 tahun paling sering adalah kelainan kongenital
misalnya displasia atau hipoplasia ginjal dan uropati obstruktif. Sedangkan pada usia > 5
tahun sering disebabkan oleh penyakit yang diturunkan (penyakit ginjal polikistik) dan
penyakit didapat (glomerulonefritis kronis). Kondisi berikut ini yang meningkatkan risiko
terjadinya CKD pada anak:
1. Riwayat keluarga dengan penyakit polikistik ginjal atau penyakit ginjal genetik
2. Bayi berat lahir rendah
3. Anak dengan riwayat Gagal ginjal akut, Hipoplasia atau displasia ginjal
4. Penyakit urologi terutama uropati obstruktif
5. Refluks verikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan parut ginjal
Riwayat menderita sindrom nefrotik atau sindrom nefritis akut
6. Riwayat menderita sindrom hemolitik uremik
7. Riwayat menderita Henoch Schoenlein Purpura, Diabetes Melitus, Lupus
Eritrematosus Sistemik dan Hipertensi

c) Patofisiologi CKD pada Anak


Respon ginjal pada CKD pada umumnya sama walaupun etiologi berbeda. Pada
awal penyakit, ginjal beradaptasi terhadap kerusakan dengan meningkatkan LFG oleh
nefron normal yang tersisa, namun makin lama menyebabkan kerusakan glomerulus
progresif akibat peningkatan tekanan hidrostatik pada dinding kapiler dan efek toksik
protein yang melintasi dinding kapiler. Seiring berjalannya waktu, jumlah nefron yang
sklerosis akan semakin banyak, sehingga terjadi peningkatan beban ekskresi pada nefron

22
yang masih bertahan. Kondisi ini akan terus berulang dan semakin banyak nefron yang
rusak hingga berakhir dengan CKD.
Proteinuria pada CKD merupakan tanda penting kerusakan ginjal. Proteinuria
berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein yang melintasi dinding kapiler
glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi migrasi monosit/makrofag dan dengan
peran berbagai sitokin terjadi sklerosis glomerulus dan fibrosis tubulointerstisial.
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan progresivitas penyakit karena
menyebabkan nefrosklerosis arteriolar dan menambah cedera akibat hiperfiltrasi.
Hiperfosfatemia menyebabkan pembentukan ikatan kalsium fosfat yang mengendap di
interstisial ginjal dan pembuluh darah. Hiperlipidemia mempengaruhi fungsi glomerulus
dengan menimbulkan cedera yang diperantarai zat oksidan.

d) Manifestasi Klinis CKD pada Anak


Berdasarkan Konsensus Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik pada Anak tahun
2017, manifestasi klinis yang muncul sebagai berikut
1. Gejala awal (CKD stage 1) biasanya tidak spesifik, bisa didaptakan LFG normal,
proteinuria dengan/ tanpa hipertensi ringan
2. Gejala spesifik (CKD stage 1,2,3) berupa poliuria, nokturia, polidipsi (diabetes
nefritogen) gangguan pertumbuhan, anemia refrakter, edema wajah, kulit kering dan
gatal, artralgia, mialgia dan paraestesia
3. Gejala sindrom uremia (CKD stage 4,5 dan lanjut) berupa :
1) Gangguan gastrointestinal: mual, muntah
2) Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, gagal jantung
3) Gangguan Sistem Saraf Pusat: kejang, kelemahan otot
4) Gangguan ekskresi: oliguria, hiperkalemia
5) Gangguan mineral dan tulang/mineral bone disease (MBD): renal osteodystrophy
4. Gejala akhir (CKD stage 4,5 dan tahap terminal)
1) Proteinuria persisten adalah suatu keadaan di mana ekskresi protein urin tetap
positif pada dua atau lebih pemeriksaan yang dilakukan dengan jarak sedikitnya
2 minggu
2) Oliguria
3) Hipertensi kronik merupakan komorbid yang sering terjadi pada anak dengan
CKD. Hipertensi terjadi akibat overload cairan, aktivasi renin angiotensin,
hiperaktivasi simpatik, disfungsi endothelial dan hiperparatiroid kronis.
4) Anemia refrakter terjadi ketika fungsi renal turun di bawah 15%, namun anemia
frekuensinya meningkat pada anak dengan CKD. Anemia pada anak dengan
penyakit ginjal kronis terjadi akibat multi faktor yang saling berhubungan, antara

23
lain lama hidup eritrosit akan lebih singkat seiring peningkatan kadar blood urea
nitrogen (BUN), adanya intestinal blood loss.
5) Asidosis metabolik biasanya terjadi jika LFG Asidosis metabolik berpengaruh
buruk terhadap fungsi sel dan berkontribusi meningkatkan morbiditas dan
mortalitas
6) Osteodistrofi renal dapat terjadi akibat asidosis metabolis kronis yang
menyebabkan perubahan komposisi ion, resorbsi dan deposisi tulang.
Gangguan pembentukan vitamin D di ginjal. Retensi fosfat dan hipokalsemia
merangsang hiperparatiroid sekunder yang menyebabkan bone turnover cepat
sehingga terjadi abnormalitas arsitektur tulang, epifiseal displacement dan
fraktur.
7) Gangguan tumbuh kembang akibat gangguan elektrolit, prematuritas karena
intoleransi makanan, muntah berulang dan respon inadekuat terhadap
manajemen nutrisi. Gangguan hormone mempengaruhi pertumbuhan seperti
growth hormone dan somatotropin.
8) Infeksi berulang
9) Sindrom uremia kronik terjadi akibat retensi produk nitrogen sehingga
menyebabkan anoreksia, mual, muntah dan stomatitis uremia, tanpa
didapatkan adanya bukti agen spesifik atau toksin uremik sebagai penyebab.
10) Sindrom renokardial menyebabkan kematian 1000 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan populasi normal. Kejadian sindroma renokardial melibatkan mekanisme
neurohumoral dan hemodinamik yang berhubungan dengan penyakit ginjal
kronis. Adanya penyakit gagal jantung melalui low cardiac output menyebabkan
pengisian aliran darah arteri rendah sehingga terjadi injuri ginjal.

e) Strategi Pengelolaan CKD pada Anak


Menurut Konsensus Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik pada Anak tahun 2017,
tujuan utama pengelolaan CKD pada anak adalah menghambat laju progresifitas
gangguan anatomis dan fungsi ginjal yang kronik dan sambil mempertahankan kualitas
hidup anak dengan CKD sesuai potensinya. Strategi pengelolaan PGK terdiri dari:
1. Terapi konservatif:
1) Menghambat terjadinya gagal ginjal terminal
 Diet cukup kalori, restriksi protein (Lampiran 1.)
 Terapi gangguan reversible seperti infeksi (ISK), hipertensi
 Menghindari obat nefrotoksik
 Pemberian antioksidan, ARB, ACE inhibitor
2) Koreksi gangguan reversibel PGK
24
 Keseimbangan elektrolit, air, asam-basa
 Terapi hipertensi, gagal jantung
 Terapi anemia: preparat Fe, transfusi PRC, preparat eritropoetin
 Terapi infeksi, pencegahan sepsis
 Pencegahan dan pengobatan osteodistrofi renal dengan diet rendah fosfat,
preparat kalsium, vitamin D3, preparat Al(OH)3 untuk mengikat PO4
3) Psikoterapi
4) Koreksi bedah, terutama untuk etiologi yang berhubungan dengan obstruksi
urologis
2. Terapi pengganti ginjal
1) Hemodialisis
 Hemodialisis bukan pilihan yang tepat untuk anak berusia kurang dari 5 tahun.
Target hemodialysis 3x/minggu yang setara dengan eGFR 10-20%. Kt/V 1,2 –
1,4 dan URR 65%. Untuk akses hemodialysis yang direkomendasikan adalah
native arteriovenous fistula dan hendaknya dibuat 6-12 bulan sebelum
hemodialisis dimulai. Ukuran jarun saat inisiasi adalah 17 G, saat AVF sudah
terbentuk gunakan jarum 16 atau 14 G dan gunakan cream anastesi sebelum
insersi. Jika menggunakan CDL berukuran 7-8 Fr.
 Berat badan kering pada anak adalah berat badan post hemodialisis, mendekati
euvolemik, tanpa tanda dehidrasi atau overhidrasi setelah selesai hemodialisis.
Untuk mencapai berat badan kering ultrafiltration rate tidak boleh lebih dari 1.5
± 0.5% BB per jam (tidak lebih dari 5% BB per treatment).
 Total extracorporeal blood volume (needles,tubing, and dialiser) adalah kurang
dari 10% total blood volume (TBV) pasien.
 TBV adalah 100 ml/kg BB untuk neonatus (usia <1 bln) ; 80 ml/kg BB untuk
bayi dan anak-anak sampai usia 16 tahun.
 Ukuran dialiser tergantung luas permukaan tubuh pasien. Rasio dialiser surface
area : body surface area adalah 0,8 – 1. Misal luas permukaan tubuh 1,1 m2
maka pakai dialiser elisio Nipro 110H atau 90H
 Qb untuk hemodialisis awal : 3 mL/kgBB, untuk hemodialisis selanjutnya 5-8
mL/min/kgBB
 Lama HD : 3 sampai 4 jam, frekuensinya 3 kali seminggu
 Bolus heparin 30 iu/kgBB dilanjutkan 10 iu/kgBB/jam. Atau continuos heparin
20-30 iu/kgBB dengan target INR : 1,25 – 1,5 atau PTT : 120 sd 160. Heparin
dihentikan 30 menit sebelum selesai HD

25
 Contoh preskripsi hemodialisis anak

Gambar 7: Contoh Preskripsi Hemodialisis Anak (Sumber: Handout Hemodialisis


pada Anak, 2021)

2) Peritoneal dialisis
Peritoneal dialisis adalah pilihan utama untuk anak usia dibawah 2 tahun dan berat
badan kurang 10 kg. Terapi ini dipilih untuk anak yang lokasi jauh dari fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyediakan hemodialysis serta pasien yang
menunggu waktu transplantasi ginjal. Tidak boleh dilakukan pada anak dengan
kelainan kongenital omphalocele, gastroschisis, hernia diafragmatika dan fungsi
membrane peritoneal yang buruk. Terapi ini dimulai setelah 2-6 minggu
pemasangan cateter peritoneal. Cairan yang digunakan adalah glukosa dengan
konsentrasi rendah (1,5%). Volume cairan yang digunakan disesuaikan dengan
luas permukaan tubuh, dimulai dengan 300-500ml/m2LPT dan dinaikkan secara
bertahap dengan frekuensi pengisian 4-8x/hari. Komplikasi yang bisa muncul
antara lain perdarahan, perforasi organ berongga, kesulitan drainase dan
peritonitis.
3) Transplantasi ginjal
Merupakan terapi pengganti ginjal yang utama pada anak dengan CKD tahap
akhir. Keberhasilan transplantasi ginjal pada anak tidak hanya mengubah sibdrom
uremia tetapi juga memperbaiki keterlambatan tumbuh kembang, maturasi
seksual, perbaikan kognitif dan fungsi psikososial. Anak yang mendapat
transplantasi ginjal bertahan hidup lebih lama daripada anak yang menjalani
dialysis.

d. Konsep Asuhan Keperawatan CKD on Hemodialisis Pada Anak


Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak harus dilakukan dengan
teknik atraumatic care. Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam
lingkungan oleh seseorang melalui penggunaan intervensi yang menghilangkan atau
26
memperkecil distres psikologis dan fisik yang dialami oleh anak-anak dan keluarga
mereka dalam sistem pelayanan kesehatan. Perhatian khusus pada anak sebagai
individu yang masih dalam usia tumbuh kembang sangat penting karena masa anak-anak
merupakan proses menuju kematangan, yang mana jika proses menuju kematangan
tersebut terdapat hambatan atau gangguan maka anak tidak akan mencapai kematangan
(Yuliastati, 2016)
a) Pengkajian Keperawatan
Data yang harus ada pada pengkajian pada pasien anak dengan CKD antara lain
1. Biodata: data anak ditulis lengkap supaya tidak tertukar dengan pasien lain
2. Keluhan utama: keluhan yang paling berat dirasakan oleh anak misalnya sesak
nafas, badan bengkak , mual dan muntah, gatal sebagai manifestasi klinis dari
CKD.
3. Riwayat penyakit sekarang: keluhan yang dikemukakan anak sampai dibawa ke
RS dan masuk ke ruang perawatan, komponen ini terdiri dari PQRST
1) P/Provoke and Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya
penyakit, hal yang meringankan atau memperberat keluhan
2) Q/Quality and Quantity merupakan gambaran dari kualitas dan jumlah
keluhan yang muncul
3) R/Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah keluhan
4) S/Serverity/Scale derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
5) T/Time waktu munculnya keluhan, lama dan frekensinya.
4. Riwayat penyakit dahulu: kaji riwayat anak lahir dengan berat badan rendah,
riwayat gagal ginjal akut sebelumnya, dysplasia ginjal, glomerulonephritis,
Henoch Schoenlein Purpura, Diabetes Melitus, Lupus Eritrematosus Sistemik,
batu saluran kemih dan Hipertensi,
5. Riwayat kesehatan keluarga: kaji adanya riwayat penyakit polikistik ginjal,
Diabetes Mellitus dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit
gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Kaji pola kesehatan
keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum
jamu saat sakit.
6. Riwayat Psikososial: kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika anak memiliki
koping adaptif yang baik. Apabila muncul koping maladaptive akan tampak diam,
murung dan enggan bersosialisasi.
7. Pola aktivitas sehari
1) Pola nutrisi: kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan
makanan atau tidak, frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari serta
adanya anoreksia dan mual/muntah.

27
2) Pola Eliminasi: kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah,
konsistensi, serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang
berhubungan dengan pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan pola
eleminasi penurunan urin, anuria, oliguria, abdomen kembung, diare atau
konstipasi
3) Pola istirahat tidur: kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam,
apakah ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat
4) Personal Hygiene: kaji kebersihan diri seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut,
dan memotong kuku.
5) Aktifitas: kaji kebiasaan sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Apakah mandiri atau masih tergantung dengan orang lain.
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital biasanya tampak lemah, tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system
saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering dipakai RR meningkat,
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif
9. Pemeriksaan B1-B6
1) Sistem Pernafasan (Breathing) B1 Klien bernafas dengan bau urine sering
didapat pada fase ini. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbondioksida yang menumpuk di sirkulasi
2) Sistem Kardiovaskuler (Blood) B2 Didapat tanda dan gejala gagal jantung
kongestif. Tekanan darah meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi,
nyeri dada dan sesak nafas. Gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi.
Pada hematologi sering didapat adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin.
3) Sistem Persarafan (Brain) B3 Didapatkan penurunan tingkat kesadaran,
difungsi serebral, seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, kram otot, dan nyeri otot.
4) Sistem Perkemihan (Bladder) B4 Penurunan pengeluaran urine < 400 ml/hari,
sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
5) Sistem Pencernaan (Bowel) B5 Didapatkan adanya mual dan muntah,
anoreksia, bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran
cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. 7.
6) Sistem Muskuloskeletal (Bone) B6 Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit
kepala, kram otot, nyeri kaki. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum dari anemia.

28
b) Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Diagnosis
keperawatan yang sering muncul saat hemodialisis adalah sebagai berikut:
Diagnosis Keperawatan Predialisis
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dibuktikan
dengan peningkatan berat badan, edema perifer, dyspnea
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindroma hipoventilasi, posisi tubuh
yang menghambat ekspansi paru dibuktikan dengan sesak napas, pola napas
abnormal, penggunaan oto bantu pernapasan
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya jalan napas buatan
dibuktikan dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi dibuktikan dengan PCO2 abnormal, PO2 abnormal, pH darah abnormal
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis (iskemia) dibuktikan
dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, tekanan darah nadi dan respirasi
meningkat
6. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimia dibuktikan dengan mengeluh
mual, merasa ingin muntah, tidak minat dengan makanan
7. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual, kurangnya asupan makanan dibuktikan
dengan penurunan berat badan 10% dari berat badan ideal, nafsu makan menurun
8. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan dengan CRT lebih dari 3 detik, nadi menurun, akral dingin,
edema, warna kulit pucat
9. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik
dibuktikan dengan pertumbuhan fisik terganggu, tidak mampu melakukan
ketrampilan sesuai usia
10. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anggota keluarga dibuktikan dengan tidak mampu beradaptasi terhadap situasi,
tidak mampu berkomunikasi secara terbuka

29
Diagnosis Keperawatan Intradialisis
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dibuktikan dengan glukosa darah ikut
terdifusi intradialisis
2. Risiko perdarahan dibuktikan dengan gangguan gastrointestinal, efek agen
farmakologis (heparin)
3. Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan, hipotensi
4. Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kegagalan mekanisme regulasi
(ketidakcukupan volume cairan intravaskular)
5. Risiko konfusi akut dibuktikan dengan gangguan fungsi metabolik saat intradialisis
(kadar ureum otak yang lebih tinggi daripada kadar ureum serum)

Diagnosis Keperawatan Postdialisis


1. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis CKD dibuktikan dengan
mengeluh lelah, lesu, kurang tenaga
2. Risiko perdarahan dibuktikan dengan gangguan gastrointestinal, efek agen
farmakologis (heparin)
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi ginjal kronis,
glukosa ikut terdifusi dibuktikan dengan mengantuk, pusing, penurunan kadar
glukosa dalam darah

30
c) Rencana Asuhan Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Hipervolemia  Keseimbangan cairan Manajemen hipervolemia
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
 Gangguan mekanisme regulasi selama …… jam maka Keseimbangan  Periksa tanda dan gejala hipervolemia (ortopnea,
 Kelebihan asupan cairan dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
Cairan membaik dengan kriteria hasil:
 Kelebihan asuoan natrium hepatojugular positif, suara nafas tambahan)
 Gangguan aliran balik vena  Asupan cairan
 Identifikasi penyebab hipervolemia
Dibuktikan dengan:  Haluaran urin  Monitor status hemodinamik (frekuensi jantung,
Gejala dan Tanda Mayor:  Kelembapan membran mukosa tekanan darah, MAP, CAP, PAP, PIMP, CO, CI), jika
Subjektif:
 Asupan makanan tersedia
 Ortopnea
 Dispnea  Edema  Monitor intake dan output cairan
 Paroxymal nocturnal dyspnea (PND)  Dehidrasi Terapeutik
Objektif:  Asites  Batasi asupan cairan dan garam
 Edema anasarka dan atau edema perifer  Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°
 Konfusi
 Berat badan meningkat dalam waktu singkat Edukasi
 Jugular venous pressure (JVP) dan atau central venous  Tekanan darah
 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
pressure (CVP) meningkat  Denyut nadi radial
haluan cairan
 Refleks hepatojugular positif  Tekanan arteri rata-rata
Gejala dan Tanda Minor:  Ajarkan cara membatasi cairan
 Membran mukosa Kolaborasi
Subjektif: -
Objektif:  Mata cekung  Kolaborasi pemberian deuretik
 Distensi vena jugularis  Turgor kulit Manajemen hemodialisis
 Terdengar suara nafas tambahan  Berat badan Observasi
 Hepatomegali  Monitor tanda-tanda vital, tanda-tanda perdarahan dan
 Kadar Hb/Ht turun
respon selama hemodialisis
 Oliguria
Terapeutik
 Kongesti paru
 Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/kronis, sindrom  Atur filtrasi sesuai kebutuhan penarikan kelebihan
nefrotik cairan
 Hipoalbuminemia  Ambil sampel darah untuk mengevaluasi keefektifan
 Gagal jantung kongestif hemodialisis

31
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Pola napas tidak efektif  Pola napas Manajemen jalan napas
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
 Depresi pusat pernapasan selama …… jam maka Pola napas  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
 Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas,
membaik dengan kriteria hasil: napas)
kelemahan otot pernapasan)
 Deformitas dinding dada  Ventilasi semenit  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
 Deformitas tulang dada  Kapasitas vital mengi, wheezing, ronkhi kering)
 Gangguan neuromuskular  Diameter thoraks anterior-posterior  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram [EEG]
 Tekanan ekspirasi Terapeutik
positif, cedera kepala, gangguan kejang)
 Imaturitas neuroologis  TekanaN inspirasi  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
 Penurunan energi  Dispnea head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
 Otositas  Penggunaan otot bantu napas
 Posisi tibuh yang menghambat ekspansi paru trauma servikal)
 Pemanjangan fase ekspirasi
 Sindrom hipoventilasi  Posisikan semi fowler atau fowler
 Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke  Ortopnea
 Berikan minum hangat
atas)  Pernapasan pursed-lip
 Cedera pada medula spinalis  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Pernapasan cuping hidung
 Efek agen farmakologis
 Frekuensi napas
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Kecemasan  Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
Dibuktikan dengan:  Kedalaman napas
Gejala dan Tanda Mayor:  Ekskursi dada endotrakeal
Subjektif:  Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
 Dispnea McGill
Objektif:
 Penggunaan otot bantu pernapasan  Berikan oksigen, jika perlu
 Fase ekspirasi memanjangc Edukasi
 Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea,  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
Gejala dan Tanda Minor:
kontraindikasi
Subjektif:  Ajarkan batuk efektif
 Ortopnea Kolaborasi
Objektif: Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekpetoran,
 Pernapasan pursed-lip
 Pernapasan cuping hidung mukolitik, jika perlu
 Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
 Ventilasi semenit menurun
 Kapasitas vital menurun
 Tekanan ekspirasi menurun

32
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif  Bersihan jalan napas Manajemen Jalan Napas
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
Fisiologis selama …… jam diharapkan Bersihan  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
 Spasme jalan napas usaha napas)
 Hipersekresi jalan napas jalan nafas meningkat dengan kriteria
 Monitor bunyi napas tambahan (mis.gurgling,
 Disfungsi neuromaskuler hasil:
mengi, wheezing, ronkhi kering)
 Adanya jalan napas buatan  Batuk efektif  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Sekresi yang tertahan  Produksi sputum
 Hiperplasia dinding jalan napas Terapeutik
 Proses infeksi
 Wheezing  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
 Respon alergi  Dyspnea head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
 Efek agen farmakologis (mis.anestesi)  Orthopnea trauma servikal)
Situasional  Sulit bicara  Posisikan semi-fowler atau fowler
 Merokok aktif  Gelisah  Berikan minum hangat
 Merokok pasif  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Terpajan polutan  Frekeunsi nafas
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
Dibuktikan dengan:
Gejala dan Tanda Mayor:
detik
Subjektif: (tidak tersedia)  Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
Objektif: endotrakeal
 Batuk tidak efektif  Keluarkan sumbatan benda padat dengan
 Tidak mampu batuk forsep McGill
 Sputum berlebih  Berikan oksigen, jika perlu
 Mengi, wheezing dan/ronkhi kering Edukasi
 Mekonium di jalan napas (pada neonatus)  Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Gejala dan Tanda Minor:
 Ajarkan teknik batuk efektif
Subjektif:
 Dispnea Kolaborasi
 Sulit bicara  Kolaborasi pemberian bronkodilator,
 Ortopnea ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Objektif:
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun
 Frekuensi napas berubah

33
 Pola napas berubah

Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Gangguan pertukaran gas  Pertukaran gas Terapi oksigen
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
 Ketidakseimbagan ventilasi-perfusi keperawatan selama …… jam,  Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi lat terapi oksigen
 Perubahan membrn alveolus-kapiler diharapkan Pertukaran gas
 Monitor aliran oksien secara periodic dan pastikan
Dibuktikan dengan: meningkat dengan kriteria hasil: fraksi yang diberikan cukup
Gejala dan Tanda Mayor:  Tingkat kesadaran  Monitor efektifitas teapi oksigen (mis.oksimetri, analisa
Subjektif:  Dyspnea gas darah), jika perlu
 Dyspnea  Bunyi nafas tambahan  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Objektif:  Pusing  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 PCO2 meningkat/menurun  PCO2  Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
 PO2 menurun  PO2 ateleksis
 Takikardia  Takikardia  Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 pH arteri meningkat/menurun  pH Arteri  Monitor intregitas mukosa hidungakiat pemasangan
oksigen
 Bunyi napas tambahan  Warna kulit
Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor:  Bersihkan sekret pada mulu, hidung dan trakea, jika
Subjektif: perlu
 Pusing  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Penglihatan kabur  Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
Objektif:  Berikan oksigen tambahn, jik perlu
 Sianosis Edukasi
 Diaphoresis  Tetap berikanoksigen yang sesuai dengan tingkat
 Gelisah mobilitas pasien edukasi ajarkan pasien dan keluarga
 Napas cuing hidung
cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
 Pola napas abnormal (cepat/lambat,
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
regular/ireguler, dalam/dangkal)  Kolaborasi pengguanaan oksigen saat aktivitas
 Warna kulit abnormal (mis.pucat, dan/tidur
kebiruan)
 Kesadaran menurun

34
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nyeri akut  Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
 Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, keperawatan selama …… jam  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
iskemia, neoplasma) diharapkan Tingkat nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
 Agen pencedra kimiawi (mis. Terbakar, bahan dengan kriteria hasil:  Identifikasi skala nyeri
kimia iritan)
 Agen pencidra fisik (mis. Abses, trauma,
 Kemampuan menuntaskan  Identifikasi respon nyeri non verbal
aktivitas  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat,prosedur operasi,trauma, latihan fisik  Keluhan nyeri nyeri
berlebihan  Meringis  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Dibuktikan dengan  Sikap protektif  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Gejala dan Tanda Mayor:  Gelisah  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Subjektif:  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
(Tidak tersedia)
 Kesulitan tidur
 Menarik diri diberikan
Objektif:  Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Tampak meringis  Berfokus pada diri sendiri
Terapeutik
 Bersikap protekstif (misalnya waspada, posisi  Diaforesis  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
menghindari nyeri)  Perasaan depresi (tertekan)
 Gelisah rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
 Perasaan takut mengalami musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
 Frekuensi nadi meningkat
cidera berulang imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
 Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor:  Anoreksia bermain)
Subjektif:  Ketegangan otot  Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(Tidak tersedia)  Pupil dilatasi (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Objektif:  Muntah  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Tekanan darah meningkat  Mual  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Frekuensi nadi pemilihan strategi meredakan nyeri
 Proses pikir terganggu  Pola napas Edukasi
 Menarik diri  Tekanan darah  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Berfokus pada diri sendiri  Proses berpikir  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Diaforesis  Focus  Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Fungsi berkemih  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Perilaku  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Nafsu makan
Kolaborasi
 Pola tidur
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

35
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nausea  Tingkat Nausea Manajemen mual
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
 Gangguan biokimiawi keperawatan selama …… jam  Identifikasi pengalaman mual
 Faktor agen farmakologis diharapkan tingkat nausea menurun  Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
 Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
Dibuktikan dengan: dengan kriteria hasil:
 Identifikasi faktor penyebab mual
Gejala dan Tanda Mayor:  Nafsu makan  Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual
Subjektif:  Keluhan mual  Monitor mual
 Mengeluh mual  Perasaaan ingin muntah  Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Merasa ingin muntah  Perasaan asam di mulut Terapeutik
 Tidak berminat makan  Sensasi panas  Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual
Objektif:  Sensasi dingin  Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
 Tidak tersedia  Frekuensi menelan mual
Gejala dan Tanda Minor:  Diaphoresis  Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
Subjektif:  Jumlah saliva menarik
 Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak
 Merasa asam dimulut  Takikardi
berbau dan berwarna, jika perlu
 Sensasi panas dingin
Edukasi
 Sering menelan  Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Objektif:  Anjurkan sering membersikan mulut, kecuali jika
 Saliva meningkat merangsang mual
 Pucat  Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan
 Diaforesis rendah lemak
 Takikardia  Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
 Pupil dilatasi untuk mengatasi mual
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antlemetik, jika perlu

36
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Defisit Nutrisi  Status Nutrisi Manajemen nutrisi
Setelah dilakukan asuhan Observasi
Berhubungan dengan (penyebab):
keperawatan selama …… jam
 Ketidakmampuan menelan makanan  Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi meningkat
 Ketidakmampuan mencerna makanan dengan kriteria hasil:  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient  Porsi makan yang dihabiskan  Identifikasi makanan yang disukai
 Peningkatan kebutuhan metabolism  Kekuatan otot pengunyah  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)  Kekuatan otot menelan  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
 Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk  Serum albumin  Monitor asupan makanan
makan)  Verbalisasi keinginan untuk  Monitor berat badan
Dibuktikan dengan: meningkatkan nutrisi  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Pengetahuan tentang pilihan Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor:
makanan yang sehat
Subjektif:  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Pengetahuan tentang pilihan
(Tidak tersedia) minuman yang sehat  Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Objektif:  Pengetahuan tentang pilihan Piramida makanan)
 Berat badan menurun minimal 10% di bawah asupan nutrisi yang tepat  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
rentang ideal  Penyiapan dari penyimpanan sesuai
Gejala dan Tanda Minor: makanan yang aman  Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
Subjektif:  Penyiapan dari penyimpanan konstipasi
 Cepat kenyang setelah makan  minuman yang aman  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Sikap terhadap  Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Kram/nyeri abdomen 
makanan/minuman sesuai
 Nafsu makan menurun   Hentikan pemberian makan melalui selang
dengan tujuan kesehatan
 Objektif:  Perasaan cepat kenyang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
 Bising usus hiperaktif  Nyeri abdomen Edukasi
 Otot pengunyah lemah  Sariawan  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Otot menelan lemah  Rambut rontok  Ajarkan diet yang diprogramkan
 Membran mukosa pucat  Diare Kolaborasi
 Sariawan  Berat badan  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
 Serum albumin turun  Indeks massa tubuh (IMT) (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
 Frekuensi makan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
 Rambut rontok berlebihan
 Nafsu makan
 Diare jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika
 Bising usus
 Tebal lipatan kulit trisep perlu
 Membrane mukosa

37
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Perfusi perifer tidak efektif  Perfusi perifer Perawatan Sirkulasi
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
 Hiperglikemia keperawatan selama ……  Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema,
 Penurunan konsentrasi Hb
jam diharapkan perfusi pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index)
 Peningkatan tekanan darah Terapeutik
 Kekurangan volume cairan perifer meningkat dengan
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
 Penurunan aliran arteri dan atau vena kriteria hasil: area keterbatasan perfusi
 Kurang terpapar informasi tentang factor  Denyut nadi perifer  Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
pemberat(misalnya merokok, gaya hidup monoton,  Warna kulit pucat
trauma,obesitas asupan gram, imobilitas) pada keterbatasan perfusi
 Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit
 Edema perifer Edukasi
(misalnya diabetes mellitus, hyperlipidemia)  Nyeri ekstremitas  Anjurkan berhenti merokok
 Kurang aktivitas fisik  Bruit femoralis  Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah
Dibuktikan dengan:  Pengisian kapiler secara teratur
Gejala dan Tanda Mayor:  Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
 Akral
Subjektif: dilaporkan( mis. rasa sakit yang tidak hilang saat
(tidak tersedia)  Turgor kulit
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
Objektif:  Indeks ankle-brachial
Transfusi Darah
 a. pengisian kapiler >3 detik
 b. nadi perifer menurun atau tidak teraba
Observasi
 c. akral teraba dingin  Monitor tanda-tanda vital sebelum, selama dan
 d. warna kulit pucat setelah transfusi (tekanan darah, nadi, suhu dan
 e. turgor kulit menurun frekuensi napas)
Gejala dan Tanda Minor:
 Monitor tanda kelebihan cairan (dyspnea, takikardi,
Subjektif:
 a. parastesia tekanan darah meningkat)
 b. nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)  Monitor reaksi transfusi
Objektif: Terapeutik
 a. edema
 Lakukan pengecekan ganda pada label darah
 b. penyembuhan luka lambat
 c. indeks ankle-brachial <0,90 Edukasi
 bruit femoral  Jelaskan tujuan dan prosedur transfusi
 Jelaskan tanda dan gejala reaksi transfusi yang perlu
dilaporkan (gatal, pusing, sesak napas, nyeri dada)

38
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Gangguan tumbuh kembang  Status perkembangan Perawatan Perkembangan
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
 Efek ketidakmampuan fisik keperawatan selama …… jam  Identifikasi pencapaian tugas perkembangan
 Keterbatasan lingkunggan diharapkan status perkembangan anak
 Inkonsistensi respon membaik dengan kriteria hasil: Terapeutik
 Pengabaian  Keterampilan / perilaku  Berikan sentuhan yang bersifat gantle dan
 Terpisahdari orang tua dan/atau orang terdekat
sesuai usia tidak ragu – ragu
 Defisiensi Stimulus
 Kemampuan melakukan  Minimalkan nyeri
Dibuktikan dengan:
Gejala dan Tanda Mayor: perawatan diri  Minimalkan kebisingan ruangan
Subjektif:  Respon sosial  Sediakan aktivitas yang memotivasi anak
Tidak tersedia  Kontak mata berinteraksi dengan anak lain
Objektif:  Kemarahan  Dukung partisipasi anak disekolah,
 Tidak mampu melakukan keterampilan atau  Regresi ekstrakulikuler dan aktivitas komunitas
perilaku khas sesuai usia (fisik, Bahasa, motoric,  Afek Edukasi
psikososial)  Pola tidur  Jelaskan pada orang tua dan/atau pengasuh
 Pertumbuhan fisik terganggu tentang millestone perkembangan anak dan
Gejala dan Tanda Minor: perilaku anak
Subjektif:
 Anjurkan orang tua berinteraksi dengan
(Tidak tersedia)
Objektif: anaknya
 Tidak mampu melakukan perawatan diri sesua  Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
iusia  Ajarkan anak Teknik asertif
 Afek datar Kolaborasi
 Respon social lambat  Rujuk untuk konseling, bila perlu
 Kontak mata terbatas
 Nafsu makan menurun
 Lesu
 Mudah marah
 Regresi
 Pola tidur terganggu (pada bayi)

39
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Gangguan Proses Keluarga  Proses keluarga Terapi keluarga
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
 Perubahan status kesehatan anggota keluarga keperawatan selama …… jam  Identifikasi riwayat kesehatan keluarga
 Perubahan finansial keluarga diharapkan proses keluarga  Identifikasi cara keluarga memecahkan
 Perubahan status sosial keluarga membaik dengan kriteria hasil: masalah
 Perubahan interaksi dengan masyarakat  Adaptasi keluarga terhadap  Identifikasi kekuatan/sumber daya keluarga
 Krisis perkembangan situasi Terapeutik
 Transisi perkembangan  Kemampuan keluarga  Fasilitasi diskusi keluarga
 Peralihan pengambil keputusan dalam keluarga berkomunikasi secara  Fasilitasi strategi menurunkan stress
 Perubahan peran keluarga terbuka dengan anggota  Diskusikan cara terbaik dalam menangani
 Krisis situasional
keluarga disfungsi perilaku dalam keluarga
 Transisi situasional
 Kemampuan keluarga Edukasi
Dibuktikan dengan:
memenuhi kebutuhan fisik  Anjurkan berkomunikasi lebih efektif
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif: anggota keluarga  Anjurkan anggota keluargamempriorotaskan
(Tidak tersedia)  Kemampuan keluarga dan memilih masalah keluarga
Objektif: memenuhi kebutuhan  Anjurkan semua anggota keluarga
 Keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap emosional anggota keluarga berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga
situasi  Kemampuan keluarga bersama-sama
 Tidak mampu berkomunikasi secara terbuka mencari bantuan secara
diantara anggota keluarga tepat
Gejala dan Tanda Minor:  Aktivitas mendukung
Subjektif: keselamatan keluarga
 Keluarga tidak mampu mengungkapkan  Aktivitas mendukung
persaan secara leluasa Pertumbuhan keluarga
Objektif:
 Keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan
fisik/emosional/spiritual anggota keluarga
 Keluarga tidak mampu mencari atau menerima
bantuan secara tepat

40
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah  Kestabilan kadar glukosa Manajemen hipoglikemia
Dibuktikan dengan faktor resiko : darah Observasi
 Kurang terpapar informasi tentang Setelah dilakukan asuhan  Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
manejemen diabetes keperawatan selama …… jam  Identifikasi kemungkinan penyebab
 Ketidaktepatan pemantaun glukosa darah diharapkan kestabilan kadar hipoglikemia
 Kurang patuh pada rencana manejemen glukosa darah meningkat dengan Terapeutik
diabetes kriteria hasil:  Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
 Manajemen medikasi tidak terkontrol  Koordinasi  Berikan glukogon, jika perlu
 Kehamilan  Kesadaran  Berikan karbohidrat kompleks dan protein
 Periode pertumbuhan cepat  Mengantuk sesuai diet
 Stres berlebihan  Pusing  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Penambahan berat badan  Lelah/lesu  Pertahankan akses iv, jika perlu
 Kurang dapat menerima diagnosis  Keluhan lapar  Hubungi layanan medis darurat jika perlu
 Gemetar Edukasi
 Berkeringat  Anjurkan membawa karbohidrat sederhana
 Mulut kering setiap saat
 Rasa haus  Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
 Perilaku aneh  Anjurkan monitor kadar glukosa darah
 Kesulitan bicara Kolaborasi
 Kadar glukosa dalam darah  Kolaborasi pemberian dektrose, jika perlu
 Kadar glukosa dalam urin  Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu
 Palpitasi

41
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko Perdarahan  Tingkat Perdarahan Pencegahan Perdarahan
Dibuktikan dengan faktor resiko : Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
 Aneurisma selama …… jam maka Tingkat  Monitor tanda dan gejala perdarahan
 Gangguan gastrointestinal Perdarahan Menurun dengan kriteria  Monitor nilai hematokrit/ hemoglobin sebelum dan
 Gangguan koagulasi hasil: setelah kehilangan darah
(.Trombositopenia)  Kelembapan membran mukosa  Monitor tanda- tanda vital ortostatik
 Efek agen farmakologis meningkat  Monitor koagulasi (mis. Prothrombn time (PT), partial
 Kurang terpapar informasi  Kelembapan kulit meningkat thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin
tentang pencegahan  Kognitif meningkat dan/ atau platelet
perdarahan  Hematemesis menurun Terapeutik
 Perdarahan anus menurun  Pertahankan bed rest selama perdarahan
 Hemoglobin membaik
 Batasi tindakan invasif, jika perlu
 Hematokrit membaik
 Gunakan kasur untuk pencegahan dekubitus
 Tekanan darah membaik
 Denyut nadi apikal membaik  Menghindari pengukuran suhu rektal
 Suhu tubuh membaik Edukasi
 Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindaru konstipasi
 Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
 Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
 Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

42
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko Syok  Tingkat syok Pencegahan Syok
Dibuktikan dengan faktor Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
resiko: selama …… jam tingkat syok menurun  Monitor stsatus kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,

 Hipoksemia dengan kriteria hasil: frekuensi napas, TD, MAP)


 Monitor status oksigenasi (oksimetri, nadi, AGD)
 Hipoksia  Kekuatan nadi meningkat
 Monitor status cairan (masukan dan haluaran dan respons pupil)
 Hipotensi  Output urine meningkat
 Periksa riwayat alergi
 Kekurangan volume  Tingkat kesadaran meningkat Teraupetik
cairan  Saturasi oksigen meningkat  Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
 Akral dingin menurun  Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
 Pucat menurun  Pasang jaur IV jika perlu
 Mean arterial pressure membaik  Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
 Tekanan darah sistolik membaik  Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
 Tekanan darah diastolic membaik Edukasi
 Jelaskn penyebab/faktor risiko syok
 Tekanan nadi membaik
 Jelaskan tanda dan gejala awal syok
 Pengisian kapiler membaik
 Anjurkan melapor jika menemukan/ merasakan tanda dan gejala
 Frekuensi nadi membaik
awal syok
 Frekuensi napas membaik  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberia transfusi darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

43
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko hipovolemia  Status cairan Manajemen hipovolemia
Dibuktikan dengan faktor resiko: Setelah dilakukan asuhan Observasi
 Kehilangan cairan secara aktif keperawatan selama …… jam status  Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misalnya frekuensi
 Gangguan absorbsi cairan cairan membaik dengan kriteria nadi meningkat, nadi teraba lemah, turgor kulit menurun,
 Usia lanjut hasil: membran mukosa kering, volume urin menurun, hematocrit
 Kelebihan beraat badan  Kekuatan nadi meningkat meningkat)
 Status hipermetabolik  Turgor kulit meningkat  Monitor intake dan output cairan
 Kegagalan mekanisme  Ouput urin meningkat Teraupetik
regulasi  Pengisian vena meningkat  Hitung kebutuhan cairan
 Evaporasi  Ortopnea menurun  Berikan posisi modified tredelenburg
 Kekurangan intake cairan  Dyspnea menurun  Berikan asupan cairan oral
 Efek agen farmakologis  PND menurun Edukasi
 Edema anasarka menurun  Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
 Edema perifer menurun Kolaborasi
 Frekuensi nadi membaik  Kolaborasi pemberian cairan iv isotonis (misalnya NaCl)
 Tekanan darah membaik  Kolaborasi pemberian produk arah
 Kadar Hb dan Hct membaik

44
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko konfusi akut  Tingkat Konfusi Pemantauan neurologis
Dibuktikan dengan faktor resiko:  Perfusi serebral Observasi
□ Usia di atas 60 tahun Setelah dilakukan asuhan  Monitor tingkat kesadaran
□ Perubahan fungsi kognitif keperawatan selama …… jam maka  Monitor tingkat orientasi
tingkat konfusi menurun dan perfusi
□ Perubahan siklus tidur-bangun  Monitor tanda-tanda vital
serebral meningkat dengan kriteria
□ Dehidrasi  Monitor keluhan sakit kepala
hasil:
□ Demensia  Fungsi kognitif meningkat  Monitor status pernapasan: Analisa gas darah, oksimetri
□ Riwayat Stroke  Tingkat Kesadaran meningkat nadi, kedalaman dan pola napas serta usaha napas
□ Gangguan fungsi metabolic  Aktivitas psikomotorik Teraupetik
(misalnya azotemia, penurunan meningkat  Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologi
Hb, ketidakseimbangan  Sakit Kepala menurun
 Dokumentasikan hasil pemantauan
elektrolit, peningkatan nitrogen  Gelisah menurun
urea dalam darah)  Nilai MAP membaik
Edukasi
□ Gangguan mobilitas  Demam membaik  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Penggunaan restrain  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
□ Infeksi
□ Malnutrisi
□ Nyeri
□ Efek agen farmakologis
□ Deprivasi sensor
□ Penyalahgunaan obat

45
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Ketidakstabilan kadar glukosa darah  Kestabilan Kadar Glukosa Manajemen Hipoglikemia
Berhubungan dengan (penyebab): Darah Observasi
Hipoglikemia Setelah dilakukan asuhan  Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
 Penggunaan insulin atau obat glikemik oral  Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
 Hiperinsulinemia (mis. Insulinoma) keperawatan selama …… jam
Terapeutik
 Endokrinopati (mis. Kerusakan adrenal atau pituitary) Kestabilan kadar glukosa darah
 Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
 Disfungsi hati membaik dengan kriteria hasil:  Berikan glucagon jika perlu
 Disfungsi ginjal kronis  Koordinasi
 Efek agen farmakologis  Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai
 Kesadaran diet
 Tindakan pembedahan neoplasma
 Gangguan metabolic bawaan (mis. Gangguan  Mengantuk  Pertahankan kepatenan jalan nafas
penyimpanan lisosomal, galaktosemia, gangguan  Pusing  Pertahankan akses IV, jika perlu
penyimpanan glikogen)  Lelah/lesu  Hubungi layanan media darurat, jika perlu
Dibuktikan dengan:  Keluhan lapar Edukasi
Gejala dan Tanda Mayor:  Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap
Subjektif:  Gemetar
 Berkeringat
saat
Hipoglikemia
 Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
 Mengantuk  Mulut kering
 Pusing  Anjurkan monitor kadar glukosa darah
 Rasa haus
Objektif:  Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
 Perilaku aneh tentang penyesuaian program pengobatan
Hipoglikemia
 Gangguan koordinasi  Kesulitan bicara  Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan
 Kadar glukosa darah/urin rendah  Kadar glukosa dalam darah olahraga
Gejala dan Tanda Minor:  kadar glukosa dalam urin  Ajarkan penglolaan hipoglikemia (mis. Tanda dan
Subjektif:  Palpitasi gejala, factor risiko dan insulin/agen oral dan/atau
Hipoglikemia meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga
 Palpitasi  Perilaku
 Mengeluh lapar  Jumlah urine Kolaborasi
Objektif:  Kolaborasi pemberian dektrose, jika perlu
Hipoglikemia  Kolaborasi pemberian glucagon,jika perlu
 Gemetar
 Kesadaran menurun
 Perilaku aneh
 Sulit bicara

46
 Berkeringat

Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Keletihan  Tingkat keletihan Edukasi Aktifitas/Istirahat
Berhubungan dengan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
□ gangguan tidur selama …… jam maka tingkat keletihan  Identifikasi kesiapan dan kemampuan
□ kondisi fisiologis (mis. Penyakit kronis, membaik dengan kriteria hasil: menerima informasi
penyakit terminal)  Verbalisasi kepulihan energi Terapeutik
□ program perawatan/ pengobatan jangka  Tenaga  Sediakan materi dan media pengaturan
panjang  Kemampuan melakukan aktivitas rutin aktifitas dan istirahat
Dibuktikan dengan:  Motivasi  Berikan kesempatan pada pasien dan
Gejala dan Tanda Mayor:  Verbalisasi lelah lesu keluarga untuk bertanya
Subjektif:  Pola istirahat Edukasi
□ merasa energi tidak pulih walaupun lelah  Jelaskan pentingnya melakukan aktifitas
tidur fisik/olahraga secara rutin
□ merasa kurang tenaga  Anjurkan menyusun jadwal aktifitas dan
□ mengeluh lelah istirahat
 Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan
Objektif:
istirahat
□ tidak mampu mempertahankan aktifitas
 Ajarkan cara mengidentifikasi target dan
rutin
jenis aktifitas sesuai kemampuan
□ tampak lesu
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif:
□ merasa bersalah akibat tidak mampu
menjalankan tangung jawab
□ libido menurun
Objektif:
□ kebutuhan istirahat meningkat

47
d) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan berpedoman pada intervensi
keperawatan yang ditetapkan pada perencanaan keperawatan. Dalam
melaksanakan implementasi keperawatan harus berpedoman:
1. Berdasarkan respons klien
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi
keperawatan
6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam
upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care)
7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status
kesehatan.
8. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien
9. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan
10. Bersifat holistik
11. Kerjasama dengan profesi lain
12. Melakukan dokumentasi

e) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan.
Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. Evaluasi yang efektif, perlu
didasarkan pada kriteria yang dapat diukur dan mencermikan hasil akhir
perawatan yang diharapkan. Evaluasi menjadi tolak ukur apakah tindakan
keperawatan selesai atau dilanjutkan untuk periode berikutnya.

48
e. Pathway CKD on Hemodialisis Pada Anak
CAKUT/Congenital Anomalies Kidney and Urinary Tract (dysplasia, Penyakit Glomerular
hypoplasia, obstruksi traktur urinarius) pada usia anak < 5 tahun Kelainan herediter (sindroma alport, policytic kidney) pada anak usia >5 tahun

Sel podosit tidak mampu


Memacu respon awal glomerulus, terjadi mikrotrombus, Iskhemik dan Hipoksia pada glomerulus berreplikasi terhadap jejas
(jumlah fungsional nefron berkurang , terjadi mekanisme adaptasi hipertropi nefron yang tersisa, sampai penurunan fungsi nefron

Penurunan LFG yang berkelanjutan sampai dengan < 15 ml/min/1,73m2


Gangguan
ekresi Kalium Kegagalan
Proteinuria Peningkatan Sel mesangial Sel juktaglomerolus
Sindroma Sekresi calcitriol dan ekresi kelebihan
Ureum terdampak terdampak
uremia 1,25_Dihidroksi Vit D3 asam oleh
Risiko terganggu tubulus renalis
Ketidaksemban Albumin
gan Elektrolit Masa hidup sekresi hormone renin
turun Di Kulit: Sekresi hormone
eritrosit pendek
uremik eritropoetin terganggu Hiperplasia & Penurunan Penurunan
frost peningkatan clearance HCO3-
kerja PTH phospat
HbO2 turun Anemia mekanisme
Di SSP: RAA
Edema insomnia Kerusakan Asidosis
wajah, kaki Gangguan turnover, Hiper
integritas kulit Perfusi Perifer tidak efektif metabolic
gangguan mineralisasi . phospatemia
Osteodistrofi Kompensasi
Gangguan Di GI Track paru
Keletihan Vasokonstriktor TD
Pola Tidur anoreksia, mual, dan pelepasan
muntah
Kompensasi Jantung Peningkatan preload dan Hambatan Stimulus kalsifikasi
Hipervolemia Hipertropi ventrikel kiri mobilitas fisik vaskular Pola napas tidak
efektif TD meningkat dan
reabsorbsi garam
Nausea Peningkatan tekanan & volume atrium kiri, Peningkatan vena pulmonal
Penebalan di tunika media

Defisit Nutrisi Retensi cairan


Peningkatan tek kapiler >25mmHg
Malnutrisi Hipertensi sistole
Edema paru intertitil
Akumulasi cairan mendadak Hipervolemia
Gangguan Pertumbuhan Perkembangan
Penurunan Curah Jantung
Edema alveolar Rhonki, Dispnea
49
Gangguan Pertukaran Gas
Bersihan jalan napas tidak efektif
Lanjutan pathway…….
CKD ST V

HOSPITALISASI
dilakukan

Perawatan lama dan berulang di RS


HEMODIALISIS

Gangguan Proses Keluarga

Pengaturan Pemrograman Pada HD pertama, Jika Jika pasien makan Kemungkinan


Qb yang Tusukan pada penurunan kadar urea di otak saat Hemodialisis Reuse dialiser
akses vaskuler ultrafiltasi >10
terlalu cepat cc/Kgbb/jam lebih lambat dari serum atau pasien punya yang kurang
Kemungkinan muncul riwayat DM baik
Disequilibrium sindrome

Nyeri Ketidakcukupan volume


Endotoksin masih
dada cairan intravascular akibat
menempel di dialiser
lamanya waktu
Nyeri akut Sakit kepala Memperberat kerja usus untuk
perpindahan cairan intertitiil
Mual metabolisme, Glukosa ikut
mengisi intravaskular
Muntah terdifusi
Kejang Demam

Hipovolemik Hipoglikemia
Nausea Resiko konfusi akut Hipertermia

Hipotensi Ketidakstabilan Glukosa Darah


Nyeri dada

Resiko Syok
Kram otot

50
Gangguan rasa nyaman

Anda mungkin juga menyukai