TINJAUAN PUSTAKA
5
Sedangkan risiko perburukan fungsi ginjal maupun kejadian serangan penyakit
jantung pembuluh darah didasarkan pada derajat albuminurianya
Tabel 3. Kategori Albuminuria dalam CKD
Kategori AER ACR ACR Istilah
(mg/24jam) (mg/mmol) (mg/g)
A1 <30 <3 <30 Normal s/d meningkat
A2 30-300 3-30 30-300 Meningkat sedang
A3 >300 >30 >300 Meningkat inggi
(Standar Modul Pelatihan Dialisis bagi Perawat, 2018)
Atas dasar tahap LFG dari CKD serta derajat albuminurianya, maka dapat disusun
stratifikasi risiko CKD sesuai tabel berikut.
Tabel 4. Stratifikasi Risiko CKD
Keterangan
Hijau : risiko rendah
Kuning : risiko sedang
Orange: risiko tinggi
Merah : risiko sangat tinggi
(Standar Modul Pelatihan Dialisis bagi Perawat, 2018)
c) Patofisiologi CKD
Penyakit CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa
sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladapsi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses
ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-
aldosteron,sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor
(TGF). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerlus maupun
tubulointerstitia
Pada stadium paling dini penyakit CKD, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%,
pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik) tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan tanda gejala uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritis, mual muntah, nyeri, cemas
7
dengan keadaannya dan lain sebagainnya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun unfeksi saluran cerna. juga akan
terjadi gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
e) Komplikasi CKD
Secara umum komplikasi CKD antara lain:
1. Uremia, Gangguan Keseimbangan Elektrolit & Asam Basa, Retensi Cairan
2. Penyakit Jantung Pembuluh
3. Hipertensi
4. Anemia
5. GMT–PGK (Gangguan Mineral & Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik)
6. Malnutrisi
7. Kelainan Neurologis
8. Kelainan Saluran Cerna
9. Perdarahan Uremik
10. Kelainan Kulit
11. Penyakit Ginjal Kistik
f) Pemeriksaan Diagnostik
8
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah: BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein
2) Pemeriksaan Urin Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP
2. Pemeriksaan EKG: melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG: menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
g) Penatalaksanaan CKD
1. Terapi penyebab: mencari penyebab yang reversibel misalnya hipovolemia,
infeksi, penggunaan obat jangka panjang, obstruksi saluran kemih dan diabetes
mellitus
2. Pengobatan Hipertensi
Untuk pengobtan Hipertensi menggunakan obat dari golongan berikut ini:
1) ACEI/Angiotensin Converting Enzime Inhibitor
2) ARB/Angiotensin II Reseptor Blockers
3) CCB/Calcium Channel Blocker non-dehidropiridine (diltiazem, verapamil)
4) Aldosterone antagonists (spironolakton)
5) Diuretika
3. DRI/Dietary Reference Intake pasien
4. Kombinasi (tidak ACEI + ARB)
5. Hambat progresivitas: Pengendalian tekanan darah, pengendalian proteinuria,
pengendalian gula darah, pembatasan protein, terapi hiperlipidemia, berhenti
merokok serta terapi asidosis metabolik kronis
6. Pengobatan komplikasi
1) Pengobatan anemia dengan ESA/Erithropoiesis Stimulating Agent misalnya
EPO dengan target Hb non Dialisis 10,0-11,5 mg/dl, serta Hb Dialisis dng : Hb
10,0-11,5 g/dl
2) GMT-PGK/Gangguan Metabolisme Tulang pada Penyakit Ginjal
CaCO3, CaAcetate, Lanthanum carbonate, Sevelamer
Calcitriol/vit D analog/Calcimimetic/Bifosfonat
9
Target Ca 8,4-9,5 mg/dl, P 2,5-4,5 mg/dl (dialisis 3,5-5,5 mg/dl), Ca x P <
55 mg/dl2
7. Penyesuaian dosis obat
8. Identifikasi dan persiapan terapi pengganti ginjal
1) Hemodialisis
Salah satu terapi pengganti ginjal paling popular di Indonesia dengan
menggunakan mesin dialisis yang bertujuan mengatasi gejala akibat LFG
yang rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien yang memilih terapi ini sangat
tergantung pada fasilitas pelayanan kesehatan penyedia Hemodialisis.
2) Peritoneal Dialisis
Merupakan teknik dialisis lain yang dapat dilakukan mandiri oleh pasien CKD
tahap akhir. Terapi ini menggunakan jaringan tubuh pasien sendiri yaitu
peritoneum sebagai pencuci darah. Sangat cocok bagi pasien CKD yang
lokasi jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan penyedia Hemodialisis.
3) Transplantasi Ginjal
Merupakan gold standart terapi CKD dengan melakukan insersi pembedahan
ginjal manusia dari sumber yang hidup atau cadaver kepada klien dengan
penyakit ginjal tahap akhir untuk mengganti hilangnya fungsi ginjal yang
normal
9. Nutrisi yang tepat
1) Kalori: 35 kkal/kgBB/hari
2) Garam : normotensi 2-3 g/hari, hipertensi <2 g/hari, edema 2g/hari
3) Kalium: restriksi jika LFG <30ml/min/1.73m2
4) Protein: sesuai indikasi tabel di bawah ini
Tabel 5. Kebutuhan Protein Pasien CKD
(St
an Pasien Kebutuhan Protein Catatan dar
Dewasa Normal atau dengan 0,8 g protein/kgBB/hari 30-35
CKD tidak berkomplikasi kkal/kgBB/hari
b. Konsep Hemodialisis
10
a) Prinsip Etik dan Legal Aspek Tindakan Hemodialisis
Hemodialisis adalah salah satu tindakan medis pemberian pelayanan terapi
pengganti fungsi ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya
mempertahankan kualitas hidup yang optimal. Pelayanan Hemodialisis harus
dilaksanakan sesuai dengan prinsip etik dan legal aspek yang benar. Prinsip etik yang
harus diterapkan antara lain:
1. Otonomi/Autonomy
2. Berbuat baik/Beneficience
3. Keadilan/Justice
4. Tidak merugikan/Nonmaleficience
5. Kejujuran/Veraciy
6. Menepati Janji/Fidelity
7. Kerahasiaan/Confidentiality
8. Akuntabilitas/Akuntability
Selain 8 prinsip etik di atas, pelayanan Hemodialisis yang dilakukan perawat harus
memenuhi aspek legal sesuai peraturan dibawah ini:
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, bahwa “Pelaksanaan
pengobatan dan atau keperawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu”
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2017 Tentang
Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat Klinis, bahwa asuhan
keperawatan pada pasien hemodialisis minimal diberikan oleh PK II/Advance
Beginner, yang sudah mempunyai sertifikat pelatihan dialisis
3. Pada Pasal 153 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan: “
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya”
4. Kepmenkes No.1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pasal
kewenangan dan kewajiban perawat
b) Definisi Hemodialisis
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat LFG yang rendah sehingga
diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup pasien
(Pedoman Pelayanan Hemodialisis di Sarana Pelayanan Kesehatan, 2008).
11
Pada ginjal normal air dikeluarkan dari darah secara ultrafiltrasi, sedangkan solut
dikeluarkan melalui proses konveksi. Prinsip inilah yang digunakan pada hemodialisis
dengan mengambil peran glomerolus oleh alat dialiser. Membran semipermiabel pada
dialiser memungkinkan pergerakan air dan molekul berat rendah dan menghambat
pergerakan molekul berat lebih besar. Prinsip kerja hemodialisis lebih lengkapnya seperti
penjelasan dibawah ini:.
1. Difusi
Difusi adalah proses pengeluaran solute melalui membrane semipermiabel dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh berat
molekul, suhu dialisat, permeabilitas membrane, gradient konsentrasi
transmembran, luas permukaan membran dan muatan listrik solut. Gradien
konsentrasi transmembran dipertahankan dan dioptimalisasikan dengan
kecepatan aliran darah dan dialisat dengan arah berlawanan/counter current.
2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan solvent melalui membrane semipermiabel
karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik antara kompartemen darah dan
kompartemen dialisat. Proses ini dibuat dengan membuat tekanan positif pada
kompartemen darah dan tekanan negatif pada kompartemen dialisat, sehingga air
didorong menuju cairan dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi dipengaruhi oleh luas
permukaan membrane, struktur dan tebal dialiser, kecepatan aliran darah, serta
tekanan hidrostatik dan onkotik transmembran.
3. Konveksi
Konveksi adalah proses perpindahan solute dan solvent melalui membrane
semipermiabel karena adanya proses ultrafiltrasi. Hal ini dipengaruhi kecepatan
ultrafiltrasi dan koefisien dialiser.
4. Gambar Prinsip Kerja Hemodialisis
d) Sistem Hemodialisis
12
1. Mesin Hemodialisis
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sirkuit dialisat dan sirkuit darah yang
berjalan dengan arah berlawanan dan dipisahkan oleh membrane semipermiabel
dalam dialiser. Sirkuit darah meliputi selang yang berjalan dari pasien ke dialiser
dan kembali lagi ke pasien. Tekanan arteri dan vena dimonitor dengan alat yang
dapat mendeteksi gangguan pada akses vaskular. Sirkuit dialisat dipisahkan dari
sirkuit darah oleh membrane semipermiabel dialiser.
2. Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Di
pasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bikarbonate.
Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu jenis standart,
free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bikarbonate ada yang powder,
sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air reverse osmosis sebanyak
9,5 liter dan ada yang bentuk cair/siap pakai.
3. Air Reverse Osmosis/RO
Air yang digunakan untuk hemodialysis diolah secar khusus melalui alat water
treatment. Setelah itu, unit reverse osmosis akan memurnikan air yang sudah
melewati water treatment sehingga dapat digunakan untuk dialisis.
4. Dialiser
Dialiser terdiri dari 2 kompartemen yaitu kompartemen darah dan dkompartemen
ialisat yang dipisahkan oleh membrane semi permiabel. Struktur dialiser
dibedakan menjadi hollow fiber dan parallel plate. Setiap dialiser mempunyai
koefisien ultrafiltrasi/KUf yang menggambarkan volume dalam ml plasma yang
difiltrasi setiap jam setiap mmHg tekanan transmembran. Setiap dialiser juga
mempunyai KoA/koefisien masa transfer yang mencerminkan kemapuan transport
zat-zat terlarut dari membrane dialiser.
e) Indikasi Hemodialisis
13
Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu hemodialisis emergency atau
hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis dilakukan
pada kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi, oliguria, asidosis
berat, ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum,
hipernatremia, hiperkalemia, keracunan akut (alkohol, obat-obatan), yang bisa melewati
membrane dialisis.
Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Dimulai jika GFR <15
ml/min, gejala uremia meliputi lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, adanya malnutrisi
atau hilangnya massa otot, hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan,
komplikasi metabolik yang refrakter.
f) Pelaksanaan Hemodialisis
Urutan Pelaksanaan tindakan hemodialisis sebagai berikut:
1. Persiapan pasien
Persiapan pasien dibedakan antara pasien baru dan pasien rutin. Untuk pasien
baru dicek kelengkapan administrasi preskripsi/peresepan hemodialisis,
rujukan ,kelengkapan pengklaiman asuransi kesehatan pasien, data laboratorium
(HbSAg, Anti HCV, Anti HIV, Hb, Ureum, Creatinin, Kalium dan Natrium), rekam
medis pasien,form inform consent dan form pendidikan kesehatan. Pasien rutin
meliputi form pengkajian, observasi keadaan umum Klien, berat badan sekarang,
berat badan yang lalu, berat badan kering, posisi klien, risiko jatuh
2. Persiapan petugas
3. Persiapan alat dan bahan
Tensimeter, stetoskop, termometer, alat tulis, rekam medik, timbangan
4. Persiapan mesin dialisis
5. Pemasangan blood lines
6. Priming
7. Soaking
8. Melakukan akses vascular
1) Melakukan akses vaskular melalui AV shunt, AV graft atau
2) Melakukan akses vaskular melalui CDL/catheter double lumen
9. Memulai hemodialisis
Menyambungkan akses vaskular ke mesin hemodialisis dan memprogram mesin
sesuai preskripsi/peresepan
10. Melakukan observasi intra hemodialisis meliputi keadaan umum pasien, TTV,
mesin dialisis, perdarahan dan komplikasi
14
11. Mengakhiri hemodialisis
h) Preskripsi/Peresepan Hemodialisis
Setiap pasien yang menjalani hemodialisis kebutuhan peresepannya bersifat
individual. Peresepan hemodialisis ada dua yaitu peresepan hemodialisis akut dan
peresepan hemodialisis kronik. Komponen dalam peresepan hemodialisis adalah sebagai
berikut:
1. Dosis hemodialisis: Kt/V
Menurut konsensus NKF-KDOGI dan PERNEFRI target Kt/V diprogram 1,4
dengan maksud agar tercapai Kt/V 1,2 setelah hemodialisis. Kt/V yang tinggi
berhubungan dengan risiko kematian yang tinggi pula.
2. Lama hemodialisis
Hemodialisis yang ideal adalah 12-18 jam/minggu. Jika dilakukan <12 jam.minggu
angka kematian meningkat. Hemodialisis yang dilakukan 8 jam dibandingkan
dengan 4 jam menghasilkan pembuangan toksin yang lebih banyak. Menambah
lama hemodialisis dari 15 jam menjadi 24 jam/minggu juga bisa menurunkan
tekanan darah dan tekanan darah menjadi stabil tanpa obat anti hipertensi.
3. Frekuensi hemodialisis
Pasien yang menjalani DHHD/Daily Home Hemodialysis 5-6x/minggu
dibandingkan dengan hemodialisis 3x/minggu mendapatkan angka congestive
heart failure yang lebih rendah dan lama waktu hospitalisasi lebih pendek.
4. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi bertujuan mengeluarkan kelebihan air dalam tubuh sehingga tercapai
berat badan kering. Berat badan kering adalah berat badan yang dicapai setelah
pengeluaran maksimal cairan ektraseluler dengan dialisis yang mana pada nilai
tersebut tidak muncul tanda kelebihan cairan (bengkak, edema paru), tanda
hipotensi (pusing, kram otot, tekanan darah anjlok. Berat badan kering bersifat
mengambang yaitu bisa meningkat saat kondisi gizi membaik dan begitu
sebaliknya. Oleh karena itu target ultrafiltrasi setiap pasien atau setiap tindakan
bias berubah. Sebaiknya ultrafiltrasi rate ditetapkan tidak melebihi 10 ml/KgBB/jam
karena kecepatan rata-rata pengisian ulang cairan plasma dari interstitial space ke
intravascular space 5 ml/KgBB/jam. Jika melampaui batas tersebut akan terjadi
hypovolemic shock. Angka mortalitas meningkat jika ultrafiltrasi rate melebihi 10
ml/KgBB/jam.
15
UF profiling adalah mengatur ultrafiltrasi dimana modelnya tidak sama untuk
setiap jam sesuai dengan kondisi pasien. UF profiling sangat berpengaruh pada
tekanan darah. Ultrafiltrasi rendah lebih stabil untuk hemodinamik. Ada 3 jenis UF
profiling yaitu linear, step dan interval. Perubahan pada ultrafiltrasi ditentukan oleh
total volume ultrafiltrasi, waktu hemodialisis, nilai awal dari ultrafiltrasi rate, jika
jenis “Step” maka berapa jumlah stepnya dan , jika jenis “interval” maka berapa
jumlah intervalnya.
6. Jenis dialiser
Tipe dialiser bermacam-macam. Berdasarkan β2 microglobulin clearance
dibedakan menjadi tiga bagian yaitu low flux (10ml/min), mid flux (10-20 ml/min)
dan high flux (>20 ml/min). Dialiser jenis high flux dengan high efficiency
menghasilkan outcome yang lebih baik.
7. Jenis dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat
bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada
yang powder sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air reverse osmosis
sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair/siap pakai
8. Qb/Quick of Blood
Qb/Quick of Blood adalah jumlah darah yang dialirkan dalam satuan menit. Jika
Qb dinaikkan maka semakin banyak darah yang dialirkan ke kompartemen dialisat
dan bersihan ureum menjadi optimal. Untuk itu Qb harus diatur dengan tepat
sesuai kebutuhan masing-masing pasien. Menurut Konsensus PERNEFRI, 2003
akses vascular yang adekuat dapat mengalirkan darah dengan Qb 200-300
ml/min. Qb yang direkomendasikan adalah setengah dari aliran dialisat/Qd. Pada
hemodialisis awal Qb dibuat 3 kali lipat berat badan pasien.
16
9. Qd/Quick of Dialisat
Qd/Quick of Dialisat adalah jumlah cairan dialisat yang dialirkan dalam satuan
menit. . Semakin cepat aliran dialisat maka efisiensi difusi ureum dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat semakin optimal. Untuk
menciptakan gradient yang tinggi aliran dialisat diposisikan berlawanan arah
dengan arus aliran darah. Qd biasanya diatur dengan kecepatan 500 ml/menit
namun saat ini kecepatan aliran dialisat diatur dengan perbandingan Qb:Qd = 1:2
yang artinya bila kecepatan darah 250 ml/menit maka kecepatan aliran dialisat
500 ml/menit.
10. Antikoagulan yang dipakai
Dalam tindakan hemodialisis diperlukan antikogulan supaya tidak terjadi
pembekuan darah dalam sirkuit ekstrakorporeal. Pembekuan yang berlebihan
pada sirkuit dan dialiser membuat tubing dan filter harus diganti, hal ini pada orang
dewasa sama saja dengan kelilangan 150 – 250 ml darah. Berdasarkan teknik
pemberian heparin, dibagi menjadi:
1) Heparin rutin: teknik yang digunakan sehari-hari dengan cara bolus awal
1000-2000 iu dilanjutkan dengan syringe pump heparin kontinu 1000 iu/jam.
2) Heparin minimal: diberikan dengan pengawasan ketat dengan bolus awal 500-
1000 iu dilanjutkan dengan syringe pump heparin kontinu 1000 iu/jam.
3) Bebas heparin: dilakukan pada hemodilisis dengan indikasi perikarditis, post
operatif (vascular, jntung, mata, cangkok ginjal, otak), koagulopati,
trombositopenia, perdarahan intraserebral dan perdarahan aktif. Teknik
pemberiannya adalah dengan membilas dahulu sirkut dialisis dengan NaCl
0,9% 1 liter yang telah dicampur heparin 3000-5000 iu, kemudian
mengeluarkan cairan tersebut. Saat dialisis gunakan aliran darah cepat
250ml/min serta bilas dengan 25-200 ml NaCl 0,9% tiap 15-30 menit untuk
mencegah pembekuan. Kaji kembali ultrafiltrasi setelah penambahan cairan
pembilasan.
4) Regional heparin: heparin diberikan pada sirkulasi di luar tubuh. Diberikan
saat darah meninggalkan ruang tubuh, sedangkan saat darah kembali
memasuki tubuh diberikan protamin dengan dosis yang sesuai untuk
menetralkan efek heparin
17
Akses vaskuler hemodialisis diperlukan untuk memperoleh aliran darah yang
cukup dari tubuh pasien menuju dialiser. Akses vaskular yang digunakan untuk
hemdialisis ada 3 macam yaitu:
1) AV fistula merupakan akses permanen dibuat melalui pembedahan pada
lengan bawah dengan melakukan anastomosis arteri ke vena dimana dibuat
anastomosis end to side atau side to side sehingga terbentuk suatu arterilisasi
dari vena. Dibutuhkan dibutuhkan 2-3 bulan untuk pematangan dari AV fistula.
Perencanaan untuk pemasangan AVF sudah harus dilakukan pada pasien
CKD stage 4.
2) AV graft terbuat dari bahan sintesis seperti polytetrafluoroethylene. Salah satu
ujung graff dianastomosis pada arteri dan ujung lainnya dianastomosis pada
vena. Graff bisa digunakan 2 minggu setelah pemasangan
3) CDL/Catheter Double Lumen: merupakan akses segera kedalam sirkulasi
darah pasien pada hemodialisis darurat. Dibuat melalui kateterisasi subklavia
untuk pemakaian sementara dengan memasukkan CDL. Kateter tersebut
dapat dikeluarkan jika sudah tidak diperlukan dan karena kondisi pasien
sudah membaik atau sudah ada akses vaskuler permanen AV fistula atau AV
graft.
12. Obat yang diberikan saat hemodialisis
Beberapa obat yang diberikan saat hemodialisis antara lain /Erithropoiesis
Stimulating Agent misalnya EPO
18
dengan hentikan hemodialysis, sirkulasikan darah dalam sirkuit dengan Qb
rendah, buang udara yang ada dalam sirkuit, pastikan bebas udara, sambungkan
lagi ke pasien jika memungkinkan
2. Blood leak: Masuknya komponen darah ke dalam komponen dialisat. Disebabkan
oleh rusaknya membrane semipermeable pada dialiser. Ditandai dengan muncul
alarm “blood leak” dan kompartemen dialisat dan selang dialisat berwarna merah.
Ditangani dengan hentikan sementara proses hemodialysis, lepaskan port dialisat
dari dialiser, masukan darah ke tubuh pasien, ganti dialiser baru dan lanjutkan
hemodialisis
3. Clotting: ditandai dengan warna lebih gelap pada dialiser dan atau pada blood line,
jika dibilas dengan cairan NaCl tampak gumpalan darah serta muncul alarm
dialisat “pressure max”. Kemungkinan penyebabnya adalah antikoagulan tidak
adekuat, Qb yang terlalu rendah, gangguan pembekuan darah dan adanya kontak
dengan udara yang masuk. Ditangani dengan lepaskan bloodline dari fistula dan
sambung ke cairan NaCL, masukkan darah ke tubuh pasien dengan perlahan, jika
terlalu banyak bekuan ganti dialiser dan bloodline baru, kaji penyebab terjadi
clotting, lanjutkan hemodialisis
4. High venous pressure: Ditandai dengan muncul alarm “venous pressure max”,
tekanan vena pada layar mesin menunjukkan angka di atas 300, bengkak di area
fistula vena. Disebabkan oleh penempatan jarum vena yang tidak tepat, clotting
pada bubble vena atau pada dialiser, kingkin vena line. Ditangani dengan cari
penyebab utamanya, jika masalah akses, lakukan reposisi akses, jika ada clotting
lakukan penanganan clotting kemudian lanjutkan hemodialisis
5. Low venous pressure: Ditandai dengan muncul alarm “venous pressure minimal”,
tekanan vena pada layar mesin menunjukkan angka negative, adanya gangguan
akses output/selang AVBL bergoyang. Disebabkan oleh penempatan jarum arteri
yang tidak tepat, aliran output kecil, hipovolemik, kingkin arteri line. Ditangani
dengan cari penyebab utamanya, jika masalah akses lakukan reposisi akses
kemudian lanjutkan hemodialisis
Komplikasi non teknis adalah munculnya masalah pada pasien. Komplikasi non
teknis yaitu
1. Hipotensi: Terjadi penurunan tekanan darah sistol sebesar 30mmHg atau tekanan
darah sistol dibawah 100 mmHg. Disebabkan oleh penurunan volume darah
karena UFR/ultrafiltrasi rate terlalu tinggi, target berat badan kering terlalu rendah,
minum obat antihipertensi sebelumnya, makan saat proses hemodialisis. Ditangani
dengan turunkan /matikan UFR, berikan NaCl 100-200 ml, ukur tekanan darah
setelah pemberian NaCl, jika tidak ada perubahan berikan NaCl sampai 500 ml.
19
Jika membaik lanjutkan hemodialisis namun jika tetap laporkan kepada dokter dan
cari penyebab lain.
2. Hipoglikemia: sering terjadi pada pasien CKD dengan diabetes mellitus dan
malnutrisi. Ditandai dengan tremor, keringat dingin, takikardi, sakit kepala.
Ditangani dengan hentikan hemodialisis sementara, ukur tekanan darah, periksa
gula darah, jika gula darah rendah lapor dokter untuk pemberian terapi gula secara
IV
3. Kram otot: terjadi Ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel sehingga ada perubahan keseimbangan elektrolit di dalam dan luar sel.
Ditangani dengan kaji adanya kemungkinan hipotensi, berikan pijatan peregangan
pada area yang kram
4. Mual muntah: kemungkinan penyebab dari hipotensi, uremia, hipertensi. Ditangani
dengan turunkan Qb, jika disebabkan hipotensi atasi hipotensinya serta kolaborasi
pemberian antiemetic
5. Nyeri dada: kemungkinan penyebabnya: iskemia, kecepatan bloodpump terlalu
tinggi. Ditangani dengan turunkan Qb, posisikan pasien nyaman, berikan oksigen,
serta konsul dokter jika nyeri belum berkurang
i) Adekuasi Hemodialisis
Adekuasi hemodialisis adalah ukuran kecukupan terapi hemodialisis yang dapat
membuat pasien merasa sehat seperti tidak menderita penyakit apapun. Pencapaian
kecukupan dosis hemodialisis penting untuk menjaga kondisi yang optimal dan
meningkatkan kualitas hidup pasien . Penilaian adekuasi hemodialisis secara kuantitatif
dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kt/V atau URR
20
Supaya sampel darah yang digunakan untuk menilai adekuasi benar, perlu
memperhatikan beberapa hal. Pengambilan sample untuk ureum dilakukan pra dan post
hemodialisis pada sesi yang sama. Sample darah pra hemodialisis diambil dari jarum
arteri fistulae needle (pada AVF) sebelum HD. Aspirasi 5 cc lalu dibuang (membuang
NaCl dan heparin), lalu ambil darah 5 cc untuk sample. Pada pasien yang menggunakan
CDL : ambil darah 5 cc di artery line dengan spuit , lalu buang spuit. Ambil spuit baru lalu
ambil sample darah 5 cc.
Sample darah pasca hemodialisis dengan cara bypass dialysate, atau dialysate
flow dibuat 0 atau serendah mungkin. UFR dinolkan. Turunkan Qb 100 ml/m , setelah 20
detik ambil darah dari artery line.
KDOQI merekomendasikan target Kt/V yang harus dicapai 1,4 atau URR 70%
pada pasien yang menjalani hemodialisis 3x/Minggu, 4 jam tiap sesi hemodialisis.
Sedangkan Pernefri memberikan rekomendasi untuk target Kt/V yang diinginkan adalah
1,8 yang ekuivalen dengan URR 80% pada pasien yang menjalani hemodialisis
2X/Minggu, 5 jam tiap sesi hemodialisis. Cara untuk meningkatkan adekuasi adalah
menaikkan Qb, mengurangi kenaikan berat badan antar dialisis serta menggunakan tipe
dialiser high flux membrane.
eGFR =
21
Berdasarkan LFG, CKD pada anak diklsifikasikan sebagai berikut:
Gambar 6: Klasifikasi CKD pada Anak (Sumber: Konsensus Tatalaksana Penyakit Ginjal
Kronik pada Anak, 2017)
22
yang masih bertahan. Kondisi ini akan terus berulang dan semakin banyak nefron yang
rusak hingga berakhir dengan CKD.
Proteinuria pada CKD merupakan tanda penting kerusakan ginjal. Proteinuria
berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein yang melintasi dinding kapiler
glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi migrasi monosit/makrofag dan dengan
peran berbagai sitokin terjadi sklerosis glomerulus dan fibrosis tubulointerstisial.
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan progresivitas penyakit karena
menyebabkan nefrosklerosis arteriolar dan menambah cedera akibat hiperfiltrasi.
Hiperfosfatemia menyebabkan pembentukan ikatan kalsium fosfat yang mengendap di
interstisial ginjal dan pembuluh darah. Hiperlipidemia mempengaruhi fungsi glomerulus
dengan menimbulkan cedera yang diperantarai zat oksidan.
23
lain lama hidup eritrosit akan lebih singkat seiring peningkatan kadar blood urea
nitrogen (BUN), adanya intestinal blood loss.
5) Asidosis metabolik biasanya terjadi jika LFG Asidosis metabolik berpengaruh
buruk terhadap fungsi sel dan berkontribusi meningkatkan morbiditas dan
mortalitas
6) Osteodistrofi renal dapat terjadi akibat asidosis metabolis kronis yang
menyebabkan perubahan komposisi ion, resorbsi dan deposisi tulang.
Gangguan pembentukan vitamin D di ginjal. Retensi fosfat dan hipokalsemia
merangsang hiperparatiroid sekunder yang menyebabkan bone turnover cepat
sehingga terjadi abnormalitas arsitektur tulang, epifiseal displacement dan
fraktur.
7) Gangguan tumbuh kembang akibat gangguan elektrolit, prematuritas karena
intoleransi makanan, muntah berulang dan respon inadekuat terhadap
manajemen nutrisi. Gangguan hormone mempengaruhi pertumbuhan seperti
growth hormone dan somatotropin.
8) Infeksi berulang
9) Sindrom uremia kronik terjadi akibat retensi produk nitrogen sehingga
menyebabkan anoreksia, mual, muntah dan stomatitis uremia, tanpa
didapatkan adanya bukti agen spesifik atau toksin uremik sebagai penyebab.
10) Sindrom renokardial menyebabkan kematian 1000 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan populasi normal. Kejadian sindroma renokardial melibatkan mekanisme
neurohumoral dan hemodinamik yang berhubungan dengan penyakit ginjal
kronis. Adanya penyakit gagal jantung melalui low cardiac output menyebabkan
pengisian aliran darah arteri rendah sehingga terjadi injuri ginjal.
25
Contoh preskripsi hemodialisis anak
2) Peritoneal dialisis
Peritoneal dialisis adalah pilihan utama untuk anak usia dibawah 2 tahun dan berat
badan kurang 10 kg. Terapi ini dipilih untuk anak yang lokasi jauh dari fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyediakan hemodialysis serta pasien yang
menunggu waktu transplantasi ginjal. Tidak boleh dilakukan pada anak dengan
kelainan kongenital omphalocele, gastroschisis, hernia diafragmatika dan fungsi
membrane peritoneal yang buruk. Terapi ini dimulai setelah 2-6 minggu
pemasangan cateter peritoneal. Cairan yang digunakan adalah glukosa dengan
konsentrasi rendah (1,5%). Volume cairan yang digunakan disesuaikan dengan
luas permukaan tubuh, dimulai dengan 300-500ml/m2LPT dan dinaikkan secara
bertahap dengan frekuensi pengisian 4-8x/hari. Komplikasi yang bisa muncul
antara lain perdarahan, perforasi organ berongga, kesulitan drainase dan
peritonitis.
3) Transplantasi ginjal
Merupakan terapi pengganti ginjal yang utama pada anak dengan CKD tahap
akhir. Keberhasilan transplantasi ginjal pada anak tidak hanya mengubah sibdrom
uremia tetapi juga memperbaiki keterlambatan tumbuh kembang, maturasi
seksual, perbaikan kognitif dan fungsi psikososial. Anak yang mendapat
transplantasi ginjal bertahan hidup lebih lama daripada anak yang menjalani
dialysis.
27
2) Pola Eliminasi: kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah,
konsistensi, serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang
berhubungan dengan pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan pola
eleminasi penurunan urin, anuria, oliguria, abdomen kembung, diare atau
konstipasi
3) Pola istirahat tidur: kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam,
apakah ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat
4) Personal Hygiene: kaji kebersihan diri seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut,
dan memotong kuku.
5) Aktifitas: kaji kebiasaan sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Apakah mandiri atau masih tergantung dengan orang lain.
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital biasanya tampak lemah, tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system
saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering dipakai RR meningkat,
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif
9. Pemeriksaan B1-B6
1) Sistem Pernafasan (Breathing) B1 Klien bernafas dengan bau urine sering
didapat pada fase ini. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbondioksida yang menumpuk di sirkulasi
2) Sistem Kardiovaskuler (Blood) B2 Didapat tanda dan gejala gagal jantung
kongestif. Tekanan darah meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi,
nyeri dada dan sesak nafas. Gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi.
Pada hematologi sering didapat adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin.
3) Sistem Persarafan (Brain) B3 Didapatkan penurunan tingkat kesadaran,
difungsi serebral, seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, kram otot, dan nyeri otot.
4) Sistem Perkemihan (Bladder) B4 Penurunan pengeluaran urine < 400 ml/hari,
sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
5) Sistem Pencernaan (Bowel) B5 Didapatkan adanya mual dan muntah,
anoreksia, bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran
cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. 7.
6) Sistem Muskuloskeletal (Bone) B6 Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit
kepala, kram otot, nyeri kaki. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum dari anemia.
28
b) Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Diagnosis
keperawatan yang sering muncul saat hemodialisis adalah sebagai berikut:
Diagnosis Keperawatan Predialisis
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dibuktikan
dengan peningkatan berat badan, edema perifer, dyspnea
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindroma hipoventilasi, posisi tubuh
yang menghambat ekspansi paru dibuktikan dengan sesak napas, pola napas
abnormal, penggunaan oto bantu pernapasan
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya jalan napas buatan
dibuktikan dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi dibuktikan dengan PCO2 abnormal, PO2 abnormal, pH darah abnormal
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis (iskemia) dibuktikan
dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, tekanan darah nadi dan respirasi
meningkat
6. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimia dibuktikan dengan mengeluh
mual, merasa ingin muntah, tidak minat dengan makanan
7. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual, kurangnya asupan makanan dibuktikan
dengan penurunan berat badan 10% dari berat badan ideal, nafsu makan menurun
8. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan dengan CRT lebih dari 3 detik, nadi menurun, akral dingin,
edema, warna kulit pucat
9. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik
dibuktikan dengan pertumbuhan fisik terganggu, tidak mampu melakukan
ketrampilan sesuai usia
10. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anggota keluarga dibuktikan dengan tidak mampu beradaptasi terhadap situasi,
tidak mampu berkomunikasi secara terbuka
29
Diagnosis Keperawatan Intradialisis
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dibuktikan dengan glukosa darah ikut
terdifusi intradialisis
2. Risiko perdarahan dibuktikan dengan gangguan gastrointestinal, efek agen
farmakologis (heparin)
3. Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan, hipotensi
4. Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kegagalan mekanisme regulasi
(ketidakcukupan volume cairan intravaskular)
5. Risiko konfusi akut dibuktikan dengan gangguan fungsi metabolik saat intradialisis
(kadar ureum otak yang lebih tinggi daripada kadar ureum serum)
30
c) Rencana Asuhan Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Hipervolemia Keseimbangan cairan Manajemen hipervolemia
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
Gangguan mekanisme regulasi selama …… jam maka Keseimbangan Periksa tanda dan gejala hipervolemia (ortopnea,
Kelebihan asupan cairan dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
Cairan membaik dengan kriteria hasil:
Kelebihan asuoan natrium hepatojugular positif, suara nafas tambahan)
Gangguan aliran balik vena Asupan cairan
Identifikasi penyebab hipervolemia
Dibuktikan dengan: Haluaran urin Monitor status hemodinamik (frekuensi jantung,
Gejala dan Tanda Mayor: Kelembapan membran mukosa tekanan darah, MAP, CAP, PAP, PIMP, CO, CI), jika
Subjektif:
Asupan makanan tersedia
Ortopnea
Dispnea Edema Monitor intake dan output cairan
Paroxymal nocturnal dyspnea (PND) Dehidrasi Terapeutik
Objektif: Asites Batasi asupan cairan dan garam
Edema anasarka dan atau edema perifer Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°
Konfusi
Berat badan meningkat dalam waktu singkat Edukasi
Jugular venous pressure (JVP) dan atau central venous Tekanan darah
Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
pressure (CVP) meningkat Denyut nadi radial
haluan cairan
Refleks hepatojugular positif Tekanan arteri rata-rata
Gejala dan Tanda Minor: Ajarkan cara membatasi cairan
Membran mukosa Kolaborasi
Subjektif: -
Objektif: Mata cekung Kolaborasi pemberian deuretik
Distensi vena jugularis Turgor kulit Manajemen hemodialisis
Terdengar suara nafas tambahan Berat badan Observasi
Hepatomegali Monitor tanda-tanda vital, tanda-tanda perdarahan dan
Kadar Hb/Ht turun
respon selama hemodialisis
Oliguria
Terapeutik
Kongesti paru
Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/kronis, sindrom Atur filtrasi sesuai kebutuhan penarikan kelebihan
nefrotik cairan
Hipoalbuminemia Ambil sampel darah untuk mengevaluasi keefektifan
Gagal jantung kongestif hemodialisis
31
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Pola napas tidak efektif Pola napas Manajemen jalan napas
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
Depresi pusat pernapasan selama …… jam maka Pola napas Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas,
membaik dengan kriteria hasil: napas)
kelemahan otot pernapasan)
Deformitas dinding dada Ventilasi semenit Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
Deformitas tulang dada Kapasitas vital mengi, wheezing, ronkhi kering)
Gangguan neuromuskular Diameter thoraks anterior-posterior Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram [EEG]
Tekanan ekspirasi Terapeutik
positif, cedera kepala, gangguan kejang)
Imaturitas neuroologis TekanaN inspirasi Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
Penurunan energi Dispnea head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
Otositas Penggunaan otot bantu napas
Posisi tibuh yang menghambat ekspansi paru trauma servikal)
Pemanjangan fase ekspirasi
Sindrom hipoventilasi Posisikan semi fowler atau fowler
Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke Ortopnea
Berikan minum hangat
atas) Pernapasan pursed-lip
Cedera pada medula spinalis Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Pernapasan cuping hidung
Efek agen farmakologis
Frekuensi napas
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Kecemasan Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
Dibuktikan dengan: Kedalaman napas
Gejala dan Tanda Mayor: Ekskursi dada endotrakeal
Subjektif: Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
Dispnea McGill
Objektif:
Penggunaan otot bantu pernapasan Berikan oksigen, jika perlu
Fase ekspirasi memanjangc Edukasi
Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
Gejala dan Tanda Minor:
kontraindikasi
Subjektif: Ajarkan batuk efektif
Ortopnea Kolaborasi
Objektif: Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekpetoran,
Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping hidung mukolitik, jika perlu
Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
Ventilasi semenit menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi menurun
32
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Bersihan jalan napas Manajemen Jalan Napas
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
Fisiologis selama …… jam diharapkan Bersihan Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Spasme jalan napas usaha napas)
Hipersekresi jalan napas jalan nafas meningkat dengan kriteria
Monitor bunyi napas tambahan (mis.gurgling,
Disfungsi neuromaskuler hasil:
mengi, wheezing, ronkhi kering)
Adanya jalan napas buatan Batuk efektif Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Sekresi yang tertahan Produksi sputum
Hiperplasia dinding jalan napas Terapeutik
Proses infeksi
Wheezing Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
Respon alergi Dyspnea head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
Efek agen farmakologis (mis.anestesi) Orthopnea trauma servikal)
Situasional Sulit bicara Posisikan semi-fowler atau fowler
Merokok aktif Gelisah Berikan minum hangat
Merokok pasif Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Terpajan polutan Frekeunsi nafas
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
Dibuktikan dengan:
Gejala dan Tanda Mayor:
detik
Subjektif: (tidak tersedia) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
Objektif: endotrakeal
Batuk tidak efektif Keluarkan sumbatan benda padat dengan
Tidak mampu batuk forsep McGill
Sputum berlebih Berikan oksigen, jika perlu
Mengi, wheezing dan/ronkhi kering Edukasi
Mekonium di jalan napas (pada neonatus) Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Gejala dan Tanda Minor:
Ajarkan teknik batuk efektif
Subjektif:
Dispnea Kolaborasi
Sulit bicara Kolaborasi pemberian bronkodilator,
Ortopnea ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Objektif:
Gelisah
Sianosis
Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah
33
Pola napas berubah
34
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, keperawatan selama …… jam Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
iskemia, neoplasma) diharapkan Tingkat nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
Agen pencedra kimiawi (mis. Terbakar, bahan dengan kriteria hasil: Identifikasi skala nyeri
kimia iritan)
Agen pencidra fisik (mis. Abses, trauma,
Kemampuan menuntaskan Identifikasi respon nyeri non verbal
aktivitas Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat,prosedur operasi,trauma, latihan fisik Keluhan nyeri nyeri
berlebihan Meringis Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Dibuktikan dengan Sikap protektif Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Gejala dan Tanda Mayor: Gelisah Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Subjektif: Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
(Tidak tersedia)
Kesulitan tidur
Menarik diri diberikan
Objektif: Monitor efek samping penggunaan analgetik
Tampak meringis Berfokus pada diri sendiri
Terapeutik
Bersikap protekstif (misalnya waspada, posisi Diaforesis Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
menghindari nyeri) Perasaan depresi (tertekan)
Gelisah rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
Perasaan takut mengalami musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
Frekuensi nadi meningkat
cidera berulang imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor: Anoreksia bermain)
Subjektif: Ketegangan otot Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(Tidak tersedia) Pupil dilatasi (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Objektif: Muntah Fasilitasi istirahat dan tidur
Tekanan darah meningkat Mual Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
Pola napas berubah
Nafsu makan berubah
Frekuensi nadi pemilihan strategi meredakan nyeri
Proses pikir terganggu Pola napas Edukasi
Menarik diri Tekanan darah Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Berfokus pada diri sendiri Proses berpikir Jelaskan strategi meredakan nyeri
Diaforesis Focus Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Fungsi berkemih Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Perilaku Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Nafsu makan
Kolaborasi
Pola tidur
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
35
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nausea Tingkat Nausea Manajemen mual
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
Gangguan biokimiawi keperawatan selama …… jam Identifikasi pengalaman mual
Faktor agen farmakologis diharapkan tingkat nausea menurun Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
Dibuktikan dengan: dengan kriteria hasil:
Identifikasi faktor penyebab mual
Gejala dan Tanda Mayor: Nafsu makan Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual
Subjektif: Keluhan mual Monitor mual
Mengeluh mual Perasaaan ingin muntah Monitor asupan nutrisi dan kalori
Merasa ingin muntah Perasaan asam di mulut Terapeutik
Tidak berminat makan Sensasi panas Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual
Objektif: Sensasi dingin Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
Tidak tersedia Frekuensi menelan mual
Gejala dan Tanda Minor: Diaphoresis Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
Subjektif: Jumlah saliva menarik
Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak
Merasa asam dimulut Takikardi
berbau dan berwarna, jika perlu
Sensasi panas dingin
Edukasi
Sering menelan Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Objektif: Anjurkan sering membersikan mulut, kecuali jika
Saliva meningkat merangsang mual
Pucat Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan
Diaforesis rendah lemak
Takikardia Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
Pupil dilatasi untuk mengatasi mual
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antlemetik, jika perlu
36
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen nutrisi
Setelah dilakukan asuhan Observasi
Berhubungan dengan (penyebab):
keperawatan selama …… jam
Ketidakmampuan menelan makanan Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi meningkat
Ketidakmampuan mencerna makanan dengan kriteria hasil: Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient Porsi makan yang dihabiskan Identifikasi makanan yang disukai
Peningkatan kebutuhan metabolism Kekuatan otot pengunyah Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi) Kekuatan otot menelan Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk Serum albumin Monitor asupan makanan
makan) Verbalisasi keinginan untuk Monitor berat badan
Dibuktikan dengan: meningkatkan nutrisi Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Pengetahuan tentang pilihan Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor:
makanan yang sehat
Subjektif: Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Pengetahuan tentang pilihan
(Tidak tersedia) minuman yang sehat Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Objektif: Pengetahuan tentang pilihan Piramida makanan)
Berat badan menurun minimal 10% di bawah asupan nutrisi yang tepat Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
rentang ideal Penyiapan dari penyimpanan sesuai
Gejala dan Tanda Minor: makanan yang aman Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
Subjektif: Penyiapan dari penyimpanan konstipasi
Cepat kenyang setelah makan minuman yang aman Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Sikap terhadap Berikan suplemen makanan, jika perlu
Kram/nyeri abdomen
makanan/minuman sesuai
Nafsu makan menurun Hentikan pemberian makan melalui selang
dengan tujuan kesehatan
Objektif: Perasaan cepat kenyang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Bising usus hiperaktif Nyeri abdomen Edukasi
Otot pengunyah lemah Sariawan Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Otot menelan lemah Rambut rontok Ajarkan diet yang diprogramkan
Membran mukosa pucat Diare Kolaborasi
Sariawan Berat badan Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
Serum albumin turun Indeks massa tubuh (IMT) (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
Frekuensi makan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Rambut rontok berlebihan
Nafsu makan
Diare jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika
Bising usus
Tebal lipatan kulit trisep perlu
Membrane mukosa
37
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer Perawatan Sirkulasi
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
Hiperglikemia keperawatan selama …… Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema,
Penurunan konsentrasi Hb
jam diharapkan perfusi pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index)
Peningkatan tekanan darah Terapeutik
Kekurangan volume cairan perifer meningkat dengan
Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
Penurunan aliran arteri dan atau vena kriteria hasil: area keterbatasan perfusi
Kurang terpapar informasi tentang factor Denyut nadi perifer Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
pemberat(misalnya merokok, gaya hidup monoton, Warna kulit pucat
trauma,obesitas asupan gram, imobilitas) pada keterbatasan perfusi
Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit
Edema perifer Edukasi
(misalnya diabetes mellitus, hyperlipidemia) Nyeri ekstremitas Anjurkan berhenti merokok
Kurang aktivitas fisik Bruit femoralis Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah
Dibuktikan dengan: Pengisian kapiler secara teratur
Gejala dan Tanda Mayor: Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
Akral
Subjektif: dilaporkan( mis. rasa sakit yang tidak hilang saat
(tidak tersedia) Turgor kulit
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
Objektif: Indeks ankle-brachial
Transfusi Darah
a. pengisian kapiler >3 detik
b. nadi perifer menurun atau tidak teraba
Observasi
c. akral teraba dingin Monitor tanda-tanda vital sebelum, selama dan
d. warna kulit pucat setelah transfusi (tekanan darah, nadi, suhu dan
e. turgor kulit menurun frekuensi napas)
Gejala dan Tanda Minor:
Monitor tanda kelebihan cairan (dyspnea, takikardi,
Subjektif:
a. parastesia tekanan darah meningkat)
b. nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten) Monitor reaksi transfusi
Objektif: Terapeutik
a. edema
Lakukan pengecekan ganda pada label darah
b. penyembuhan luka lambat
c. indeks ankle-brachial <0,90 Edukasi
bruit femoral Jelaskan tujuan dan prosedur transfusi
Jelaskan tanda dan gejala reaksi transfusi yang perlu
dilaporkan (gatal, pusing, sesak napas, nyeri dada)
38
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Gangguan tumbuh kembang Status perkembangan Perawatan Perkembangan
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
Efek ketidakmampuan fisik keperawatan selama …… jam Identifikasi pencapaian tugas perkembangan
Keterbatasan lingkunggan diharapkan status perkembangan anak
Inkonsistensi respon membaik dengan kriteria hasil: Terapeutik
Pengabaian Keterampilan / perilaku Berikan sentuhan yang bersifat gantle dan
Terpisahdari orang tua dan/atau orang terdekat
sesuai usia tidak ragu – ragu
Defisiensi Stimulus
Kemampuan melakukan Minimalkan nyeri
Dibuktikan dengan:
Gejala dan Tanda Mayor: perawatan diri Minimalkan kebisingan ruangan
Subjektif: Respon sosial Sediakan aktivitas yang memotivasi anak
Tidak tersedia Kontak mata berinteraksi dengan anak lain
Objektif: Kemarahan Dukung partisipasi anak disekolah,
Tidak mampu melakukan keterampilan atau Regresi ekstrakulikuler dan aktivitas komunitas
perilaku khas sesuai usia (fisik, Bahasa, motoric, Afek Edukasi
psikososial) Pola tidur Jelaskan pada orang tua dan/atau pengasuh
Pertumbuhan fisik terganggu tentang millestone perkembangan anak dan
Gejala dan Tanda Minor: perilaku anak
Subjektif:
Anjurkan orang tua berinteraksi dengan
(Tidak tersedia)
Objektif: anaknya
Tidak mampu melakukan perawatan diri sesua Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
iusia Ajarkan anak Teknik asertif
Afek datar Kolaborasi
Respon social lambat Rujuk untuk konseling, bila perlu
Kontak mata terbatas
Nafsu makan menurun
Lesu
Mudah marah
Regresi
Pola tidur terganggu (pada bayi)
39
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Gangguan Proses Keluarga Proses keluarga Terapi keluarga
Berhubungan dengan (penyebab): Setelah dilakukan asuhan Observasi
Perubahan status kesehatan anggota keluarga keperawatan selama …… jam Identifikasi riwayat kesehatan keluarga
Perubahan finansial keluarga diharapkan proses keluarga Identifikasi cara keluarga memecahkan
Perubahan status sosial keluarga membaik dengan kriteria hasil: masalah
Perubahan interaksi dengan masyarakat Adaptasi keluarga terhadap Identifikasi kekuatan/sumber daya keluarga
Krisis perkembangan situasi Terapeutik
Transisi perkembangan Kemampuan keluarga Fasilitasi diskusi keluarga
Peralihan pengambil keputusan dalam keluarga berkomunikasi secara Fasilitasi strategi menurunkan stress
Perubahan peran keluarga terbuka dengan anggota Diskusikan cara terbaik dalam menangani
Krisis situasional
keluarga disfungsi perilaku dalam keluarga
Transisi situasional
Kemampuan keluarga Edukasi
Dibuktikan dengan:
memenuhi kebutuhan fisik Anjurkan berkomunikasi lebih efektif
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif: anggota keluarga Anjurkan anggota keluargamempriorotaskan
(Tidak tersedia) Kemampuan keluarga dan memilih masalah keluarga
Objektif: memenuhi kebutuhan Anjurkan semua anggota keluarga
Keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap emosional anggota keluarga berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga
situasi Kemampuan keluarga bersama-sama
Tidak mampu berkomunikasi secara terbuka mencari bantuan secara
diantara anggota keluarga tepat
Gejala dan Tanda Minor: Aktivitas mendukung
Subjektif: keselamatan keluarga
Keluarga tidak mampu mengungkapkan Aktivitas mendukung
persaan secara leluasa Pertumbuhan keluarga
Objektif:
Keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan
fisik/emosional/spiritual anggota keluarga
Keluarga tidak mampu mencari atau menerima
bantuan secara tepat
40
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah Kestabilan kadar glukosa Manajemen hipoglikemia
Dibuktikan dengan faktor resiko : darah Observasi
Kurang terpapar informasi tentang Setelah dilakukan asuhan Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
manejemen diabetes keperawatan selama …… jam Identifikasi kemungkinan penyebab
Ketidaktepatan pemantaun glukosa darah diharapkan kestabilan kadar hipoglikemia
Kurang patuh pada rencana manejemen glukosa darah meningkat dengan Terapeutik
diabetes kriteria hasil: Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
Manajemen medikasi tidak terkontrol Koordinasi Berikan glukogon, jika perlu
Kehamilan Kesadaran Berikan karbohidrat kompleks dan protein
Periode pertumbuhan cepat Mengantuk sesuai diet
Stres berlebihan Pusing Pertahankan kepatenan jalan napas
Penambahan berat badan Lelah/lesu Pertahankan akses iv, jika perlu
Kurang dapat menerima diagnosis Keluhan lapar Hubungi layanan medis darurat jika perlu
Gemetar Edukasi
Berkeringat Anjurkan membawa karbohidrat sederhana
Mulut kering setiap saat
Rasa haus Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
Perilaku aneh Anjurkan monitor kadar glukosa darah
Kesulitan bicara Kolaborasi
Kadar glukosa dalam darah Kolaborasi pemberian dektrose, jika perlu
Kadar glukosa dalam urin Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu
Palpitasi
41
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko Perdarahan Tingkat Perdarahan Pencegahan Perdarahan
Dibuktikan dengan faktor resiko : Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
Aneurisma selama …… jam maka Tingkat Monitor tanda dan gejala perdarahan
Gangguan gastrointestinal Perdarahan Menurun dengan kriteria Monitor nilai hematokrit/ hemoglobin sebelum dan
Gangguan koagulasi hasil: setelah kehilangan darah
(.Trombositopenia) Kelembapan membran mukosa Monitor tanda- tanda vital ortostatik
Efek agen farmakologis meningkat Monitor koagulasi (mis. Prothrombn time (PT), partial
Kurang terpapar informasi Kelembapan kulit meningkat thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin
tentang pencegahan Kognitif meningkat dan/ atau platelet
perdarahan Hematemesis menurun Terapeutik
Perdarahan anus menurun Pertahankan bed rest selama perdarahan
Hemoglobin membaik
Batasi tindakan invasif, jika perlu
Hematokrit membaik
Gunakan kasur untuk pencegahan dekubitus
Tekanan darah membaik
Denyut nadi apikal membaik Menghindari pengukuran suhu rektal
Suhu tubuh membaik Edukasi
Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan
Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindaru konstipasi
Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika
perlu
Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
42
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko Syok Tingkat syok Pencegahan Syok
Dibuktikan dengan faktor Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
resiko: selama …… jam tingkat syok menurun Monitor stsatus kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
43
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko hipovolemia Status cairan Manajemen hipovolemia
Dibuktikan dengan faktor resiko: Setelah dilakukan asuhan Observasi
Kehilangan cairan secara aktif keperawatan selama …… jam status Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misalnya frekuensi
Gangguan absorbsi cairan cairan membaik dengan kriteria nadi meningkat, nadi teraba lemah, turgor kulit menurun,
Usia lanjut hasil: membran mukosa kering, volume urin menurun, hematocrit
Kelebihan beraat badan Kekuatan nadi meningkat meningkat)
Status hipermetabolik Turgor kulit meningkat Monitor intake dan output cairan
Kegagalan mekanisme Ouput urin meningkat Teraupetik
regulasi Pengisian vena meningkat Hitung kebutuhan cairan
Evaporasi Ortopnea menurun Berikan posisi modified tredelenburg
Kekurangan intake cairan Dyspnea menurun Berikan asupan cairan oral
Efek agen farmakologis PND menurun Edukasi
Edema anasarka menurun Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Edema perifer menurun Kolaborasi
Frekuensi nadi membaik Kolaborasi pemberian cairan iv isotonis (misalnya NaCl)
Tekanan darah membaik Kolaborasi pemberian produk arah
Kadar Hb dan Hct membaik
44
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko konfusi akut Tingkat Konfusi Pemantauan neurologis
Dibuktikan dengan faktor resiko: Perfusi serebral Observasi
□ Usia di atas 60 tahun Setelah dilakukan asuhan Monitor tingkat kesadaran
□ Perubahan fungsi kognitif keperawatan selama …… jam maka Monitor tingkat orientasi
tingkat konfusi menurun dan perfusi
□ Perubahan siklus tidur-bangun Monitor tanda-tanda vital
serebral meningkat dengan kriteria
□ Dehidrasi Monitor keluhan sakit kepala
hasil:
□ Demensia Fungsi kognitif meningkat Monitor status pernapasan: Analisa gas darah, oksimetri
□ Riwayat Stroke Tingkat Kesadaran meningkat nadi, kedalaman dan pola napas serta usaha napas
□ Gangguan fungsi metabolic Aktivitas psikomotorik Teraupetik
(misalnya azotemia, penurunan meningkat Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologi
Hb, ketidakseimbangan Sakit Kepala menurun
Dokumentasikan hasil pemantauan
elektrolit, peningkatan nitrogen Gelisah menurun
urea dalam darah) Nilai MAP membaik
Edukasi
□ Gangguan mobilitas Demam membaik Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Penggunaan restrain Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
□ Infeksi
□ Malnutrisi
□ Nyeri
□ Efek agen farmakologis
□ Deprivasi sensor
□ Penyalahgunaan obat
45
Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Ketidakstabilan kadar glukosa darah Kestabilan Kadar Glukosa Manajemen Hipoglikemia
Berhubungan dengan (penyebab): Darah Observasi
Hipoglikemia Setelah dilakukan asuhan Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
Penggunaan insulin atau obat glikemik oral Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Hiperinsulinemia (mis. Insulinoma) keperawatan selama …… jam
Terapeutik
Endokrinopati (mis. Kerusakan adrenal atau pituitary) Kestabilan kadar glukosa darah
Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
Disfungsi hati membaik dengan kriteria hasil: Berikan glucagon jika perlu
Disfungsi ginjal kronis Koordinasi
Efek agen farmakologis Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai
Kesadaran diet
Tindakan pembedahan neoplasma
Gangguan metabolic bawaan (mis. Gangguan Mengantuk Pertahankan kepatenan jalan nafas
penyimpanan lisosomal, galaktosemia, gangguan Pusing Pertahankan akses IV, jika perlu
penyimpanan glikogen) Lelah/lesu Hubungi layanan media darurat, jika perlu
Dibuktikan dengan: Keluhan lapar Edukasi
Gejala dan Tanda Mayor: Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap
Subjektif: Gemetar
Berkeringat
saat
Hipoglikemia
Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
Mengantuk Mulut kering
Pusing Anjurkan monitor kadar glukosa darah
Rasa haus
Objektif: Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
Perilaku aneh tentang penyesuaian program pengobatan
Hipoglikemia
Gangguan koordinasi Kesulitan bicara Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan
Kadar glukosa darah/urin rendah Kadar glukosa dalam darah olahraga
Gejala dan Tanda Minor: kadar glukosa dalam urin Ajarkan penglolaan hipoglikemia (mis. Tanda dan
Subjektif: Palpitasi gejala, factor risiko dan insulin/agen oral dan/atau
Hipoglikemia meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga
Palpitasi Perilaku
Mengeluh lapar Jumlah urine Kolaborasi
Objektif: Kolaborasi pemberian dektrose, jika perlu
Hipoglikemia Kolaborasi pemberian glucagon,jika perlu
Gemetar
Kesadaran menurun
Perilaku aneh
Sulit bicara
46
Berkeringat
47
d) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan berpedoman pada intervensi
keperawatan yang ditetapkan pada perencanaan keperawatan. Dalam
melaksanakan implementasi keperawatan harus berpedoman:
1. Berdasarkan respons klien
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi
keperawatan
6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam
upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care)
7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status
kesehatan.
8. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien
9. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan
10. Bersifat holistik
11. Kerjasama dengan profesi lain
12. Melakukan dokumentasi
e) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan.
Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. Evaluasi yang efektif, perlu
didasarkan pada kriteria yang dapat diukur dan mencermikan hasil akhir
perawatan yang diharapkan. Evaluasi menjadi tolak ukur apakah tindakan
keperawatan selesai atau dilanjutkan untuk periode berikutnya.
48
e. Pathway CKD on Hemodialisis Pada Anak
CAKUT/Congenital Anomalies Kidney and Urinary Tract (dysplasia, Penyakit Glomerular
hypoplasia, obstruksi traktur urinarius) pada usia anak < 5 tahun Kelainan herediter (sindroma alport, policytic kidney) pada anak usia >5 tahun
HOSPITALISASI
dilakukan
Hipovolemik Hipoglikemia
Nausea Resiko konfusi akut Hipertermia
Resiko Syok
Kram otot
50
Gangguan rasa nyaman