Anda di halaman 1dari 16

Chronic Kidney Disease (CKD)

A. Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah satu penyakit yang


menyerang organ ginjal dimana keadaan organ ginjal menurun secara progresif,
kronik, maupun metetap dan berlangsung. Kriteria yang terdapat pada penyakit ginjal
kronik ini adalah timbulnya kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dengan kata lain
terjadinya kelainan structural maupun fungsional (Faradilla, 2009). Adapun tanda dan
gejala penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) antara lain terjadinya kelainan pada
urin terdapat dalam protein, sel darah putih/lekosit, darah/eritrosit, bakteri, creatine
darah naik, hemoglobin turun, protein yang selalu positif (Warianto, 2011). Penyakit
CKD ini dapat menyerang siapapun dari mulai balita hingga usia lanjut. Seiring
pertumbuhannya penduduk juga salah satu faktor timbulnya penyakit CKD ini.

B. Etiologi
Penyebab CKD paling umum pada anak-anak adalah kelainan urologis dan
glomerulopati, penyebab lainnya adalah nefropati herediter serta displasia dan hipoplasia
ginjal. Kesamaan histologis diantara berbagai penyebab CKD cukup banyak, dan
mekanisme serupa yang mungkin berperan untuk kesamaan ini termasuk kerusakan sel
spesifik, peran faktor pertumbuhan, dan efek dari faktor metabolik. Pada akhirnya,
mekanisme-mekanisme ini dapat menyebabkan adanya penyembuhan tertentu atau
sklerosis (parut) tambahan.
Beberapa individu tanpa kerusakan ginjal dan dengan GFR normal atau
meningkat dapat beresiko menjadi CKD, sehingga harus dilakukan pemeriksaan lanjutan
untuk menentukan apakah individu-individu ini menderita CKD atau tidak
Kondisi-kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya CKD
1. Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di
keluarga
2. Bayi dengan berat badan lahir rendah
3. Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal atau
serangan akut lainnya pada ginjal
4. Hipoplasia atau displasia ginjal
5. Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
6. Refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih berulang
dan parut di ginjal
7. Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
8. Riwayat menderita sindrom uremik hemolitik
9. Riwayat menderita purpura Henoch-Schőnlein
10. Diabetes Melitus
11. Lupus Eritermatosus Sistemik
12. Riwayat menderita hipertensi
13. Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid

C. Patofisiologi
Mekanisme yang dapat menyebabkan CKD adalah glomerulosklerosis, parut
tubulointerstisial, dan sklerosis vaskular.
Glomerulosklerosis Progresifitas menjadi CKD berhubungan dengan sklerosis
progresif glomeruli yang dipengaruhi oleh sel intraglomerular dan sel ekstraglomerular.
Kerusakan sel intraglomerular dapat terjadi pada sel glomerulus intrinsik (endotel, sel
mesangium, sel epitel) dan ekstrinsik (trombosit, limfosit, monosit/makrofag). Sel
endotel dapat mengalami kerusakan akibat gangguan hemodinamik, metabolik dan
imunologis. Kerusakan ini berhubungan dengan reduksi fungsi antiinflamasi dan
antikoagulasi sehingga mengakibatkan aktivasi dan agregasi trombosit serta
pembentukan mikrotrombus pada kapiler glomerulus serta munculnya mikroinflamasi.
Akibat mikroinflamasi, monosit menstimulasi proliferasi sel mesangium sedangkan
faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi sel mesangium yang berproliferasi menjadi sel
miofibroblas sehingga mengakibatkan sklerosis mesangium. Karena podosit tidak
mampu bereplikasi terhadap jejas sehingga terjadi peregangan di sepanjang membrana
basalis glomerulus dan menarik sel inflamasi yang berinteraksi dengan sel epitel parietal
menyebabkan formasi adesi kapsular dan glomerulosklerosis, akibatnya terjadi
akumulasi material amorf di celah paraglomerular dan kerusakan taut glomerulo-tubular
sehingga pada akhirnya terjadi atrofi tubular dan fibrosis interstisial
Parut tubulointerstisia, Proses fibrosis tubulointerstisialis yang terjadi berupa
inflamasi, proliferasi fibroblas interstisial, dan deposisi matriks ekstra selular berlebihan.
Gangguan keseimbangan produksi dan pemecahan matriks ekstra selular mengakibatkan
fibrosis ireversibel
Sklerosis vaskular Perubahan pada arteriol dan kerusakan kapiler peritubular
mengeksaserbasi iskemi interstisial dan fibrosis. Tunika adventisia pembuluh darah
merupakan sumber miofibroblas yang berperan dalam berkembangnya fibrosis
interstisial ginjal.
D. Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita CKD stadium 1-3 tidak mengalami gejala apaapa atau
tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, endokrin dan metabolik yang
tampak secara klinis (asimtomatik). Gangguan yang tampak secara klinis biasanya baru
terlihat pada CKD stadium 4 dan 5. Beberapa gangguan yang sering muncul pada pasien
CKD anak adalah: gangguan pertumbuhan, kekurangan gizi dan protein, gangguan
elektrolit, asidosis, osteodistrofi ginjal, anemia dan hipertensi
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
E. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid condition )
3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Dengan Derajatnya.
Derajat LFG (ml/mnt/1,73m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi


perburukkan fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular.

2 60-89 Menghambat perburukkan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginja

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

Pembatasan Asupan Protein Dan Fosfat Pada Penyakit Ginjal Kronik


LFG (ml/mnt/1,73m2) Asupan Protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hari

25-60 0,6-0,8/kg/hari, termasuk ≥0,35gr/kg/hr ≤10 g


nilai biologi tinggi

25-60 0,6-0,8/kg/hari, termasuk ≥0,35gr/kg/hr ≤10 g


nilai biologi tinggi atau tambahan 0,3 g
asam amino essensial atau asam keton

<60 ( sindrom 0,8/kg/hr ( + 1 g protein/g proteinuria atau ≤9g


Nefrotik ) 0,3 g/kg tambahan asam amino essensial
atau asam keton

Pedoman baru untuk penatalaksanaan gagal ginjal kronik telah dibuat oleh Canadian
Society of Nephrology. Pedoman ini menggambarkan aspek kunci penatalaksanaan gagal
ginjal

kronik untuk memfasilitasi perawatan pasien ini oleh dokter umum dan spesialis, termasuk
spesialis penyakit dalam, ahli endokrinologi, spesialis jantung, dan spesialis nefrologi. Secara
khusus, pedoman ini dibuat untuk perawatan pasien yang tidak menerima dialisis. Dalam
ulasan ini, kami menguraikan rekomendasi dari pedoman mengenai aspek pengobatan gagal
ginjal kronik, termasuk target untuk berbagai abnormalitas, strategi untuk pengobatan dan
frekuensi follow up berdasarkan bukti yang tersedia
Setiap rekomendasi digolong-golongkan dengan menggunakan skema yang dibentuk
oleh Canadian Hypertension Education Program dan digunakan oleh Canadian Society of
Nephrology Guidelines Committee. Kriteria untuk menggolong-golongkan rekomendasi ini
berkisar dari yang mencerminkan penelitian yang sangat valid, tepat dan dapat diaplikasikan
(derajat A) sampai yang berdasarkan pada tingkat bukti yang lebih rendah dan pendapat ahli
(derajat D). Derajat B dan C mengacu pada penelitian dengan validitas yang lebih rendah
derajatnya, termasuk hasil atau perhitungan hasil peneltian lainnya

G. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

H. Pengkajian Fokus Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
J. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan Tujuan: Menejemen Cairan :
b.d penurunan haluaran Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat
urin dan retensi cairan dan selama 3x24 jam volume cairan badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor
natrium. seimbang. kulit dan adanya edema
Kriteria Hasil: 2. Batasi masukan cairan
NOC : Balance Cairan 3. Identifikasi sumber potensial cairan
 Terbebas dari edema, efusi, 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
anasarka pembatasan cairan
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
dipsnea
 Memilihara tekanan vena sentral, Terapi Hemodialisis
tekanan kapiler paru, output jantung 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
dan vital sign normal. (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium,
tingkat phospor) sebelum perawatan untuk
mengevaluasi respon thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh
klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manejemen Nutrisi
dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah. adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan
Kriteria Hasil: perubahan status nutrisi.
NOC : Status Nutrisi 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
 Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi
 Tidak terjadi penurunan BB dan untuk perencanaan treatment selanjutnya.
 Masukan nutrisi adekuat 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.

 Menghabiskan porsi makan 5. Berikan makanan sedikit tapi sering

 Hasil lab normal (albumin, kalium) 6. Berikan perawatan mulut sering


7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet
sesuai terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Monitor pernafasan


berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: respirasi
NOC : Status Pernafasan 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
 Peningkatan ventilasi dan oksigenasi penggunaan otot tambahan, retraksi otot
yang adekuat supraclavicular dan intercostal
 Bebas dari tanda tanda distress 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
pernafasan hiperventilasi, cheyne stokes
 Suara nafas yang bersih, tidak ada 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
sianosis dan dyspneu (mampu adanya ventilasi dan suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu Terapi Oksigen
bernafas dengan mudah, tidak ada 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
pursed lips) 2. Ajarkan pasien nafas dalam

 Tanda tanda vital dalam rentang 3. Atur posisi senyaman mungkin

normal 4. Batasi untuk beraktivitas


5. Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Circulatory Care
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi
penurunan suplai O2 dan adekuat. sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler
nutrisi ke jaringan Kriteria Hasil: refil, temperatur ekstremitas).
sekunder. NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri
 Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
 Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah
 Akral hangat untuk memperbaiki sirkulasi.
 TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output
 Tidak ada edema 6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWA
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-


pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu
Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23
Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Anda mungkin juga menyukai