Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN INDIVIDU

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA


TN. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS END STAGE RENAL DISEASE (ESRD)
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RS LAVALETTE – MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Disusun Oleh:

Anggita Kusuma P (P17 2121 95 068)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TA. 2019 – 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Definisi
Gagal ginjal kronik atau end stage renal disease (ESRD) adalah
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) dikarenakan penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat
digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Brunner & Suddarth,
2014).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2013).

B. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif:
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C. Patofisiologi
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit
glomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis
interstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik
melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1) mekanisme pencetus spesifik yang
mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi
pada glomerulo nefritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan
interstitium; (2) mekanisme kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya
hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa.
Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki
kontribusi terhadap total GFR (glomerulo filtrat rate). Pada saat terjadi renal
injury karena etiologi seperti yang telah dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal
masih memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR. Namun pada
akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam
mengatur autoregulasi tekanan glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi
sistemik dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan
menyebabkan hipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi.
Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan
hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan
glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria sebanding
dengan tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada sel
tubuloepitelial dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal
intraselular, meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth
faktor, dan melepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan
menyebabkan inflamasi dan fibrosis tubulointerstitiel melalui pengambilan dan
aktivasi makrofag.
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis
matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen
tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis
tubulointerstitiel, dan atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal yang sehat
menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus progresi penyakit oleh
hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi
ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal
antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada
tubuli, penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat, penurunan
ekskresi hidrogen.
Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah
bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO),
menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem
imun, dan sistem reproduksi.
Angiotensin II memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan
intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di
ginjal dan merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mengatur tekanan
intraglomerular dengan cara meningkatkan irama arteriole efferent. Angiotensin
II akan memicu stres oksidatif yang pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi
sitokin, molekul adesi, dan kemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki
peran penting dalam patofisiologi CKD.
Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan karena
banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D
atau kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca
sehingga terjadi penurunan absorbsi Ca. Penurunan absorbsi Ca ini akan
menyebabkan hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi
hiperparatiroidisme sekunder yang terjadi karena hipokalsemia, hiperfosfatemia,
resistensi skeletal terhadap PTH. Kalsium dan kalsitriol merupakan feedback
negatif inhibitor, sedangkan hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan
sekresi PTH.
Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu
untuk mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul
hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini
akan menyebabkan inhibisi 1- α hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam
sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol pun akan
menurun. Akan terjadi resistensi terhadap vitamin D. Sehingga feedback negatif
terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi peningkatan hormon parathormon.
Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder. Hiperparatiroidisme
sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum tulang sehingga akan
menurunkan pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan menyebabkan
anemia. Selain itu hiperparatiroidisme sekunder juga akan menyebkan
osteodistrofi yang diklasifikasikan menjadi osteitis fibrosa cystic, osteomalasia,
adinamik bone disorder, dan mixed osteodistrofi.
Penurunan ekskresi Na akan menyebabkan retensi air sehingga pada
akhirnya dapat menyebabkan oedem dan hipertensi. Penurunan ekskresi kalium
juga terjadi terutama bila GFR < 25 ml/mnt, terlebih pada CKD stadium 5.
Penuruan ekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia sehingga meningkatkan
resiko terjadinya cardiac arrest pada pasien.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi
adanya anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap. Pada CKD,
ginjal tidak mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus proksimal
untuk mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk ammonium.
Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap terjadi
karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lain yang tidak
terekskresi dengan baik. Asidosis metabolik pada CKD dapat menyebabkan
gangguan metabolisme protein. Selain itu asidosis metabolic juga merupakan
salah satu faktor dalam perkembangan osteodistrofi ginjal.
Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresi sisa
nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, blood ureum
nitrogen (BUN) akan meningkat, begitu juga dengan ureum, kreatinin, serta
asam urat. Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh tubuh dan
dapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu sindrom
uremia ini akan menyebabkan trombositopati dan memperpendek usia sel darah
merah. Trombositopati akan meningkatkan resiko perdarahan spontan terutama
pada GIT, dan dapat berkembang menjadi anemia bila penanganannya tidak
adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan menyebabkan pasien merasa gatal –
gatal.
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi
lipid, gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin
menurun, maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan
memicu timbulnya aterosklerosis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal
jantung.
Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang pada
hiperparatiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain itu
anemia dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat
pengaruh dari sindrom uremia. Anemia dapat juga terjadi karena malnutrisi
(Brunner & Suddarth, 2014:1448), (Price, S. A., & Wilson, L. M. 2014).

D. Klasifikasi
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR.
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
4) Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a) Ringan: 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b) Sedang: 15% - 40% fungsi ginjal normal
c) Berat: 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: Gagal ginjal stadium akhir atau uremia
1) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara
15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

E. Manifestasi Klinis
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa saluran
cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin
serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit
normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin Ginjal sumber ESF (Eritropoetic
Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang →
sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus →
ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia. Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi
cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan
mulut.
c. Pankreatitis. Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
4. Kelainan kulit
a. Gatal : Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
1) Toksik uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan kadar kalium phosphor
3) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik : Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan
kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar

5. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
h. Kardiomegali.
6. Kelainan mata
7. Neuropsikiatri
8. Kelainan selaput serosa

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi


ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian
perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR
menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
menderita apa yang disebut Sindrom Uremik. Terdapat dua kelompok gejala
klinis :
1. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan
metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
2. Gangguan kelainan cardiovasculer, neuromuscular, saluran cerna dan
kelainan lainnya.
Tabel 1.1 Manifestasi sindrom uremik
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
 Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin), Hiperkalemia,
Retensi atau pembuangan Natrium, Hipermagnesia, Hiperurisemia.
Perkemihan&  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Kelamin  Nokturia, pembalikan irama diurnal
 Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010, Protein silinder, Hilangnya libido,
amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular  Hipertensi, Retinopati dan enselopati hipertensif, Beban sirkulasi
berlebihan, Edema, Gagal jantung kongestif, Perikarditis (friction rub),
Disritmia.
Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dispnea, Edema paru, Pneumonitis.
Hematologik  Anemia menyebabkan kelelahan, Hemolisis, Kecenderungan perdarahan,
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia).
Kulit  Pucat, pigmentasi Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,
bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan
protein), Pruritus, “Kristal” uremik, Kulit kering Memar
Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB, Nafas berbau
amoniak, Rasa kecap logam, mulut kering, Stomatitis, parotitid, Gastritis,
enteritis, Perdarahan saluran cerna, Diare,
Metabolisme  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
intermedier  Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
 Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskula  Mudah lelah
r  Otot mengecil dan lemah
 Susunan saraf pusat :
 Penurunan ketajaman mental, Konsentrasi buruk, Apati, Letargi/gelisah,
insomnia, Kekacauan mental, Koma, Otot berkedut, asteriksis, kejang.
 Neuropati perifer :
 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg, Perubahan sensorik pada
ekstremitas – parestesi, Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi.
Gangguan  Hiperfosfatemia, hipokalsemia
kalsium dan  Hiperparatiroidisme sekunder
rangka  Osteodistropi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh
darah, jantung, paru-paru)
 Konjungtivitis (uremik mata merah)
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah.
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat
GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.
Blood Ureum Nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, elektrolit (Na, K,
Phospat), magnesium meningkat, kalsium dan protein menurun,
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin).
b. Pemeriksaan Laboratorium Darah.
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT
c. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG).
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa, biasanya ditandai dengan gelombang T tinggi.
d. Ultrasonografi (USG).
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih serta prostate. Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah
proses sudah lanjut.
e. Radiologi
a. Renogram
b. Intravenous pyelography (PIV), untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter.
c. Retrograde pyelography, dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang
reversibel.
d. Renal aretriografi dan Venografi
e. CT scan
f. MRI
g. Renal biopsi
h. Pemeriksaan rontgen dada, dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru
akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi
perikadial.
i. Pemeriksaan rontgen tulang, mencari osteodistrofi dan kalsifikasi
metastatik
j. Foto polos abdomen, sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu atau obstruksi lain).
f. Clearens Creatinin Test (CCT).
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 – 137 mL/menit/1,73m3 Wanita    : 88-128 mL/menit/1,73m3
atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2

G. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler
dan hipotensi.
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi
medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2) Kendalikan terapi ISK.
3) Diet protein yang proporsional.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6) Terapi hiperfosfatemia.
7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
(hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini
diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin (r-
HuEPO) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan
adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal
dialisis.
3) Anemia defisiensi besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).
Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
1) HCT < atau sama dengan 20 %
2) Hb < atau sama dengan 7 mg5
3) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high
output heart failure.
c. Kelainan Kulit
Pruritus (uremic itching). Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus
CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
1) Bersifat subyektif
2) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan
lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
1) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
2) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
3) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini
bisa diulang apabila diperlukan.
4) Pemberian obat: Diphenhidramine 25-50 mg P.O. Hidroxyzine 10 mg
P.O
d. Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan
denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang
diperlukan adalah tindakan dialisis.
1) Kelainan Neuromuskular. Terapi pilihannya : HD reguler, Obat-obatan
(Diasepam, sedatif), Operasi sub total paratiroidektomi.
2) Hipertensi. Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum
dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya.
Program terapinya meliputi : Restriksi garam dapur, Diuresis dan
Ultrafiltrasi
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2016). Dialisis
yang meliputi :
a. Hemodialisa : Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk
faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
b. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
c. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi:
1) Hiperkalemia > 17 mg/lt
2) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan
atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai > 100 mg %
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat
7) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
8) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
9) Sindrom kelebihan air
10) Intoksidasi obat jenis barbiturat

H. Komplikasi
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Primer Keperawatan
1. Airway
a. Lidah jatuh kebelakang
b. Benda asing/ darah pada rongga mulut
c. Adanya sekret
2. Breathing
a. pasien sesak nafas dan cepat letih
b. Pernafasan Kusmaul
c. Dispnea
d. Nafas berbau amoniak
3. Circulation
a. TD meningkat
b. Nadi kuat
c. Disritmia
d. Adanya peningkatan JVP
e. Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
f. Capillary refill > 3 detik
g. Akral dingin
h. Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
4. Disability : pemeriksaan neurologis. GCS menurun bahkan terjadi koma,
Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan
pada tungkai.
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respon : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd
rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
B. Pengkajian Sekunder Keperawatan
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer. Pemeriksaan meliputi :

1. Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-
abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
2. Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik,
riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
3. Anamnesa
a. Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
b. Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan
kalium
c. Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
d. Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
e. Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis,
haus.
f. Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
g. Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
h. Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
i. Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
j. Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
k. Lain-lain : Penurunan berat badan
C. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. Resiko penurunan curah jantung b.d beban jantung yang meningkat.
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan air dan menahan natrium
3. Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah
4. Intoleransi aktifitas b.d anemia, oksigenasi jaringan tidak adekuat
5. Perubahan integritas kulit b.d uremia, edema
6. Resiko infeksi b.d depresi sistem imun, anemia
7. Gangguan pertukaran gas b.d hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui
alkalosis respiratorik
8. Resiko ketidaksetabilan kadar elektrolit d.d disfungsi ginjal
(PPNI. 2018).
D. Rencana Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
.
1. Resti penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 1. Auskultasi bunyi jantung dan paru.
curah jantung b.d jam diharapkan: Penurunan curah jantung tidak 2. Kaji adanya hipertensi.
beban jantung yang terjadi 3. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi,
meningkat. rediasi, dan tingkat nyeri (skala 0-10).
Dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Tekanan darah dan frekuensi jantung dalam 4. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
batas normal
2. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler.
2. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam 1. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
cairan b.d penurunan diharapkan kliean dapat: Mempertahankan berat keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit,
kemampuan ginjal tubuh ideal tanpa kelebihan cairan tanda-tanda vital
untuk mengeluarkan 2. Batasi masukan cairan.
Dengan kriteria hasil sebagai berikut:
air (H2O)dan 1. Tidak ada edema 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
menahan natrium 2. Keseimbangan antara input dan output pembatasan cairan.
(Na) 3. Berat badan stabil 4. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat
4. Bunyi nafas dan jantung normal penggunaan cairan terutama pemasukan dan
5. Elektrolit dalam batas normal haluaran.
3. Perubahan nutrisi; Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 1. Kaji status nutrisi dan pola diet nutrisi
kurang dari jam diharapkan kliean dapat: mempertahankan 2. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan
kebutuhan tubuh b.d nutrisi yang adekuat sesuai usia. nutrisi dan Berikan perawatan mulut sering
anoreksia, mual dan 3. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam
Dengan kriteria hasil sebagai berikut:
muntah 1. Menunjukkan BB dalam batas normal. batas-batas diet
2. Albumin dalam batas normal 4. Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein,
rendah natrium diantara waktu makan
5. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama
makan
6. Timbang BB harian
7. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak
adekuat
4. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
b.d anemia, jam diharapkan kliean dapat mendemonstrasikan 2. Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan
oksigenasi jaringan peningkatan aktivitas diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan
tidak adekuat terjadi
Dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Pengungkapan tentang berkurangnya 3. Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat
kelemahan 4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
2. Dapat beristirahat secara cukup 5. Beri semangat untuk mencapai kemajuan aktivitas
3. Mampu melakuakan kembali aktivitas bertahap yang dapat ditoleransi
sehari-hari yang memungkinkan 6. Kaji respon pasien untuk peningkatan aktivitas
5. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 1. Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor
kulit b.d uremia, jam diharapkan integritas kulit dapat terjaga. dan suhu
oedema 2. Jaga kulit tetap kering dan bersih dan beri perawatan
Dengan kriteria hasil sebagai berikut:
kulit dengan lotion untuk menghindari kekeringan
1. Kulit hangat, kering dan utuh
3. Bantu pasien untuk mengubah posisi tiap 2 jam jika
2. Turgor baik
pasien tirah baring
3. Pasien mengatakan tak ada pruritus
4. Beri pelindung pada tumit dan siku
5. Tangani area edema dengan hati-hati
6. Pertahankan linen bebas dari lipatan
6. Resiko terhadap Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 1. Pantau dan laporkan tanda-tanda infeksi seperti
infeksi b.d depresi jam diharapkan kliean tetap terbebas dari infeksi demam, leukositosis, urin keruh, kemerahan,
sistem imun, anemia lokal maupun sitemik bengkak
2. Pantau TTV
Dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Tidak ada panas/demam atau leukositosis, 3. Gunakan tehnik cuci tangan yang baik dan ajarkan
kultur urin pada pasien
2. Tidak ada inflamasi 4. Pertahankan integritas kulit dan mukosa dengan
memberiakan perawatan kulit yang baik dan hgiene
oral
5. Jangan anjurkan kontak dengan orang yang
terinfeksi
6. Pertahankan nutrisi yang adekuat
7. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
gas b.d hiperventilasi jam diharapkan pola nafas normal/stabil 2. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam.
sekunder: 3. Atur posisi senyaman mungkin.
Dengan kriteria hasil sebagai berikut:
kompensasi melalui 4. Batasi untuk beraktivitas.
1. Tidak terjadi takipnea, dispnea, pernapasan
alkalosis respiratorik
kusmaul

8. Kurang pengetahun Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 1. Instruksikan pasien untuk makan makanan tinggi
b.d kurangnya jam diharapkan pasien dan orang terdekat dapat karbohidrat, rendah protein, rendah natrium sesuai
informasi tentang mengungkapkan, mengerti tentang gagal ginjal, pesanan dan hindari makanan yang rendah garam
batasan diet dan cairan dan rencana kontrol,
proses penyakit, 2. Ajarkan jumah cairan yang harus diminum
mengukur pemasukan dan haluaran urin.
gagal ginjal, sepanjang hari
perawatan dirumah Dengan kriteria hasil sebagai berikut: 3. Ajarkan untuk mengukur dan mencatat karakter
dan instruksi evaluasi 1. Mengerti, tau, dan memahami tentang GGK. semua haluaran (urin dan muntahan)
2. Tau batasan diet dan cairan dan rencana 4. Ajarkan nama obat, dosis, jadwal, tujuan dan efek
kontrol samping
3. Bisa mengukur pemasukan dan haluaran 5. Beritahukan pentignya rawat jalan terus menerus
urin.

Anda mungkin juga menyukai