“ PENGGUNAAN OBAT
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK “
Disusun Oleh :
1. Danik Setyowati (2173095)
2. Egha Arya Prabawa (2173099)
3. Eva Deny Evriani (2173102)
4. Fitri Yuani (2173104)
5. Indah Ratnaningsih (2173110)
6. Nonik Mutmainah (2173117)
7. Rahmah Fitriyani (2173119)
8. Sri Suhartini (2173130)
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pengetahuan masyarakat tentang ginjal masih jauh dari memadai. Organ yang
memiliki besar seperti telapak tangan fungsinya banyak sekali. Bukan hanya
sebagai alat penyaring dan pembersih darah seperti yang sudah luas
Tidak perlu ditutupi, kenyataan bahwa cukup banyak dari masyarakat awam
besarnya, sistem kerjanya, dan darimana datangnya air seni. Ginjal merupakan
bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas organ – organ tubuh
Tanda adanya gangguan ginjal sangat bervariasi. Ada yang lama tidak
menampakkan tanda atau gejala sama sekali ,baru belakangan timbul keluhan.
Pada dasarnya, adanya keluhan yang tidak begitu menonjol pada seseorang harus
kadar urea dan kreatinin plasma darah,endapan air seni (apakah sel darah merah,
merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali,
keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada
pasien gagal ginjal kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa
peritoneal, transplantasi ginjal dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menyebabkan gagal ginjal kronik dan faktor risiko apa saja yang
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik
atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa
B. Patofisiologi
kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis, atau pajanan
kontribusi terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti
yang telah dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan
untuk mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya nefron sehat yang tersisa ini
mekanisme kompensasi. Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa
dan atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang
dan akan menghentikan siklus progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi
nefron.
antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli,
hidrogen.
fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan sistem
reproduksi.
akan memicu stres oksidatif yang pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi
sekresi PTH.
Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol pun akan menurun. Akan terjadi
terjadi terutama bila GFR < 25 ml/mnt, terlebih pada CKD stadium 5. Penuruan
adanya anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap. Pada CKD, ginjal
tidak mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus proksimal untuk
Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap terjadi
karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lain yang tidak terekskresi
metabolisme protein. Selain itu asidosis metabolic juga merupakan salah satu
nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, basal urea
nitrogen akan meningkat, begitu juga dengan ureum, kreatinin, serta asam urat.
Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mengenai
sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu sindrom uremia ini akan
dan dapat berkembang menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid,
gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin menurun,
maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan memicu
anemia dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat
pengaruh dari sindrom uremia. Anemia dapat juga terjadi karena malnutrisi.
C. Diagnosis
Penilaian terhadap fungsi ginjal dilakukan dengan uji fungsi ginjal. Uji
fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit ginjal secara kasar atau garis besar
saja, dan lebih dari setengah bagian ginjal harus mengalami kerusakan sebelum
terlihat nyata adanya gangguan pada ginjal. Ada beberapa metode yang dapat
otot rangka normal. Laju produksinya bersifat tetap dan sebanding dengan
tubulus. Bila massa otot tetap, maka adanya perubahan pada kreatinin
berbeda menurut jenis kelamin, usia, dan ukuran. Kadar kreatinin serum
hanya berguna bila diukur pada kadar tunak (steady state) perlu sekitar 7
hari.
2. Klirens kreatinin ( Klkr )
oleh tubulus ginjal dalam jumlah yang bermakna. Oleh karena itu ekskresi
secara umum uji klirens kreatinin masih merupakan uji fungsi ginjal yang
terpilih.
berikut:
U xV
Klkr= ml/menit
S
( 140−umur ) x BB(kg)
Klkr (ml /menit)= XF
72 x kreatinin serum(mg/dl)
Pada wanita:
( 140−umur ) x BB(kg)
Klkr (ml /menit)= XF
72 x kreatinin serum(mg/dl)
BB = berat badan
3. Urea
Pada gagal ginjal akut, fungsi ginjal hilang dengan sangat cepat dan dapat
terjadi dari suatu luka tubuh yang bervariasi. Daftar dari penyebab-penyebab ini
diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan
organ ginjal.
diantaranya:
6. Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal
7. Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau
glomerulonephritis.
E. Tanda dan Gejala
disebabkan ureum yang berlebih pada air liur. Oleh bakteri dimulut (yang
bernapas dan berbicara baunya amoniak. Selain itu, bisa timbul luka-luka
2. Gangguan Pencernaan
Selain bau mulut, kurang darah merupakan tanda lain bila ginjal
mulai tergang gu. Hal ini terjadi karena kurangnya produksi eritropoetin,
hingga saat ini, tetapi bisa menjadi pertanda gangguan pada fungsi ginjal.
Menderita sakit maag dan peradangan pada usus juga dapat dijadikan
tanda.
Gangguan fungsi hormonal jika terjadi terus menerus juga dapat
menjadi pertanda ada yang tidak beres pada ginjal. Diantaranya terjadi
penurunan libido, fertilitas, dan akibat seksual lainnya. Pada wanita bisa
tandanya lebih jelas lagi. Seperti timbulnya gangguan pada sistem saraf
dan otot. Kaki sering terasa pegal atau restless leg syndrome, akibatnya
dapat menyebabkan kejang. Satu lagi adalah otot menjadi lemah dan
Karena itu, orang yang memiliki masalah jantung agar lebih berhati-hati
4. Kelebihan Protein
Langkah yang hingga kini cukup efektif untuk mengetahui apakah
fungsi ginjal mulai atau sudah terganggu adalah tes proteinuria. Tes ini
berada dalam jumlah dan komposisi yang tepat. Sebuah penelitian yang
proteinuria.
ditandai dengan air seni yang berbusa. Tubuh kekurangan protein yang
mengalami hal seperti itu. Ada juga yang tanpa gejala dan baru diketahui
pada saat tanda-tanda payah ginjal muncul. Karena itu, satu-satunya cara
laboratorium secara berkala (enam atau setahun sekali atau jika perlu lebih
ginjal), untuk mengetahui adanya proteinuria, air seni yang baik buat
diperiksa adalah pada saat pagi hari karena telah mengalami pemekatan
pada malam harinya. Biasanya dengan dipsticks, berupa kertas tipis yang
akan berubah warna jika urin mengandung protein, dan terlihat berapa
kadarnya. Warna yang keluar bisa dicocokkan dengan list warna yang
terlalu sederhana dan hanya bisa mendeteksi protein jenis albumin saja.
maksimal.
F. Faktor Resiko
Siapapun bisa mendapatkan penyakit ginjal kronis pada usia berapa pun.
Namun, beberapa orang mungkin lebih mudah mengalami dari pada yang lain
diantaranya :
1. Diabetes Melitus
Diabetes merupakan faktor komorbiditas hingga 50% pasien dan
2. Hipertensi
menyebabkan hipertensi.
3. Anemia
Anemia banyak dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia
4. Ras
G. KLASIFIKASI
1. Stadium 1
Bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewatginjal
kapiler.
2. Stadium 2
Insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, BloodUrea
3. Stadium 3
hipertensi.
4. Stadium 4
5. Stadium 5
National Kidney Foundation (NKF) tahun 2016 terdapat 5 stage pada penyakit
gagal ginjal kronik. Berdasarkan adanya kerusakan ginjal dan laju filtrasi
H. MANIFESTASI KLINIK
Meanifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu:
Gangguan pada sistem gastrointestinal:
1. Anoreksia, nausea, dan vomitus b/d gangguan metaboslime protein dalam
usus.
2. Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
3. Cegukan (hiccup)
4. Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik
Kulit:
Sistem Hematologi:
1. Anemia
2. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
3. Gangguan fungsi leukosit
Sistem kardiovaskuler:
1. Restles leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu
digerakkan.
2. Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama
ditelapak kaki.
3. Ensefalopati metabolik: Lemah, sulit tidur, konsentrasi turun, tremor,
asteriksis, kejang.
4. Miopati: Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal
Sistem endokrin:
insulin.
3. Gangguan metabolisme lemak.
4. Gangguan metabolisme vitamin D
I. Pengobatan
penghambat ACE dan ARB merupakan standar saat ini perawatan untuk pasien
dengan CKD, pasien semakin kehilangan fungsi ginjal sedangkan pada obat-obat
ini, seperti yang terlihat dalam RENAAL studi, yang melaporkan penurunan dari
waktu ke waktu diperkirakan laju filtrasi glomerulus pada pasien yang diobati
Saat ini, beberapa senyawa dalam pembangunan untuk CKD. Ini termasuk,
digunakan untuk mengontrol serum fosfat tingkat, yang biasanya meningkat pada
penyakit ginjal kronis lanjut. Ketika seseorang mencapai tahap 5 CKD, terapi
Orang dengan CKD berada pada risiko nyata terhadap penyakit kardiovaskular,
hiperlipidemia. Penyebab paling umum kematian pada orang dengan CKD karena
hiperlipidemia dibenarkan.
menimbulkan toksisitas.
tidak terganggu.
3. Banyak efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien gagal ginjal.
bergantung pada apakah obat tersebut dieliminasi seluruhnya lewat ginjal atau
obat yang efek sampingnya tidak berhubungan atau sedikit hubungannya dengan
dosis, modifikasi regimen dosis secara tepat tidak diperlukan dan cukup dilakukan
Pada obat yang lebih toksik dengan batas keamanan yang sempit, sebaiknya
digunakan regimen dosis yang didasarkan atas laju filtrasi glomerulus. Pada obat
yang efikasi dan toksisitasnya berkaitan erat dengan kadar plasma, anjuran
Dosis pemeliharaan total per hari suatu obat dapat dikurangi baik dengan
cara mengurangi dosis tiap kali pemberian atau dengan memperpanjang interval
pemberian antar dosis. Untuk beberapa obat, jika dosis pemeliharaan dikurangi,
perlu diberikan suatu dosis muatan jika dibutuhkan efek segera. Hal ini
disebabkan apabila pasien diberi obat apapun dengan dosis lazim, diperlukan
waktu lebih dari lima kali waktu paruh untuk mencapai kadar plasma steady state.
Karena waktu paruh obat yang diekskresikan melalui ginjal menjadi lebih lama
pada keadaan gagal ginjal, maka diperlukan beberapa hari agar dosis yang telah
dikurangi dapat mencapai kadar plasma terapetik. Dosis muatan ini biasanya sama
besarnya dengan dosis awal untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal.
gangguan ginjal karena akibat nefrotoksisitas ini bisa lebih parah apabila renal
tingkat keparahan gangguan fungsi ginjal. Fungsi ginjal dinyatakan dalam Laju
Filtrasi Glomerulus (GFR) yang dihitung berdasarkan formula yang berasal dari
serum, umur, jenis kelamin, dan ras) atau dapat juga dinyatakan sebagai bersihan
kreatinin (yang paling baik diperoleh dari urin yang dikumpulkan selama 24 jam
Penting
Cockroft dan Gault) karena fungsi ginjal saat ini sering dilaporkan berdasarkan
perkiraan kecepatan filtrasi glomerulus normal pada luas permukaan tubuh 1,73
m2 dan diperoleh dari formula MDRD. Dua jenis ukuran fungsi ginjal tidak dapat
dibagi ke dalam tiga tingkat (definisi bervariasi sesuai dengan tingkat gangguan
fungsi ginjal; selanjutnya, apabila informasi yang tersedia tidak sesuai dengan
penggolongan ini, nilai bersihan kreatinin atau ukuran fungsi ginjal yang lain bisa
digunakan).
pasien dengan luas permukaan tubuh 1,73 m2. Laju filtrasi glomerulus absolut
obat melalui ginjal dan menyebabkan konsentrasi obat menjadi subterapeutik atau
supraterapeutik, yang kemudian dapat menurunkan efikasi atau meningkatkan
toksisitas.
sangat penting saat menentukan dosis obat yang dieliminasi melalui ginjal.
Pada pasien dengan laju filtrasi glomerular (GFR) <60 mL/menit/1,73 m2, MDRD
lebih baik digunakan dibandingkan persamaan Cockroft-Gault dalam
dan golongan statin. Penentuan stadium penyakit ginjal kronis bergantung pada
Diuretik
hipertensi dan penyakit ginjal kronis (hanya jika Scr <2,5 mg/dL atau CrCl >30
mL/menit). Diuretik loop juga banyak digunakan untuk mengobati hipertensi pada
pasien penyakit ginjal kronis, tetapi diuretik hemat kalium harus dihindari karena
Antihipertensi
antihipertensi first-line yang digunakan pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2
dan penyakit ginjal kronis tahap awal. Beta-bloker yang bersifat hidrofilik
Agen Hipoglikemik
tidak direkomendasikan jika Scr >1,5 mg/dL pada pria dan >1,4 mg/dL pada
wanita. Penting untuk mengawasi secara ketat terjadinya asidosis laktat pasien
penyakit ginjal kronis yang menggunakan metformin. Sulfonilurea sepert
klorpropamid dan gliburida harus dihindari pada pasien penyakit ginjal kronis
hipoglikemia.
Analgesik
Metabolit morfin, tramadol, dan kodein pada pasien penyakit ginjal kronis dapat
dosis direkomendasikan untuk morfin dan kodein pada pasien dengan nilai CrCl
Golongan Statin
Terapi golongan statin untuk dislipidemia banyak digunakan pada pasien penyakit
ginjal kronis. Atorvastatin dan pravastatin tidak perlu penyesuaian dosis, tetapi
terapi yang optimal. Mengawasi nilai CrCl dan GFR dapat mencegah efek
samping yang tidak perlu dari obat-obatan yang membutuhkan penyesuaian pada
http://www.pharmacytimes.com/contributor/shivam-patel-pharmd
candidate/2016/08/medications-requiring-renal-dosage-adjustments
Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi
Edisi 2. EGC.Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat
Widyawati. 2016. Praktik Farmasi Klinik Fokus Pada Pharmaceutical Care. Edisi