Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

CKD DI RUANG ICU RSUP DR TAJUDDIN CHALID MAKASSAR

Disusun Oleh:

INDRIANI
B0323702

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

KABUPATEN MAJENE

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Chronic Kidney Disease


1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan
elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bayhakki, 2013).
Chronic Kidney Disease adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel
dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya dan
Putri, 2017).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Chronic Kidney
Disease adalah suatu keadaan klinis yang terjadi penurunan fungsi ginjal dengan ditandai
terjadinya penurunan GFR selama >3 bulan yg bersifat progresif dan irreversibel, ginjal
tidak dapat mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia.
2. Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif pada pembuluh darah
hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu kondisi yang disebabkan oleh
hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan oleh penebalan, hilangnya elastisitas
sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal
ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran
darah atau yang lebih sering secara asceden dari traktus urinarius bagian bawah lewat
ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut
plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal dan
berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefripati amiliodosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah
secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain,
serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis) serta adanya
asidosis.

3. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengarui setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan semakin berat.
Dan banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri, 2017) .
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit glomerulus baik
primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis interstisial, obstruksi saluran
kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1)
mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun
dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit
tubulus ginjal dan interstitium; (2) mekanisme kerusakan progresif yang ditandai dengan
adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa.
Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi terhadap
total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah dijelaskan di atas,
pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR. Namun pada
akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam mengatur
autoregulasi tekanan glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi sistemik dalam
glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan  hipertrofi nefron yang
sehat sebagai mekanisme kompensasi.
Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan hiponatremia
akibat ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan
menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria sebanding dengan tingkat progresi dari gagal
ginjal. Reabsorpsi protein pada sel tubuloepitelial dapat menyebabkan kerusakan langsung
terhadap jalur lisosomal intraselular, meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi
lokal growth faktor, dan melepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan
menyebabkan inflamasi dan fibrosis tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi
makrofag.

Gambar 2.3 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Patogan lintang Ginjal
(McAlexander, 2015)
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis matriks
ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen tubulointerstitiel yang
berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulointerstitiel, dan atropi tubuler akan
menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus
progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi ekskretorik
maupun non-ekskretorik ginjal.  Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal antara lain penurunan
ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli, penurunan ekskresi kalium,
penurunan ekskresi fosfat, penurunan ekskresi hidrogen.
Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah bentuk
inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO), menurunkan fungsi
insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan sistem reproduksi.
Angiotensin II memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan intraglomerular.
Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di ginjal dan merupakan
vasokonstriktor kuat yang akan mengatur tekanan intraglomerular dengan cara
meningkatkan irama arteriole efferent. Angiotensin II akan memicu stres oksidatif yang
pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dan kemoaktraktan,
sehingga angiotensin II memiliki peran penting dalam patofisiologi CKD.
Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan karena banyak sebab,
salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D atau kalsitriol, yang akan
menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi
Ca. Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada
CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang terjadi karena hipokalsemia,
hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadapPTH. Kalsium dan kalsitriol merupakan
feedback negatif inhibitor, sedangkan hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan
sekresi PTH.
Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan menyebabkan inhibisi
1- α  hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-
23 maka sintesis kalsitriol pun akan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap vitamin D.
Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan.
Terjadi peningkatan hormon parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme
sekunder. Hiperparatiroidisme sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum tulang
sehingga akan menurunkan pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan
menyebabkan anemia. Selain itu hiperparatiroidisme sekunder juga akan menyebkan
osteodistrofi yang diklasifikasikan menjadi osteitis fibrosa cystic, osteomalasia, adinamik
bone disorder, dan mixed osteodistrofi. Penurunan ekskresi Na akan menyebabkan retensi
air sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan oedem, hipertensi. Penurunan ekskresi
kalium juga terjadi terutama bila GFR < 25 ml/mnt, terlebih pada CKD stadium 5. Penuruan
ekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia sehingga meningkatkan resiko terjadinya
kardiak arrest pada pasien.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi adanya anion gap
yang normal maupun peningkatan anion gap.  Pada CKD, ginjal tidak mampu membuat
ammonia yang cukup pada tubulus proksimal untuk mengekskresikan asam endogen ke
dalam urin dalam bentuk ammonium. Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada CKD
stadium 5. Anion gap terjadi karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lain
yang tidak terekskresi dengan baik. Asidosis metabolik pada CKD dapat menyebabkan
gangguan metabolisme protein. Selain itu asidosis metabolic juga merupakan salah satu
faktor dalam perkembangan osteodistrofi ginjal.
Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresi sisa nitrogen dalam
tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, basal urea nitrogen akan meningkat,
begitu juga dengan ureum, kreatinin, serta asam urat. Uremia yang bersifat toksik dapat
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
Selain itu sindrom uremia ini akan menyebabkan trombositopati dan memperpendek usia sel
darah merah. Trombositopati akan meningkatkan resiko perdarahan spontan terutama pada
GIT, dan dapat berkembang menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila
sampai di kulit akan menyebabkan pasien merasa gatal – gatal.
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid, gangguan
sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin menurun, maka gula darah
akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan memicu timbulnya aterosklerosis, yang
pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung.
Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang pada hiperparatiroidisme
sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain itu anemia dapat terjadi juga karena
masa hidup eritrosit yang memendek akibat pengaruh dari sindrom uremia, anemia dapat
juga terjadi karena malnutrisi (Kirana, 2015)

4. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Penyakitnya


Dibawah ini 5 stadium penyakit Chronic Kidney Disease sebagai berikut :
a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
e. Stadium 5, gagal ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

5. Manifestasi Klinik
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Pada gagal
ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada
CKD oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron
(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan
tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama
jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor
uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis,
cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada
90 % kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas. Penderita sering mengeluh tungkai
bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki,
gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi,
tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit berwarna pucat, mudah
lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan
kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi akibat berkurangnya
masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi
trombosit dan trombositopeni. selain anemi pada CKD sering disertai pendarahan akibat
gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit
maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga
pada penderita CKD mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit
dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia,
hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri, 2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan metabolik
seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu, pengukuran yang paling umum
dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum kreatininmungkin hanya sedikit meningkat pada
tahap awal CKD . akibatnya, estimasi GFR sangat penting bagi pengenalan tahap awal
CKD. Karena tahap awal CKD sering tidak terdeteksi, dibutuhkan diagnosis pada pasien
dengan tingkat kecurigaan yang tinggi yaitu yang mengalami kondisi kronis seperti
hipertensi dan diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada stage III, IV, V.
Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor (hiperparatiroidisme sekunder),
malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolit menjadi lebih umum seiring fungsi ginjal
memburuk. Umumnya pada pasien CKD stadium V juga mengalami gagal-gagal,
intoleransi dingin, berat badan menurun, neuropati perifer (Joy et al, 2008).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL (wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik
6) Na ++ serum : menurun
7) K+ : meningkat
8) Mg +/ fosfat : meningkat
9) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)

7. Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)
8. Pathway
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata

Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dari pada perempuan, karena kebiasaan pekerjaan dan
pola hidup yang sehat. resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.

Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai.
Keluhan bisa berupa urine output yang menurun, sampai pada tidak dapat memproduksi
urine, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-ventilasi, anoreksia,
mual dan muntah, keringat dingin, kelelahan, napas berbau urea, dan pruritus (rasa gatl),
kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme/toksindalam
tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada klien dengan Chronic Kidney Disease biasanya terjadi penurunan jumlah urine,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan system
ventilasi,kelelahan,perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas,selain itu, karena
berdampak pada proses metabolisme, maka akan terjadi anoreksia, mual dan muntah
sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dari gagal ginjal akut dengan berbagai,penyebab.
Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan Saluran Kemih,payah jantung,
penggunan obat berlebihan khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, Benign prostatic
hyperplasia (BPH) dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu,
ada beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal seperti
diabetes militus, hipertensi, dan batu saluran kemih.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Chronic Kidney Disease (CKD) bukan penyakit menular dan menurun,sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini.Namun, pencetus sekunder seperti
Diabetes Militus dan Hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit Chronic
Kidney Disease,karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga
yang diterapakan jika ada anggota kelurga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit

5. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping yang baik. Pada klien
Chronic Kidney Disease, biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien
mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisis. Klien akan
mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri murung. selain itu,kondisi ini juga dipicu
oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami
kecemasan.

6. Keadaan Umum dan Tanda Tanda Vital

Kondisi klien Chronic Kidney Disease (CKD) biasanya lemah, tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR
meningkat, hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.

7. System Pernapasan

Adanya bau urea pada bau napas, jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik
maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin
cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi.

8. Sistem Hematologi

Biasanya ditemukan fricition rub pada kondisi uremia berat. Selain itu,biasa terjadi
peningkatana tekanan darah,akaral teraba dingin, CRT lebih dari 3 detik, terjadi palpitasi
jantung, chest pain, dyspnea, terjadi gangguan di irama jantung dan terjadi gangguan
sirkulasi lainya. Jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh akan semakin buruk
karena tidak efektif dalam proses pembungan sisa. Juga dapat terjadi gangguan anemia
karena penurunan eritropoetin.

9. Sistem Neuromuskuler

Terjadi penurunan kognitif serta terjadi disorientasi pada pasien Chronic Kidney Disease.
Terjadi penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi cerebral
terganggu.

10. Sistem Kardiovaskuler

retensi natrium dan air akan mengalami peningkatan kerena tekanan darah.Tekanan darah
meningkat diatas keambangan akan mempengarui volume vaskuler sehingga akan terjadi
peningkatan beban jantung pada klien Chronic Kidney Disease

11. Sistem Endokrin

Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan Chronic Kidney Disease akan
mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormone repoduksi. Selain itu, jika
kondisi Chronic Kidney Disease berhubungan dengan penyakit diabetes militus, maka aka
ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses metabolisme.

12. Sistem Perkemihan

Dengan terjadinya gangguan dan kegagalan fungsi ginjal secara menyeluruh di proses
filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekresi, maka tanda gejala yang paling menonjol yaitu
penurunan pengeluaran urine kurang dari 400 ml/hari bahkan sampai pada tidak adaanya
urine.
13. Sistem pencernaan
Gangguan yang terjadi pada system pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit itu
sendiri. Sering ditemukan anoreksia, mual, muntah, dan diare.
14. Sistem Muskuloskeletal
Dengan terjadinya gangguan penurunan atau kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi pada tulang,sehingga beresiko terjadinya
pengkroposan tulang yang tinggi
Dengan terjadinya gangguan penurunan atau kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi pada tulang,sehingga beresiko terjadinya
pengkroposan tulang yang tinggi.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan
dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Nurarif, 2015 dan SDKI,
2016):
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan
dan natrium.

2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.


3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
C. Perencanaan keperawatan

N Diagnosa
Tujuan & KH Intervensi Keperawatan
O Keperawatan

1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas L.01011
efektif b.d keperawatan Observasi
kecemasan(ansietas) selama 3x24 jam - Monitor pola nafas (frekuensi,
D.0005 diharapkannya pola kedalaman, usaha nafas)
nafas adekuat - Monitor bunyi
Kriteria Hasil: nafastambahan(mis.Gurgling,
SLKI Pola nafas L.01004 mengi,wheezing,ronkhi kering)
Teraupetik
- Tekanan ekspirasi
- Posisikan semi fowleratau fowler
- Tekanan inspirasi
- Berikan minumhangat
- Penggunaan otot
bantu nafas - Lakukan fisioterpidada,jikaperlu
- Pemanjangan fase - Berikanoksigen,jikaperlu
ekspirasi Edukasi
- Frekuensi nafas - Anjurkan asupan cairan 200
- Kedalaman nafas ml/hari,jika tidak kontraindikasi
- Ajarkanteknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik,jika perlu.
2 Resiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Cairan L.03098:
ketidakseimbangan keperawatan Observari
cairan b.d fisiologis selama 3x24 jam - Monitor status hidrasi (mis.
(penyakit CKD) diharapkannya Frekuensi nadi, kekuatan
D.0036 keseimbangan cairan nadi,akral, pengisian kapiler,
meningkat kelembaban mukosa, turgor kulit,
Kriteria Hasil: tekanan darah)
SLKI keseimbangan cairan - Monitor berat badan harian
L.03020 - Monitor berat badan sebelum dan
- Asupan cairan sesudah dialisis
meningkat - Monitor hasil pemeriksaan
- Haluaran urin laboratorium (mis. Hematokrit,
- -Kelembaban Na,K, CI, berat jenis urine, BUN)
membran mukosa Teraupetik
- Asupan makan - Catat intake-output dan hitung
- Dehidrasi balans cairan 24 jam
- Tekanan darah - Berikan asupan cairan, sesuai
- Mata cekung kebutuhan
- Turgor kulit - Berikan cairan intravena, jika
- -Berat badan perlua
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika
perlu
3 Risiko intoleransi Setelahdilakukan asuhan Promosi latihan fisik L.05183
aktivitas keperawatan Observasi
b.d ketidakbugaran selama 3x24 jam - Identifikasi keyakinan kesehatan
status fisik diharapkannya risiko tentang latihan fisik
D.0060 intoleransi aktivitas
- Identifikasi pengalaman olahraga
membaik.
Kriteria Hasil: sebelmnya
SLKI tingkat keletihan - Identifikasi motivasi individu
L.05046 untuk memulai atau melanjutkan
program olahraga
- Verbalisasi
- Identifikasi hambatan untuk
kepulihan energi
olahraga
- Tenaga
Teraupetik
- Kemampuan - Motivasi mengungkapkan perasaan
melakukan aktivitas tentang olahraga/kebutuhan
- rutin berolahra
- Verbalisasilelah - Motivasi memulai atau
melanjutkan olahraga
- Lesu
- Lakukan aktivitas olahraga
- Selera makan bersama pasien, jika perlu
- -polaistirahat - Libatkan keluarga dalam
merencanakan dan memelihara
program latihan
- Berikan umpan balik positif
terhadap setiap upaya yan
dijalankan pasien
Edukasi
- Jelaskan manfaat kesehatan dan
efek fisiologis olahraga
- Jelaskan jenis latihan yang sesuai
dengan kondisi kesehatan
- Ajarkan latihan pemanasan dan
pendingainan yang tepat
- Ajarkan teknik menghindai cedera
saat olahraga memaksimalkan
penyerapan oksigen selama latihan
fisik
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan rehabilitas
medis atau ahli fisiologi olahraga,
jika perlu

D. Implemntasi keperawatan

Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan : review tindakan
keperawatan dalam tindakan keperawatan yang didefenisikan pada tahap perencanaan,
menganalisia pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui
komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan
mempersiapkan peran yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai
dengan yang akan dilaksanakan mengidentifikasi aspek hokum dan etika terhadap resiko
dari potensi tindakan.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh dignosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya
sudah berhasil dicapai, yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan dan
pelaksanaan tindakan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Akses Pembuluh Darah, diakses tanggal 20 juni 2018,melalui
<https://www.sahabatginjal.com/penting-bagi-anda/hemodialisis>
Bayhakki. 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: EGC
Heardman. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC: Jakarta
Huddak and Gallo 2010, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap
Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Ika 2015.Laporan Pendahuluan “Chronic Kidney Disease (CKD)”dilihat 4 Mei 2018, melalui
<http://repository.lppm.unila.ac.id/1391/1/49-54-IKA-A.pdf>
Joy et al (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishig
Kirana 2015. Laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease
diakses pada tanggal 4 mei 2018 melalui
<https://www.academia.edu/31553378/CHRONIC_KIDNEY_DEASES
McAlexcander 2016,Faruq 2017, Upaya Penurunan Volume Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oscar 2017,Situasi Penyakit Ginjal Kronikdiakses pada tanggal 25 Mei 2018,
melalui<http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/
infodatin%20ginjal%202017.pd>
Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing
Suharyanto, T. Madjid A, 2009.Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan . Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Syaifudin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keparawatan &
Kebidanan Ed 4 Jakarta: EGC
Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teori dan Contoh
Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson 2012, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap Self Care
Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai