Disusun Oleh :
ANSYAR EKA PUTRA ANWAR
P07120522012
Laporan Keperawatan Medikal Bedah Yang Berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S
dengan diagnose Medis Anemia di Ruang Edelweis RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Medikal Bedah.
Mengetahui,
________________________ _______________________
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatik dengan mengatur
volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, eksresi metabolisme, sistem
pengaturan hormonal dan metabolisme (Syaifudin, 2011). Gangguan pada ginjal salah
satunya adalah ChronicKidney Disease (CKD), dimana ChronicKidney Disease (CKD)
menurut Kementrian Kesehatan RI 2017 merupakan masalah kesehatan masyarakat
global dengan prevelens dan insidens penyakit ginjal yang meningkat, prognosis yang
buruk dan biaya yang tinggi. (Oscar, 2017).
Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD) bisa dilakukan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi penganti ginjal (Ika, 2015). Tujuan terapi konservatif
mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan keluhan
akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan
memelihara keseimbangan cairan elektrolit (Kirana, 2015). Salah satu terapi konservatif
pengganti ginjal adalah hemodialisis. Tujuan hemodialisis adalah untuk memperbaiki
komposisi cairan sehingga mencapai keseimbangan cairan yang diharapkan untuk
mencegah kekurangan atau kelebihan cairan yang dapat menyebabkan efek yang
signifikan terhadap komplikasi kardiovaskuler dalam jangka panjang (Wilson, 2012).
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan menggali lebih dalam tentang asuhan keperawatan pada pasien Chronic
Kidney Disease dengan hemodialisa.
2. Tujuan Khusus
a. Menggali pengkajian keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
b. Menggali diagnosa keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
c. Menggali perencanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
d. Menggali pelaksanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
e. Menggali evaluasi keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah
aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif
pada pembuluh darah hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar
yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan
penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai
ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara asceden dari tractus
3
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan
mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di
ginjal dan berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefripati
amiliodosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada
dinding pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ
lain, serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis)
serta adanya asidosis.
3. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengarui setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan semakin berat. Dan
banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri, 2017)
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit
glomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis
interstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2
mekanisme kerusakan : (1) mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan
selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis,
atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium; (2) mekanisme
kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron
yang tersisa.
Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi
terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah
dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk
mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan
mengalami kegagalan dalam mengatur autoregulasi tekanan glomerular, dan akan
menyebabkan hipertensi sistemik dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus
ini akan menyebabkan hipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi.
Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan
hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan
glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria sebanding dengan
tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada sel tubuloepitelial dapat
menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal intraselular, meningkatkan
stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth faktor, dan melepaskan faktor
kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan fibrosis
tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi makrofag.
Gambar 2.3 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Patogan lintang
Ginjal (McAlexander, 2015)
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis
matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen
tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulointerstitiel, dan
atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan
akan menghentikan siklus progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi
ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal
antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli,
penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat, penurunan ekskresi hidrogen.
Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah
bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO), menurunkan
fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan sistem
reproduksi. Angiotensin II memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan
intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di ginjal
dan merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mengatur tekanan intraglomerular
dengan cara meningkatkan irama arteriole efferent. Angiotensin II akan memicu stres
oksidatif yang pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dan
kemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki peran penting dalam patofisiologi
CKD.
Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan karena
banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D atau
kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga
terjadi penurunan absorbsi Ca. Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan
hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder
yang terjadi karena hipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadapPTH.
Kalsium dan kalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor, sedangkan
hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan sekresi PTH.
Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan menyebabkan
inhibisi 1- α hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena
inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol pun akan menurun. Akan terjadi
resistensi terhadap vitamin D. Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan.
Terjadi peningkatan hormon parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme
sekunder. Hiperparatiroidisme sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum
tulang sehingga akan menurunkan pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan
menyebabkan anemia. Selain itu hiperparatiroidisme sekunder juga akan menyebkan
osteodistrofi yang diklasifikasikan menjadi osteitis fibrosa cystic, osteomalasia,
adinamik bone disorder, dan mixed osteodistrofi. Penurunan ekskresi Na akan
menyebabkan retensi air sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan oedem,
hipertensi. Penurunan ekskresi kalium juga terjadi terutama bila GFR < 25 ml/mnt,
terlebih pada CKD stadium 5. Penuruan ekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia
sehingga meningkatkan resiko terjadinya kardiak arrest pada pasien.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi adanya
anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap. Pada CKD, ginjal tidak
mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus proksimal untuk
mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk ammonium. Peningkatan
anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap terjadi karena akumulasi
dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lain yang tidak terekskresi dengan baik. Asidosis
metabolik pada CKD dapat menyebabkan gangguan metabolisme protein. Selain itu
asidosis metabolic juga merupakan salah satu faktor dalam perkembangan
osteodistrofi ginjal.
Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresi sisa
nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, basal urea nitrogen
akan meningkat, begitu juga dengan ureum, kreatinin, serta asam urat. Uremia yang
bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mengenai sistem saraf
perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu sindrom uremia ini akan menyebabkan
trombositopati dan memperpendek usia sel darah merah. Trombositopati akan
meningkatkan resiko perdarahan spontan terutama pada GIT, dan dapat berkembang
menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan
menyebabkan pasien merasa gatal – gatal.
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid,
gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin menurun,
maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan memicu timbulnya
aterosklerosis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung.
Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang pada
hiperparatiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain itu anemia
dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat pengaruh dari
sindrom uremia, anemia dapat juga terjadi karena malnutrisi (Kirana, 2015)
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL (wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik
6) Na ++ serum : menurun
7) K+ : meningkat
8) Mg +/ fosfat : meningkat
9) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)
7. Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)
B. Konsep Hemodialisis
Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hallow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Sudoyo et al.
2009)
1. Definisi
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat zat sisa metabolisme, zat toksik
lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer (Wijaya dan Putri, 2017)
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end
stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen
(Suharyanto dan Madjid, 2009).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah
suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk proses pembuangan zat-
zat sisa metabolisme, zat toksik dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit
lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer.
2. Tujuan
Hemodialisa bertujuan Membuang sisa produk metabolisme protein : urea
kreatinin dan asam urat, Membuang kelebihan cairan dengan mempengaruhi tekanan
banding antara darah dan bagian cairan, Mempertahankan atau mengembanlikan
sistem buffer tubuh, Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
(Wijaya dan Putri, 2017)
Hemodialisa menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta menggantikan fungsi ginjal
sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
3. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan gagal
ginjal akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasi glomerulus <5
ml).
b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi konservatif, Kadar
ureum /kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%, kreatinin serum>6mEq/l,
Kelebihan cairan, Mual dan muntah yang hebat
c. Intoksikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis, Oliguria/an uria
>5 hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl (Wijaya dan Putri, 2017)
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi
glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek dianggap
demikian bila (TKK)<5mL/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK
<5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum >6 mEq/L
c. Ureum darah 200mg/dl
d. pH darah <7,1
e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
f. Fluid overloaded (Sudoyo et al. (2010)
4. Kontra indikasi
a. Hipertensi berat (TD >200/100mmHg)
b. Hipotensi (TD <100mmHg)
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2017)
5. Prinsip Hemodialisa
Prinsip hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran
partikel-partikel dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang
ditimbulkan oleh perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran
dialisis, difusi menyebabkan pergeseran urea kreatinin dan asam urat dari darah ke
larutan dialisat.
Osmosa adalah Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi
permiabel dari daerah yang kadar partikel partikel rendah ke daerah partikel lebih
tinggi, osmosa bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada
pada.
Ultrafiltrasi Terdiri dari pergeseran cairan lewat membran semi periabel
dampak dari bertambahnya tekanan yang dideviasikan secara buatan, Hemo:darah,
dialisis memisahkan dari yang lain (Sudoyo et al, 2009)
6. Akses Sirkulasi Darah
a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena pulmoralis atau vena subklavikula
b. Cimino : dengan membuat fistula interna arteriovenosa~ operasi (LA.Radialis dan
V. Sefalika pergelangan tangan) pada tangan non dominan. Darah dipirau dari A ke
V sehingga vena membesar hubungan ke sistim dialisi dengan 1 jarum di distal
(garis arteri) dan diproksimal (garis vena), lama pemakaian -+ 4 tahun, masalah
yang mungkin timbul: Nyeri pada punksi vena,trombosis, Aneurisme, kesulitan
hemostatik post dialisa, Iskemia tangan. Kontra indikasi : Penyakit perdarahan,
Kerusakan prosedur sebelumnya, Ukuran pembuluh darah klien/halus.
c. AV Graft : tabung plastik dilingkarkan yang menghubungkan arteri ke vena..
operasi graf seperti operasi fastula AV, digunakan 2-3 minggu setelah
operasi(Wijaya dan Putri, 2017)
9. Komplikasi
Wijaya dan Putri (2017) menjabarkan komplikasi hemodialisa sebagai berikut :
1. Hipotensi
Merupakan komplikasi akut yang sering terjadi, dimana insiden 15-30%. Dapat
disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungsi otonom, vasodilatasi
karena energy panas dan obat anti hipertensi.
2. Kram otot
Terjadi 20 % pasien yang menjalankan hemodialisa, dimana penyebab idiopatik, namun
diduga karena kontraksi akut yang dipacu oleh peningkatan volume ekstrasluler.
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah 1. Sebagai data dasar dalam
dan tipe intake cairan dan menentukan intervensi
eliminasi selanjutnya
2. Tentukan kemungkinan 2. Untuk mengetahui tindakan yang
faktor resiko dari ketidak tepat untuk mengatasi masalah
seimbangan cairan
(hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan 3. Mengetahui adakah keleibihan
volume cairan
4. Monitor serum dan 4. Mengetahui kadar cairan dan
elektrolit urine elektrolit
5. Monitor adanya distensi 5. Mengetahui adanya kelebihan
leher, rinchi, eodem perifer volume cairan
dan penambahan BB
6. Monitor tanda dan gejala 6. Edema dapat menjadi tanda
dari odema kelebiihan cairan
Hemodialysis therapy
1. Bekerja secara kolaboratif 1. Terapi hemodialisa sesuai
dengan pasien untuk prosedur dapat mengurangi
menyesuaikan panjang kelebihan cairan dan sisa
dialisis, peraturan diet, metabolism di tubuh
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk
mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran antara
pengobatan.
3. Tujuan : Pressure management
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kulit akan adanya 1. Kemerahan dapat menjadi
keperawatan selama 3x24 kemerahan tanda kerusakan integritas
jam diharapkan gangguan kulit.
integritas kulit teratasi 2. Monitor tanda dan gejala 2. Infeksi dapat menjadikan
dengan infeksi pada area insisi integritas kulit menjadi
rusak
Kriteria Hasil: 3. Anjurkan pasien 3. Pakaian yang longgar dapat
1. Tidak ada tanda –tanda menggunakan pakaian yang mengurangi rasa nyeri pada
infeksi longgar kulit yang rusak
2. Ketebalan dan teksture 4. Hindari kerutan pada tempat 4. Kerutan di tempat tidur
jaringan normal tidur dapat menyebabkan nyeri
3. Menunjukan pada kulit yang rusak
pemahaman dalam 5. Jaga kebersihan kulit agar 5. Menjaga integritas kulit
proses perbaikan kulit tetap bersih dan kering agar tetap bagus
dan mencegah 6. Mobilisasi pasien (ubah 6. Mobilidsasi rutin dapat
terjadinya cidera posisi pasien setiap dua jam mencegah dekubitus
berulang sekali)
4. Menunjukan terjadinya 7. Oleskan lotion atau minyak 7. Lotion dapat melembabkan
proses penyembuhan baby oil pada daerah yang kulit
luka tertekan.
4. Tujuan : Nutritional Management
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya mual dan 1. Mual dan muntah dapat
keperawatan selama 3x24 muntah menjadi data untuk
jam nutrisi seimbang dan menentukan status nutrisi
adekuat. 2. Monitor status nutrisi. 2. Mengetahui adanya
gangguan nutrisi pada
Kriteria Hasil: klien
Nutritional Status 3. Monitor adanya kehilangan 3. Sebagai data penguat untuk
1. Nafsu makan berat badan dan perubahan mengetahui adanya
meningkat status nutrisi. gangguan nutrisi
2. Tidak terjadi 4. Monitor albumin, total 4. Hasil lab dapat menjadi
penurunan BB protein, hemoglobin, dan data pendukung
3. Masukan nutrisi hematocrit level yang menentukan intervensi
adekuat menindikasikan status
4. Menghabiskan porsi nutrisi dan untuk
makan perencanaan treatment
5. Hasil lab normal selanjutnya.
(albumin, kalium) 5. Monitor intake nutrisi dan 5. Intake nutrisi yang adekuat
kalori klien. dapat meningkatkan status
nutrisi
6. Berikan makanan sedikit 6. Makanan sedikit tapi sering
tapi sering dapat meningkatkan nafsu
makan klien
7. Berikan perawatan mulut 7. Perawatan mulut dapat
sering meningkatkan nafsu klien
8. Kolaborasi dengan ahli gizi 8. Diet yang sesuai dapat
dalam pemberian diet sesuai menyeimbangkan status
terapi nutrisi klien
9. Monitor masukan makanan / 9. Masukan makanan yang
cairan dan hitung intake adekuat dapat
kalori harian meningkatkan status nutrisi
klien
Johnson, M, dkk, 2000, Io#a Intervention Project: Nursing Outomes Classification (NOC)
Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A.and Shirlee J. Snyde, alih bahasa Pamilih Eko
Aesculapius FKUI
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/155
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
I. Identitas
a. Pasien
1) Nama : Ny. S
2) Tanggal lahir : 10 Februari 1980
3) Umur : 42 Tahun
4) Jenis Kelamin : Perempuan
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SD
7) Pekerjaan : Petani
8) Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
9) Alamat : Hargorejo, Kaponewon Kokap, Kulon Progo
10) Diagnosa Medis : CKD on HD
11) No. RM :
12) Tanggal masuk RS : 1 Agustus 2022
b. Penanggug jawab/keluarga
1) Nama : Tn. S
2) Umur : 44 tahun
3) Pekerjaan : Tukang Kayu
4) Alamat : Hargorejo, Kaponewon Kokap, Kulon Progo
5) Hubungan dengan pasien : Suami
6) Status perkawinan : Menikah
II. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan pasien
1) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengatakan badan terasa lemas
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Alasan masuk RS:
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan pada hari Senin 1
Agustus 2022 merupakan jadwal untuk pemeriksaan darah lengkap di
Laboratorium RSUD Wates dan pada saat itu dokter memberikan
instruksi untuk rawat inap karena akan dilakukan transfuse darah
dikarenakan Hb rendah.
b) Riwayat kesehatan pasien
Sebelum masuk RS, klien menjalani cuci darah secara rutin setiap hari
selasa di RSUD Wates. Cuci darah pertama dilakukan pada Bulan
Januari 2022 sebanyak 2 kali.
3) Riwayat kesehatan dahulu
- Pada bulan Januari Tahun 2022 pasien pertama kali melakukan cuci
darah.
- Pada Bulan Mei 2022 dilakukan cuci darah sebanyak 1 kali dan
dirujuk ke RSUD Wates pada tanggal 26 Juli 2022.
- Pasien menjalani cuci darah rutin setiap hari selasa secara terjadwal.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Genogram
Laki-laki Tinggalserumah
Perempuan
Meninggal
Skala ketergantungan
KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing
Toileting
Eating
Moving
Ambulasi
Walking
Keterangan :
0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun
1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = Dibantu alat dan orang lain
4 = Tergantung total
4) Istirahat-tidur
- Sebelum sakit dan sesudah sakit klien mengatakan tidak ada masalah
pada jam tidurnya. Klien mengatakan tidur 7- 8 jam
5) Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Klien mengatakan bahwa ia mengetahui apa saja yang harus ia lakukan
semenjak ia menderita penyakit ini.
6) Pola toleransi terhadap stress-koping
Klien mngatakan biasanya berdoa dan berzikir agar perasaannya terasa tenang.
7) Pola hubungan peran
Klien mengatakan perannya sebagai ibu rumah tangga sedikit terganggu saat ia
menderita penyakit ini.
8) Kognitif dan persepsi
Pasien dapat menerima dengan keadaannya saat ini
9) Persepsi diri-konsep diri
a) Gambaran diri
Klien mengatakan bahwa ia menyukai semua bagian tubuhnya dan ia
mengatakan tidak ada yang ingin dirubahnya.
b) Identitas diri
Klien mengatakan posisinya sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga
saat ini terganggu dikarenan sakit yang diderita.
c) Peran diri
Klien mengatakan ia sebagai ibu dan istri. Klien merasa sejak klien sakit
klien tidak maksimal dalam menjalankan aktivitasnya.
d) Ideal diri
Klien berharap bahwa kondisi klien selalu stabil dan kualitas hidupnya meningkat
dengan cuci darah rutin. Klien berharap bahwa klien dapat diberikan umur yang
sehat dan dapat berkumpul dengan keluarganya.
e) Harga diri
Klien mengatakan dirinya berharga , klien mensyukuri dirinya apa
adannya.
10) Reproduksi dan Kesehatan
Klien mengatakan mempunyai 1 orang anak. Klien menikah satu kali dengan
suaminyasaat ini, klien memiliki anak dan suami. Klien tidak memiliki riwayat
penyakit reproduksi maupun masalah seksual.
11) Keyakinan dan nilai
Pasien mengatakan saat ini hanya bisa berdoa dan ber ikhtiar, namun
semuanya tergantung kehendak Allah.
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Compos Mentis
2) Status Gizi :TB = 160 cm
BB = 55 Kg
(Gizi baik/Kurang/Lebih)
3) Tanda Vital : TD = 154/90 mmHg Nadi = 88 x/mnt
Suhu = 36,6 °C RR = 25 x/mnt
SPO2 = 92 % ( pemakaian nasal kanul 2
Lpm)
c. Telinga
Telinga klien bersih. Fungsi pendengaran klien masih cukup normal
sesuai dengan usianya saat ini.
d. Hidung
Kondisi hidung klien terlihat simetris dan bersih. Klien maih mampu
membedakan bau.
3) Thorax
Dada klien terlihat simetris tidak ada retraksi dada, bentuk dada klien normal.
Irama pernafasan klien 25 x/menit. Pernafasan klien vesikuler dilapang paru
kiri dan kanan. Bunyi jantung normal. Tidak ada sitensi vena jugularis. Klien
mengatakan sesak hilang timbul ketika berjalan jauh dan CRT >3 detik
4) Abdomen
perut klien tidak asites, bissing usus 8x/menit. Klien mengatakan tidak
mengeluh mual dan muntah.
5) anus dan rectum
Normal tidak terdapat hemoroid
6) genetalia
Pasien mengatakan tidak ada masalah pada genetalia. Pasien tidak terpasang
kateter
10) Ekstremitas
a) Atas
Tidak ada kesulitan dalam pergerakan dan tampak ada lemas otot serta.
Saat ini diextremitas kanan terpasang iv-plug .
b) Bawah
Pasien mengatakan jika berjalan jauh akan cepat lemas dan sulit beraktivitas
hingga merasakan sesak.
Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual flebitis pada luka
tusukan infus :
Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan
Tempat suntikan tampak sehat Tidak ada tanda flebitis
0
- Observasi kanula
Salah satu dari berikut jelas: 1 Mungkin tanda dini flebitis
Nyeri tempat suntikan - Observasi kanula
Eritema tempat suntikan
Dua dari berikut jelas : 2 Stadium dini flebitis
Nyeri sepanjang kanula - Ganti tempat kanula
Eritema
Pembengkakan
Semua dari berikut jelas : 3 Stadium moderat flebitis
Nyeri sepanjang kanula Ganti kanula
Eritema Pikirkan terapi
Indurasi
Semua dari berikut jelas : 4 Stadium lanjut atau awal
Nyeri sepanjang kanula tromboflebitis
Eritema Ganti kanula
Indurasi Pikirkan terapi
Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : 5 Stadium lanjut tromboflebitis
Nyeri sepanjang kanula Ganti kanula
Eritema Lakukan terapi
Indurasi
Venous cord teraba
Demam
*)Lingkari pada skor yang sesuai tanda yang muncul
Pengkajian risiko jatuh (Humpty Dumpty)
Tanggal/waktu
Parameter Kriteria Nilai
1 2 3
Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
Usia
8-13 tahun 2
>13 tahun 1
Laki-laki 2
Jenis kelamin
Perempuan 1
Kelainan neurologis 4
Perubahan dalam oksigenasi 3
Diagnosis
Kelainan psikis/prilaku 2
Diagnosis lain 1
Tidak menyadari keterbatasan 3
dirinya
Gangguan kognitif Lupa adanya kterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri 1
sendiri
Riwayat jatuh dari tempat tidur 4
Pasien gunakan alat bantu 3
Faktor lingkungan
Pasien berada ditempat tidur 2
Diluar ruang perawat 1
Respon terhadap Dalam 24 jam 3
operasi/obat Dalam 48 jam 2
penenang/efek anestesi >48 jam 1
Bermacam- macam obat 3
digunakan: obat sedatif fenozin,
antidepresan, laksansia/ deuretika,
Penggunaan obat narkotik.
Salah satu dari pengobatan diatas 2
Pengobatan lain 1
Total Skor 10 10 10
Ket : Skror 7-11 = risiko jatuh rendah Skor >12 = risiko jatuh tinggi
Intervensi pencegahan risiko jatuh (beri tanda v) Tgl 1 2 3
1. Pastikan bel/phpne mudah
terjangkau atau pastikan ada
kelaurga yang menunggu
2. Roda tempat tidur pada posisi
Risiko rendah (RR)
dikunci
3. Naikan pagar pengaman tempat
tidur
4. Beri edukasi pasien
1. Lakukan semua pencegahan risiko
jatuh rendah
2. Pasang stiker penanda berwarna
kuning pada gelang identifikasi
3. Kunjungi dan monitor setiap shif
Risiko tinggi (RT) 4. Penggunaan kateter/pispot/tolet
duduk
5. Strategi mencegah jatuh dengan
penilaian jatuh yang lebih detail
6. Libatkan keluarga untuk menunggu
pasien
Nama/paraf
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Patologi Klinik
Tabel 3.4 Pemeriksaan laboratorium Ny. S di Ruang Edelwise di RSUD Wates
Yogyakarta Tanggal 26 Juli 2022
Tanggal J Hasil Satu Nor
E -/+ 4.60
fl
A 90.7 pg -
29.7 g/ 80.0
M 32.8
26.0
M
32.0
M
E -/+ 4.60
fl
A 89.7 pg -
30.0 g/ 80.0
M 33.4
94 mg/ 26.0
M 6.55
mg/ 32.0
M
10 –
U
0.6
C
b) Terapi
Tabel 3.5 Pasien Ny. S di Ruang di Ruang Edelwise di RSUD Wates Yogyakarta
Tanggal 1Agustus 2022
ANALISA DATA
Data Penyebab Masalah
DS; Penurunan konsentrasin Perfusi Perifer Tidak
Efektif
- Klien mengeluh lemas hemoglobin
DO :
- Ku lemah, CM SDKI (D.0009) SDKI (D.0009)
- Hb : 5.1 g/dL
- Vital Sign :
TD : 154/90 mmHg
N : 88 x/mnt
R : 25 kpm
SB : 36,6 °C
SPO2 = 92 %
beraktivitas
DO
- Vital Sign :
TD : 148/95 mmHg
N : 112 kpm
R : 22 kpm
- SB : 37.3oC
DS Anemia Risiko Jatuh
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengeluh pusing
DO
- Klien dalam posisi
berbaring
- KU Lemah
-
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
Perawat
(Ansyar)
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
berhubungan dengan diharapkan Intoleran aktivitas tidak terjadi dengan kriteria hasil - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
Kelemahan 1. Kemudahan melakukan aktivitas sehari hari meningkat Terapeutik :
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/
atau aktif
Edukasi :
SDKI (D.0056)
- Anjurkan tirah baring
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi :
Perawat
(Ansyar)
Risiko Jatuh ditandai Setelah dilakukan Tindakan 3 x 24 jam masalah risiko jatuh Observasi :
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat
dengan Anemia dapat teratasi dengan indicator
tidur ke kursi roda ataupun sebaliknya
1. Jatuh saat berjalan dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 Terapeutik :
(cukup menurun) - Pasang handrall tempat tidur
(SDKI. D.0143) Edukasi :
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
Kolaborasi :
(SIKI I.I4540 Hal 176)
Perawat
(Ansyar)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Perawat
(Ansyar)
Perawat
(Ansyar)
Risiko Jatuh ditandai dengan 14.25 Observasi : Jam 14.30
- Monitor kemampuan berpindah dari
Anemia S:-
tempat tidur ke kursi roda ataupun
sebaliknya O:
Terapeutik : - Klien belum dapat berpindah
(SDKI. D.0143) - Pasang handrall tempat tidur
Edukasi :
- Anjurkan memanggil perawat jika A:
membutuhkan bantuan untuk berpindah Risiko Jatuh ditandai dengan Anemia belum
Kolaborasi :
teratasi.
(SIKI I.I4540 Hal 176)
P:
lanjutkan Intervensi.
Perawat
(Ansyar)
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/ Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi
Tanggal Keperawatan Keperawatan
Selasa, 2 Perfusi Perifer Tidak 14.00 Observasi : Jam 14.10
1. Memeriksa sirkulasi perifer
Agusuts 2022 Efektif berhubungan S:
2. Mengidentifikasi factor risiko
dengan penurunan gangguan sirkulasi - Pasien mengatakan masih lemas
konsentrasi hemoglobin 3. Memonitor panas, kemerahan,
O:
nyeri atau bengkak pada
ektstremitas - Ku lemah, CM
Terapeutik :
- Pasien Nampak pucat
4. Menghindari pemasangan infus
SDKI (D.0149)
atau pengambilan darah di area - Klien mendaptakan obat oral atau
keterbatasan perfusi injeksi( taruh jenis obat darah tinggi yang di
5. Menghindari pengukuran tekanan
darah pda ektremitas dengan kasih oleh ruangan dari oral maupun
keterbatasan perifer injeksi)
6. Melakukan pencegahan infeksi
Edukasi : - Hb : 5.1 g/dL
7. Menganjurkan untuk berolahraga - Vital Sign :
ringan
8. Menganjurkan minum obat TD : 156/87 mmHg
pengontrol tekanan darah secara N : 88 x/mnt
teratur
R : 20 kpm
SB : 36,3°C
SPO2 = 99 %
Pasien Terpasang Transfusi Darah
sebanyak 1 kantong darah golongan darah
O
A : perfusi perifer tidak efektif teratasi
sebagiam
P : Lanjutkan Intervensi.
Perawat
(Ansyar)
Intoleransi Aktivitas 14.10 Observasi : Jam 14.20
berhubungan dengan - Mengidentifikasi gangguan fungsi
S:
tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Kelemahan - klien mengatakan cepat lelah semenjak
Terapeutik :
- Melakukan latihan rentang gerak pasif sakit
dan/ atau aktif - klien mengatakan sudah bisa bangun,
Edukasi : duduk meskipun hanya sebentar.
SDKI (D.0056)
- Menganjurkan tirah baring O :
- Mengajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan - klien melakukan gerakkan sesuai yang
- Mengnjurkan menghubungi perawat dianjurkan oleh perawat secara hati hati
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
- klien Nampak berbaring
berkurang
Kolaborasi : - klien dan keluarga klien menghubungi
perawat saat diperlukan
(SIKI. I.05178 Hal 176)
- Hb : 5.1 g/dL
- Vital Sign :
TD : 156/87 mmHg
N : 88 x/mnt
R : 20 kpm
SB : 36,3°C
SPO2 = 99 %
A : Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan
Kelemahan teratasi sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi.
Perawat
(Ansyar)
Risiko Jatuh ditandai 14.20 Observasi : Jam 14.30
- Monitor kemampuan berpindah dari
dengan Anemia S: -
tempat tidur ke kursi roda ataupun
sebaliknya O:
(SDKI. D.0143)
Terapeutik :
- Klien Nampak bisa berdiri berpindah ke
- Pasang handrall tempat tidur
kursi roda dan sebaliknya
Edukasi :
- Tempat tidur klien terpasanga handrall
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah - Vital Sign :
Kolaborasi : TD : 156/87 mmHg
N : 88 x/mnt
(SIKI I.I4540 Hal 176)
R : 20 kpm
SB : 36,3°C
SPO2 = 99 %
A:
Risiko Jatuh ditandai dengan Anemia tidak
terjadi
P : Pertahankan Intervensi
Perawat
(Ansyar)
Rabu, 3 Perfusi Perifer Tidak 14.00 Observasi : Jam 14.10
1. Memeriksa sirkulasi perifer
Agustus 2022 Efektif berhubungan S:
2. Memonitor panas, kemerahan,
dengan penurunan nyeri atau bengkak pada - Klien mengatakan kalau pasien
konsentrasi hemoglobin ektstremitas merasakan tidak merasakan kelelahan
Terapeutik : lagi
3. Menghindari pengukuran tekanan O :
SDKI (D.0149) darah pda ektremitas dengan
- Ku Sedang, CM
keterbatasan perifer
Edukasi : - Tidak terdapat kemerahan atau nyeri
4. Menganjurkan minum obat pada daerah ekstremitas
pengontrol tekanan darah secara
teratur - Klien mendaptakan obat oral amlodipine
Kolaborasi : 10 mg diminum setiap jam 20.00
- Klien tidak tampak batuk terus menerus
(SIKI I.02079 Hal 345) - Vital Sign :
TD : 164/94 mmHg
N : 76 kpm
R : 20 kpm
SB : 36.7oC
SpO2 : 100%
HB : 7.6 g/dL
A:
perfusi perifer tidak efektif teratasi sebagian
P:
lanjutkan Intervensi.
Perawat
(Ansyar)
Intoleransi Aktivitas 14.10 Terapeutik : 14.15
berhubungan dengan - Melakukan latihan rentang gerak pasif
S:
dan/ atau aktif
Kelemahan Edukasi : - Klien mengatakan sudah bisa ke kamar
- Menganjurkan tirah baring mandi sendiri
- Mengnjurkan menghubungi perawat O :
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
SDKI (D.0056) berkurang - klien sudah bisa duduk di kursi
Kolaborasi : - Klien memahami apa yang perawat
anjurkan dan ajarkan
(SIKI. I.05178 Hal 176)
A:
Intoleran aktivitas berhubungan dengan
kelemahan teratasi
P:
Pertahankan Intervensi
Perawat
(Ansyar)