Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RUANG EDELWEIS
RSUD WATES YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Tugas Laporan Praktik KMB


Dosen Pembimbing : Dr. Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh :
ANSYAR EKA PUTRA ANWAR
P07120522012

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Keperawatan Medikal Bedah Yang Berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S
dengan diagnose Medis Anemia di Ruang Edelweis RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Medikal Bedah.

Nama : Ansyar Eka Putra Anwar


Tempat : Ruang Edelweis RSUD Wates Kab. Kulon Progo

Mengetahui,

PERSEPTOR AKADEMIK PERSEPTOR KLINIK

________________________ _______________________
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatik dengan mengatur
volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, eksresi metabolisme, sistem
pengaturan hormonal dan metabolisme (Syaifudin, 2011). Gangguan pada ginjal salah
satunya adalah ChronicKidney Disease (CKD), dimana ChronicKidney Disease (CKD)
menurut Kementrian Kesehatan RI 2017 merupakan masalah kesehatan masyarakat
global dengan prevelens dan insidens penyakit ginjal yang meningkat, prognosis yang
buruk dan biaya yang tinggi. (Oscar, 2017).
Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD) bisa dilakukan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi penganti ginjal (Ika, 2015). Tujuan terapi konservatif
mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan keluhan
akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan
memelihara keseimbangan cairan elektrolit (Kirana, 2015). Salah satu terapi konservatif
pengganti ginjal adalah hemodialisis. Tujuan hemodialisis adalah untuk memperbaiki
komposisi cairan sehingga mencapai keseimbangan cairan yang diharapkan untuk
mencegah kekurangan atau kelebihan cairan yang dapat menyebabkan efek yang
signifikan terhadap komplikasi kardiovaskuler dalam jangka panjang (Wilson, 2012).
2

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan menggali lebih dalam tentang asuhan keperawatan pada pasien Chronic
Kidney Disease dengan hemodialisa.
2. Tujuan Khusus
a. Menggali pengkajian keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
b. Menggali diagnosa keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
c. Menggali perencanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
d. Menggali pelaksanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
e. Menggali evaluasi keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Chronic Kidney Disease


1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif
yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia
(Bayhakki, 2013).
Chronic Kidney Disease adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau
azotemia (Wijaya dan Putri, 2017).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Chronic Kidney Disease adalah suatu keadaan klinis yang terjadi penurunan fungsi
ginjal dengan ditandai terjadinya penurunan GFR selama >3 bulan yg bersifat
progresif dan irreversibel, ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia.

2. Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah
aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif
pada pembuluh darah hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar
yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan
penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai
ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara asceden dari tractus

3
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan
mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di
ginjal dan berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefripati
amiliodosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada
dinding pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ
lain, serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis)
serta adanya asidosis.

3. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengarui setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan semakin berat. Dan
banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri, 2017)
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit
glomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis
interstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2
mekanisme kerusakan : (1) mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan
selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis,
atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium; (2) mekanisme
kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron
yang tersisa.
Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi
terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah
dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk
mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan
mengalami kegagalan dalam mengatur autoregulasi tekanan glomerular, dan akan
menyebabkan hipertensi sistemik dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus
ini akan menyebabkan  hipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi.
Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan
hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan
glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria sebanding dengan
tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada sel tubuloepitelial dapat
menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal intraselular, meningkatkan
stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth faktor, dan melepaskan faktor
kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan fibrosis
tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi makrofag.

Gambar 2.3 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Patogan lintang
Ginjal (McAlexander, 2015)
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis
matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen
tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulointerstitiel, dan
atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan
akan menghentikan siklus progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi
ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal.  Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal
antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli,
penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat, penurunan ekskresi hidrogen.
Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah
bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO), menurunkan
fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan sistem
reproduksi. Angiotensin II memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan
intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di ginjal
dan merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mengatur tekanan intraglomerular
dengan cara meningkatkan irama arteriole efferent. Angiotensin II akan memicu stres
oksidatif yang pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dan
kemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki peran penting dalam patofisiologi
CKD.
Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan karena
banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D atau
kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga
terjadi penurunan absorbsi Ca. Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan
hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder
yang terjadi karena hipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadapPTH.
Kalsium dan kalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor, sedangkan
hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan sekresi PTH.
Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan menyebabkan
inhibisi 1- α  hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena
inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol pun akan menurun. Akan terjadi
resistensi terhadap vitamin D. Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan.
Terjadi peningkatan hormon parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme
sekunder. Hiperparatiroidisme sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum
tulang sehingga akan menurunkan pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan
menyebabkan anemia. Selain itu hiperparatiroidisme sekunder juga akan menyebkan
osteodistrofi yang diklasifikasikan menjadi osteitis fibrosa cystic, osteomalasia,
adinamik bone disorder, dan mixed osteodistrofi. Penurunan ekskresi Na akan
menyebabkan retensi air sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan oedem,
hipertensi. Penurunan ekskresi kalium juga terjadi terutama bila GFR < 25 ml/mnt,
terlebih pada CKD stadium 5. Penuruan ekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia
sehingga meningkatkan resiko terjadinya kardiak arrest pada pasien.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi adanya
anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap.  Pada CKD, ginjal tidak
mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus proksimal untuk
mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk ammonium. Peningkatan
anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap terjadi karena akumulasi
dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lain yang tidak terekskresi dengan baik. Asidosis
metabolik pada CKD dapat menyebabkan gangguan metabolisme protein. Selain itu
asidosis metabolic juga merupakan salah satu faktor dalam perkembangan
osteodistrofi ginjal.
Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresi sisa
nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, basal urea nitrogen
akan meningkat, begitu juga dengan ureum, kreatinin, serta asam urat. Uremia yang
bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mengenai sistem saraf
perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu sindrom uremia ini akan menyebabkan
trombositopati dan memperpendek usia sel darah merah. Trombositopati akan
meningkatkan resiko perdarahan spontan terutama pada GIT, dan dapat berkembang
menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan
menyebabkan pasien merasa gatal – gatal.
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid,
gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin menurun,
maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan memicu timbulnya
aterosklerosis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung.
Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang pada
hiperparatiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain itu anemia
dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat pengaruh dari
sindrom uremia, anemia dapat juga terjadi karena malnutrisi (Kirana, 2015)

4. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Penyakitnya


Dibawah ini 5 stadium penyakit Chronic Kidney Disease sebagai berikut :
a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
e. Stadium 5, gagal ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85


5. Manifestasi Klinik
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung
dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme
terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena penimbunan garam dan air, atau
sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang
sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang
disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan
elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu
oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut.
Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas
penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan
kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki),
tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas. Penderita sering
mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang
tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan
tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau
koma.
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit
berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal
akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak
dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. selain anemi pada CKD
sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula
disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu
sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah
terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan
elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik,
hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri, 2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan
metabolik seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu, pengukuran
yang paling umum dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum kreatininmungkin
hanya sedikit meningkat pada tahap awal CKD . akibatnya, estimasi GFR sangat
penting bagi pengenalan tahap awal CKD. Karena tahap awal CKD sering tidak
terdeteksi, dibutuhkan diagnosis pada pasien dengan tingkat kecurigaan yang tinggi
yaitu yang mengalami kondisi kronis seperti hipertensi dan diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada stage III,
IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor (hiperparatiroidisme
sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolit menjadi lebih umum
seiring fungsi ginjal memburuk. Umumnya pada pasien CKD stadium V juga
mengalami gagal-gagal, intoleransi dingin, berat badan menurun, neuropati perifer
(Joy et al, 2008).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL (wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik
6) Na ++ serum : menurun
7) K+ : meningkat
8) Mg +/ fosfat : meningkat
9) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)
7. Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)

B. Konsep Hemodialisis
Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hallow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Sudoyo et al.
2009)
1. Definisi
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat zat sisa metabolisme, zat toksik
lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer (Wijaya dan Putri, 2017)
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end
stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen
(Suharyanto dan Madjid, 2009).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah
suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk proses pembuangan zat-
zat sisa metabolisme, zat toksik dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit
lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer.
2. Tujuan
Hemodialisa bertujuan Membuang sisa produk metabolisme protein : urea
kreatinin dan asam urat, Membuang kelebihan cairan dengan mempengaruhi tekanan
banding antara darah dan bagian cairan, Mempertahankan atau mengembanlikan
sistem buffer tubuh, Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
(Wijaya dan Putri, 2017)
Hemodialisa menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta menggantikan fungsi ginjal
sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
3. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan gagal
ginjal akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasi glomerulus <5
ml).
b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi konservatif, Kadar
ureum /kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%, kreatinin serum>6mEq/l,
Kelebihan cairan, Mual dan muntah yang hebat
c. Intoksikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis, Oliguria/an uria
>5 hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl (Wijaya dan Putri, 2017)
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi
glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek dianggap
demikian bila (TKK)<5mL/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK
<5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum >6 mEq/L
c. Ureum darah 200mg/dl
d. pH darah <7,1
e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
f. Fluid overloaded (Sudoyo et al. (2010)
4. Kontra indikasi
a. Hipertensi berat (TD >200/100mmHg)
b. Hipotensi (TD <100mmHg)
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2017)
5. Prinsip Hemodialisa
Prinsip hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran
partikel-partikel dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang
ditimbulkan oleh perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran
dialisis, difusi menyebabkan pergeseran urea kreatinin dan asam urat dari darah ke
larutan dialisat.
Osmosa adalah Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi
permiabel dari daerah yang kadar partikel partikel rendah ke daerah partikel lebih
tinggi, osmosa bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada
pada.
Ultrafiltrasi Terdiri dari pergeseran cairan lewat membran semi periabel
dampak dari bertambahnya tekanan yang dideviasikan secara buatan, Hemo:darah,
dialisis memisahkan dari yang lain (Sudoyo et al, 2009)
6. Akses Sirkulasi Darah
a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena pulmoralis atau vena subklavikula
b. Cimino : dengan membuat fistula interna arteriovenosa~ operasi (LA.Radialis dan
V. Sefalika pergelangan tangan) pada tangan non dominan. Darah dipirau dari A ke
V sehingga vena membesar hubungan ke sistim dialisi dengan 1 jarum di distal
(garis arteri) dan diproksimal (garis vena), lama pemakaian -+ 4 tahun, masalah
yang mungkin timbul: Nyeri pada punksi vena,trombosis, Aneurisme, kesulitan
hemostatik post dialisa, Iskemia tangan. Kontra indikasi : Penyakit perdarahan,
Kerusakan prosedur sebelumnya, Ukuran pembuluh darah klien/halus.
c. AV Graft : tabung plastik dilingkarkan yang menghubungkan arteri ke vena..
operasi graf seperti operasi fastula AV, digunakan 2-3 minggu setelah
operasi(Wijaya dan Putri, 2017)

Gambar 2.4 Akses Pembuluh Darah (https://www.sahabatginjal.com/penting-bagi-


anda/hemodialisis)
7. Prosedur pelaksanaan HD

Gambar 2.5 Prosedur Hemodialisa (http://4.bp.blogspot.com/)


Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung
ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompertemen yang terpisah. Darah pasien
dipompa dan dialirkan ke kompartemen yang dibatasi oleh selaput semipermeabel
buatan (artifisial) dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak
mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan
mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang
tinggi ke konsentrasi yang rendah, sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua
kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari
kompartemen darah ke konpartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan
hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut
ultrafiltrasi.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat pelarut yang
berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat
dibanding molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat pelarut tersebut makin
tinggi bila konsentrasi di kedua kompartemen makin besar, diberikan tekanan hidrolik
dikompartemen darah, dan bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih
tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawaan arah dengan darah untuk meningkatkan
efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian
melambat sampai konsentrasinya sama dikedua kompartemen. (Pudji et al, 2009).
8. Penatalakasanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisis
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya
kematian pada pasien hemodialisis.
Status cairan menentukan kecukupan cairan dan terapi cairan selanjutnya.
Status cairan pada pasien CKD dapat dimanifestasikan dengan pemeriksaan edema,
tekanan darah, kekuatan otot, lingkar lengan atas, nilai IDWG dan biochemical
marker yang meliputi natrium, kalium, kalsium, magnesium, florida, bikarbonat dan
fosfat.
Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas
asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari.
Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-
buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan
dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan
natrium dibatasi 40-120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.
Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong
pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara
dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (wijaya dan putri, 2017)
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan
(Hudak & Gallo, 2010).

9. Komplikasi
Wijaya dan Putri (2017) menjabarkan komplikasi hemodialisa sebagai berikut :
1. Hipotensi
Merupakan komplikasi akut yang sering terjadi, dimana insiden 15-30%. Dapat
disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungsi otonom, vasodilatasi
karena energy panas dan obat anti hipertensi.
2. Kram otot
Terjadi 20 % pasien yang menjalankan hemodialisa, dimana penyebab idiopatik, namun
diduga karena kontraksi akut yang dipacu oleh peningkatan volume ekstrasluler.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang, identitas
penaggung jawab, hubungan dengan pasien, no telepon, asuransi kesehatan (jika
ada).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit
2) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dari akhir masa sehat, ditulis dengan
kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan
penyakitnya seperti : faktor pencetus, sifat keluhan (mendadak/berlahan-
lahan/terus menerus/hilang timbul atau berhubungan dengan waktu,
lokalisasi dan sifarnya ( menjalar /menyebar/berpindah/menetap), berat
ringannya keluhan (menetap/cenderung bertambah atau berkurang), lamanya
keluhan, upaya yang dilakukan untuk mengatasi, keluhan saat pengkajian,
diagnosa medic
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi,
riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah digunakan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertai genogram.
5) Pengkajian lingkungan
Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus pada upaya
keamanan klien, informasi tentang lingkungan rumah dan tempat bekerja
meliputi:tata ruang, kebersihan, resiko cidera, paparan polusi, pencahayaan,
susasana rumah,
c. Pola fungsional gordon
1) Pola management kesehatan/persepsi kesehatan
Persepsi terhadap penyakit yang dialaminya, Riwayat penggunaan
tembakau, alkohol, alergi (obat-obatan, makanan, reaksi alergi), mengatur
dan menjaga kesehatannya, pengetahuan dan praktik pencegahan penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum dan
sesudah sakit meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi,
frekuensi makan dan minum, porsi makan, makanan yang disukai, nafsu
makan (normal,meningkat, menurun), pantangan atau alergi, penurunan
sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis, kesulitan menelan (disfagia).
riwayat masalah kulit/penyembuhan (ruam, kering, keringat berlebihan,
penyembuhan abnormal, jumlah minum/24 jam dan jenis (kehausan yang
sangat), mengkaji ABCD yaitu :A (Antropometri) : BB, TB, sebelum
dan sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun), B
(Biocemicle): Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematoktit (cairan),
Albumin edema, C (Clinicel) : turgor kulit, konjungtiva, CRT, D (Diet) :
diet/suplment khusus, Instruksi diet sebelumnya.
3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi, Kesulitan (diare,
konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi, Kesulitan/keluhan
(disuria, noktiria, hematuria, retensia, inkontinensia).
4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri
0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan peralatan
4: ketergantian / ketidakmampuan
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu kebiasaan menjelang
tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk), perasaan setelah
bangun (merasa segar / tidak setelah tidur).
6) Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak ), bicara: normal, genap,
aphasia ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, tingkat
ansietas , Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu dengar, Penglihatan (DBN,
Buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll), vertigo, ketidaknyamanan/nyeri
/akut/ kronis, penatalaksaan nyeri
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya, harga dirinya,
peran dirinya, ideal dirinya.
8) Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah, keluarga
tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan perawatan RS, kegiatan
sosial : bagaimana hubungan dengan masyarakat.
9) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola reproduksi,
Pap smear terakhir, kepuasan dan tidak puasan klien dalam pola seksualitas,
kesulitan dalam pola seksualitas, masalah seksual B. D penyakit
10) Pola koping dan toleransi stress
Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess,
Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat ada masalah,
Pengguanaan obat saat menghilangkan stres, Keadaan emosi dalam sehari-hari
(santai/tegang), keefektifan dalam mengelola stress.
11) Pola nilai dan Keyakinan
Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat
2) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S
3) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban, Turgor
kulit, Ada/tidaknya edema
4) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
5) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris, Odema
palpebra, Palpebra, Sklera
6) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi
keseimbangan, Sekret, Mastoid
7) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan,
Kebersihan, Pendarahan, Sekret
8) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda radang
(gigi,lidah,gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan mulut
9) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe,
Kelenjar tiroid, Kaku kuduk
10) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
11) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
12) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
13) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan warna
14) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan
meningkat, Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Ketidak efektifan perfusi jaringan ginjal (00203)
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulasi (00026)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme (00046)
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor bologis (00002)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (00092)
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan hiperventilasi (00032)(Heardman et al,
2015)
3. Intervensi

No. DX Tujuan & KH Intervensi Keperawatan Rasional


1. Tujuan : Circulatory Care
Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan penilaian secara 1. Sebagai data dasar untuk
keperawatan selama 3x24 komprehensif fungsi menentukan intervensi
jam resiko ketidak sirkulasi perifer. (cek nadi selanjutnya
efektifan perfusi ginjal priper,oedema, kapiler refil,
adekuat. temperatur ekstremitas).
2. Kaji nyeri 2. Mengetahui persepsi dan
Kriteria Hasil: tingkatan nyeri yang
Circulation Status dirasakan klien
1. Membran mukosa 3. Inspeksi kulit dan Palpasi 3. Mengetahui adanya edema
merah muda anggota badan ekstremitas
2. Conjunctiva tidak 4. Atur posisi pasien, 4. Posisi tersebut dapat
anemis ekstremitas bawah lebih memperbaiki sirkulasi
3. Akral hangat rendah untuk memperbaiki
4. TTV dalam batas sirkulasi.
normal. 5. Monitor status cairan intake 5. Mengetahui balance cairan
5. Tidak ada edema dan output
6. Evaluasi nadi, oedema 6. Mengetahui tingkatan
edema pada klien dan
kondisi klien
7. Berikan therapi 7. Terapi antikoagulan dapat
antikoagulan. mencegah terjadinya
penggumpalan darah klien.

2. Tujuan: Fluid Management


Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan : timbang 1. Mengetahui adanya kelebihan
keperawatan selama 3x24 berat badan,keseimbangan volume cairan pada klien
jam volume cairan masukan dan haluaran,
seimbang. turgor kulit dan adanya
edema
Kriteria Hasil: 2. Timbang popok/pembalut 2. Mengetahui output cairan klien
Fluid Balance jika diperlukan
1. Terbebas dari edema, 3. Pertahankan catatan intake 3. Mengetahui status balance cairan
efusi, anasarka dan output yang akurat klien
2. Bunyi nafas 4. Batasi masukan cairan 4. Mencegah adanya edema
bersih,tidak adanya 5. Pasang urin kateter jika 5. Pemasangan kateter dapat
dipsnea diperlukan melancarkan output urine klien
3. Memilihara tekanan 6. Monitor hasil lab yang 6. Hasil lab menginterpretasikan
vena sentral, tekanan sesuai dengan retensi cairan status cairan dan elektrolit klien
kapiler paru, output (BUN , Hematokrit,
jantung dan vital sign osmolalitas urin  )
normal. 7. Monitor vital sign 7. Mengetahui kondisi umum klien
4. Pasien dapat 8. Monitor indikasi retensi / 8. Indikasi retensi/kelebihan cairan
menjelaskan indikator kelebihan cairan (kreacles, dapat menentukan intervensi
kelebihan cairan CVP , edema, distensi vena yang tepat bagi klien
leher, asietes)
9. Kaji lokasi dan drajat edema 9. Lokasi dan derajat edema dapat
menentukan seberapa berat
kelebihan volume cairan klien
10. Berikan diuretik sesuai 10. Diuretic dapat meningkatkan
interuksi output cairan klien
11. Kolaborasi dokter jika tanda 11. Dapat dilakukan terapi yang tepat
cairan berlebih muncul pada klien
memburuk
12. Jelaskan pada pasien dan 12. Mencegah klien dari kelebihan
keluarga rasional cairan dan keluarga dapat
pembatasan cairan memantau asupan cairan klien
13. Menjelaskan cara diit pasien 13. Klien dapat mengetahui diit yang
tepat untuk menjaga kondisinya
14. Kolaborasi pemberian 14. Pemberian cairan yang tepat
cairan sesuai terapi. dapat mencegah klien dari
kelebihan cairan

Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah 1. Sebagai data dasar dalam
dan tipe intake cairan dan menentukan intervensi
eliminasi selanjutnya
2. Tentukan kemungkinan 2. Untuk mengetahui tindakan yang
faktor resiko dari ketidak tepat untuk mengatasi masalah
seimbangan cairan
(hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan 3. Mengetahui adakah keleibihan
volume cairan
4. Monitor serum dan 4. Mengetahui kadar cairan dan
elektrolit urine elektrolit
5. Monitor adanya distensi 5. Mengetahui adanya kelebihan
leher, rinchi, eodem perifer volume cairan
dan penambahan BB
6. Monitor tanda dan gejala 6. Edema dapat menjadi tanda
dari odema kelebiihan cairan
Hemodialysis therapy
1. Bekerja secara kolaboratif 1. Terapi hemodialisa sesuai
dengan pasien untuk prosedur dapat mengurangi
menyesuaikan panjang kelebihan cairan dan sisa
dialisis, peraturan diet, metabolism di tubuh
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk
mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran antara
pengobatan.
3. Tujuan : Pressure management
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kulit akan adanya 1. Kemerahan dapat menjadi
keperawatan selama 3x24 kemerahan tanda kerusakan integritas
jam diharapkan gangguan kulit.
integritas kulit teratasi 2. Monitor tanda dan gejala 2. Infeksi dapat menjadikan
dengan infeksi pada area insisi integritas kulit menjadi
rusak
Kriteria Hasil: 3. Anjurkan pasien 3. Pakaian yang longgar dapat
1. Tidak ada tanda –tanda menggunakan pakaian yang mengurangi rasa nyeri pada
infeksi longgar kulit yang rusak
2. Ketebalan dan teksture 4. Hindari kerutan pada tempat 4. Kerutan di tempat tidur
jaringan normal tidur dapat menyebabkan nyeri
3. Menunjukan pada kulit yang rusak
pemahaman dalam 5. Jaga kebersihan kulit agar 5. Menjaga integritas kulit
proses perbaikan kulit tetap bersih dan kering agar tetap bagus
dan mencegah 6. Mobilisasi pasien (ubah 6. Mobilidsasi rutin dapat
terjadinya cidera posisi pasien setiap dua jam mencegah dekubitus
berulang sekali)
4. Menunjukan terjadinya 7. Oleskan lotion atau minyak 7. Lotion dapat melembabkan
proses penyembuhan baby oil pada daerah yang kulit
luka tertekan.
4. Tujuan : Nutritional Management
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya mual dan 1. Mual dan muntah dapat
keperawatan selama 3x24 muntah menjadi data untuk
jam nutrisi seimbang dan menentukan status nutrisi
adekuat. 2. Monitor status nutrisi. 2. Mengetahui adanya
gangguan nutrisi pada
Kriteria Hasil: klien
Nutritional Status 3. Monitor adanya kehilangan 3. Sebagai data penguat untuk
1. Nafsu makan berat badan dan perubahan mengetahui adanya
meningkat status nutrisi. gangguan nutrisi
2. Tidak terjadi 4. Monitor albumin, total 4. Hasil lab dapat menjadi
penurunan BB protein, hemoglobin, dan data pendukung
3. Masukan nutrisi hematocrit level yang menentukan intervensi
adekuat menindikasikan status
4. Menghabiskan porsi nutrisi dan untuk
makan perencanaan treatment
5. Hasil lab normal selanjutnya.
(albumin, kalium) 5. Monitor intake nutrisi dan 5. Intake nutrisi yang adekuat
kalori klien. dapat meningkatkan status
nutrisi
6. Berikan makanan sedikit 6. Makanan sedikit tapi sering
tapi sering dapat meningkatkan nafsu
makan klien
7. Berikan perawatan mulut 7. Perawatan mulut dapat
sering meningkatkan nafsu klien
8. Kolaborasi dengan ahli gizi 8. Diet yang sesuai dapat
dalam pemberian diet sesuai menyeimbangkan status
terapi nutrisi klien
9. Monitor masukan makanan / 9. Masukan makanan yang
cairan dan hitung intake adekuat dapat
kalori harian meningkatkan status nutrisi
klien

5Tujuan: Activity Therapy


Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk 1. Mengetahui tingkat
tindakan keperawata mengidentifikasi aktivitas aktivitas yang mampu
selema 2x24 jam pasien yang mampu dilakukan. dilakukan klien
diharapkan masalah 2. Bantu untuk mendapatkan 2. Alat bantu dapat membantu
intoleransi aktivitas dapat alat bantuan aktivitas seperti aktivitas klien
teratasi dengan kursi roda, krek.
3. Bantu pasien dan keluarga 3. Kekurangan aktivitas klien
Kriteria Hasil : untuk mengidentivikasi dapat menjadi data untuk
1. Mampu melakukan kekurangan dalam menentukan intervensi yang
aktivitas sehari hari beraktivitas tepat
(ADLS) secara 4. Bantu klien untuk 4. Motivasi diri dapat
mandiri mengembangkan motivasi meningkatkan kepercayaan
2. Berpartipasi dalam diri dan penguat diri klien
aktivitas fisik tampa 5. Kolaborasikan dengan 5. Terapi yang tepat dapat
disertai peningkatan tenaga medik dalam meningkatkan kondisi klien
tekanan darah, nadi merencanakan program
dan RR terapi yang tepat.
3. Status respirasi :
pertukaran gan dan
ventilasi adekuat
4. Mampu berpindah :
dengan atau tampa
bantuan alat

6. Tujuan : Respiratory Monitoring


Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor rata – rata, 1. Menjadi data dasar dalam
keperawatan selama 1x24 kedalaman, irama dan usaha menentukan intervensi yang
jam pola nafas adekuat. respirasi tepat
2. Catat pergerakan dada,amati 2. Mengetahui adanya
Kriteria Hasil: kesimetrisan, penggunaan gangguan pola nafas klien
Respiratory Status otot tambahan, retraksi otot
1. Peningkatan ventilasi supraclavicular dan
dan oksigenasi yang intercostal
adekuat 3. Monitor pola nafas : 3. Mengetahui adanya
2. Bebas dari tanda tanda bradipena, takipenia, gangguan pernafasan pada
distress pernafasan kussmaul, hiperventilasi, klien
3. Suara nafas yang 4. Auskultasi suara nafas, catat 4. Mengetahui adanya suara
bersih, tidak ada area penurunan / tidak nafas tambahan
sianosis dan dyspneu adanya ventilasi dan suara
(mampu mengeluarkan tambahan
sputum, mampu
bernafas dengan Oxygen Therapy
mudah, tidak ada 1. Auskultasi bunyi nafas, 1. Mengetahui adanya
pursed lips) catat adanya crakles gangguan pola nafas klien
4. Tanda tanda vital 2. Ajarkan pasien nafas dalam 2. Nafas dalam dapat
dalam rentang normal meningkatkan oksigenasi
klien
3. Atur posisi senyaman 3. Memberikan rasa nyaman
mungkin dan rileks
4. Batasi untuk beraktivitas 4. Aktivitas yang berlebihan
dapat menyebabkan pasien
kelelahan dan dispnea
5. Kolaborasi pemberian 5. Pemberian oksigen dapat
oksigen meningkatkan oksigenasi
klien
Tabel 2.5 NIC (Gloria et al, 2015), NOC (Moorhead, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M, dkk, 2000, Io#a Intervention Project: Nursing Outomes Classification (NOC)

2nd. Mosby, St.Louis.

Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta.

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Kozier, B., Erb, G., Berman, A.and Shirlee J. Snyde, alih bahasa Pamilih Eko

Karyuni, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep

Proses dan Praktik edisi VII Volume 1. Jakarta : EGC.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

http://www.rnedicastore.corn/rned/detai1/Kanker Tirnid/2 31206/19.46 WIB @id.

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/155
BAB III
TINJAUAN KASUS

Hari/Tanggal : Senin, 1 Agustus 2022


Jam : 14.00 WIB
Tempat : Ruangan Edelwise
Sumber data : Pasien, Keluarga dan Catatan Rekam medic
Metode : Observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, studi dokumen (rekam
medik)

A. Pengkajian
I. Identitas
a. Pasien
1) Nama : Ny. S
2) Tanggal lahir : 10 Februari 1980
3) Umur : 42 Tahun
4) Jenis Kelamin : Perempuan
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SD
7) Pekerjaan : Petani
8) Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
9) Alamat : Hargorejo, Kaponewon Kokap, Kulon Progo
10) Diagnosa Medis : CKD on HD
11) No. RM :
12) Tanggal masuk RS : 1 Agustus 2022
b. Penanggug jawab/keluarga
1) Nama : Tn. S
2) Umur : 44 tahun
3) Pekerjaan : Tukang Kayu
4) Alamat : Hargorejo, Kaponewon Kokap, Kulon Progo
5) Hubungan dengan pasien : Suami
6) Status perkawinan : Menikah
II. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan pasien
1) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengatakan badan terasa lemas
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Alasan masuk RS:
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan pada hari Senin 1
Agustus 2022 merupakan jadwal untuk pemeriksaan darah lengkap di
Laboratorium RSUD Wates dan pada saat itu dokter memberikan
instruksi untuk rawat inap karena akan dilakukan transfuse darah
dikarenakan Hb rendah.
b) Riwayat kesehatan pasien
Sebelum masuk RS, klien menjalani cuci darah secara rutin setiap hari
selasa di RSUD Wates. Cuci darah pertama dilakukan pada Bulan
Januari 2022 sebanyak 2 kali.
3) Riwayat kesehatan dahulu
- Pada bulan Januari Tahun 2022 pasien pertama kali melakukan cuci
darah.
- Pada Bulan Mei 2022 dilakukan cuci darah sebanyak 1 kali dan
dirujuk ke RSUD Wates pada tanggal 26 Juli 2022.
- Pasien menjalani cuci darah rutin setiap hari selasa secara terjadwal.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga

a) Genogram

Laki-laki Tinggalserumah

Perempuan
Meninggal

a) Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan keluarganya tidak pernah ada yang mengalami penyakit
sama seperti yang ia alami.
III. Kesehatan Metabolik
1) Nutrisi-metabolik
- Sebelum dan sesudah sakit klien mengatakan dirumah makan rutin 3 kali
sehari namun kadang habis kadang tidak.
2) Eliminasi
- Sebelum sakit dan sesudah klien mengatakan saat dirumah pasien BAB
rutin 1 kali sehari, BAK kurang lebih 3-4 kali sehari. Klien mengatakan
tidak ada gangguan dengan masalah BAB maupun BAKnya.
3) Aktivitas dan Latihan
- Sebelum sakit dan sesudah sakit klien mengatakan melakuan aktivitasnya
seperti orang biasanya tetapi pada saat sakit sedikit mengurangi aktivitas
yang berat karena akan merasa lemas.

Skala ketergantungan
KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing 
Toileting 
Eating 
Moving 
Ambulasi
Walking 
Keterangan :
0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun
1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = Dibantu alat dan orang lain
4 = Tergantung total

4) Istirahat-tidur
- Sebelum sakit dan sesudah sakit klien mengatakan tidak ada masalah
pada jam tidurnya. Klien mengatakan tidur 7- 8 jam
5) Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Klien mengatakan bahwa ia mengetahui apa saja yang harus ia lakukan
semenjak ia menderita penyakit ini.
6) Pola toleransi terhadap stress-koping
Klien mngatakan biasanya berdoa dan berzikir agar perasaannya terasa tenang.
7) Pola hubungan peran
Klien mengatakan perannya sebagai ibu rumah tangga sedikit terganggu saat ia
menderita penyakit ini.
8) Kognitif dan persepsi
Pasien dapat menerima dengan keadaannya saat ini
9) Persepsi diri-konsep diri
a) Gambaran diri
Klien mengatakan bahwa ia menyukai semua bagian tubuhnya dan ia
mengatakan tidak ada yang ingin dirubahnya.
b) Identitas diri
Klien mengatakan posisinya sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga
saat ini terganggu dikarenan sakit yang diderita.

c) Peran diri
Klien mengatakan ia sebagai ibu dan istri. Klien merasa sejak klien sakit
klien tidak maksimal dalam menjalankan aktivitasnya.
d) Ideal diri
Klien berharap bahwa kondisi klien selalu stabil dan kualitas hidupnya meningkat
dengan cuci darah rutin. Klien berharap bahwa klien dapat diberikan umur yang
sehat dan dapat berkumpul dengan keluarganya.
e) Harga diri
Klien mengatakan dirinya berharga , klien mensyukuri dirinya apa
adannya.
10) Reproduksi dan Kesehatan
Klien mengatakan mempunyai 1 orang anak. Klien menikah satu kali dengan
suaminyasaat ini, klien memiliki anak dan suami. Klien tidak memiliki riwayat
penyakit reproduksi maupun masalah seksual.
11) Keyakinan dan nilai
Pasien mengatakan saat ini hanya bisa berdoa dan ber ikhtiar, namun
semuanya tergantung kehendak Allah.
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Compos Mentis
2) Status Gizi :TB = 160 cm
BB = 55 Kg

(Gizi baik/Kurang/Lebih)
3) Tanda Vital : TD = 154/90 mmHg Nadi = 88 x/mnt
Suhu = 36,6 °C RR = 25 x/mnt
SPO2 = 92 % ( pemakaian nasal kanul 2
Lpm)

4) Skala Nyeri (Visual analog) – usia > 8 tahun


Skala Nyeri (Baker Faces) – usia 3-8 th

Tidak sakit Sedikit AgakMengganggu Sangat Nyeri tak


Nyeri menggangu aktivitas menggangu
tertahankan

Ket : beri tanda O


b. Pemeriksaan secara sistematik
1) Kulit
Kulit pasien terlihat agak pucat, terlihat bersih dan agak kering, turgor kulit
kembali dalam baik.
2) Kepala
a. Bentuk kepala bulat, distribusi rambut merata, kulit kepala terlihat bersih
klien tidak mengeluh nyeri saat ditekan pada area kepala, tidak ada
benjolan atau pembengkakan pada daerah kepala.
b. Mata:
Mata klien kiri dan kanan simetris, konjugtiva anemis, tidak ada tanda-
tanda ikterus pada sclera dan tidak ada dilatasi pada pupil. Penglihatan
klien baik.

c. Telinga
Telinga klien bersih. Fungsi pendengaran klien masih cukup normal
sesuai dengan usianya saat ini.

d. Hidung
Kondisi hidung klien terlihat simetris dan bersih. Klien maih mampu
membedakan bau.

e. Mulut dan tenggorokan


Keadaan mulut klien bersih terlihat ada beberapa gigi yang sudah kerpos
dan lubang. Bibir klien lembab, pucat, lidah klien terlihat agak pucat.

3) Thorax
Dada klien terlihat simetris tidak ada retraksi dada, bentuk dada klien normal.
Irama pernafasan klien 25 x/menit. Pernafasan klien vesikuler dilapang paru
kiri dan kanan. Bunyi jantung normal. Tidak ada sitensi vena jugularis. Klien
mengatakan sesak hilang timbul ketika berjalan jauh dan CRT >3 detik
4) Abdomen
perut klien tidak asites, bissing usus 8x/menit. Klien mengatakan tidak
mengeluh mual dan muntah.
5) anus dan rectum
Normal tidak terdapat hemoroid
6) genetalia
Pasien mengatakan tidak ada masalah pada genetalia. Pasien tidak terpasang
kateter
10) Ekstremitas
a) Atas
Tidak ada kesulitan dalam pergerakan dan tampak ada lemas otot serta.
Saat ini diextremitas kanan terpasang iv-plug .
b) Bawah
Pasien mengatakan jika berjalan jauh akan cepat lemas dan sulit beraktivitas
hingga merasakan sesak.

Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual flebitis pada luka
tusukan infus :
Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan
Tempat suntikan tampak sehat Tidak ada tanda flebitis
0
- Observasi kanula
Salah satu dari berikut jelas: 1 Mungkin tanda dini flebitis
 Nyeri tempat suntikan - Observasi kanula
 Eritema tempat suntikan
Dua dari berikut jelas : 2 Stadium dini flebitis
 Nyeri sepanjang kanula - Ganti tempat kanula
 Eritema
 Pembengkakan
Semua dari berikut jelas : 3 Stadium moderat flebitis
 Nyeri sepanjang kanula  Ganti kanula
 Eritema  Pikirkan terapi
 Indurasi
Semua dari berikut jelas : 4 Stadium lanjut atau awal
 Nyeri sepanjang kanula tromboflebitis
 Eritema  Ganti kanula
 Indurasi  Pikirkan terapi
 Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : 5 Stadium lanjut tromboflebitis
 Nyeri sepanjang kanula  Ganti kanula
 Eritema  Lakukan terapi
 Indurasi
 Venous cord teraba
 Demam
*)Lingkari pada skor yang sesuai tanda yang muncul
Pengkajian risiko jatuh (Humpty Dumpty)
Tanggal/waktu
Parameter Kriteria Nilai
1 2 3
Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
Usia
8-13 tahun 2
>13 tahun 1   
Laki-laki 2
Jenis kelamin
Perempuan 1   
Kelainan neurologis 4
Perubahan dalam oksigenasi 3
Diagnosis
Kelainan psikis/prilaku 2
Diagnosis lain 1   
Tidak menyadari keterbatasan 3
dirinya
Gangguan kognitif Lupa adanya kterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri 1   
sendiri
Riwayat jatuh dari tempat tidur 4
Pasien gunakan alat bantu 3
Faktor lingkungan
Pasien berada ditempat tidur 2   
Diluar ruang perawat 1
Respon terhadap Dalam 24 jam 3   
operasi/obat Dalam 48 jam 2
penenang/efek anestesi >48 jam 1
Bermacam- macam obat 3
digunakan: obat sedatif fenozin,
antidepresan, laksansia/ deuretika,
Penggunaan obat narkotik.
Salah satu dari pengobatan diatas 2
Pengobatan lain 1   
Total Skor 10 10 10
Ket : Skror 7-11 = risiko jatuh rendah Skor >12 = risiko jatuh tinggi
Intervensi pencegahan risiko jatuh (beri tanda v) Tgl 1 2 3
1. Pastikan bel/phpne mudah   
terjangkau atau pastikan ada
kelaurga yang menunggu
2. Roda tempat tidur pada posisi   
Risiko rendah (RR)
dikunci
3. Naikan pagar pengaman tempat   
tidur
4. Beri edukasi pasien  
1. Lakukan semua pencegahan risiko
jatuh rendah
2. Pasang stiker penanda berwarna
kuning pada gelang identifikasi
3. Kunjungi dan monitor setiap shif
Risiko tinggi (RT) 4. Penggunaan kateter/pispot/tolet
duduk
5. Strategi mencegah jatuh dengan
penilaian jatuh yang lebih detail
6. Libatkan keluarga untuk menunggu
pasien
Nama/paraf

c. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Patologi Klinik
Tabel 3.4 Pemeriksaan laboratorium Ny. S di Ruang Edelwise di RSUD Wates
Yogyakarta Tanggal 26 Juli 2022
Tanggal J Hasil Satu Nor

26 H 5.1 g/dl 14,0


109 x10
T 5.71 150
15.4 10^
L 1.70 4,50
Negat %
H 10^ 35.0

E -/+ 4.60
fl
A 90.7 pg -
29.7 g/ 80.0
M 32.8
26.0
M
32.0
M

02/08/20 H 7.6 g/dl 14,0


129 x10
T 3.18 150
22.6 10^
L 2.52 4,50
Negat %
H 10^ 35.0

E -/+ 4.60
fl
A 89.7 pg -
30.0 g/ 80.0
M 33.4
94 mg/ 26.0
M 6.55
mg/ 32.0
M
10 –
U
0.6
C

(Sumber Data Sekunder : RM Pasien )

b) Terapi
Tabel 3.5 Pasien Ny. S di Ruang di Ruang Edelwise di RSUD Wates Yogyakarta
Tanggal 1Agustus 2022

Obat Dosis dan Satuan Rute Jam pemberian


Candesartan 1 x 16 mg P.O 06.00
CaCO3 3x1 P.O /8 Jam
Asam Folat 3x1 P.O /8 Jam
Amlodipine 1x10mg P.O Jam 20.00
RL 1x500ml I.V /24 Jam
Lasix 1x1 I.V /24 Jam

ANALISA DATA
Data Penyebab Masalah
DS; Penurunan konsentrasin Perfusi Perifer Tidak
Efektif
- Klien mengeluh lemas hemoglobin
DO :
- Ku lemah, CM SDKI (D.0009) SDKI (D.0009)

- Hb : 5.1 g/dL
- Vital Sign :
TD : 154/90 mmHg
N : 88 x/mnt
R : 25 kpm
SB : 36,6 °C
SPO2 = 92 %

DS Kelemahan Intoleransi Aktivitas


- Klien mengatakan sesak
dan lemas jika banyak SDKI (D.0056) SDKI (D.0056)

beraktivitas
DO
- Vital Sign :
TD : 148/95 mmHg
N : 112 kpm
R : 22 kpm
- SB : 37.3oC
DS Anemia Risiko Jatuh
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengeluh pusing
DO
- Klien dalam posisi
berbaring
- KU Lemah
-
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH

1. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin


2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan
3. Risiko Jatuh ditandai dengan Anemia
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Hari/ Diagnosa Perencanaan
Tanggal Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
Senin, 1 Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
- Periksa sirkulasi perifer
Agustus Efektif berhubungan masalah perfusi perifer teratasi dengan kriteria hasil
- Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
2022 dengan penurunan 1. Penyembuhan luka meningkat - Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
konsentrasi 2. Edema perifer menurun bengkak pada ektstremitas
3. Nyeri ektremitas menurun Terapeutik :
hemoglobin
- Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan perfusi
SDKI (D.0149) - Hindari pengukuran tekanan darah pda
ektremitas dengan keterbatasan perifer
- Lakukan pencegahan infeksi
Edukasi :
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
Kolaborasi :
-
(SIKI I.02079 Hal 345)

Perawat
(Ansyar)
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
berhubungan dengan diharapkan Intoleran aktivitas tidak terjadi dengan kriteria hasil - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
Kelemahan 1. Kemudahan melakukan aktivitas sehari hari meningkat Terapeutik :
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/
atau aktif
Edukasi :
SDKI (D.0056)
- Anjurkan tirah baring
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi :

(SIKI. I.05178 Hal 176)

Perawat
(Ansyar)
Risiko Jatuh ditandai Setelah dilakukan Tindakan 3 x 24 jam masalah risiko jatuh Observasi :
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat
dengan Anemia dapat teratasi dengan indicator
tidur ke kursi roda ataupun sebaliknya
1. Jatuh saat berjalan dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 Terapeutik :
(cukup menurun) - Pasang handrall tempat tidur
(SDKI. D.0143) Edukasi :
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
Kolaborasi :
(SIKI I.I4540 Hal 176)

Perawat
(Ansyar)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari/ Diagnosa Implementasi


Jam Keperawatan Evaluasi
Tanggal Keperawatan
Senin, 1 Perfusi Perifer Tidak Efektif 14.15 Observasi : Jam 14.20
- Memeriksa sirkulasi perifer
Agustus berhubungan dengan S:
- Mengidentifikasi factor risiko
2022 penurunan konsentrasi gangguan sirkulasi - Pasien mengatakan masih lemas
hemoglobin - Memonitor panas, kemerahan, nyeri O :
atau bengkak pada ektstremitas
Terapeutik : - Ku lemah, CM
SDKI (D.0149) - Menghindari pemasangan infus atau - Hb : 5.1 g/dL
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi - Vital Sign :
- Menghindari pengukuran tekanan darah TD : 156/85 mmHg
pda ektremitas dengan keterbatasan
N : 88 x/mnt
perifer
- Melakukan pencegahan infeksi R : 25 kpm
Edukasi : SB : 36,9°C
- Menganjurkan berolahraga rutin SPO2 = 96 %
- Menganjurkan minum obat pengontrol A : perfusi perifer tidak efektif belum teratasi
tekanan darah secara teratur
P : Lanjutkan Intervensi.
Kolaborasi :
-
(SIKI I.02079 Hal 345)

Perawat
(Ansyar)

Intoleransi Aktivitas 14.20 Observasi : Jam 14.25


berhubungan dengan - Mengidentifikasi gangguan fungsi
S:
tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Kelemahan - Pasien mengatakan lemas
Terapeutik :
- Melakukan latihan rentang gerak pasif O
dan/ atau aktif
Edukasi : - Vital Sign :
SDKI (D.0056)
- Menganjurkan tirah baring TD : 156/85 mmHg
- Mengajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan N : 88 x/mnt
- Mengnjurkan menghubungi perawat
R : 25 kpm
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang SB : 36,9°C
Kolaborasi : SPO2 = 96 %
Pasien Terpasang Transfusi Darah
(SIKI. I.05178 Hal 176)
sebanyak 2 kantong darah golongan darah
O
-
A:
Intoleran aktivitas berhubungan dengan
kelemahan belum teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi.

Perawat
(Ansyar)
Risiko Jatuh ditandai dengan 14.25 Observasi : Jam 14.30
- Monitor kemampuan berpindah dari
Anemia S:-
tempat tidur ke kursi roda ataupun
sebaliknya O:
Terapeutik : - Klien belum dapat berpindah
(SDKI. D.0143) - Pasang handrall tempat tidur
Edukasi :
- Anjurkan memanggil perawat jika A:
membutuhkan bantuan untuk berpindah Risiko Jatuh ditandai dengan Anemia belum
Kolaborasi :
teratasi.
(SIKI I.I4540 Hal 176)
P:
lanjutkan Intervensi.
Perawat
(Ansyar)

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/ Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi
Tanggal Keperawatan Keperawatan
Selasa, 2 Perfusi Perifer Tidak 14.00 Observasi : Jam 14.10
1. Memeriksa sirkulasi perifer
Agusuts 2022 Efektif berhubungan S:
2. Mengidentifikasi factor risiko
dengan penurunan gangguan sirkulasi - Pasien mengatakan masih lemas
konsentrasi hemoglobin 3. Memonitor panas, kemerahan,
O:
nyeri atau bengkak pada
ektstremitas - Ku lemah, CM
Terapeutik :
- Pasien Nampak pucat
4. Menghindari pemasangan infus
SDKI (D.0149)
atau pengambilan darah di area - Klien mendaptakan obat oral atau
keterbatasan perfusi injeksi( taruh jenis obat darah tinggi yang di
5. Menghindari pengukuran tekanan
darah pda ektremitas dengan kasih oleh ruangan dari oral maupun
keterbatasan perifer injeksi)
6. Melakukan pencegahan infeksi
Edukasi : - Hb : 5.1 g/dL
7. Menganjurkan untuk berolahraga - Vital Sign :
ringan
8. Menganjurkan minum obat TD : 156/87 mmHg
pengontrol tekanan darah secara N : 88 x/mnt
teratur
R : 20 kpm
SB : 36,3°C
SPO2 = 99 %
Pasien Terpasang Transfusi Darah
sebanyak 1 kantong darah golongan darah
O
A : perfusi perifer tidak efektif teratasi
sebagiam
P : Lanjutkan Intervensi.
Perawat
(Ansyar)
Intoleransi Aktivitas 14.10 Observasi : Jam 14.20
berhubungan dengan - Mengidentifikasi gangguan fungsi
S:
tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Kelemahan - klien mengatakan cepat lelah semenjak
Terapeutik :
- Melakukan latihan rentang gerak pasif sakit
dan/ atau aktif - klien mengatakan sudah bisa bangun,
Edukasi : duduk meskipun hanya sebentar.
SDKI (D.0056)
- Menganjurkan tirah baring O :
- Mengajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan - klien melakukan gerakkan sesuai yang
- Mengnjurkan menghubungi perawat dianjurkan oleh perawat secara hati hati
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
- klien Nampak berbaring
berkurang
Kolaborasi : - klien dan keluarga klien menghubungi
perawat saat diperlukan
(SIKI. I.05178 Hal 176)
- Hb : 5.1 g/dL
- Vital Sign :
TD : 156/87 mmHg
N : 88 x/mnt
R : 20 kpm
SB : 36,3°C
SPO2 = 99 %
A : Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan
Kelemahan teratasi sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi.

Perawat
(Ansyar)
Risiko Jatuh ditandai 14.20 Observasi : Jam 14.30
- Monitor kemampuan berpindah dari
dengan Anemia S: -
tempat tidur ke kursi roda ataupun
sebaliknya O:
(SDKI. D.0143)
Terapeutik :
- Klien Nampak bisa berdiri berpindah ke
- Pasang handrall tempat tidur
kursi roda dan sebaliknya
Edukasi :
- Tempat tidur klien terpasanga handrall
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah - Vital Sign :
Kolaborasi : TD : 156/87 mmHg
N : 88 x/mnt
(SIKI I.I4540 Hal 176)
R : 20 kpm
SB : 36,3°C
SPO2 = 99 %
A:
Risiko Jatuh ditandai dengan Anemia tidak
terjadi

P : Pertahankan Intervensi
Perawat
(Ansyar)
Rabu, 3 Perfusi Perifer Tidak 14.00 Observasi : Jam 14.10
1. Memeriksa sirkulasi perifer
Agustus 2022 Efektif berhubungan S:
2. Memonitor panas, kemerahan,
dengan penurunan nyeri atau bengkak pada - Klien mengatakan kalau pasien
konsentrasi hemoglobin ektstremitas merasakan tidak merasakan kelelahan
Terapeutik : lagi
3. Menghindari pengukuran tekanan O :
SDKI (D.0149) darah pda ektremitas dengan
- Ku Sedang, CM
keterbatasan perifer
Edukasi : - Tidak terdapat kemerahan atau nyeri
4. Menganjurkan minum obat pada daerah ekstremitas
pengontrol tekanan darah secara
teratur - Klien mendaptakan obat oral amlodipine
Kolaborasi : 10 mg diminum setiap jam 20.00
- Klien tidak tampak batuk terus menerus
(SIKI I.02079 Hal 345) - Vital Sign :
TD : 164/94 mmHg
N : 76 kpm
R : 20 kpm
SB : 36.7oC
SpO2 : 100%
HB : 7.6 g/dL
A:
perfusi perifer tidak efektif teratasi sebagian
P:
lanjutkan Intervensi.

Perawat
(Ansyar)
Intoleransi Aktivitas 14.10 Terapeutik : 14.15
berhubungan dengan - Melakukan latihan rentang gerak pasif
S:
dan/ atau aktif
Kelemahan Edukasi : - Klien mengatakan sudah bisa ke kamar
- Menganjurkan tirah baring mandi sendiri
- Mengnjurkan menghubungi perawat O :
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
SDKI (D.0056) berkurang - klien sudah bisa duduk di kursi
Kolaborasi : - Klien memahami apa yang perawat
anjurkan dan ajarkan
(SIKI. I.05178 Hal 176)
A:
Intoleran aktivitas berhubungan dengan
kelemahan teratasi
P:
Pertahankan Intervensi

Perawat
(Ansyar)

Anda mungkin juga menyukai