Disusun Oleh :
Larasati (P07120522029)
Kharisma Pinasti Febryantari (P07120522056)
Laporan Keperawatan Medikal Bedah Yang Berjudul “Asuhan Keperawatan pada Nn. Y dengan
diagnose Medis Chronic Kidney Disease di Ruang Gardenia RSUD Wates” Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Medikal Bedah.
Disusun Oleh :
Larasati (P07120522029)
Kharisma Pinasti Febryantari (P07120522056)
Telah di setujui
pada :
Hari/Tanggal :
Mengetahui,
(Dr. Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kep., M.Kes) (Ulfah Zukhriani, S.Kep, Ns)
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatik dengan mengatur
volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, eksresi metabolisme, sistem
pengaturan hormonal dan metabolisme (Syaifudin, 2011). Gangguan pada ginjal salah
satunya adalah ChronicKidney Disease (CKD), dimana ChronicKidney Disease (CKD)
menurut Kementrian Kesehatan RI 2017 merupakan masalah kesehatan masyarakat
global dengan prevelens dan insidens penyakit ginjal yang meningkat, prognosis yang
buruk dan biaya yang tinggi. (Oscar, 2017).
Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD) bisa dilakukan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi penganti ginjal (Ika, 2015). Tujuan terapi konservatif
mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan keluhan
akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan
memelihara keseimbangan cairan elektrolit (Kirana, 2015). Salah satu terapi konservatif
pengganti ginjal adalah hemodialisis. Tujuan hemodialisis adalah untuk memperbaiki
komposisi cairan sehingga mencapai keseimbangan cairan yang diharapkan untuk
mencegah kekurangan atau kelebihan cairan yang dapat menyebabkan efek yang
signifikan terhadap komplikasi kardiovaskuler dalam jangka panjang (Wilson, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan menggali lebih dalam tentang asuhan keperawatan pada pasien Chronic
Kidney Disease dengan hemodialisa.
2. Tujuan Khusus
a. Menggali pengkajian keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
b. Menggali diagnosa keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
c. Menggali perencanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
d. Menggali pelaksanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
e. Menggali evaluasi keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah
aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif
pada pembuluh darah hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar
yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan
penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai
ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara asceden dari tractus
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan
mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di
ginjal dan berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefripati
amiliodosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada
dinding pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan
organ lain, serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia
renalis) serta adanya asidosis.
3. Patofisiologi
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
5. Manifestasi Klinik
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung
dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme
terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena penimbunan garam dan air, atau
sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang
sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang
disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan
elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu
oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut.
Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas
penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan
kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki),
tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas. Penderita sering
mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang
tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan
tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau
koma.
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit berwarna pucat, mudah
lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan
kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak
dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. selain anemi pada CKD
sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula
disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu
sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah
terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan
elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik,
hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri, 2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan
metabolik seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu, pengukuran
yang paling umum dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum kreatininmungkin
hanya sedikit meningkat pada tahap awal CKD . akibatnya, estimasi GFR sangat
penting bagi pengenalan tahap awal CKD. Karena tahap awal CKD sering tidak
terdeteksi, dibutuhkan diagnosis pada pasien dengan tingkat kecurigaan yang
tinggi yaitu yang mengalami kondisi kronis seperti hipertensi dan diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada stage
III, IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor (hiperparatiroidisme
sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolit menjadi lebih umum
seiring fungsi ginjal memburuk. Umumnya pada pasien CKD stadium V juga
mengalami gagal-gagal, intoleransi dingin, berat badan menurun, neuropati perifer
(Joy et al, 2008).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL (wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik
6) Na ++ serum : menurun
7) K+ : meningkat
8) Mg +/ fosfat : meningkat
9) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)
7. Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)
B. Konsep Hemodialisis
Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hallow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
1. Definisi
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat zat sisa metabolisme, zat toksik lainnya
melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antaradarah dan cairan diaksat yang
sengaja dibuat dalam dializer (Wijaya dan Putri, 2017). Hemodialisis merupakan suatu
proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi
dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan
penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan
terapi jangka panjang atau permanen.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu
tindakan yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk proses pembuangan zat-zat sisa
metabolisme, zat toksik dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit lainnya
melalui membran 2 semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan diaksat
yang sengaja dibuat dalam dializer.
2. Tujuan
Hemodialisa bertujuan Membuang sisa produk metabolisme protein : urea kreatinin
dan asam urat, Membuang kelebihan cairan dengan mempengaruhi tekanan banding
antara darah dan bagian cairan, Mempertahankan atau mengembanlikan sistem buffer
tubuh, Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. (Wijaya dan Putri,
2017)
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis, Oliguria/an uria
>5 hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl (Wijaya dan Putri, 2017)
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi glomerulus
(LFG sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila
(TKK)<5mL/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK <5mL/menit tidak
selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu
dari hal tersebut di bawah :
1) Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
2) K serum >6 mEq/L
3) Ureum darah 200mg/dl
4) pH darah <7,1
5) Anuria berkepanjangan (>5 hari)
6) Fluid overloaded
4. Kontra indikasi
a. Hipertensi berat (TD >200/100mmHg)
b. Hipotensi (TD <100mmHg)
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2017)
5. Prinsip Hemodialisa
Prinsip hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran partikel-
partikel dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang
ditimbulkan oleh perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis,
difusi menyebabkan pergeseran urea kreatinin dan asam urat dari darah ke larutan
dialisat.
Osmosa adalah Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi permiabel dari
daerah yang kadar partikel partikel rendah ke daerah partikel lebih tinggi, osmosa
bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klienterutama pada pada. Ultrafiltrasi
Terdiri dari pergeseran cairan lewat membran semi periabel dampak dari bertambahnya
tekanan yang dideviasikan secara buatan, Hemo:darah, dialisis memisahkan dari yang
lain.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat pelarut yang berpindah.
Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibanding molekul
lebih rendah. Kecepatan perpindahan zatpelarut tersebut makin tinggi bila konsentrasi di
kedua kompartemen makin besar, diberikan tekanan hidrolik dikompartemen darah, dan
bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan dialisis ini
mengalir berlawaan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat
terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudianmelambat sampai konsentrasinya
sama dikedua kompartemen.
8. Penatalakasanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisis
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi
yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada
pasien hemodialisis. Status cairan menentukan kecukupan cairan dan terapi cairanselanjutnya.
Status cairan pada pasien CKD dapat dimanifestasikan dengan pemeriksaan edema, tekanan
darah, kekuatan otot, lingkar lengan atas, nilai IDWG dan biochemical marker yang meliputi
natrium, kalium, kalsium, magnesium, florida, bikarbonat dan fosfat.
Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein
dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40- 70 meq/hari. Pembatasan kalium
sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian
tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin
yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120 mEq.hari guna
mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus
yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama
periode di antara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (wijaya dan putri, 2017)
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal. Pasien
yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi)
harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan
jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek
toksik akibat obat harus dipertimbangkan.
9. Komplikasi
Wijaya dan Putri (2017) menjabarkan komplikasi hemodialisa sebagai berikut:
1. Hipotensi
Merupakan komplikasi akut yang sering terjadi, dimana insiden 15-30%. Dapat
disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungsi otonom, vasodilatasi karena
energy panas dan obat anti hipertensi.
2. Kram otot
Terjadi 20 % pasien yang menjalankan hemodialisa, dimana penyebabidiopatik, namun
diduga karena kontraksi akut yang dipacu oleh peningkatan volume ekstrasluler.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang, identitas penaggung jawab,
hubungan dengan pasien, no telepon, asuransi kesehatan (jika ada).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit
2) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dari akhir masa sehat, ditulis dengan
kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan penyakitnya
seperti : faktor pencetus, sifat keluhan (mendadak/berlahan-lahan/terus
menerus/hilang timbul atau berhubungan dengan waktu, lokalisasi dan sifarnya (
menjalar
/menyebar/berpindah/menetap), berat ringannya keluhan (menetap/cenderung
bertambah atau berkurang), lamanya keluhan, upaya yang dilakukan untuk
mengatasi, keluhan saat pengkajian, diagnosa medic
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah digunakan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertai genogram.
5) Pengkajian lingkungan
Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus pada upaya
keamanan klien, informasi tentang lingkungan rumah dan tempat bekerja
meliputi:tata ruang, kebersihan, resiko cidera, paparan polusi, pencahayaan,
susasana rumah.
c. Pola fungsional gordon
1) Pola management kesehatan/persepsi kesehatan
Persepsi terhadap penyakit yang dialaminya, Riwayat penggunaan tembakau,
alkohol, alergi (obat-obatan, makanan, reaksi alergi), mengatur dan menjaga
kesehatannya, pengetahuan dan praktik pencegahan penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum dan sesudah sakit
meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makan dan
minum, porsi makan, makanan yang disukai, nafsu makan (normal,meningkat,
menurun), pantangan atau alergi, penurunan sensasi kecap, mual-muntah,
stomatitis, kesulitan menelan (disfagia). riwayat masalah kulit/penyembuhan
(ruam, kering,
keringat berlebihan, penyembuhan abnormal, jumlah minum/24 jam dan jenis
(kehausan yang sangat), mengkaji ABCD yaitu :A (Antropometri) : BB, TB,
sebelum dan sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun), B
(Biocemicle): Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematoktit (cairan), Albumin
edema, C (Clinicel) : turgor kulit, konjungtiva, CRT, D (Diet) : diet/suplment
khusus, Instruksi diet sebelumnya.
3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi, Kesulitan (diare,
konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi, Kesulitan/keluhan
(disuria, noktiria, hematuria, retensia, inkontinensia).
4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan
diri 0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang
lain
3: dibantu orang lain dan
peralatan 4: ketergantian /
ketidakmampuan
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu kebiasaan menjelang
tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk), perasaan setelah
bangun (merasa segar / tidak setelah tidur).
6) Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak ), bicara: normal, genap,
aphasia ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, tingkat
ansietas , Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu dengar, Penglihatan (DBN,
Buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll), vertigo, ketidaknyamanan/nyeri /akut/
kronis, penatalaksaan nyeri
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya, harga dirinya,
peran dirinya, ideal dirinya.
8) Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah, keluarga
tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan perawatan RS, kegiatan
sosial : bagaimana hubungan dengan masyarakat.
9) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola reproduksi,
Pap smear terakhir, kepuasan dan tidak puasan klien dalam pola seksualitas,
kesulitan dalam pola seksualitas, masalah seksual B. D penyakit
10) Pola koping dan toleransi stress
Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess,
Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat ada masalah,
Pengguanaan obat saat menghilangkan stres, Keadaan emosi dalam sehari-hari
(santai/tegang), keefektifan dalam mengelola stress.
11) Pola nilai dan Keyakinan
Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat
2) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S
3) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban, Turgor kulit,
Ada/tidaknya edema
4) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
5) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris, Odema
palpebra, Palpebra, Sklera
6) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi keseimbangan,
Sekret, Mastoid
7) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan, Kebersihan,
Pendarahan, Sekret
8) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda radang
(gigi,lidah,gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan mulut
9) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe, Kelenjar
tiroid, Kaku kuduk
10) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
11) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
12) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
13) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan warna
14) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan meningkat,
Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadidua jenis,
yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa
pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis
ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan,
pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis
Resiko. Sedangkan diagnosispositif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat
dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga
dengan Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015). Pada diagnosis aktual, indikator
diagnostiknya terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak
memiliki penyebab dan tanda/gejala, hanya memiliki faktor resiko. Diagnosa
keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang
dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI,
2016) :
1) Hipervolemia (D.0022)
2) Defisit Nutrisi (D.0019)
3) Nausea (D.0076)
4) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
5) Gangguan pertukaran gas (D. 0003)
6) Intoleransi aktivitas (D.0056)
7) Resiko penurunan curah jantung (D. 0011)
8) Perfusi perifer tidak efektif (D. 0009)
9) Nyeri akut (D. 0077)
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Observasi
Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi,
kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan
darah)
Monitor berat badan harian
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
(mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis
urin , BUN)
Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP,
CVP, PCWP jika tersedia)
2. Terapeutik
Catat intake output dan hitung balans cairan
dalam 24 jam
Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
Berikan cairan intravena bila perlu
3. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
1. Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi nafas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
Monitor kadar albumin dan protein total
Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, volume urine
menurun, hematocrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine meningkat, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
Identifikasi tanda-tanda hypervolemia 9mis.
Dyspnea, edema perifer, edema anasarka,
JVP meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal, peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
1. Observasi
Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
Monitor adanya mual dan muntah
Monitor jumlah kalorimyang dikomsumsi sehari-hari
Monitor berat badan
Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
2. Terapeutik
Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika
perlu
Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis.
Makanan dengan tekstur halus, makanan yang diblander,
makanan cair yang diberikan melalui NGT atau Gastrostomi,
total perenteral nutritition sesui indikasi)
Hidangkan makan secara menarik
Berikan suplemen, jika perlu
Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan
yang dicapai
3. Edukasi
Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
6. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhanManajemen Nyeri (I. 08238)
berhubungan dengan
keperawatan selama .... x ... 1. Observasi
agen pencedera
fisiologis (D. 0077) jam diharapkan tingkat nyeri Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
pasien menurun dengan Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
kriteria hasil : Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
(L.08066) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
- Kemampuan melakukan Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
aktivitas meningkat
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
- Keluhan nyeri menurun kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
- Sikap protektif menurun ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Meringis menurun Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
- Gelisah menurun strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
- Frekuensi nadi membaik Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Pola nafas membaik Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
1. Observasi
Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat alergi obat
Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
3. Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
7. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas Obsevasi
keperawatan selama .. x 24
kulit/jaringan 1. Identifikasi penyebab gangguanintegritas kulit (mis. Perubahan
(D.0129) jam diharapkan integritas kul
sirkulasi, perubahan status nutrisi)
dapat terjaga dengan kriteria Terapeutik
hasil: 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Lakukan pemijataan pada area tulang, jika perlu
1. Integritas kulit yang
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kerin
baik bisa dipertahankan 5. Bersihkan perineal dengan airhangat
2. Perfusi jaringan baik Edukasi
3. Mampu melindungi 6. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion atau serum)