Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )


Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan

Dosen Pembimbing
Moh. Saifudin, S.Kep., Ns., S.Psi., M.Kes

Oleh:

Dwi Winarsih
NIM 2202032248

PRAKTIK PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN 2022
LEMBAR KONSULTASI DAN PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN
KASUS: CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DEPARTEMEN: KMB
RUANG: HEMODIALISA RS: MUHAMMADIYAH LAMONGAN
Tanggal Saran Pembimbing Tanda tangan

Lamongan , Desember 2022


Mahasiswa,

(Dwi Winarsih)

Telah direvisi dan disetujui,


Pembimbing klinik, Pembimbing akademik,

(M. Syukri Ghozali, S.Kep. Ns) (Moh. Saifudin, S.Kep., Ns., S.Psi., M.Kes)
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

1 KONSEP TEORI

1.1 DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Suwitra,
2014)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum proses-proses patofiologik
yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal dan penurunan progresif
laju filtrasi glomerolus (LFG). (Jameson dan Loscalz, 2013)
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) . (Nuari dan Widayati, 2017).
Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, pada
suatu derajat diperlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

1.2 ETIOLOGI
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasiglomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :
1) Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik
ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar,dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh
darah.
2) Gangguan imunologis seperti glomerulonephritis.
3) Infeksi : dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal
dari kontaminasi tinja pada trakus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal
melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari trakus urinarius
bagian bawah melalui ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan
irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
4) Gangguan metabolic : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat
sehingga terjadi penebalan membrane kapiler di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi
endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-at
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane
glomerulus.
5) Gangguan tubulus primer : terjaadinyanefrotoksis akibat analgesic atau logam berat.
6) Obstruksi trakus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi uretra.
7) Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam
ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital
(hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

Menurut Sudoyo, et al.,(2012) klasifikasi penyakit gagal ginjal atas dasar diagnosis
etiologi antara lain :
1) Penyakit ginjal diabetes (diabetes tipe 1 dan 2)
2) Penyakit ginjal non diabetes : penyakit glomerular (autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasa), penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati),penyakit tubulointestinal (pyelonefritis kronis, batu, obstruksi,
keracunan obat), dan penyakit kistik.
3) Penyakit pada transplantasi : rejeksi kronik, keracunan obat (siklosporin), penyakit
recurrent

1.3 KLASIFIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


Menurut Sudoyo, et al.,(2013) klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)
didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis
etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
(140-umur) x berat badan
LFG (ml/mnt/1,73m²) =
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) atas Dasar Derajat Penyakit
Deraja Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m²)
t
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) Atas Dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe Mayor
Penyakit ginjal Diabetes tipe 1 dan 2
diabetes
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
diabetes obat, neoplasia) Penyakit vaskular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikroanglopati) Penyakit
tubulointerstisial (plenonefritis kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat) Penyakit kistik (ginjal polistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik Keracunan obat (sikiosporin/takrolimus)
transplantasi Penyakit recurrent (glomerular) Transplant
glomerulopathy

1.4 MANIFESTASI KLINIS


1) Kardiovaskuler
 Hipertensi, gagal jantung kongentif, udema pulmoner, perikarditis
 Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital
 Friction rub perikardial, pembesaran vena leher
2) Dermatologi
 Warna kulit abu abu mengkilat, kering bersisik
 Pruritus, ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
3) Pulmoner
 Krekels, sputum kental dan liat
 Pernafasan kusmaul
4) Gastrointesnial
 Anoreksia mual, muntah, cegukan
 Nafas berbau ammonia
 Ulserasi dan pendarahan mulut
 Konstipasi dan diare
 Pendarahan saluran cerna
5) Neurologi
 Tidak mampu konsentrasi
 Kelemahan dan keletihan
 Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
 Disorientasi
 Kejang, rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan perilaku

6) Muskuloskeletal
 Kram otot, kekuatan otot hilang
 Kelemahan pada tungkai
 Fraktur tulang, foot drop
7) Reproduktif: amenorea, atrofi testekuler
Menurut Smeltzer & Bare (2013) tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis
dikarenakan gangguan yang bersifat sistemik, kerusakan ginjal akan menyebabkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Tanda dan gejalanya antara lain :
1) Pitting edema dan edema periorbital
2) Kulit kering dan pruritus
3) Sesak nafas dan takipnea, pernafasan kusmaul
4) Ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amoniak, diare, mual dan muntah
5) Kelemahan atau keletihan
6) Kram otot, kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang
7) Penurunan libido
8) Anemi dan trombositopenia

1.5 PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung penyakit yang mendasarinya. Selama
proses terjadinya penyakit ini akan terjadi pengurangan massa ginjal yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural dan fungsional nefron (Suharyanto &
Madjid, 2013). Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus yang menyebabkan proteinuria, yang berakibat
terjadinya maladaptasi berupa sklerosis nefron sehingga terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif. Adanya aktivitas renin angiotensin aldosteron yang ikut memberikan
kontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerisis dan progresifitas tersebut. Beberapa hal yang
dianggap turut berpengaruh dalam progresifitas antara lain albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia dan dislipidemia (Sudoyo, et al., 2012).
Pada stadium dini keadaan LFG masih normal atau malah meningkat tetapi secara
perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Pada pasien dengan LFG 60% belum terjadi keluhan
(asimptomatik) tetapi telah terjadi peningkatan kreatinin serum dan urea. Pada kondisi
LFG di bawah 30% mulai terjadi keluhan nocturia, badan lemah, nafsu makan kurang dan
berat badan menurun. Gejala uremia juga akan terjadi karena gangguan reabsorpsi pada
ginjal dan timbul gejala seperti anemia, hipertensi, pruritus. Pasien juga mengalami
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain kalium dan natrium. Ketika kerusakan
ginjal semakin berlanjut atau LFG di bawah 15% maka akan terjadi komplilasi yang lebih
serius sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis dan transplantasi ginjal
(Sudoyo, et al., 2012).
PATHWAY

Infeksi Vaskuler (hipertensi, DM) Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen antibodi Arteri sklerosis Tertimbun dalam ginjal Refluks


Vaskulerasi
Hidroneprosis ginjal
Suplai darah ke ginjal
Peningkatan tekanan
Iskemik ginjal
Nefron rusak

GFR menurun

CKD

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Tidak mampu Sekresi eritopoitin Sindrom Uremia Retensi Na & Gangguan keseimbangan P↓ ekskresi
mengekskresikan P H2O↑ asam basa ginjal
asam
Kesadaran menurun Produksi asam ↑
Produksi Hb menurun
CES meningkat
Sindrom
Asidosis Asam lambung ↑ uremia
Gelisah
Oksihemoglobin Tekanan kapiler naik
Nausea Pruritus
Hiperventilasi Resiko Cidera
Perfusi perifer Vol Intertersial naik
Supplai O2 Kelelahan otot Muntah Gangguan
Gangguan tidak efektif ke jaringan integritas
pertukaran gas menurun Edema kulit
Intoleransi aktifitas Defisit Nutrisi
Hipervolemi
HEMODIALISA

Intra HD

Prosedur Invasif Pemberian Heparin berlebih Kecepatan pengeluaran darah tinggi daam jumlah banyak

Gangguan koagulasi darah Penurunan darah di vaskuler


Pajanan Nyeri pada
terhadap tempat
pathogen penusukan
Perdarahan
Gangguan reguasi suhu tubuh Penurunan volume
darah intravaskuler
Resiko Infeksi Nyeri akut Risiko perdarahan
Pergeseran termostat
di hipotalamus Penurunan sirkulasi
ke cerebral

Pasien menggigil

Risiko Hipovolemia Hipoksia cerebral


Kekurangan volume Hipotermia
cairan
Cairan keluar secara aktif Merangsang pusat
Nausea mual di hipotalamus
Ketidakseimbangan
elektrolit dalam tubuh
Post HD Post Hemodialisa

Kurang pajanan Post Invasif Penurunan volume


terhadap info post HD darah intravaskuler

Peningkatan aliran-
Penurunan sirkulasi
Kurang aliran darah karena
ke cerebral
pengetahuan lumen pembuluh
darah besar di av-
shunt
Hipoksia serebral

Risiko Risiko Merangsang pusat


Infeksi perdarahan mual di hipotalamus

Nausea
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Urine
a) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b) Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
c) Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d) Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1.
e) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

2) Darah
a) BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir.
b) Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 - 8
gr/dl.
c) SDM menurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik,
pH kurang dari 7, 2.
d) Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun.
3) Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
4) Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5) Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6) Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan peningkatan tumor selektif.
7) Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
8) EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono, 2013)

1.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD Mutakin, 2013 dibagi
tiga yaitu:
1) Konservatif
a) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b) Observasi balance cairan
c) Observasi adanya edema
d) Batasi cairan yang masuk
2) Dialisis
a) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CPAD (Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b) Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif
vendengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis
dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah
maka dilakukan : AV fistule (menggabungkan vena dan arteri)
dan double lumen (langsung pada daerah jantung atau
vaskularisasi ke jantung).
3) Operasi
a) Pengambilan batu
b) Transplantasi ginjal
Menurut Reeves, Roux, Lockhart, 2012 penatalaksanaan CKD sebagai
berikut
1. Pengaturan diet
 Diet protein dan fospat
Batasi asupan protein dan fospat
 Diet kalium
Tindakan yang harus dilakukan adalah tidak memberikan makanan
atau obat-obatan yang tinggi akan kandungan kalium.
Ekspektoran, kalium sitrat dan makanan seperti
sup, pisang dan jus buah murni adalah beberapa contoh makanan
atau obat-obatan yang mengandung amonium klorida dan kalium
klorida.

 Diet natrium dan cairan


Jumlah natrium yang diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari
(1 hingga 2 gram natrium), namun asupan natrium yang optimal
harus ditentukan secara individu untuk setiap pasien agar tercapai
keseimbangan hidrasi yang baik. Aturan umum untuk asupan
cairan adalah keluaran urin selama 24 jam + 500 ml
menggambarkan kehilangan cairan yang tidak disadari. Kebutuhan
cairan yang diperbolahkan pada pasien anefrik 800ml/hari dan
pasien dialysis diberikan cairan yang mencukupi untuk
memungkinkan kenaikan berat badan 2 sampai 3 pon (sekitar 0,9
kg sampai 1,3 kg) selama pengobatan. Pemberian asupan natrium
dan cairan pada pasien GGK harus diatur sedemikian rupa untuk
mencapai keseimbangan cairan.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis.
4. Transplantasi ginjal

1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis

adalah (Prabowo, 2014)) :

1) Penyakit Tulang. Penurunan kadar kalsium secara langsung akan


mengakibatkan dekalsifikasimatriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur
pathologis.
2) Penyakit Kardiovaskuler. Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan
berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lifid, intoleransi
glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel
kiri).
3) Anemia. Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoeitin yang mengalami
defiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4) Disfungsi seksual. Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido
sering mengalami penurunan dan terjadi impoten pada pria. Pada wanita
dapat terjadi hiperprolaktinemia.

2 KONSEP HEMODIALISIS

2.1 Pengertian

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien


dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit
ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisis
adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2019).

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah


buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita
gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner &
Suddarth, 2016 ).

2.2 Tujuan
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya
adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),
menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien
yang menderita penurunan fungsi ginjal serta menggantikan fungsi ginjal
sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2019).
Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam cairan yang melalui
membran semipermeabel sesuai dengan gradien konsentrasi elektrokimia. Tujuan
utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra dan intrasel
yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan
memindahkan beberapa zat terlarut seperti urea dari darah ke dialisat. dan dengan
memindahkan zat terlarut lain seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah.
Konsentrasi zat terlarut dan berat molekul merupakan penentu utama laju difusi.
Molekul kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang
kompleks serta molekul besar, seperti fosfat, β2- microglobulin, dan albumin, dan
zat terlarut yang terikat protein seperti p- cresol, lebih lambat berdifusi. Disamping
difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di membran dengan bantuan
proses konveksi yang ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik dan osmotik –
sebuah proses yang dinamakan ultrafiltrasi (Cahyaning, 2019).
Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak ada perubahan dalam konsentrasi zat
terlarut, tujuan utama dari ultrafiltrasi ini adalah untuk membuang kelebihan cairan
tubuh total. Sesi tiap dialisis, status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan
dialisis dapat disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah namun
berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat
terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan untuk menghilangkan komplek gejala
(symptoms) yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit
membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari
akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2018).

2.3 Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis

Aliran darah pada hemodialisis yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan
lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus
selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan
melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya.
Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui
membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2016).
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis,
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah (Lavey, 2018). Cairan dialisat tersusun dari
semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan
cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat
dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari
daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih
rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan
negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air (Elizabeth, et all, 2018).

2.4 Akses sirkulasi darah pasien

Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan femoralis,
fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk pemakaian sementara. Kateter
femoralis dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian
segera dan sementara (Barnett & Pinikaha, 2017).
Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya dilakukan
pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambung
(anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side (dihubungkan antara
ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6
minggu menjadi matang sebelum siap digunakan (Brruner & Suddart, 2018). Waktu
ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena
fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar
dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke dalam pembuluh darah agar cukup
banyak aliran darah yang akan mengalir melalui dializer. Segmen vena fistula
digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis (Barnett
& Pinikaha, 2017).
Tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh darah
arteri atau vena dari materia gore-tex (heterograf) pada saat menyediakan lumen
sebagai tempat penusukan jarum dialisis. Ttandur dibuat bila pembuluh darah pasien
sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula (Brunner & Suddart, 2018).

2.5 Penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisis

Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya


memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit
ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan kesejahteraan
kehidupan pasien yang gagal ginjal (Anita, 2016).
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk
terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2
gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis tinggi.
Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan,
karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan
jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-
120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi
natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk
minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan
terjadi kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia, 2016).
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar
kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus
dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2018).

2.7 Komplikasi
Komplikasi terapi dialisis mencakup beberapa hal seperti hipotensi, emboli
udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan dialisis, dan pruritus. Masing – masing
dari point tersebut (hipotensi, emboli udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan
dialisis, dan pruritus) disebabkan oleh beberapa faktor. Hipotensi terjadi selama
terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena
pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisis natrium, penyakit jantung,
aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan berat cairan. Emboli udara
terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien (Hudak & Gallo, 2019 ).
Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂ menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah diluar tubuh, sedangkan gangguan keseimbangan dialisis terjadi
karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi
ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
Pruritus terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit (Smelzer, 2018)
Terapi hemodialisis juga dapat mengakibatkan komplikasi sindrom
disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia, temponade jantung, perdarahan intrakranial,
kejang, hemolisis, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan
hipoksemia, namun komplikasi tersebut jarang terjadi. (Brunner & Suddarth, 2018).

3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Biodata: Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th)
meskipun dapat juga terjadi pada usia muda, dapat terjadi pada semua jenis
kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama: Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum),
gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit:
 Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, reaksi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
 Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hyperplasia, prostatektomi.
 Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM)
4. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas
cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Pemeriksaan Fisik :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing):
Gejala : Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda : Takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi napas, batuk
produktif dengan / tanpa sputum

b. Kardiovaskular (B 2 : Blood) 
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung,
edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus,
hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit
coklat kehijauan, kuning, kecendrungan perdarahan.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent
sampai koma
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala : Penurunan frekuensi urine, warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing, oliguria (kencing sedikit
kurang dari 400 cc/hari), anuria (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria
e. Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, faktor uremicum, hiccup, gastritis
erosiva dan diare
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) 
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, defisit fosfat kalsium, pada
kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
6. Pola aktivitas sehari-hari
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Pada pasien gagal
ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal
kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu
adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien
 Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksia, mual, muntah dan rasa
pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang dan mudah
lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status
kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema)
penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual
muntah, bau mulut (amonia), penggunaan diuretik, gangguan
status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis,
kuku rapuh.
 Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
 Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan
lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak.
 Pola hubungan dan peran : Kesulitan menentukan kondisi (tidak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
 Pola sensori dan kognitif : Klien dengan gagal ginjal kronik
cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga
tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
 Pola persepsi dan konsep diri : Adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan
pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
 Pola seksual dan reproduksi : Angiopati dapat terjadi pada sistem
pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme, penurunan
libido, amenorea, infertilitas.
 Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping : Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain,
dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
 Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik
dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien

3.2 DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi (D.0003)


2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0022)
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin (D.0009)
4. Nausea b.d gangguan biokimiawi (uremia) (D.0076)
5. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)
6. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)
7. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan (D.0056)
8. Risiko hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler (D.0034)
9. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif (pemasangan HD cath ) (D.0142)
10. Risiko penurunan curah jantung (D.0011)
11. Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037)
3.3 RENCANA KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan A. Manajemen Asam Basa : Asidosis Metabolik (I.03096)
pertukaran gas keperawatan selama x jam Observasi
(D.0003) diharapkan pertukaran gas  Identifikasi penyebab terjadinya asidosis metabolic (mis. diabetes
(L.01003) meningkat dengan mellitus, GGA, GGK, diare berat, alkoholisme, kelaparan,
Etiologi :
kriteria hasil : overdosis salisilat, fistula pankreas)
 Ketidakseimbangan  Monitor pola napas (frekuensi dan kedalaman)
 Tingkat kesadaran meningkat
ventilasi – perfusi  Monitor intake dan output cairan
 Dispnea menurun
 Monitor dampak susunan saraf pusat (mis. sakit kepala, gelisah,
Gejala dan Tanda  Bunyi nafas tambahan
defisit mental, kejang, koma)
Mayor : menurun
 Monitor dampak sirkulasi pernapasan (mis. hipotensi, hipoksia,
Subyektif :  Pusing menurun
aritmia, kusmaull)
 Dispnea  Penglihatan kabur menurun
 Monitor dampak saluran pencernaan (mis. nafsu makan menurun,
Obyektif :  Diaforesis menurun
mual, muntah)
 PCO2 meningkat/  Gelisah menurun
 Monitor hasil analisa gas darah
menurun  Napas cuping hidung menurun
Terapeutik
 PO2 menurun  PCO2 membaik
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Takikardia  PO2 membaik
 Berikan posisi semi fowler untuk memfasilitasi ventilasi yang
 pH arteri  Takikardia membaik adekuat
meningkat/  pH arteri membaik  Pertahankan akses intravena
menurun  sianosis membaik  Pertahankan hidrasi sesuai dengan kebutuhan
 Bunyi napas  pola napas membaik
 Berikan oksigen, sesuai indikasi
tambahan  warna kulit membaik Edukasi
Gejala dan Tanda
Minor :  Jelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya asidosis metabolik
Subyektif : Kolaborasi
 Pusing  Kolaborasi pemberian bikarbonat, jika perlu
 Penglihatan kabur B. Terapi oksigen (I.01026)
Obyektif : Observasi
 Sianosis  Monitor kecepatan aliran oksigen
 Diaforesis  Monitor posisi alat terapi oksigen
 Gelisah  Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
 Napas cuping diberikan cukup
hidung  Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas
 Pola napas darah ), jika perlu
abnormal  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
(cepat/lambat,  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
regular/irregular,  Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
dalam/dangkal)  Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 Warna kulit  Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
abnormal (mis. Terapeutik
pucat, kebiruan)  Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu
 Kesadaran  Pertahankan kepatenan jalan nafas
menurun  Berikan oksigen tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi
pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur

2 Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan A. Manajemen hipervolemia (I.03114)


(D.0022) keperawatan selama x jam Observasi
diharapkan kesimbangan cairan - Periksa tanda dan gejala hipervolemia
Etiologi :
(03020) meningkat dengan - Identifikasi penyebab hipervolemia
 Kelebihan asupan
kriteria hasil : - Monitor status hemodinamik, tekanan darah, MAP, CVP, PAP,
cairan
PCWP, CI, jika tersedia
Gejala dan Tanda  Asupan cairan meningkat
- Monitor intake dan output cairan
Mayor  Haluaran urin meningkat - Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN,
Subyektif :  Kelembaban membrane hematokrit, berat jenis urine)
 Ortopnea mukosa meningkat - Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma ( mis. kadar
 Dispnea  Asupan makanan meningkat protein dan albumin meningkat )
 Paroxysmal  Edema menurun - Monitor kecepatan infus secara ketat
nocturnal dyspnea  Dehidrasi menurun - Monitor efek samping diuretik ( mis. hipotensi ortostatik,
(PND)  Asites menurun hypovolemia, hypokalemia, hiponatremia )
Obyektif :  Konfusi menurun Terapeutik
 Edema anasarka  Tekanan darah membaik  Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
dan/atau edema  Denyut nadi radial membaik  Batasi asupan cairan dan garam
perifer
 Tekanan arteri rata-rata  Tinggikan kepala tempat tidur 30-40⁰
 Berat badan membaik Edukasi
meningkat dalam
 Membrane mukosa membaik  Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/kg/jam dalam 6
waktu singkat
 Mata cekung membaik jam
 Jugular Venous
 Turgor kulit membaik  Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
Pressure (JVP)
dan/atau Central  Berat badan membaik  Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
Venous Pressure  Ajarkan cara membatasi cairan
(CVP) meningkat Kolaborasi
 Refleks  Kolaborasi pemberian diuretik
hepatojugular  Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
positif  Kolaborasi pemberian nnmzs’tooyfj34;.4 (CRRT), jika perlu
Gejala dan Tanda B. Pemantauan cairan (I.03121)
Minor Observasi
Subyektif :  Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 (tidak tersedia)  Monitor frekuensi nafas
Obyektif :
 Monitor tekanan darah
 Distensi vena
 Monitor berat badan
jugularis
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Terdengar suara
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
napas tambahan
 Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
 Hepatomegali
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Kadar Hb/Ht turun
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum,
 Oliguria
hematokrit, natrium, kalium, BUN)
 Intake lebih banyak
 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
dari output (balans
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
cairan positif)
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
 Kongesti paru
volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun dalam waktu
singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis. Dispnea, edema
perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, reflek
hepatojogular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan (mis.
prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar,
aferesis, obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3 Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan A. Transfusi Darah (I.02089)
Efektif (D.0009) keperawatan selama x jam Observasi
diharapkan perfusi perifer  Identifikasi rencana transfusi
Etiologi :
(L.02011) meningkat dengan  Monitor tanda-tanda vital sebelum, selama dan setelah transfusi
 Penurunan kriteria hasil : (tekanan darah, suhu, nadi, dan frekuensi napas)
konsentrasi  Monitor tanda kelebihan cairan (mis. dispnea, takikardia, sianosis,
 Denyut nadi perifer
hemoglobin tekanan darah meningkat, sakit kepala, konvulsi)
meningkat
Gejala dan Tanda  Monitor reaksi transfusi
 Penyembuhan luka
Mayor Terapeutik
meningkat
Subyektif :  Lakukan pengecekan ganda (double check) pada label darah
 Sensasi meningkat
 (tidak tersedia) (golongan darah, rhesus, tanggal kadaluwarsa, nomor seri,
 Warna kulit pucat menurun
Obyektif : jumlah, dan identitas pasien)
 Pengisian kapiler  Edema perifer menurun  Pasang akses intravena, jika belum terpasang
>3 detik  Nyeri ekstremitas menurun
 Periksa kepatenan akses intravena, flebitis dan tanda infeksi local
 Nadi perifer  Parastesia menurun
menurun atau tidak  Kelemahan otot menurun  Berikan Nacl 0,9% 50-100 ml sebelum transfusi dilakukan
teraba  Kram otot  Atur kecepatan, aliran transfusi sesuai produk darah 10-15
 Akral teraba dingin  Bruit fernoralis menurun ml/KgBB dalam 2-4 jam
 Warna kulit pucat  Nekrosis menurun  Berikan transfusi dalam waktu maksimal 4 jam
 Turgor kulit  Pengisian kapiler membaik  Hentikan transfusi jika terdapat reaksi transfusi
menurun  Akral membaik Edukasi
Tanda dan Gejala  Turgor kulit membaik  Jelaskan tujuan dan prosedur transfusi
Minor  Tekanan darah sistolik  Jelaskan tanda dan gejala reaksi transfusi yang perlu dilaporkan
Subyektif : membaik (mis. gatal, pusing, sesak napas, dan/atau nyeri dada).
 Parastesia  Tekanan darah diastolik B. Perawatan Sirkulasi (I.02079)
 Nyeri ekstremitas membaik Observasi
(klaudasi  Tekanan arteri rata-rata  Periksa sirkulasi perifer(mis. nadi perifer, edema, pengisian
intermitten) membaik kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index)
Obyektif :  Indeks ankle-brachial  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes,
 Edema membaik perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
 Penyembuhan luka  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
lambat Terapeutik
 Indeks ankle-  Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
brachial <0,90 keterbatasan perfusi
 Bruit femoral  Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang
cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
 Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. melkering
pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)

4 Nausea (D.0076) Setelah dilakukan tindakan A. Manajemen Mual ( 1.03117)


keperawatan selama x jam Observasi
Etiologi :
diharapkan Nausea (L.08065)  Identifikasi pengalaman mual
 Gangguan menurun dengan kriteria hasil :  Identifikasi isyarat nonverbal ketidak nyamanan (mis. Bayi, anak-
biokimia anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
 Nafsu makan menurun
(Uremia )  Identifikasi dampak mual terhadapkualitas hidup (mis. Nafsu
 Keluhan mual menurun
Gejala dan Tanda makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
 Perasaan ingin muntah
Mayor  Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan dan prosedur)
Subyektif : menurun  Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada
 Mengeluh mual  Perasaan asam di mulut kehamilan)
 Merasa ingin menurun  Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
muntah  Diaforesis menurun  Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Tidak berminat  Frekuwensi menelan menurun Terapeutik
makan  Pucat membaik  Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
Objektif : -  Takikardia membaik suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
Tanda dan Gejala  Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan,
Minor ketakutan, kelelahan)
Subyektif :  Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
 Merasa asam di  Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak
mulut berwarna, jika perlu
 Sensasi panas / Edukasi
dingin  Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
 Sering menelan  Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang
Objektif : mual
 Saliva meningkat  Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
 Pucat  Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi
 Diaforesis mual (mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik,
 Takikardi akupresur)
 Pupil dilatasi Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
B. Manajement Muntah (I. 03118)
Observasi
 Identifikasi karakteristik muntah
 Periksa volume muntah
 Identifikasi riwayat diet
 Identifikasi faktor penyebab muntah
 Identifikasi kerusakan esophagus dan faring posterior jika muntah
terlalu lama
 Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh
 Monitor keseimbangan cairan elektrolit
Terapeutik
 Kontrol faktor lingkungan penyebab muntah
 Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab muntah
 Atur posisi untuk mencegah aspirasi
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Bersihkan mulut dan hidung
 Berikan dukungan fisik saat muntah
 Barikan cairan yang tidak mengandung karbonasi minimal 30
menit setelah muntah
Edukasi
 Anjurkan membawa kantong plastic untuk menampung muntah
 Anjurkan memperbanyak istirahat
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengelola
muntah.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
5 Nyeri akut (D.0077 ) Tingkat Nyeri (L.08066) Manejemen nyeri (1.08238)
Observasi
Etiologi: Setelah dilakukan tindakan
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
keperawatan selama 1x4 jam
 Agen pencedera intensitasnyeri
fisologis (mis. maka tingkat nyeri menurun
dengan criteria hasil :  Identifikasi skala nyeri
Inflamsi,
leukemia,  Identifikasi respon nyeri non verbal
 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
neoplasma)
 Meringis menurun Terapeutik
 Agen pencedera
kimiawi (mis.  Sikap protektif menurun  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
bahan kimia  Gelisah menurun  Control lingkungan yang terberat rasa nyeri
iritan)  Kesulitan tidur menurun  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Agen pencedera  Muntah menurun
fisik (mis. Abses, Edukasi
amputasi,  Mual menurun  Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
terpotong,  Frekuensi nadi membaik  Jelaskan strategi meredakan nyeri
terbakar)  Pola nafas membaik Kolaborasi
Gejala dan tanda  Pemberian analgesic jika diperlukan
mayor
Subjektif :
 Mengeluh nyeri
Objektif :
 Tampak meringis
 Bersikap protektif
 Gelisah
 Frekuensi nadi
meningkat
 Sulit tidur
Gejala dan tanda
minor
Subjektif :
 Tidak tersedia
Objektif :
 Tekanan darah
meningkat
 Pola nafas
berubah
 Nafsu makan
berubah
 Proses berfikir
terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri
sendiri\
 Diaphoresis
6 Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi  Manajemen Hipovolemia (I.03116)
keperawatan selama … jam OBSERVASI
(D.0034)
diharapkan status cairan membaik - Periksa tanda dan gejala hipovolemi
(L.03028) dengan kriteria hasil: - Monitor intake dan output cairan
Etiologi: - Kekuatan nadi meningkat - Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 Kehilangan cairan - Output urine meningkat - Monitor frekuensi nafas
secara aktif - Membrane mukosa lembab - Monitor tekanan darah
meningkat - Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Gangguan absorbs - Ortopnea menurun - Monitor kadar albumin dan protein total
cairan - Dispnea menurun TERAPEUTIK
 Usia lanjut - Edema anasarka menurun - Hitung kebutuhan cairan
 Kelebihan berat - Rasa haus menurun - Berikan posisi trendelenburg
badan - Frekuensi nadi membaik - Berikan asupan cairan oral
 Statis - Tekanan darah membaik - Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
hipermetabolik - Turgor kulit membaik EDUKASI
 Kegagalan - Intake cairan membaik - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
mekanisme - Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
regulasi - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Evaporasi - Informasikan hasil pemantauan
KOLABORASI
 Kekurangan
- Kolaborasi pemberian cairan isotonis dan hipotonis
intake cairan
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
 Efek agen
- Kolaborasi pemberian produk darah
farmakologis
 Pemantauan cairan (I.03121)
OBSERVASI
- Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
- Monitor frekuensi nafas
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisian kapiler
- Monitor elastisitas dan turgor kulit
- Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urin
- Monitor tanda tanda hipovolemia (misal frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, berat
badan menurun )
TERAPEUTIK
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
EDUKASI
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
7 Risiko infeksi Setelah dilakukan suhan  Pencegahan infeksi (I.14539)
keperawatan selama … jam OBSERVASI
(D.0142)
diharapkan tingkat infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
( L.14137) menurun dengan TERAPEUTIK
Etiologi: criteria hasil: - Batasi jumlah pengunjung
 Penyakit kornis  Kebersihan tangan - Berikan perawatan kulit pada area odema
(misal DM) menungkat - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
 Efek prosedur  Kebersihan badan meningkat pasien
invasive  Nafsu makan meningkat - Pertahankan teknik aspetik pada pasien beresiko tinggi
 Malnutrisi  Demam menurun EDUKASI
 Peningkatan  Kemerahan menurun - Jelaskan tandan dan gejala infeksi
paparan organism  Nyeri menurun - Ajarkan cara mencuci tangan yang bnar
pathogen  Bengkak menurun - Ajarkan etika batuk
lingkungan - Ajarkan cara memriksa kondisi luka atau luka operasi
 Periode menggigil menurun
 Ketidakadekuatan - Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
 Kadar sel darah putih
pertahanan tubuh - Anjurkan meningkatkan asupan cairan
membaik
primer dan  Kultur darah membaik KOLABORASI
sekunder - Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P (2013). KMB I Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori Dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
Doengoes E, Marilynn, dkk.(2012). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien.Edisi 3. Jakarta: EGC
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV Trans Info Media.
Nahas, Meguid El & Adeera levin. 2010. Chronic Kidney Disease: a practical Guide to
Understanding and Management. USA: Oxford University Press.
Prabowo, E., Pranata, A.E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta Nuha Medika.
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. (2013).Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa :
Stiyono, J. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer & bare (2014) keperawatan medikal bedah. Brunner & suddarth, Jakarta : EGC
Smeltzer & bare (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddarth,
Edisi 8. Jakarta:EGC
Sudoyo, A.W., Setiyohadi,B., Alwi, I., Simadibrata, K,M., Setiati, S. (2019). Buku Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.
Suharyanto & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
TIM Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai