Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

ASPEK PSIKOLOGIS PADA CKD

DI RUANG HEMODIALISA RSUD Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

Oleh :

Riandari (1914314901017)

Widyah Ayu Sri Gunawati (1914314901025)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARAI MALANG

2019
Di susun oleh:

1. Universitas Brawijaya Malang

2. Stikes Mataram

3. Stikes Maharani Malang

4. Stikes Jombang
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Aspek Psikologis Pada CKD


Sasaran : Keluarga pasien dan pasien di ruang Hemodialisa
Hari, tanggal : Rabu,30 Oktober 2019
Waktu : Pukul 08.00-09.00 WIB
Tempat : Ruang tunggu Hemodialisa RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

I. LATAR BELAKANG
Secara global terdapat 200 kasus gangguan ginjal per sejuta penduduk. 8 juta di antara
jumlah populasi yang mengalami gangguan ginjal berada dalam tahap gagal ginjal kronis.
Penelitian sebelumnya mengatakan terdapat hubungan antara mengalami gagal ginjal dengan
timbulnya gangguan psikiatri pada pasien (Cohen et al., 2004). Kondisi ini bisa terjadi pada
kasus gagal ginjal akut maupun yang kronis.Penyakit apapun yang berlangsung dalam
kehidupan manusia dipersepsikan sebagai suatu penderitaan dan mempengaruhi kondisi
psikologis dan sosial orang yang mengalaminya. Akan tetapi petugas kesehatan sering kali
cenderung memisahkan aspek biologis dari aspek psikososial yang dialami pasien (Leung,
2002).

Aspek psikososial menjadi penting diperhatikan karena perjalanan penyakit yang kronis
dan sering membuat pasien tidak ada harapan. Pasien sering mengalami ketakutan, frustasi
dan timbul perasaan marah dalam dirinya. (Harvey S, 2007). Penelitian oleh para profesional
di bidang penyakit ginjal menemukan bahwa lingkungan psikososial tempat pasien gagal
ginjal tinggal mempengaruhi perjalanan penyakit dan kondisi fisik pasien (Leung, 2002).

Pada enam bulan sampai satu tahun pertama terapi, pasien gagal ginjal akan
merasakan ketidaknyamanan dan ketidakbebasan. Penolakannya terhadap kondisi yang
dialami tersebut biasanya menghasilkan konflik dalam diri pasien. Konflik batiniah ini lama-
lama akan menghasilkan rasa frustasi, rasa bersalah, depresi, dan ada beberapa gangguan
psikologis yang dapat muncul dari pasien gagal ginjal.
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang “Aspek Psikologi Pada CKD” diharapkan
keluargadan pasien dapat mengertitentangaspek psikologi dari CKD.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan tentang “Aspek Psikologi Pada CKD” diharapakan keluarga
pasien dan pasien mengetahui apa itu ckd, keluarga pasien dan mengetahui penyebab,
tanda gejala dan jadwal terapi, keluarga dapat memberikan dukungan psikologis pada
pasien yg mengalami ckd.

III. MATERI PENYULUHAN


Aspek psikologis pada CKD

IV. MEDIA
1. LCD (Power Point)
2. Leaflet

V. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

VI. PETUGAS
Moderator:
Penyaji : universitas mataram
VII. SETTING TEMPAT

Keterangan:

: Proyektor

: Pemateri dan moderator

: Audient
MATERI

I. DEFINISI

Cronical Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Hal ini terjadi
karena terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Smeltzer & Bare, 2000;
Price, Wilson, 2002; Suyono, et al, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak
ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², sebagai berikut:
1) Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
VIII. Kelainan patologik
IX. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2) Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal (Capernito, 2009).

II. ETIOLOGI

Penyebab GGK menurut Price& Wilson (2006), penyebab GGK dibagi menjadi
delapan kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
1) Infeksi misalnya pielonefritits
2) Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca infeksi
streptococcus.Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat
mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul
edema dan azotemia, penigkatan aldoeteron menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk
glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat,
akan nampak ginjal mengkerut, berat lebig kurang dengan permukaan bergranula. Ini
disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami atropi,
fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
3) Penyakit vaskuler hipertensif
Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.Sebaliknya
CKD dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan H2O, pengaruh
vasopresor dari system renin, angiotensin dan defisiensi prostaclandin, keadaan ini
merupakan salah satu penyebab utama GGK, terutama pada populasi bukan orang kulit
putih. Misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista multiple, bilateral yang
mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan.Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi H+ dari
tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR yang mamadai tetap
dipertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolic.Misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal.
6) Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
7) Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
8) Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

III. TANDADAN GEJALA


Penyebab GGK menurut Price& Wilson (2006), penyebab GGK dibagi menjadi
delapan kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
1. Infeksi misalnya pielonefritits
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca infeksi
streptococcus.Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat
mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul
edema dan azotemia, penigkatan aldoeteron menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk
glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat,
akan nampak ginjal mengkerut, berat lebig kurang dengan permukaan bergranula. Ini
disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami atropi,
fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
3. Penyakit vaskuler hipertensif
Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.Sebaliknya
CKD dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan H2O, pengaruh
vasopresor dari system renin, angiotensin dan defisiensi prostaclandin, keadaan ini
merupakan salah satu penyebab utama GGK, terutama pada populasi bukan orang kulit
putih. Misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista multiple, bilateral yang
mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan.Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi H+ dari
tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR yang mamadai tetap
dipertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolic.Misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

JENIS GANGGUAN JIWA YANG DAPAT TERJADI PADA CKD

IV. Depresi

Depresi adalah kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada pasien
gagal ginjal. Prevalensi depresi berat pada populasi umum adalah sekitar 1,1%-15% pada
laki-laki dan 1,8%-23% pada wanita, namun pada pasien hemodialisis prevalensinya sekitar
20%-30% bahkan bisa mencapai 47%. Hubungan depresi dan mortalitas yang tinggi juga
terdapat pasien-pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (Chen et al. 2010).
Kondisi afeksi yang negatif pada pasien gagal ginjal juga seringkali bertumpang tindih
gejalanya dengan gejala-gejala pasien gagal ginjal yang mengalami uremia seperti iritabilitas,
gangguan kognitif, encefalopati, akibat pengobatan atau akibat hemodialisis yang kurang
maksimal (Cukor et al.2007)

Pendekatan psikodinamik pada gangguan depresi adalah suatu kondisi yang berhubungan
dengan hilangnya sesuatu di dalam diri manusia tersebut. Hal ini disebut sebagai faktor
eksogen sebagai penyebab depresinya. Kondisi gagal ginjal yang biasanya dibarengi dengan
hemodialisis adalah kondisi yang sangat tidak nyaman. Kenyataan bahwa pasien gagal ginjal
terutama gagal ginjal kronis yang tidak bisa lepas dari hemodialisis sepanjang hidupnya
menimbulkan dampak psikologis yang tidak sedikit. Faktor kehilangan sesuatu yang
sebelumnya ada seperti kebebasan, pekerjaan dan kemandirian adalah hal-hal yang sangat
dirasakan oleh para pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Hal ini bisa
menimbulkan gejala-gejala depresi yang nyata pada pasien gagal ginjal sampai dengan
tindakan bunuh diri.

Kepustakaan mencatat bahwa tindakan bunuh diri pada pasien gagal ginjal kronis yang
mengalami hemodialisis di Amerika Serikat bisa mencapai 500 kali lebih banyak daripada
populasi umum. Selain tindakan nyata dalam melakukan tindakan bunuh diri, sebenarnya
penolakan terhadap kegiatan hemodialisis yang terjadwal dan ketidakpatuhan terhadap diet
rendah potasium adalah salah satu hal yang bisa dianggap sebagai upaya “halus” untuk
bunuh diri.

V. Sindrom Disequilibrium

Kondisi sindrom disequilibrium cukup sering terjadi pada pasien yang menjalani
hemodialisis. Hal ini biasanya terjadi selama atau segera setelah proses hemodialisis. Kondisi
ini disebabkan oleh koreksi berlebihan dari keadaan azotemia yang membuat
ketidakseimbangan osmotik dan perubahan pH darah yang cepat. Kondisi ketidakseimbangan
ini yang membuat adanya edema serebral yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala klinik
seperti sakit kepala, mual, keram otot, iritabilitas, agitasi, perasaan mengantuk dan kadang
kejang. Gejala psikosis juga bisa terjadi. Sindrom disequilibrium biasa terjadi setelah 3 s.d. 4
jam setelah hemodialisis namun bisa juga terjadi 8-48 jam setelah prosedur itu dilakukan.

VI. Demensia Dialisis

Demensia Dialisis juga dikenal dengan sebutan ensefalopati dialisis adalah sindroma
yang fatal dan progresif. Pada prakteknya hal ini jarang terjadi dan biasanya terjadi pada
pasien yang sudah menjalani dialisis paling sedikit satu tahun. Kondisi ini diawali dengan
gangguan bicara, seperti gagap yang kemudian berlanjut menjadi disartria, disfasia dan
akhirnya tidak bisa bicara sama sekali. Semakin lama kondisi ini semakin berat sampai
berkembang menjadi mioklonus fokal maupun menyeluruh, kejang fokal atau umum,
perubahan kepribadian, waham dan halusinasi.

Demensia dialisis disebabkan karena keracunan alumunium yang berasal dari cairan
dialisis dan garam alumunium yang digunakan untuk mengatur level fosfat serum.
Pencegahannya dengan menggunakan bahan dialisis yang tidak mengandung alumunium.
Pada awalnya kondisi ini dapat kembali baik namun jika dibiarkan dapat menjadi progresif
sampai dengan periode 1-15 bulan ke depan setelah gejala awal. Kematian biasanya terjadi
dalam rentang 6-12 bulan setelah permulaan gejala.

FAKTOR PSIKOSOSIAL PADA CKD

VII. Emosi

Perasaan takut adalah ungkapan emosi pasien gagal ginjal yang paling sering
diungkapkan. Pasien sering merasa takut akan masa depan yang akan dihadapi dan perasaan
marah yang berhubungan dengan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya.
Ketakutan dan perasaan berduka juga kerap datang karena harus tergantung seumur hidup
dengan alat cuci ginjal. Perasaan ini tidak bisa dielakan dan seringkali afeksi emosional ini
ditujukan kepada sekeliling seperti pasangan, karyawan dan staf di rumah sakit. Kondisi ini
perlu dikenali oleh semua orang yang terlibat dengan pasien.

VIII. Harga Diri

Pasien dengan gagal ginjal sering kali merasa kehilangan kontrol akan dirinya. Mereka
memerlukan waktu yang panjang untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan apa yang
dialaminya. Perubahan peran adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Sebagai contoh
seorang pencari nafkah di keluarga harus berhenti bekerja karena sakitnya. Perasaan menjadi
beban keluarga akan menjadi masalah buat individu ini.Selain itu juga pasien sering kali
merasa dirinya “berubah”. Adanya kateter yang menempel misalnya pada pasien dengan
dialisis peritoneal, lesi di kulit, nafas berbau ureum dan perut yang membuncit membuat
percaya diri dan citra diri pasien terpengaruuh.
IX. Gaya Hidup

Gaya hidup pasien akan berubah. Perubahan diet dan pembatasan air akan membuat
pasien berupaya untuk melakukan perubahan pola makannya. Keharusan untuk kontrol atau
melakukan dialisis di rumah sakit juga akan membuat keseharian pasien berubah. Terkadang
karena adanya komplikasi pasien harus berhenti bekerja dan diam di rumah. Hal-hal ini yang
perlu mendapatkan dorongan untuk pasien agar lebih mudah beradaptasi.

X. Fungsi Seksual

Fungsi seksual pada pasien yang mengalami gagal ginjal akan sering terpengaruh. Hal ini
bisa disebabkan karena faktor organik ( perubahan hormonal atau karena insufisiensi vaskuler
pada kasus gagal ginjal dengan diabetes), psikososial (perubahan harga diri,citra diri dan
perasaan tidak menarik lagi) atau masalah fisik (distensi perut, perasaan tidak nyaman dan
keluhan-keluhan fisik akibat uremmia). Masalah pengobatan yang mengganggu fungsi
seksual juga bisa menjadi masalah.
PENGARUH PERAN KELUARGA

Beratnya kondisi psikologis pasien jelas menambah beban yang diderita setelah penyakit.
Kondisi yang tentu saja membutuhkan dukungan psikososial terutama dari keluarga agar
pasien mampu bangkit. Dukungan dan perasaan positif yang diberikan keluarga,
secara fundamental akan mengubah cara pandang pasien.

Pasien yang memiliki pandangan positif dari keluarganya, cenderung berfikiran positif
terhadap hidup dan masa depannya. Pandangan ini memicu timbulnya kebahagiaan pasien
dari sisi afektif dan kognitifnya. Menggunakan istilah psikologi, pasien mampu
mencapai kondisi subjektif well being. Sebuah kondisi kebahagiaan secara utuh.

Subjektive well being akan sangat memengaruhi motivasi pasien untuk sembuh.
Penelitian Bailey dan Snyder (2007) menunjukkan bahwa individu yang memiliki
kepuasan terhadap kehidupannya juga memiliki tingkat harapan yang tinggi. Harapan
dalam hal ini adalah kondisi yang berkaitan dengan tujuan dan subjektifitas
individu. Individu yang penuh harapan cenderung memiliki pandangan positif tentang masa
depan.

Harapan tinggi untuk sembuh dan dukungan keluarga bersama-sama membentuk chemistry
yang kuat, dan menjadi dorongan bagi pasien untuk disiplin menerapkan pola hidup sehat dan
menjalani terapi hemodialisa. Meskipun dia mengetahui bahwa terapi tersebut tidak
akan menyembuhkan kecuali melakukan trasnplantasi. Tetapi subjektive well being membuat
pasien merasa bahwa hidupnya berguna dan siap menerima apapun kondisinya di masa
depan.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2005. Brunner & Suddarth Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Price, S.A. & Wilson, L.M. Alih bahasa : Anugerah, P. 2006. Pathophysiology: Clinical
concept of disease processes. 4th Edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Chen CK, Tsai YC, Hsu HJ, Wu IW, Sun CY, Chou CC, et al. in Depression and Suicide
Risk in Hemodialysis Patients With Chronic Renal Failure.Psychosomatics 2010;
51:528–528.e6

Cukor D, Coplan J, Brown C, Friedman S, Cromwell-Smith A, Peterson RA, Kimmel PL.


In Depression and Anxiety in Urban Hemodialysis Patients.Clin J Am Soc Nephrol
2007; 2: 484-490
LEMBAR PENGESAHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

ASPEK PSIKOLOGIS PADA PASIEN CKD

DI RUANG HEMODIALISA

Oleh :

PROFESI NERS STIKES MAHARANI MALANG

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( Ns. Andi Surya K.,M.Kep ) ( )

Kepala Ruangan

( )

Anda mungkin juga menyukai