Disusun Oleh:
Brandhoss (2019310029)
Siti Noor Kumala Rizki (2019310029)
Hasna Afifah (2020310038)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu dengan
tema “Imbalan Kerja ” yang dapat menjadi acuan, petunjuk, maupun pedoman
bagi pembaca dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan Terimakasih kepada
dosen pembimbing yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat membantu
menambah pengetahuan kita semua. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pem ikiran kepada
pem baca khususnya para mahasi swa Sekolah Ti nggi Ilm u
Ekonom i(STIEI) . Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta
masukannya d em i p er ba i k an pe m b ua t a n m a ka l a h i ni di m a sa y an g
a ka n d at an g da n mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Banjarmasin,
24 Juni 2021
BAB I
PENDAHULUAN
Pencatatan beban imbalan kerja pada laporan keuangan harus dilakukan dengan mengacu
kepada prinsip akuntansi yang berlakuk umum di Indonesia.Imbalan-imbalan di UUK tersebut
dapat diatur lebih lanjut di Peraturan Perusahaan (PP) atau di Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
antara Perusahaan dan Serikat Pekerja dan tentu saja merujuk kepada ketentuan di UUK.
Beban imbalan kerja atau beban personil adalah suatu bagian dari beban perusahaan yang
harus diakui pada laporan laba rugi komprehensif. Beban imbalan kerja baik jangka panjang
maupun jangka pendek harus dicadangkan sebagai suatu kewajiban setiap bulannya sebagai
konsekuensi adanya jasa yang diberikan pekerja kepada perusahaan.Pencadangan dilakukan
karena laporan keuangan disusun dengan basis akrual dan jumlah imbalan kerja biasanya
material.Pencadangan ini dilakukan agar laporan keuangan menyajikan informasi yang relevan
bagi pengambilan keputusan.\
BAB II
PEMBAHASAN
Semua perusahaan di Indonesia wajib mematuhi undang-undang ketenagakerjaan Nomor
13 Tahun 2003 (UUK)Imbalan-imbalan di UUK tersebut dapat diatur lebih lanjut di Peraturan
Perusahaan (PP) atau di Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Perusahaan dan Serikat Pekerja
dan tentu saja merujuk kepada ketentuan di UUK.
Salah satu ketentuan di UUK adalah ketentuan mengenai imbalan pasca kerja, yaitu
imbalan yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti
bekerja atau disebut pasca kerja (setelah kerja). Alasan karyawan untuk berhenti bekerja disini
mencakup beberapa alasan berikut diantaranya; karena karyawan terlibat tindak pidana, karena
karyawan melakukan kesalahan berat, karena karyawan memasuki usia pensiun, karena
karyawan meninggal dunia, karena karyawan sakit berkepanjangan, karena karyawan
mengundurkan diri, karena perusahaan pailit, karena perusahaan mengalami kerugian dan alasan
lainnya yang termasuk imbalan yang dibayarkan ketika karyawan sudah tidak aktif lagi bekerja.
Contohnya pada kasus berikut, PT Indosat Tbk (ISAT) mengakui jika pihaknya memang
telah melakukan rasionalisasi jumlah karyawannya dengan memberhentikan sekira 1.200
karyawannya. Pengurangan jumlah karyawan merupakan hal yang biasa dilakukan perusahaan-
perusahaan untuk memaksimalkan anggarannya dalam rangka mengurangi beban keuangan
perseroan. Pemberhentian karyawan yang dilakukannya ini mirip dengan program pensiun dini,
karyawan yang diberhentikan ini pun mendapatkan uang pensiun yang perusahaan sebut sifatnya
sebagai voluntary. Maka PT Indosat Tbk harus mematuhi UUK dan melaksanakan pencatatan
imbalan kerja sesuai PSAK 24. Landasan teori UU No. 13 thn 2003, tentang Ketenagakerjaan
Pasal 150 tentang Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini
meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau
tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain. Pasal 156 (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak
yang seharusnya diterima.
Dewan Standar Akutansi Keuangan (DSAK), yang berada di bawah organisasi Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), merupakan dewan yang mengeluarkan standar akuntansi keuangan di
Indonesia. Mereka mengeluarkan buku panduan untuk penerapan standar akuntansi keuangan
yang disebut dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Penerapan PSAK Nomor 24 (PSAK 24) dirasa paling sulit penerapannya oleh orang-
orang yang bekerja di bagian accounting dan finance di satu perusahaan. PSAK 24 ini mengatur
pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di perusahaan. PSAK 24 revisi 2013 sudah
diterbitkan dan akan berlaku efektif mulai tahun 2015. Perubahan tersebut mempengaruhi
pengukuran, penyajian dan pengungkapan imbalan pascakerja. Perusahaan harus menghitung
ulang liabilitas imbalan pascakerja berdasarkan standar baru. Dampak perubahan ini akan
mempengaruhi penyajian nilai ekuitas dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan.
Ketentuan pengungkapan lebih banyak dan lebih lengkap sehingga pengguna dapat lebih
mudah menilai imbalan manfaat pasti.
PSAK 24 revisi 2013 telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
pada 1 Desember 2013. PSAK baru ini merivisi PSAK 24 revisi 2010. Sejak tahun 1994
dengan nama PSAK 24 Akuntansi Biaya Manfaat Pensiun, PSAK ini telah berubah 3 kali
yaitu tahun 2006, 2010 dan terakhir 2013. Perubahan PSAK 24 dilakukan karena terjadi
perubahan dan revisi atas IAS 19 Employee Benefit. Sebagai konsekuensi, Indonesia
mengadopsi IFRS, maka setiap terjadi perubahan IFRS/IAS akan dilakukan perubahan
terhadap PSAK terkait. Terdapat dua perbedaan IAS 19 dengan PSAK 24 yaitu tentang
tanggal efektif dengan meniadakan penerapan dini dan tentang amandemen penghilangan
paragrap IAS19. Penghilangan penerapan dini dihilangkan untuk menjaga keselarasan
dengan PSAK lain yang terkena dampak. Untuk perbedaan kedua tidak diadopsi karena tidak
relevan dengan PSAK.
Liabilitas, jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalah kerja yang
akan dibayarkan di masa depan; dan
Beban, jika entitas menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa yang diberikan oleh
pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja.
Pengertian Imbalan Kerja
Imbalan kerja (employee benefits) adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu
entitas dalam pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak
kerja.
Jika dilihat dari jenis imbalan kerja yang termasuk kedalam definisi imbalan kerja di
PSAK-24 adalah sebagai berikut:
1. Imbalan Kerja Jangka Pendek: Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya kurang dari 12
bulan. Contoh dari Imbalan Kerja Jangka Pendek ini adalah; Gaji, iuran Jaminan Sosial,
cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang dalam waktu 12 bulan pada
periode akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak berbentuk uang (imbalan kesehatan,
rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau memalui subsidi).
2. Imbalan Pasca Kerja: Yaitu imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah
tidak aktif lagi bekerja. Contoh dari Imbalan Pasca Kerja ini adalah : Imbalan Pensiun,
Imbalan asuransi jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja. Jika dikaitkan dengan
penjelasan diawal tulisan ini, imbalan pasca kerja yang tercantum di perundangan
ketenagakerjaan adalah; Imbalan Pensiun, Meninggal Dunia, Disability/cacat/medical
unfit dan mengundurkan diri.
3. Imbalan Kerja Jangka Panjang: Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12
bulan. Contoh dari Imbalan Jangka Panjang ini adalah: Cuti besar/cuti panjang,
penghargaan masa kerja (jubilee) berupa sejumlah uang atau berupa pin/cincin terbuat
dari emas dan lain-lain.
4. Imbalan Pemutusan Kontrak Kerja (PKK): Yaitu imbalan kerja yang diberikan karena
perusahan berkomitmen untuk: (1) Memberhentikan seorang atau lebih pekerja sebelum
mencapai usia pensiun normal, atau (2) Menawarkan pesangon PHK untuk pekerja yang
menerima penawaran pengunduran diri secara sukarela (golden shake hand). Imbalan ini
dimasukan kedalam pernyataan PSAK-24, jika dan hanya jika perusahaan sudah
memiliki rencana secara jelas dan detail untuk melakukan PKK dan kecil kemungkinan
untuk membatalkannya.
Salah satu ketentuan di UUK adalah mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang
harus diberikan perusahaan kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja (pasca
kerja=setelah kerja). Imbalan-imbalan Pasca Kerja tersebut secara akuntansi harus di cadangkan
dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca kerja tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep
akutansi yaitu accrual basis. Ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di
cadangkan dalam PSAK-24, yaitu:
1. Adanya prinsip akutansi accrual basis. Penerapan PSAK-24 pada perusahaan adalah
sesuai prinsip akutansi accrual basis, yaitu perusahaan harus mempersiapkan
(mencadangkan/mengakui) utang (liability), untuk imbalan yang akan jatuh tempo nanti.
2. Tidak ada kewajiban yang tersembunyi. Artinya jika didalam laporan keuangan tidak ada
account untuk imbalan pasca kerja (melalui PSAK 24), maka secara tidak langsung
perusahaan sebenarnya “menyembunyikan” kewajiban untuk imbalan pasca kerja.
3. Berkaitan dengan arus kas, jika ada karyawan yang keluar karena pensiun dan perusahaan
memberikan manfaat pesangon pensiun kepada karyawan tersebut, maka pada periode
berjalan perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang yang mengurangi laba
perusahaan. Jika dari awal perusahaan sudah mencadangkan imbalan pensiun ini
(imbalan pasca kerja), maka imbalan pensiun yang dibayarkan tersebut tidak akan secara
langsung mengurangi laba, akan tetapi akan mengurangi pencadangan/accrual/kewajiban
atas imbalan pasca kerja yang telah di catatkan perusahaan di laporan keuangan.
Apakah semua karyawan di satu perusahaan akan tetap bekerja sampai dengan usia
pensiun?
Dalam rentang usia seorang pekerja, pasti ada kemungkinan-kemungkinan meninggal
dunia, sakit berkepanjangan atau cacat. Berapakah besarnya peluang dari kemungkinan-
kemungkinan tersebut?
Dalam dunia kerja sudah menjadi hal yang lumrah pekerja mengundurkan diri, untuk
menghitung kemungkinan beban imbalan pasca kerja dari mengundurkan diri . Berapa
besar kemungkinan pekerja mengundurkan diri?
Dalam PSAK-24 telah diatur tata cara perhitungan beban imbalan kerja yang terdapat
unsur ketidakpastian yaitu dengan menggunakan ilmu pengetahuan bernama aktuaria. Aktuaria
adalah suatu ilmu pengetahuan yang merupakan kombinasi dari ilmu statistik, matematika dan
ekonomi yang digunakan untuk memperkirakan suatu nilai dengan data dan asumsi yang telah
ditentukan.
Di Indonesia, perngungkapan imbalan kerja PSAK-24 biasanya dihitung oleh seorang
aktuaris yang bekerja di konsultan aktuaria, yaitu konsultan yang melakukan konsultasi dalam
bidang aktuaria. Di PSAK-24 tidak disebutkan keharusan menggunakan jasa konsultan aktuaria
untuk menentukan beban imbalan kerja. Namun, akan lebih baik jika perusahaan meminta jasa
konsultan aktuaria untuk menghitung beban imbalan kerja, kerena:
3. Efisiensi: dengan menyerahkan proses perhitungan beban imbalan kerja sesuai PSAK-24
maka proses audit keuangan akan lebih efisien, karena perusahaan tidak perlu dibuat
rumit dengan perhitungan-perhitungan yang kompleks.