Anda di halaman 1dari 12

Pengantar Pemotongan dan Pemungutan Pajak

Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah pemotongan dan pemungutan pajak yang Dipandu
Oleh Ibu Priandhita Sukowidyowati Asmoro, SE., MSA,AK, Bkp

NAMA KELOMPOK:
1.
2.
3.
4.

DANIEL AVIANTO KARUNIAWAN


RYAN ASTRI KURNIAWAN
THEO HANI PRASETYA
YUSUF EFENDI

125030405111005
125030405111005
125030402111006
135030407111014

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
OKTOBER 2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karuniaNya kepada kita sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pemotongan dan pemungutan pajak
yang berjudul PAJAK PENGASILAN 4(2) ATAS PENERIMAAN HADIAH DAN PAJAK
PENGHASILAN 4(2) ATAS TRANSAKSI SAHAM ini dengan lancar.
Makalah pemotongan dan pemungutan pajak mengenai Kelompok dan Tim ini kami susun guna
memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan oleh Ibu Priandhita Sukowidyowati Asmoro, SE.,
MSA,AK, Bkp selaku dosen mata kuliah pemotongan dan pemungutan pajak.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah pemotongan dan pemungutan pajak
yang telah memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Namun, makalah Pajak Penghasilan tentang pph pasal 4(2) ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.

Penulis

2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan adalah suatu mekanisme yang memberikan
penugasan dan tanggungjawab kepada pihak ketiga untuk melakukan pemotongan atau pemungutan
atas pajak penghasilan yang terutang pada suatu transaksi yang dikenakan pajak. Keunggulan dalam
mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak adalah waktu yang tepat dalam pemungutan pajak.
Dalam mekanisme witholding tax, pajak dipotong atau dipungut ketika penghasilan diterima oleh
subjek pajak. Prinsip "pay as your earn" pajak dikenakan ketika penghasilan tersebut diterima atau
diperoleh.
Kontribusi penerimaan pajak dari mekanisme pemotongan dan pemungutan terhadap penerimaan
pajak penghasilan cukup signifikan, mencapai kisaran 50% dari penerimaan PPh Secara keseluruhan.
Penerimaan tersebut dikontribusikan dari penerimaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 , PPh, Pasal 23 PPh
Pasal 26 dan Penerimaan PPh Final.
Pelaksanaannya mekanisme witholding tax system, melibatkan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai
pemotong dan pemungut pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk diberikan kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak yang terutang disebut sebagai pemotong pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk dan
diberi kewajiban untuk melakukan pemungutan pajak disebut sebagai pemungut pajak. Pemotong dan
pemungut pajak termasuk sebagai wajib pajak sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan, bahwa:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pemotong dan pemungut pajak bukanlah subjek pajak, namun diberi tanggungjawab untuk
memotong, memungut dan menyetorkan serta melaporkan pemotongan dan pemungutan pajak yang
dilakukannya. Yang menjadi Subjek Pajak adalah penerima penghasilan, dan objek pajaknya adalah
penghasilan yang diterima dan atau diperoleh. Tanggung jawab pelaksanaan mekanisme witholding
tax system, diberikan oleh undang-undang kepada pemotong dan pemungut pajak sehingga terdapat
sanksi-sanksi perpajakan tidak terdapat ketidakpatuhan atau penyalahgunaan dalam menjalankan
kewajiban sebagai pemotong atau pemungut pajak.

Dalam sistem perpajakan self assessment, pemotong dan pemungut pajak pajak diberikepercayaan
untuk menghitung, menmotong dan memungut, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang. Mengingat fungsi yang strategis dari PPh Pemotongan dan pemungutan ini maka diperlukan
penguasaan yang cukup oleh para aparat perpajakan agar bisa melaksanakan tugas dalam melakukan
pelayanan, pembinaan dan pengawasan kepada wajib pajak terkait dengan pemotongan dan
pemungutan pajak penghasilan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. pengertian pemotongan dan pemungutan pajak?
2. jenis pemotongan dan pemungutan pajak?
3. kewajiban mendaftarkan diri pemotong dan pemungut pajak?
4. bagaimana sanksi perpajakan yang berlaku?
1.3 TUJUAN
1. mengetahui pengertian pemotongan dan pemungutan pajak
2. mengetahui jenis pemotongan dan pemungutan pajak
3. mengetahui kewajiban mendaftarkan diri sebagai pemotong dan pemungut pajak
4. mengetahui sanksi perpajakan yang berlaku atas pemotongan dan pemungutan pajak

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pemotongan dan pemungutan pajak
Pemotongan dan pemungutan pajak dilakukan pada suatu saat dimana pajak dinyatakan terutang. Saat
yang tepat untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak adalah pada saat pendapatan
tersebut diterima atau diperoleh. Secara umum Pajak Penghasilan terutang pada suatu tahun pajak,
sehingga jumlah penghasilan yang terakumulasi pada suatu tahun pajak merupakan dasar untuk
menghitung pajak penghasilan yang terutang. Dengan ditetapkannya pajak terutang pada suatu saat
yaitu pada saat dianggap berpotensi timbulnya penghasilan, maka sistem witholding ini akan
memaksa wajib pajak melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan hingga akhir tahun
pajak.
Dari sisi pemerintah, hal ini akan membantu menjaga cashflow keuangan pemerintah, tanpa harus
menunggu pada akhir tahun pajak. Mengingat kebutuhan pembiayaan pemerintah juga berlangsung
selama tahun berjalan. Mekanisme witholding system ini sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan dalam tahun berjalan.
Dari sisi subjek pajak, witholding system memaksa subjek pajak untuk melakukan penyetoran pajak
tanpa menunggu perhitungan pada akhir tahun pajak. Pajak-pajak yang telah dipotong atau dipungut
dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan pada akhir tahun pajak, kecuali jika pemotongan dan
pemungutannya bersifat final. Cashflow wajib pajak akan terpakai sebelum jumlah pajak terutang
pada akhir tahun pajak diketahui. Bahkan akibat pemotongan dan pemungutan pajak dapat terjadi
lebih bayar apabila jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari jumlah yang dibayar
dan dipotong atau dipungut pihak lain.
Wajib pajak pemotong dan pemungut, relatif tidak terlalu terganggu secara cashflow, bahkan ada
kemungkinan wajib pajak pemotong dan pemungut diuntungkan secara cashflow, karena perbedaan
waktu antara saat terutang pajak, saat dilakukan pemotongan atau pemungutan dan saat penyetoran
pajak terutang adalah berbeda. Selisih jangka waktu ini tidak membebani karena biasanya pajak
terutang dipotong atau dipungut terlebih dahulu, baru kemudian pada saat yang ditentukan disetorkan
ke kas negara.
Witholding tax system akan membawa kemudahan bagi administrasi perpajakan pihak otoritas
perpajakan. Dengan adanya Witholding tax system maka tugas administrasi pengawasan yang

seharusnya dilakukan kepada para subjek pajak penerima penghasilan, maka cukup dilakukan
pengawasan kepada wajib pajak yang ditunjuk sebagai witholder atau pemotong/pemungut pajak.
Misalnya dalam hal pemotongan PPh Pasal 21 akan lebih mudah melakukan administrasi pengawasan
kepada pemberi kerja dibandingkan dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para
karyawan penerima penghasilan. Contoh lain dalam hal pembagian dividen, mengawasi Wajib Pajak
yang melakukan pemotongan pajak atas dividen akan lebih sederhana dan mudah dibandingkan
dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para penerima dividen, yang mungkin
berjumlah sangat banyak.
Namun demikian kemudahan dan kesederhanaan bagi otoritas perpajakan akan menjadi beban
tambahan bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Beban bagi wajib
pajak bukan hanya beban administrasi, melainkan juga beban biaya dan risiko hukum yang mungkin
timbul akibat kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak. Beban administrasi timbul karena wajib
pajak pemotong dan pemungut pajak berkewajiban melakukan pembukuan atas pemotongan dan
pemungutan, membuat bukti potong, melakukan perhitungan pajak terutang, melakukan pemotongan
dan melakukan penyetoran, serta membuat Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkan ke KPP
tempat Wajib Pajak terdaftar.
Bagi Subjek pajak yang dipotong pajak, witholding system memudahkan secara administrasi. Beban
administrasi sebagian telah diambil alih oleh Wajib Pajak Pemotong atau Pemungut Pajak. Subjek
pajak memperhitungkan pajak yang telah dipotong dan dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak
dalam SPT Tahunan.
Risiko hukum bagi wajib pajak pemotong atau pemungut pajak dapat timbul jika terjadi kesalahan
dalam pelaksanaan kewajiban pemotongan atau pemungutan, baik karena kealphaan atau
ketidaksengajaan maupun kesengajaan atau karena sebab lainnya. Sanksi perpajakan dapat berupa
sanksi administrasi atau sanksi pidana perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

2.2 jenis pemotongan dan pemungutan pajak


Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP), maka selain pembayaran bulanan yang
dilakukan

sendiri,

ada

pembayaran

bulanan

yang

dilakukan

dengan

mekanisme

pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga
ditunjuk

berdasarkan

ketentuan

menyetorkannya ke kas Negara.

perpajakan

untuk

memotong/memungut

pajak

dan

Jenis-jenis pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal


21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15.
Pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis pajak tersebut dinamakan withholding tax system. Selain
jenis-jenis pajak tersebut, sistem perpajakan di Indonesia mengenal pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Meski tidak
termasuk dalam skenario withholding tax system, namun pemungutan PPN dan PPnBM harus
diperhatikan kewajibannya karena terkait dengan kewajiban perpajakan pihak ketiga.
Pertama, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang
pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya
pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP
berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan
yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat
juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP
orang pribadi terdaftar.
Kedua, pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang
oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidangbidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22
meliputi pemungutan atas: (1) pembelian barang oleh instansi Pemerintah; (2) ;kegiatan impor
barang; (3) produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;
(4) pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau
eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;
(5) Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP dapat ditunjuk
sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal
22.
Ketiga, pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan
pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan
BUT. WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang pribadi tidak
ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan
yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga
merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh
Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.
Keempat, pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan
dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP

luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26 atau
sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.
Kelima, pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa
konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya. Yang dimaksud final disini
bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh
pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan
lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. ;WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal
4 ayat (2), sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2).
Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh
Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4
ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak
pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek
PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong),
maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut, misalnya dalam
transaksi sewa atau penjualan property tanah dan/atau bangunan.
Keenam, pemotongan PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh
pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan
khusus. Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan
international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas
bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna
serah. Wajib Pajak badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan Wajib Pajak orang
pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15. Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak
menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan
(pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas penghasilan yang diterima
akan dipotong PPh Pasal 15 oleh pemotong. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan
yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan
pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut.
Dan terakhir atau ketujuh, pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) atau pemungut yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas penyerahan barang
dan/atau jasa kena pajak. PKP yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah
pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet) melebih Rp600.000.000,00 setahun atau
pengusaha yang memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak
baik orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib

memungut PPN dan juga PPnBM (bila barangnya yang diserahkan tergolong mewah) dari
pembeli atau pemakai jasanya.

2.3 Kewajiban mendaftarkan diri sebagai pemotong dan pemungut pajak


Bendahara pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari APBN atau APBD wajib
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang merupakan
identitas bendahara sebagai Wajib Pajak dalam melaksanakan pemotongan/pemungutan,
penyetoran, dan pelaporan PPh dan/atau PPN hal ini meliputi:
1. Tempat Pendaftaran
Bendahara pemerintah wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah kerja
yang sesuai dengan tempat kedudukan unit kerja.
2. Tata Cara Pendaftaran
a. mengisi formulir pendaftaran Wajib Pajak untuk Wajib Pajak bendahara yang tersedia di KPP
dengan melampirkan fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara dan Kartu Tanda Penduduk
bendahara tersebut;
b. KPP menerbitkan NPWP yang terdiri dari 15 digit dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama
1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap;
c. NPWP akan diterbitkan oleh KPP dengan nama bendahara unit/satuan kerja.
2.4 sanksi perpajakan yang berlaku
1. PASAL 7 UU KUP
- Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3(3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
1. Rp 500.000 untuk surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai
2. Rp1000.000 untuk surat pemberitahuan masa pajak lainnya
2. PASAL 14 UU KUP
A Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat

faktur

pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;


B. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya;atau

2.identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam
hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
C. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;
Wajib menyetor pajak yang terutang,
Dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
(Ditagih dengan STP)
3. PASAL 13 (5) UU PPN

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa
Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak
4. PASAL 14 UU KUP
Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dan perubahannya. dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan
Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Ditagih dengan STP).
5. PASAL 13 UU KUP

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, sanksi bunga:
1 .apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau
kurang dibayar;
2.apabila kepada Wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
6. PASAL 13 UU KUP
Sanksi Kenaikan
a. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
b.apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar :
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu
Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau
kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem Pemotongan dan Pemungutan PPh (witholding tax system) di Indonesia, diterapkan sangat
luas tanpa batasan-batasan yang jelas yang dapat diterapkan hampir di semua jenis penghasilan dan
usaha. Keunggulan dari sistem ini terletak pada efisiensi dari segi administrasi dan biaya pemungutan,
walaupun menimbulkan beban bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut
pajak. Witholding tax system dapat diterapkan baiuk bagi tansaksi yang berpotensi menimbulkan
penghasilan yang bersifat domestik dan transaksi-transaksi yang berpotensi menimbulkan penghasilan
yang bersifat internasional.

Anda mungkin juga menyukai