PERPAJAKAN
DISUSUN OLEH:
M.saiful muarif
(C0B023023)
DOSEN:
Dr. Wirmie Eka Putra S.E., M.
Si., CIQnR., CSRS.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan salah satu bentuk
penerapan pembelajaran perpajakan, semoga makalah ini dapat berguna untuk para
mahasiswa/i
Saya m.saiful Muarif ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr.Wirmie Eka
Putra,S.E.,M.Si., selaku dosen perpajakan atas bimbingan dan pengarahanya selama
penyusunan makalah ini.
M.saiful muarif
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja penyebab timbulnya hutang pajak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ajaran formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus
(pegawai pajak yang membantu Wajib Pajak/Subjek Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya). Hal ini terjadi jika pemungutan pajak dilakukan
dengan official assessment system, yaitu sistem pemungutan pajak di mana
jumlah pajak yang harus dibayar dan dihitung oleh fiskus. Kemudian fiskus
akan mengirimkan surat pemberitahuan terkait jumlah yang harus dibayarkan
kepada wajib Pajak.
2. Ajaran materil
Merupakan utang pajak yang timbul karena diberlakukannya undang-undang
perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang akan secara aktif menentukan apakah
dirinya dikenakan pajak atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku. Ajaran ini konsisten dengan penerapan Self Assesment System.
Sebab-sebab yang membuat seseorang memiliki utang pajak di antaranya:
a. Perbuatan, yaitu mendirikan bangunan, melakukan kegiatan impor atau ekspor,
serta bepergian ke luar negeri.
b. Keadaan, yaitu memiliki tanah atau bumi dan bangunan, memperoleh
penghasilan, serta memiliki kendaraan bermotor.
c. Peristiwa atau kejadian, yaitu mendapat hadiah undian.
3
2.2 Penagihan pajak
Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan (seksi penagihan) di Kantor
pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penagihan pajak adalah tindakan
penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak
tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.
Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan
biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
Prosedur Penagihan dengan Surat Paksa, merupakan cara penagihan yang terakhir
dimana fiskus melalui juru sita pajak Negara menyampaikan atau memberitahukan surat
paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara
terhadap barang milik Wajib Pajak. Penagihan dengan surat paksa ini dikenal dengan
penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan Law- Enforcement di bidang
perpajakan.
Jenis penagihan pajak:
a. Penagihan Pasif
Pada penagihan pajak pasif, DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding
yang menyebabkan pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya
memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu
satu bulan sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi
utang pajaknya, maka fiskus akan melakukan penagihan aktif.
b. Penagihan Aktif
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan kelanjutan
dari penagihan pasif. Dalam penagihan aktif, fiskus bersama juru sita Pajak berperan
aktif dalam tindakan sita dan lelang.
c. Penagihan seketika dan sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang dilakukan
4
oleh fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang
tidak bisa ditagih. Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak
belum membayar, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo.
b. Surat paksa
Surat paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi
utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan Penanggung Pajak tidak
memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan
pembayarannya. Sebagai surat yang mempunyai kuasa hukum yang pasif, tentu
memiliki ciri-ciri dan kriteria tersendiri. Dalam Undang-undang no. 19 tahun 2000
sebagai perubahan atas Undang-undang No.19 tahun 1997 Pasal 7 ayat 1
menyebutkan bahwa fisik dari surat paksa sendiri di bagian kepalanya bertuliskan
“Demi Keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam Pasal 7 ayat 2 di sebutkan
bahwa surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat:
Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
Dasar penagihan
Besarnya utang pajak
Perintah untuk membayar
Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 2×24 jam
setelah surat paksa diberitahukan, maka pejabat menerbitkan surat perintah
5
melaksanakan penyitaan. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak
mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat paksa dan apabila Wajib Pajak
dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, hakim Pengawas atau
Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau
dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani
untuk melakukan pemberesan atau likuidator.
c. Surat penyitaan
Surat Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasi dalam jangka waktu
2×24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat dilakukan
tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak. Dalam penagihan pajak dengan
surat paksa, juru sita pajak berwenang melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan
Wajib Pajak. Untuk melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak
tersebut diperlukan suatu prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang
meliputi status, nilai serta tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik
Penanggung Pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga
maupun masyarakat Wajib Pajak.
Menurut Undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Dengan Surat Paksa,
Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang dengan
penanggungan pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan. Di tempat lain termasuk penguasaannya yang
berada di tangan pihak lain yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan
pelunasan utang tertentu, berupa:
Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor
tertentu
Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka,
tabungan, Saldo rekening koran ataupun bentuk lainnya.
6
Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak
dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan
Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan
pekerjaan Atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari
Rp 20.000.000 (dua Puluh juta rupiah). Besarnya nilai peralatan ditetapkan
dengan Keputusan Menteri keuangan atau Keputusan Kepala Daerah
Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan
keluarga yang menjadi tanggungan. Penyitaan tidak dapat dilaksanakan
terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain
yang berwenang.
d. Lelang
Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak tetapi belum melunasi biaya
penagihan pajak maka penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita
tetap dapat dilakukan. Pengertian lelang menurut Keputusan Menteri Keuangan
no.13/KMK.01/2002, yaitu lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk
umum baik secara langsung maupun media elektronik dengan cara penawaran harga
secara lisan dan tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
Apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak tidak melunasi kewajiban
perpajakannya dan terhadap fiskus telah melakukan segala upaya hukum agar Wajib
pajak atau penanggung pajak melunasi kewajiban perpajakannya dengan jalan
menyampaikan surat Teguran, Surat Paksa dan melakukan penyitaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, maka barang-barang milik Wajib Pajak atau penanggung
pajak dapat dilelang oleh Kantor Lelang Negara.
Syarat-syarat lelang:
Lelang dilakukan dimuka umum
Lelang dilakukan berdasarkan hukum
Lelang dilakukan di hadapan pejabat
Lelang dilakukan dengan penawaran harga
Lelang dilakukan dengan usaha pengumpulan peminat
Lelang ditutup dengan berita acara
7
2.3 Hapusnya hutang pajak
Dalam undang-undang perpajakan. Ada 5 cara menghapus utang pajak.
1. Pembayaran
Cara pertama menghapus utang pajak adalah dengan membayarnya pada negara.
Pembayarannya secara lunas dalam bentuk sejumlah uang oleh Wajib Pajak ke Kas
Negara. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat membayarnya sendiri atau
menguasakannya pada pihak lain selama pihak tersebut bertindak atas nama wajib
pajak yang memiliki utang pajak.
2. Kompensasi
Kompensasi dapat dilakukan jika Wajib Pajak memiliki kelebihan dalam membayar
pajak sehingga dapat digunakan untuk membayar utang pajak. Kelebihan bayar
pajak sendiri dapat terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan undang-undang
pajak, kekeliruan pembayaran, adanya pemberian pengurangan, dan sebagainya.
Karena itu, kelebihan pajak ini dapat dikreditkan. Wajib pajak dapat menghapus
utang pajak menggunakan cara ini dengan syarat ia wajib mengajukan sendiri
kepada pejabat pajak. Selain itu, Wajib Pajak tidak bisa mengkompensasikan utang
pajak dengan utang biasa karena berbeda konteks.
Kompensasi dapat berupa:
Kompensasi kerugian, ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu kompensasi
kerugian yang mendatar (horizontal compensative), kompensasi yang tegak
(vertikal compensative), dan kompensasi kerugian perang
Kompensasi pembayaran, ini dapat dilakukan jika salah satu pihak memiliki
utang dan memiliki tagihan pada pihak lain.
8
3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa di sini adalah kedaluwarsa penagihan. Melansir dari DJP, hak untuk
menagih pajak kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun
pajak yang bersangkutan. Kedaluwarsa penagihan pajak dapat dicegah dengan
melakukan penagihan teguran, dan pengakhiran dengan mengajukan permohonan
keberatan atau penangguhan. Selain itu, ada dua macam kedaluwarsa dalam hal
utang pajak. Pertama adalah kedaluwarsa lemah (penagihannya kedaluwarsa), dan
kedua adalah kedaluwarsa kuat (utangnya kedaluwarsa).
4. Pembebasan
Alternatif lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan cara pembebasan.
Namun, pembebasan di sini pada umumnya bukan berarti menghilangkan pokok
utang pajak, meniadakan sanksi administratif terkait utang pajak. Tetapi, utang
pajak dapat berakhir dengan pembebasan karena cara ini merupakan sarana hukum
pajak untuk melepaskan tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak.
5. Penghapusan/Peniadaan
Penghapusan utang pajak mirip dengan cara pembebasan. Perbedaannya, cara
penghapusan diberikan karena keadaan keuangan Wajib Pajak. Penghapusan juga
merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak. Namun, hanya dengan alasan
tertentu, seperti Wajib Pajak terkena musibah atau karena dasar penetapannya tidak
benar. Ketika utang pajak telah dihapus, Perikatan pajak akan berakhir sehingga
Wajib Pajak tidak lagi memiliki kewajiban membayar pajak yang terutang. Itulah
pembahasan singkat mengenai timbul dan hapusnya utang pajak. Secara garis besar,
ada dua ajaran atau dua teori yang mengatur timbulnya utang pajak, yaitu ajaran
formil dan ajaran materil. Lalu untuk menghapus utang pajak tersebut, ada 5
alternatif yang dapat Wajib Pajak lakukan, yang meliputi: pembayaran, kompensasi,
kedaluwarsa, pembebasan, dan penghapusan/peniadaan.
9
1
0
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Timbul utang pajak masih menjadi perbincangan hangat di antara para praktisi. para
praktisi saat ingin menggunakan dua teori yaitu ajaran formil dan materil. Penagihan
pajak dilakukan dengan surat paksa jika si penghutang menunggak. Penghapusan
hutang pajak terbagi atas lima yaitu: Cara pertama menghapus utang pajak adalah
dengan membayarnya pada negara, Kompensasi, Kedaluwarsa penagihan pajak dapat
dicegah dengan melakukan penagihan teguran, dan pengakhiran dengan mengajukan
permohonan keberatan atau penangguhan, Alternatif lain adalah dengan cara
pembebasan dan Penghapusan utang pajak.
3.2 Saran
Setiap sistem pemungutan pajak dan penetapan tarif pajak pasti ada
kelebihan dan kekurangannya. Untuk melihat dari sisi baiknya maka
banyak hal positif yang didapat oleh negara maupun masyarakatnya, jika
melihat dari sisi jahatnya maka banyak pula juga hal negatif yang
disebabkan dari orang yang bekerja pada lembaga negara maupun
masyarakatnya. Jika dilihat dari sistem pemungutannya, sudah banyak opsi
yang disediakan. Yang mana semua opsi itu pasti memiliki akhir yang sama
yaitu pembayaran pajak yang sesuai dengan peraturan. Penetapan hukum
bagi yang melanggar juga tidak main-main beratnya. Jadi diharapkan
kepada semua masyarakat harap sadar diri untuk membayar pajak, dan bagi
orang yang diberi kepercayaan untuk mengatur uang pajak juga diharapkan
bisa di percaya.
1
1
DAFTAR PUSTAKA
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/penagihan-pajak
file:///C:/Users/Windows10/Downloads/31686-66970-1-SM.pdf
http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3355/3/BAB%20II.pdf
http://satvika.co.id/news/penagihan-pajak-dengan-surat-paksa-ppsp.html
https://klikpajak.id/blog/berita-regulasi/jenis-tarif-pajak-pengelompokan-tarif-pajak-
dancontohnya/#Jenis-Jenis_Tarif_Pajak
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/menilik-timbul-dan-hapusnya-utang-
pajak-diindonesia
1
2