Anda di halaman 1dari 21

TIMBULNYA HUTANG PAJAK, PENAGIHAN PAJAK

DAN HAPUSNYA HUTANG PAJAK

MAKALAH

Dosen Pengampu :

Dra. Susfa Yetti, M.Si, Ak.

Disusun Oleh :

Ananda Marisa Pertiwi (C1C022002)

Reandl Taffenly Han (C1C021221)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah subhanahuwata’ala. Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Timbulnya Hutang Pajak,
Penagihan Pajak dan Hapusnya Hutang Pajak”. Tak lupa pula shalawat beserta
salam penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sosok teladan dan
inspirasi setiap umat yang membawa manusia dari zaman yang gelap gulita hingga
ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan,
masukan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Jambi, 20 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1 Timbulnya Hutang Pajak .......................................................................... 3

2.2 Penagihan Pajak ....................................................................................... 4

2.3 Hapusnya Hutang Pajak ......................................................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 17

3.2 Saran ....................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara di pandang sebagai
sumber penerimaan negara yang paling aman dalam membiayai pembangunan, hal
ini juga berarti bahwa rakyat dilibatkan dalam proses pembangunan. Kenyataan
menunjukkan bahwa sumber penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dari sektor pajak sangat dominan, tentunya akan menjadi
sumber penerimaan negara yang potensial yang diutamakan, karena penerimaan
sektor pajak merupakan sumber penerimaan yang tidak akan habis selagi negara itu
ada.

Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia, tercantum dalam Pasal 23A


UndangUndang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: “Pajak dan pungutan yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Hal ini
berarti bahwa segala bentuk pemungutan yang membebankan rakyat harus
ditetapkan dengan undang-undang. Pajak yang dipungut oleh pemerintah
digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup negara dan sumber pembiayaan
belanja-belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah guna menjalankan roda
pemerintahan. Oleh sebab itu, pemerintah dengan berbagai cara melakukan
sosialisasi agar masyarakat menyadari bahwa pajak itu untuk kepentingan bersama.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa sulitnya negara melakukan pemungutan


pajak karena banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak
merupakan suatu tantangan tersendiri. Hal ini mendorong pemerintah menciptakan
suatu mekanisme yang dapat memberikan daya pemaksa bagi para wajib pajak yang
tidak taat hukum. Salah satu mekanisme tersebut adalah gijzeling atau lembaga
paksa badan. Keberadaan lembaga ini masih kontroversial. Beberapa kalangan
beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan merupakan hal yang
berlebihan. Di lain pihak, muncul pula pendapat bahwa lembaga ini diperlukan
untuk memberikan efek jera yang potensial dalam menghadapi wajib pajak yang
nakal.

1
Saat ini, penyelesaian permasalahan sengketa di bidang perpajakan telah
memiliki sarana dengan adanya pengadilan pajak. Sebelum pengadilan pajak
berdiri, media yang digunakan untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak adalah
Majelis Pertimbangan Pajak yang kemudian berkembang menjadi Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (selanjutnya di sebut BPSP). Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat ditarik permasalah, yaitu bagaimana Implikasi Utang Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan terhadap Wajib Pajak

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah maka, rumusan masalah adalah sebagai
berikut:

1. Apa sajakah penyebab timbulnya Hutang Pajak ?


2. Bagaimana cara Penagihan Pajak ?
3. Mengapa Dihapusnya Hutang Pajak ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah maka, tujuan penulisan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan penyebab timbulnya hutang pajak


2. Untuk mendeskripsikan cara penagihan pajak
3. Untuk mendeskripsikan cara dihapusnya hutang pajak

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Timbulnya Hutang Pajak
Menurut Resmi (2008 :12) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang
pajak (saat pengakuan adanya utang pajak) yaitu :

1. Ajaran Formil

Hutang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh


fiskus,sehingga jika belum ada surat ketetapan pajak maka berarti belum timbul
hutang pajak. Ajaran ini diterangkan pada Offical Assesment System.

2. Ajaran Materiil

Hutang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai


pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self
assessment system. Surat Ketetapan Pajak dalam ajaran ini tidak menimbulkan
hutang pajak, hanyauntuk menentukan dan menetapkan besarnya utang
pajak.Setiap perikatan, termasuk pula utang pajak, pada suatu waktu akan hapus.

Menurut Suandy (2008 :128) utang pajak akan berakhir atau terhapus apabila
terjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Pembayaran

Pembayaran pajak dapat dilakukan Wajib Pajak dengan menggunakan surat


setoran pajak atau dokumen lain yang dipersamakan. Pembayaran pajak dapat
dilakukan di Kantor Kas Negara, Kantor Pos dan Giro atau di Bank Persepsi.

2. Kompensasi

Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa


kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak dapat
dikompensasikan pada masa/tahun pajak berikutnya maupun dikompensasikan
dengan pajak lainnya yang terutang.

3. Daluwarsa

3
Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hal ini untuk
memberikan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun fiskus, maka
diberikan batas waktu tertentu untuk penagiha pajak.

4. Penghapusan utang

Penghapusan utang pajak dilakukan karena kondisi dari Wajib Pajak yang
bersangkutan, misalnya Wajib Pajak dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak yang
berwenang.

5. Pembebasan

Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena
ditiadakan. Pembebasan pajak biasanya dilakukan berkaitan dengan kebijakan
pemerintah. Missal dalam rangka meningkatkan penanaman modal maka
pemerintah memberikan pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu atau
pembebasan pajak di wilayah-wilayah tertentu.

2.2 Penagihan Pajak


Penagihan pajak dengan surat paksa ini diatur dalam UU No. 19 Tahun 2000.
Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa ini perlu diketahui dan
dipahami beberapa pengertian yang ditetapkan dalam undang-undang, antara lain:

a) Penanggung pajak

Adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran
pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan kewajiban pajak menurut
peraturan perundangan pajak.

b) Penagihan pajak

Adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak, dengan cara menegur/memperingatkan, memberitahukan
surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, penyanderaan
menjual barang yang disita.

c) Biaya penagihan pajak

4
Adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah penyitaan, pengumuman
lelang, pembatalan lelang, jasa penilai dll sehubungan dengan penagihan pajak.

d) Surat paksa

Adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak, dan
memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukannya sama dengan putusan hakim
pengadilan yang punya kekuatan hukum tetap.

e) Juru sita pajak

Adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika


dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan.

f) Penyitaan

Adalah tindakan Jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak,


guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundangan pajak.

g) Lelang

Adalah setiap penjualan arang dimuka umum dengan cara penawaran harga
secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon
pembeli. Hasil lelang digunakn terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan
pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. (Secara lelang
biaya penagihan pajak ditambah 1 % dari pokok lelang, dan secara tidak lelang
biaya penagihan pajak ditambah 1 % dari hasil penjualan).

h) Pencegahan

Adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu


untu keluara dari wilayah RI berdasarkan alasan tetentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan. Pencekalan ini dilakukan terhadap penanggung pajak yang
sekurangnya memiliki hutang pajak Rp. 100.000.000. Pencekalan paling lama 6
bulan dan dapat diperpanjang 6 bulan lagi.

i) Penyanderaan

5
Adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan
menempatkannya ditempat tertentu. Untuk utang pajak sekurangnya Rp.
100.000.000 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi hutang pajaknya

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan


akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam
membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan
pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan
penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan
Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi
yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaaanya
penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang – undangan yang
berlaku., sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun
aparatur pajaknya. Menurut Anang Mury Kurniawan (2011; 111) Penagihan Pajak
adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual
barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000 tentang penagihan pajak
dengan surat paksa).

Dalam buku KUP, Dasar penagihan pajak yaitu:

1) Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:

a. Surat Tagihan Pajak(SPT)\


b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

d. Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan


Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah.

2) Pasal 12 UU PBB menyebutkan dasar penagihan pajak adalah :

6
a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
b. Surat ketetapan pajak

c. Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.

Penagihan Pajak dengan Surat Teguran


Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas(KUP) Penerbitan Surat Teguran,
Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan
pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya
yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya.

Sesuai pasal 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Teguran / Surat Peringatan atau Surat lain
yang sejenis diterbitkan apabila penganggung pajak tidak melunasi utang pajak
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran Pasal 1 angka 10 UU PPSP
menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau suerat lain yang sejenis
adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan
kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Penentuan tanggal jatuh tempo


Dalam buku KUP oleh Rudy suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010;140)
Penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting
karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai
timbulnya wewenang melakukaan penagihan pajak.

1. STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan


keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu
satu bulan setelah tanggal diterbitkan .

2. Bagi Wajib Pajak usah kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan Perundang – undangan perpajakan, jangka waktu
pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling
lama 2 (dua) bulan

3. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak

7
4. SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam
Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan, yang menyebabkan
jumlah Bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.

5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB/SKPKBT,


jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetunjui dalam pembahasan akhir hasil
pemerikasaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan
Surat Keputusan Keberatan

6. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan


Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

Penerbitan Surat Teguran


Dalam buku KUP Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan
menerbitkan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang
menyetujui penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak
tidak menepati keputusan tersebut.
Penerbitan Surat Teguran harus dilakukan dengan mempertimbangkan
upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding atas utang
pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan
syarat Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya atas
SKPKB/SKPKBT dalam pembahasan akhir, adalah sebagai berikut:

1) Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah


pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak mengajukan
permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan tersebut, Surat Teguran
disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan.

8
Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan sejak
diterbitkannya SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut
Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan

2) Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah


pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan upaya
permohonan banding atas keputusan keberatan SKPKB/SKPKBT, surat teguran
disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding Tujuan
menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya
Surat Keputusan atas keberatan SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu
tersebut Wajib Pajak masih mempunyai hak mengajukan permohonan banding

3) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib
Pajak mengajukan:

a. Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran


disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
berdasarkan Keputusan Keberatan (jatuh tempo keputusan
keberatan adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan
tersebut)

b. Permohonan banding atas Keputusan Keberatan sehubungan dengan


SKPKB/SKPKBT,Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari
sejak saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh tempo
putusan banding adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan
putusan tersebut)

4) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Surat Teguran disampaikan setelah
7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan setelah tanggal penerbitan
SKPKB/SKPKBT)

9
5) Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas
SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal
pencabutan pengajuan keberatan tersebut.

Surat Teguran dalam rangka penagihan pajak atas utang Pajak Bumi dan
Bangunan dan atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
tercantum dalam STP PBB, SKBKB, SKBKBT, atau Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah disampaikan kepada Wajib Pajak setelah 7(tujuh)
hari sejak tanggal jatuh tempo.

Penagihan Pajak dengan Surat paksa 2.5.1 UU Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa(PPSP) Menurut Fidel (2010;47) UU PPSP yaitu :

1. Falsafah UU PPSP No.19/2000

a) Menampung perkembangan sistem hukum nasional perlunya dipertegaskan


perolehan hak karena waris dan hibah wasiat yang merupakan objek pajak

b) Mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi


kewajiban perpajakannya

c) Adanya kepastian hukum dan menegakkan keadilan

2. Tujuan perubahan UU PPSP No.19/2000

a) Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah


yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang
mempunyai kekuatan hukum yang memaksa

b) Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis


dalam peningkatan penerimaan pajak

10
c) Penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan merupakan wujud lawan enfercoment untuk meningkatkan
kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak

d) Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak maupun


kepada pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan gugatan.

3. Hal – hal yang menjadi perhatian pada UU PPSP No.19/2000

a) Mempertegaskan proses pelaksanaan penagihan pajak dengan menambahkan


ketentuan Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan dan Surat Lain yang
sejenisnya sebelum Surat
Paksa dilaksanakan

b) Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif

c) Mempertegas pengertian penanggung pajak yang meliputi komisaris, pemegang


saham, pemilik modal

d) Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam rangka
menjaga kelangsungan usaha penanggung pajak

e) Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang

f) Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas prosentase


tertentu dari hasil penjualan

g) Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh wajib


pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak

h) Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan nilai


barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi

i) Memperjelas hak penanggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan


permulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan

11
j) Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja mencegah,
menghalang
– halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak

Pelaksanaan Surat Paksa


Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang
dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya.
Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa adalah
surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Penerbitan Surat Paksa


Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:

1) Penanggung pajak tidak melunais utang pajak sampai dengan tanggal jatuh
tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau surat lain yang sejenis

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan


sekaligus

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam


keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak

Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa


Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU PPSP yaitu
pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan dan
penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita
acara.

Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi


1) Penanggung pajak ditempat tinggal tempat usaha atau di tempat lain yang
memungkinkan

12
2) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha
penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat
dijumpai

3) Salah seorang ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggalk dunia dan harta warisan belum
dibagi

4) Para ahli waris apabila penanggung pajak yang telah meninggla dunia dan harta
warisan telah dibagi

Daluwarsa Penagihan
UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk
melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang
ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa

Jangka Waktu Hak Penagihan


Pasal 22 UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk malakukan penagiha pajak
termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah
malampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan:

1. Surat Tagihan Pajak

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan

6. Putusan Banding

7. Putusan Peninjauan Kembali

13
Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan
Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa
penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.

Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak


Menurut Pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:

1. Diterbitkan Surat Paksa

2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung

3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

Daluwarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima) tahun


sejak tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut di atas.

2.3 Hapusnya Hutang Pajak


Utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal-hal berikut.
1. Pembayaran/ Pelunasan
Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan pemotongan/pemungutan oleh pihak
lain, pengkreditan pajak luar negeri, ataupun pembayaran sendiri oleh wajib pajak
ke kantor penerima pajak (bank-bank persepsi dan kantor pos).

2. Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian ataupun kompensasi
karena kelebihan pembayaran pajak.

14
a. Contoh penerapan kompensasi karena kerugian yang dapat menyebabkan
terhapusnya atau berakhirnya utang pajak

Pada awal kepemilikan tahun 2010, wajib pajak A menderita kerugian sebesar
Rp10.000.000. Pada tahun 2011, mulai diperoleh laba sebesar Rp5.000.000.
Seharusnya, pada tahun 2011, wajib pajak A terutang pajak penghasilan sebesar
persentase tertentu dari laba tahun 2011. Akan tetapi, utang pajak tahun 2011
terhapus karena jumlah kerugian pada tahun 2010 dapat dikompensasikan atau
dikurangkan dari laba tahun 2011.

Kerugian suatu usaha dapat dikompensasikan pada tahun-tahun setelahnya


dengan jangka waktu paling lama adalah lima tahun setelah tahun terjadinya
kerugian tersebut.

b. Contoh penerapan kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak yang


dapat menyebabkan terhapusnya atau berakhirnya utang pajak

1) Wajib pajak B pada tahun 2011 membayar pajak sebesar Rp8.000.000.


Setelah dilakukan penghitungan kembali pada akhir tahun 2011, ditemukan
bahwa pajak yang sebenarnya terutang oleh wajib pajak B adalah
Rp5.000.000. Kelebihan pembayaran sebesar Rp3.000.000 pada tahun 2011
tersebut dapat dikompensasikan atau dikurangkan dari total pajak
pada tahun 2012.

2) Wajib pajak C memiliki kelebihan membayar PPh tahun 2011 sebesar Rp


1.000.000; sedangkan untuk jenis PPN terdapat kekurangan pajak sebesar Rp
1.500.000. Kelebihan pembayaran PPh tahun 2011 sebesar Rpl.000.000
tersebut dapat dikompensasikan pada kekurangan PPN di tahun yang sama
sehingga utang PPN yang sebesar Rpl.000.000 pada tahun 2011 menjadi
terhapus. Sisa utang PPN menjadi Rp500.000.

3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu
tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya, utang pajak tersebut
dianggap telah lunas/dihapus/berakhir dan tidak dapat ditagih lagi. Utang pajak

15
akan kedaluwarsa setelah melewati waktu 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang
bersangkutan.

4. Pembebasan/Penghapusan
Kewajiban pajak oleh wajib pajak tertentu dinyatakan hapus oleh fiskus karena
setelah dilakukan penyidikan ternyata wajib pajak tidak mampu lagi memenuhi
kewajibannya. Hal ini biasanya terjadi karena wajib pajak mengalami kebangkrutan
ataupun mengalami kesulitan likuiditas.

16
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya
utang pajak) yaitu : ajaran formil dan materil. Dalam buku KUP, Dasar penagihan
pajak yaitu: Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah
Surat Tagihan Pajak(SPT, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) , Surat Keputusan
Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Pasal 12 UU PBB menyebutkan dasar
penagihan pajak adalah : Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Surat
ketetapan pajak , dan Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.
Dan utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal-hal berikut:
pelunasan/pembayaran, kompenssi, kedaluwarsa, dan penagihan/pengapusan.

3.2 Saran
Pokok bahasan mengenai makalah ini telah dipaparkan, besar harapan penulis
semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan
referensi, penulis mcnyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar tulisan ini
dapat disusun menjadi lebih baik dan sempurna.

17
DAFTAR PUSTAKA
Erwis, Nana Adriana. "Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan
Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Makassar Selatan." Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin, Makassar (2012).

Setiady, T. (2015). Implikasi Utang Pajak Berdasarkan Undang-undang


Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan Terhadap Wajib Pajak. Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, 9(2).

Mas Rasmini, S. E. Dasar-dasar Perpajakan.

Prof. Dr. Mardiasmo, M.B.A., A.K., 2018, “Perpajakan”

18

Anda mungkin juga menyukai