Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN SANKSI

BAGI PELANGGAR PAJAK

Disusun oleh: Kelompok 2

Anggota:

1. Florensia Yolanda Agustina 2008010474

2. Caya Nita Septiani 2008010544

3.     Maulidya Firyanda Sulaiman 2008010331

4.     Alvi Nabila 2008010539

5. Dini Saputri 2008010673

6. Bobby Wijaya 2008010699

Kelas : 5B Regular Pagi Banjarmasin

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA)

MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI

FAKULTAS HUKUM 2022


KATA PENGANTAR

 Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunianya sehingga kami dapat
merangkai makalah tentang Sanksi Pajak ini.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara


Peradilan Pajak. Selain itu, maklah ini bertujuan untuk menambah
wawasan tentang sanksi pelanggar pajak, wewenang serta fungsi fiskus
dalam hal pengawasan dan pembinaan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Fathan Ansori,


S.H.,M.H. selaku dosen Hukum Acara Peradilan Pajak. Terimakasih juga
kepada seluruh pihak yang telah membantu dan ikut serta menyelesaikan
makalah ini.

Banjarmasin, 10 Oktober  2022

Kelompok 6

II
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................3

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sanksi pajak sendiri dikenakan bagi Wajib Pajak yang tidak


mematuhi ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Pengenaan sanksi pajak
hingga saat ini diatur dalam UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Sanksi pajak ada karena entitas wajib pajak baik pribadi maupun
badan melanggar aturan perpajakan sesuai dengan ketentuan umum
perpajakan yang tertuang dalam Undang-Undang. Beberapa pelanggaran
yang sering dilakukan oleh entitas wajib pajak antara lain lupa membayar
dan melaporkan pajak, menunda pembayaran pajak, dan telat
menyampaikan SPT Pajak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat ditarik


permasalahan-permasalahan yang timbul dalam penelitian ini. Adapun
pertanyaan yang timbul adalah:

1. Apakah saja sanksi pajak yang dimaksud?

2. Siapa saja yang membina dan mengawasi jalannya pemungutan


pajak di Indonesia?

C. Tujuan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum


Acara Peradilan Pajak. Selain itu, maklah kami juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang sanksi pelanggar pajak, serta pembinaan
dan pengawasan yang menjadi fungsi dari fiskus.

II
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan


perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti, ditaati
dan dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan
(Mardiasmo, 2016:62).

B. Jenis-Jenis Sanksi Perpajakan

Mardiasmo (2016:62) menyatakan sanksi perpajakan merupakan


jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang–undangan perpajakan
(normaperpajakan) akan dituruti, ditaati, dipatuhi atau bisa dengan kata
lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib
pajak tidak melanggar norma perpajakan.

Secara umum, ada 2 jenis sanksi perpajakan yaitu sanksi administratif dan
sanksi pidana.

a) Sanksi Administrasi
1. Sanksi Administrasi Berupa Denda
2. Sanksi Administrasi Berupa Bunga
3. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan

b) Sanksi Pidana
1. Denda Pidana
2. Pidana Kurungan
3. Pidana Penjara

C. Pengertian Fiskus

Fiskus atau yang bisa disebut juga dengan Aparatur Pajak atau
Pejabat Pajak. Fiskus merupakan orang ataupun badan yang memiliki
tugas untuk dapat melakukan pemungutan pajak atau iuran terhadap
Wajib Pajak.

Meskipun pada umumnya di Indonesia yang kita kenal sebagai


fiskus ini adalah seorang aparatur pajak yang mengelola pungutan pajak
bagi Wajib Pajak, namun perlu diketahui bahwa istilah fiskus ini sendiri
tidak tercantum di dalam peraturan perpajakan.

II
Istilah fiskus ini juga kerap kali disangkut pautkan dengan petugas
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dimana memang para petugas pajak yang
berada dibawah naungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan
pihak yang diberikan wewenang oleh Undang-Undang (UU) untuk dapat
melaksanakan dan juga menjalankan hal-hal yang berkaitan dengan
pemungutan pajak.

Namun, dalam konteks lainnya apabila istilah fiskus dikaitkan


dengan pajak daerah, maka istilah ini dapat merujuk kepada aparatur
yang berada di dalam organisasi perangkat daerah dan memiliki
kewenangan untuk dapat mengurus dan mengelola serta
mengkoordinasikan hal-hal yang berkaitan dengan pemungutan pajak
daerah. Pajak yang dipungut dan dikelola oleh fiskus ini akan digunakan
untuk pengeluaran rutin atau belanja negara dan dapat membantu untuk
pembangunan nasional, serta penyelenggaraan pemerintahan.

Pada dasarnya, pejabat pajak yang memiliki wewenang untuk


dapat memungut dan mengelola pajak di Indonesia adalah:

1. Direktorat Jenderal Pajak


2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
3. Gubernur/Bupati/Walikota
4. Pejabat yang telah ditunjuk untuk menjalankan atau
melaksanakan peraturan Undang-Undang (UU) perpajakan.

D. Tugas dan Wewenang Pejabat Pajak (Fiskus)

1. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

Surat Ketetapan Pajak yang dapat diterbitkan oleh fiskus adalah


terkait dengan penyetoran atau penagihan pajak, baik itu pajak negara
maupun pajak daerah. Kecuali untuk pajak negara yang berkaitan dengan
Bea Materai, Bea Masuk, dan Cukai.

2. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak

Surat ini merupakan surat yang digunakan oleh pejabat pajak untuk
dapat melakukan penagihan pajak atau sanksi administrasi dan denda
kepada Wajib Pajak. Surat Tagihan Pajak ini bersifat memaksa dan Wajib
Pajak tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan keberatan.

II
3. Menerbitkan Keputusan

Fiskus atau pejabat pajak memiliki kewenangan untuk menerbitkan


keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan pajak negara (pusat) atau
pajak daerah, khususnya adalah pajak yang berkaitan dengan Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM).

4. Melakukan Pemeriksaan

Pemeriksaan ini terkait dengan serangkaian kegiatan untuk dapat


mencari, mengumpulkan, mengolah data, atau keterangan lainnya
berkaitan dengan pemenuhan kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan
hak dan kewajiban perpajakannya atau dengan tujuan lain untuk
melaksanakan ketentuan yang berlaku pada Undang-Undang (UU)
perpajakan.

5. Melakukan Penyegelan

Kegiatan penyegelan dilakukan oleh fiskus dengan tujuan


mengamankan atau mencegah hilangnya catatan, buku, dan dokumen
yang berhubungan dengan ketentuan perpajakan. Penyegelan ini biasanya
dilakukan karena adanya ketidakpatuhan yang dilaksanakan oleh Wajib
Pajak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) perpajakan yang
berlaku. Perlu diketahui, bahwa penyegelan ini hanya dapat dilakukan
kepada Wajib Pajak terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM).

6. Melakukan Pengangkatan Pejabat untuk Melaksanakan Peraturan


Undang-Undang (UU) Perpajakan.

Dengan adanya pengangkatan pejabat ini diharapkan dapat


meningkatkan efisiensi kerja agar pelaksanaan kegiatan perpajakan dapat
berjalan dengan baik. Pengangkatan pejabat ini adalah berkaitan dengan

II
Petugas Pajak dan juga Jurusita Pajak. Petugas Pajak yang diangkat
adalah berasal dari dari dalam maupun luar Direktorat Jenderal Pajak
(DJP).

E. Hak Fiskus

1. Berhak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan


melakukan pengukuhan pada Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara
jabatan.
2. Berhak menerbitkan surat tagihan pajak.
3. Berhak melakukan pemeriksaan dan penyegelan.
4. Berhak melakukan penyidikan.
5. Berhak untuk menerbitkan surat paksa dan juga melaksanakan
penyitaan.

F. Fungsi Pembinaan

Pembinaan adalah upaya aktif yang dilakukan oleh Direktorat


Jenderal Pajak dengan memberikan bimbingan terhadap Wajib Pajak
Orang Pribadi Baru agar mengetahui dan memahami serta melaksanakan
hak dan kewajiban di bidang perpajakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Pembinaan pengadilan pajak dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU No.
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan “Pembinaan teknis
peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung” dan
pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan bagi pengadilan pajak
dilakukan oleh Departemen Keuangan. Dengan demikian, pengadilan
pajak memiliki dua instansi pembina, yakni Mahkamah Agung dan
Kementerian Keuangan. Kondisi ini tentu saja dapat mempengaruhi
independensi Pengadilan Pajak.

Selain itu, pembinaan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan


juga bertentangan dengan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

II
Kehakiman pasal 21 ayat (1) yang menyatakan “Organisasi, administrasi,
dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada
dibawahnya, berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung”.

G. Fungsi Pengawasan

Pengawasan kepatuhan Wajib Pajak merupakan salah satu fungsi


yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam rangka menjalankan
fungsi tersebut, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan beberapa Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur proses bisnis pengawasan
kepatuhan Wajib Pajak, yang antara lain berupa:

1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.33/2000


tentang Penerbitan Surat Teguran (SE-03/PJ.33/2000);
2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2007
tentang Optimalisasi Pemanfaatan Data Perpajakan
(SE-26/PJ/2007);
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ/2012
tentang Pengawasan Pembayaran Masa (SE-27/PJ/2012);
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2015
tentang Pengawasan Wajib Pajak Baru (SE-37/PJ/2015);
5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2015
tentang Pengawasan Wajib Pajak dalam Bentuk Permintaan
Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, dan Kunjungan
(Visit) Kepada Wajib Pajak (SE-39/PJ/2015);
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2015
tentang Pelaksanaan Operasional Tim Pusat Analisis Perpajakan
(SE-62/PJ/2015);
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-49/PJ/2016
tentang Pengawasan Wajib Pajak Melalui Sistem Informasi (SE-
49/PJ/2016); dan

II
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ/2020
tentang Kebijakan Pengawasan dan Pemeriksaan dalam Rangka
Perluasan Basis Data (SE-07/PJ/2020).

Seiring dengan dinamika perkembangan yang terjadi, perubahan


organisasi dan tata kerja instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak, dan
berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi, serta memperhatikan
masukan dari para pemangku kepentingan, perlu dilakukan
penyempurnaan atas proses bisnis pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.

Penyempurnaan tersebut diarahkan pada penajaman proses bisnis


pengawasan, pengakomodasian perkembangan teknologi informasi, dan
penyelarasan dengan proses bisnis Direktorat Jenderal Pajak lainnya,
antara lain pemeriksaan, intelijen, penegakan hukum, dan proses bisnis
lainnya.

Lebih lanjut, penyempurnaan proses bisnis pengawasan kepatuhan


Wajib Pajak dilakukan dengan menyatukan ketentuan yang terdapat
dalam SE-03/PJ.33/2000, SE-27/PJ/2012, SE-26/PJ/2007, SE-37/PJ/2015,
SE-39/PJ/2015, SE-62/PJ/2015, SE-49/PJ/2016, dan SE-07/PJ/2020 dalam
suatu Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, serta menyelaraskannya
dengan ketentuan yang terdapat dalam beberapa Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak, antara lain:

1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2015


tentang Pedoman Administrasi Pembangunan, Pemanfaatan,
dan Pengawasan Data;
2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ/2018
tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan
Pajak;
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018
tentang Kebijakan Pemeriksaan;

II
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ/2019
tentang Tata Cara Ekstensifikasi;
5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ/2019
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Intelijen Perpajakan
dan Pengamatan;
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ/2020
tentang Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan dan Penjaminan
Kualitas Data dalam Rangka Perluasan Basis Pajak;
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2021
tentang Implementasi Compliance Risk Management dan
Business Intelligence; dan
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2022
tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan
Pendataan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.

Penyelarasan tersebut diperlukan untuk memberikan keseragaman dan


kesinambungan dalam pelaksanaan proses bisnis pengawasan kepatuhan
Wajib Pajak.

Berdasarkan pertimbangan yang telah diuraikan, perlu disusun Surat


Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur proses bisnis pengawasan
kepatuhan Wajib Pajak dengan menggunakan pendekatan end-to-end,
yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, tindak lanjut, serta
pemantauan dan evaluasi pengawasan, untuk memberikan suatu
pendekatan yang komprehensif dalam rangka mewujudkan kepatuhan
Wajib Pajak yang berkelanjutan atas ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, serta untuk mendukung tercapainya penerimaan
pajak yang optimal.

II
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan


perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti, ditaati
dan dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan
(Mardiasmo, 2016:62).

Fiskus atau yang bisa disebut juga dengan Aparatur Pajak atau
Pejabat Pajak. Fiskus merupakan orang ataupun badan yang memiliki
tugas untuk dapat melakukan pemungutan pajak atau iuran terhadap
Wajib Pajak.

Pada dasarnya, pejabat pajak yang memiliki wewenang untuk


dapat memungut dan mengelola pajak di Indonesia adalah:

1. Direktorat Jenderal Pajak


2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
3. Gubernur/Bupati/Walikota
4. Pejabat yang telah ditunjuk untuk menjalankan atau
melaksanakan peraturan Undang-Undang (UU) perpajakan.

Pajak yang dipungut dan dikelola oleh fiskus ini akan digunakan
untuk pengeluaran rutin atau belanja negara dan dapat membantu untuk
pembangunan nasional, serta penyelenggaraan pemerintahan.

B. Kritik dan Saran

Perbaikan mutu pelayanan secara berkesinambungan sebagai


bentuk profesionalisme merupakan hal yang mutlak harus dilakukan oleh
perangkat kerja dan sistem pengelolaan/manajemen dalam hal ini kinerja
Account Representative (AR) berfungsi untuk menjembatani antara KPP
dengan Wajib Pajak.

II
Dari hasil survey kepuasan pelanggan diketahui bahwa fungsi
bimbingan, konsultasi, dan pembinaan kepada Wajib Pajak belum
dirasakan optimal sehingga perlu dilakukan konsolidasi internal yang
konsisten dan berkelanjutan sehingga dapat mewujudkan pelayanan
prima.

II
DAFTAR PUSTAKA

https://www.rusdionoconsulting.com/jenis-jenis-sanksi-pajak-yang-wajib-
anda-ketahui/

https://www.rusdionoconsulting.com/jenis-jenis-sanksi-pajak-yang-wajib-
anda-ketahui/

II

Anda mungkin juga menyukai