Anda di halaman 1dari 16

HUKUM PAJAK

KELOMPOK Vlll

DISUSUN OLEH:

1. NOTRISIA M. MAUTUKA ( 20310071 )

2. KRISTIANUS NARA ( 20310034 )

3. NELIS TARRU ( 20310083 )

4. LIBERIUS NONO ( 20310227 )

5. YOHAN GOPA ( 20310081 )

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA

KUPANG
2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan

karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas HUKUM PAJAK

Adapun tujuan dari penulisan dari tugas ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

HUKUM PAJAK. Dalam pengerjaan tugas ini Saya menyadari bahwa, apa yang sudah

dituangkan jauh dari kesempurnaan dengan demikian kritik dan saran dari pembaca yang bersifat

membangun sangat saya harapkan demi perbaikan dalam tugas- tugas selanjutnya.

Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada yang membantu saya, dengan caranya

masing- masingdalam penulisan tugas ini.

Kupang, 09 September 2022

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. I

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… II

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ………………………………………………….…… 1

B. RUMUSAN MASLAH……………………………………………….……… 2

C. TUJUAN ……………………………………………………………….……. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Yang Akan Terjadi Jika Masyarakat Menolak Untuk Membayar pajak ….….. 4
B. Kondisi Yang Menyebabkan SPT Dianggap Tidak Tersampai .....……………5
C. Eksistensi Pengadilan Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak ..…………. 6

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN………………………………………………………………..12

B. SARAN ………………………………………………………………...……..13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar bagi negara. Sebagaimana
diuraikan oleh Boedijono Bahwa pemerintah memiliki peran dalam pengelolaan
keuangan baik dari tingkat pusat sampai daerah. Salah satu peran pemerintah adalah
mengelola Anggaran pendapatan Belanja Negara(APBN), yang salah satu bersumber dari
pajak. Pajak dikenakan terhadap orang pribadi maupun badan usaha. Sebelum
menjalankan kewajiban perpajakan,orang pribadi atau badan perlu memiliki identitas
yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang biasa disebut
dengan Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP).
NPWN merupakan suatu tanda identitas bagi wajib pajak dalam rangka
pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, khususnya yang berkaitan dengan pajak
penghasilan. Menurut Undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP)
Nomor 6 Tahun 1983 stdd Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
peraturan perpajakan, pada Bab II pasal 2 menjelaskan bahwa setiap wajib pajak yang
telah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagimana yang dimaksud dalam KUP,
maka hendaknya segera mendaftar diri mejadi wajib pajak untuk memperoleh NPWP.
Pajak mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penerimaan negara non
migas. Berdasarkan sudut pandang fiskal, pajak adalah penerimaan negara yang
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip dasar
menghimpun dana yang diperoleh dari dan untuk masyarakat melalui mekanisme yang
mengacu pada peraturan perundang-undangan. Pajak memegang peranan yang sangat
penting bagi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, karena pajak
merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial. Kontribusi
penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita dari
tahun ke tahun semakin besar. Penerimaan pajak ini digunakan untuk membiayai
pembangunan nasional, pertahanan dan keamanan serta penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagimana dampak permasalahan kenaikan pada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran?
2. Mengapa pemerintah melakukan pemeriksaan pajak padahal wajib pajak sudah
melakukan pembayaran dan pelaporan pajak?
3. Apakah ada kendala lain dalam proses penyelesaian sangketa pajak dipengadilan
pajak!
C. Tujuan
Untuk mengetahui bentuk-bentuk terjadinya penyebab permasalahan wajib pajak

1
2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Penyebab Jika Masyarakat Menolak Untuk Membayar Pajak


◆ MASALAH
Pajak bersifat wajib dan memaksa, maka negara menetapkan sanksi bagi wajib
pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak dan/atau dengan sengaja menolak
membayar pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 telah dijelaskan wajib
pajak yang menolak untuk bayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana 1.
Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga dan sanksi
kenaikan. Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan
dengan kewajiban pelaporan. Sanksi berupa pengenaan bunga ditujukan bagi wajib pajak
yang membayar pajaknya setelah jatuh tempo dan akan dikenakan denda sebesar 2% (dua
persen) per bulan terhitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Dan
yang terakhir, sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran tertentu, seperti tindak pemalsuan data dengan mengecilkan jumlah
pendapatan pada SPT setelah lewat 2 (dua) tahun sebelum terbit 2SKP.
Dari pernyataan diatas maka bagimana dampak permasalahan kenaikan wajib
pajak yang melakukan pelanggaran?

◆ JAWABAN

Ketidakpatuhan Wajib Pajak menandai bahwa ketidakpatuhan perpajakan


merupakan masalah yang sangat serius dan kompleks, Walaupun pelayanan pajak di
Indonesia saat ini sudah dipermudah dan sanksi sudah ditetapkan namun masih ada Wajib
Pajak yang melakukan kecurangan berupa penggelapan pajak (tax evasion). Sanksi ataupun

1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 telah dijelaskan wajib pajak yang menolak untuk bayar
pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dikenakan
sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana
2 SKP.(surat ketetapan pajak)

1
denda yang diberikan oleh pemerintah bisa saja dengan mudah untuk dihindari karena
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kewajiban untuk membayar pajak dan kurang
tegasnya sanksi yang dibuat oleh pemerintah.

Kemauan wajib pajak untuk membayar pajak juga dimotivasi oleh pelayanan fiksus.
Hasil riset menunjukan bahwa rendahnya kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih jauh dari
harapan dan harus ditingkatkan. Semakin intensifnya kajian ketidakpatuhan wajib pajak
menandai bahwa ketidakpatuhan perpajakan merupakan masalah yang serius dan kompleks.
Walapun pelayanan pajak diindonesia saat ini sudah dipermudahkan dan sanksi sudah ditetapkan
namun masih ada wajib pajak yang melakukan kecuranggan berupa pengelapan pajak. Sanksi
ataupun denda yang diberikan oleh pemerintah bisa saja dengan mudah untuk dihindari karena
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kewajiban untuk membayar pajak dan kurang
tegasnya sanksi yang dibuat oleh pemerintah.

ketidakmengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet menghitung dan
melaporkannya. Namun masih ada upaya yang dapat dilakukan sehingga masyarakat sadar
sepenuhnya untuk membayar pajak dan ini bukan sesuatu yang mustahil terjadi.

Pajak, disukai atau tidak merupakan elemen penting untuk jalannya suatu negara dan
pemerintahan. Terlepas dari berbagai pendapat yang molak pajak, kewajiban warga negara
adalah membayar pajak, bila tidak membayarnya atau bahkan berusaha menghindari pajak
dengan cara yang tidak benar, maka terkena sanksi dan hukuman baik denda maupun pidana.

Pengenaan sanksi perpajaakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak


dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pemberian sanksi yang memberatkan wajib
pajak bertujuan untuk memberikan efek jera sehingga tercipta kepatuhan pajak. Masyarakat juga
harus sadar berapa pajak yang telah dipungut di daerahnya dan berapa yang 3dialokasikan
kembali ke daerahnya untuk pembangunan dan operasional pemerintah daerahnya. Orang bijak
taat bayar pajak, lunasi pajaknya dan awasi penggunaannya.

3
3 dialokasikan ( menentukan banyaknya barang yang disediakan untuk suatu tempat)
2
◆ SOLUSI DARI MASALAH

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak, dibutuhkan strategi-strategi


yang tepat.

• Strategi pertama adalah memperbaiki pelayanan agar Wajib Pajak mau membayar
pajak secara sukarela. Perbaikan pelayanan perlu dilakukan karena dalam praktik di
lapangan masih ada ketidakpuasan terhadap pelayanan pemungutan pajak. Perbaikan
pelayanan kiranya dapat dilakukan dengan cara memberikan kemudahan dalam hal
pemenuhan kewajiban pajak. diharapkan dapat mendorong Wajib Pajak untuk
melangkah ke kantor pajak.

• Strategi kedua adalah meningkatkan jumlah tenaga pemeriksa di Direktorat Jenderal


Pajak untuk memperbaiki kualitas penegakan hukum. Hal ini diharapkan dapat
menimbulkan efek jera terhadap masyarakat sehingga dapat menghasilkan penerimaan
pajak yang berkelanjutan.

• Strategi ketiga adalah melakukan kegiatan sosialisasi maupun edukasi secara


berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran atas pentingnya membayar pajak. Hal ini
dapat dilakukan melalui sosial media.

• Strategi keempat adalah melakukan internalisasi nilai-nilai Kementerian Keuangan


untuk menguatkan moral dan integritas pegawai pajak dalam menjalankan tugas secara
profesional. Dengan langkah ini, diharapkan citra Good Governance dapat terbentuk di
masyarakat.

3
2. Kondisi Yang Menyebabkan SPT Dianggap Tidak Tersampaikan
◆ MASALAH

Setiap Wajib Pajak wajib hukumnya mengisi, menandatangani, dan


menyampaikan Surat Pemeritahuan (SPT). Kewajiban ini tercantum di Pasal 3
ayat (1) Undang-undang KUP. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, jelas,
dalam bahasa Indonesia, menggunakan huruf Latin, angka Arab, dan satuan
mata uang Rupiah.
Pasal 3 ayat (7) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP) terkait ketentuan SPT 4 dianggap tidak disampaikan. Dalam beleid
tersebut disebutkan 3 kondisi yang bisa membuat SPT yang dilaporkan oleh
wajib pajak dianggap tidak tersampaikan. Pada beleid tersebut dikatakan
apabila SPT tidak bisa disampaikan Direktur Jenderal Pajak wajib untuk
memberitahukan kepada wajib pajak.
3 kondisi yang bisa membuat SPT dianggap tidak disampaikan oleh wajib
pajak, yaitu:
1. SPT tidak ditandatangani. Pasal 7 dari PMK tersebut, mengatakan
apabila wajib pajak atau kuasa wajib pajak tidak menandatangani
SPT, maka SPT akan dianggap tidak disampaikan. Khusus untuk
penandatanganan kuasa wajib pajak, harus melampirkan surat
kuasa khusus sesuai dengan ketentuan dalam peraturan undang-
undang bidang perpajakan. Tanda tangan pun bisa dilakukan
dengan cara tanda tangan biasa, tanda tangan stempel, atau tanda
tangan elektronik digital.
2. SPT tidak dilampirkan dokumen. Dalam SPT, tidak dilampirkan
dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
undang-undang bidang perpajakan. Apabila tidak dilengkapi oleh
lampiran dokumen yang menjadi syarat, maka SPT akan tidak

4 SPT (surat pemberitahuan)

4
dianggap oleh DJP5. Sehingga SPT tersebut hanya akan dianggap
sebagai data perpajakan oleh DJP.
3. SPT lebih bayar yang penyampaiannya setelah 3 tahun berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Wajib pajak
akan ditegur secara tertulis dan SPT tidak akan dianggap telah
disampaikan.

Mengapa pemerintah melakukan pemeriksaan pajak padahal wajib pajak sudah


melakukan pembayaran dan pelaporan pajak?

◆ JAWABAN
Dapat dipastikan Penyampaian SPT dilakukan setelah direktur jenderal pajak
memeriksa, memberikan bukti permulaan dengan terbuka, atau diterbitkannya surat
ketetapan pajak. Pemeriksaan tersebut dilaksanakan pada tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Pajak diberikan pada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota
keluarga yang sudah dewasa. Pemeriksaan juga bisa lakukan pada saat tanggal wajib
pajak. Sedangkan untuk pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, dilakukan pada
saat surat pemberitahuan pemeriksaan bukti permulaan diberikan kepada wajib pajak.
Peningkatan nilai dari penerimaan PPN diikuti dengan peningkatan nilai self
assessment system dan penurunan nilai penerimaan PPN diikuti pula dengan
penurunan nilai self assessment system 6.
Dengan diterapkannya self assessment system, maka akan mendorong wajib pajak
untuk dapat lebih percaya dengan mekanisme perpajakan di DJP sehingga
pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan baik oleh wajib pajak
baik menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dan seluruhnya
dipertanggungjawabkan di dalam SPT. Self assessment system menyebabkan
timbulnya tunggakan pajak. Dalam mengatasi masalah tersebut maka dilaksanakan
pemeriksaan dan penagihan pajak.

5DJP(Direktor Jendral Pajak)


6Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib
pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku

5
Pemeriksaan pajak perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya kecurangan yang
dilakukan oleh wajib pajak dan juga mendorong mereka untuk membayar pajak
dengan jujur sesuai ketentuan yang berlaku. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dalam hal ini merupakan penerimaan
PPN.

◆ SOLUSI
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. Mengisi Surat Pemberitahuan maksudnya
adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai
dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Data yang diisikan pada formulir SPT tersebut sebaiknya
diperiksa beberapa kali karena jika terjadi salah pengisian atau data yang berbeda bisa
dianggap sebagai penyimpangan

6
3. Eksistensi Pengadilan Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak

◆ MASALAH
Pengadilan Pajak merupakan sebuah lembaga peradilan yang tujuan
utamanya ialah menegakkan keadilan berdasarkan prinsip rule of low. Sudah sepatutnya
punya kemandirian, merdeka, dan tidak memihak dalam memeriksa dan memutus suatu
perkara. Dalam prakteknya banyak pihak yang meragukan Pengadilan Pajak karena
struktur dan kedudukannya dinilai tidak independen. Dengan adanya dualisme
pembinaan akan mempengaruhi kemandirian dan independensi Pengadilan Pajak karena
pada wilayah tersebut menimbulkan kontradiksi yaitu Kementerian Keuangan yang
seharusnya menjalankan fungsi eksekutif tetapi ketika ikut mengawasi dan membina
Pengadilan Pajak maka secara otomatis mengambil peran sebagai lembaga yudikatif.
Padahal antara lembaga eksekutif dan yudikatif tersebut seharusnya terpisah, melakukan
fungsinya masing-masing, dan saling mengontrol atau mengawasi satu dengan yang
lainnya (checks and balances).
Prinsip penyelesaian perkara dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Hal ini
mengingat bahwa potensi sengketa pajak ini sangat besar karena jumlah wajib pajak
semakin banyak yang berada tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Disamping jumlah
wajib pajak yang dari tahun ketahun semakin banyak, rentang jarak wilayah Indonesia
dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote sangatlah jauh dari
Jakarta. Seperti halnya wajib pajak yang ada di Jayapura misalnya, apabila yang
bersangkutan tidak puas dengan Surat Ketetepan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak
(STP) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak di Jayapura, tentu jarak antara
Jayapura dan Jakarta sangatlah jauh. Wajib Pajak akan keluar ongkos yang lumayan
besar baik untuk biaya transportasi, akomodasi dan butuh waktu yang lebih lama
daripada jikalau Pengadilan Pajak ada didaerah tempat wajib pajak berada, minimal di
Ibu Kota Provinsi
jika pengadilan pajak suatu wilayah menimbulkan kontradiksi terhadap
kementrian keuangan yang mengambil dua peran sekaligus,

7
Apakah ada kendala lain dalam proses penyelesaian sangketa pajak
dipengadilan pajak!

◆ JAWABAN DARI MASALAH

Kendala lain dalam proses peyelesaian sengketa pajak di Pengadilan Pajak adalah
ketentuan mengenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) jika
banding wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian. Ketentuan ini tidak diatur dalam
UU No.14 Tahun 2002 tetapi diatur dalam Pasal 27 ayat (5d) UU No. 28 Tahun 2007
tentang KUP.

Kekuasaan kehakiman mestinya bersifat mandiri dan independen dari pengaruh


cabang-cabang kekuasaan lainnya. Prinsip pemisahan kekuasaan menghendaki para
hakim dapat bekerja secara independen atau bebas dari pengaruh kekuasaan legislatif dan
eksekutif. Hakim harus independen dalam memeriksa dan memutus perkara yang
dihadapinya. Bahkan dalam memahami dan menafsirkan peraturan perundang-undangan
pun hakim juga harus independen dari pendapat para ahli hukum dan masyarakat,
termasuk independen dari kehendak politik para perumus peraturan perundang-undangan.
Dualisme pembinaan di Pengadilan Pajak bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) UUD
NRI Tahun 1945, bahwa: kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan adalah keuasaan
kehakiman yang merdeka untuk meneggakkan hukum dan keadilan. Juga bertentangan
dengan Pasal 21 UU No. 48 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa: Mahkamah Agung
merupakan pucuk tertinggi kekuasaan kehakiman di Indonesia.

Apabila kita melihat lebih lanjut bahwa penerapan sanksi denda dalam tingkat
banding ini bertentangan dengan konsiderans huruf c UU Pengadilan Pajak yang
menyatakan bahwa sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan
prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana dan juga tidak sesuai dengan asas-
asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu asas peradilan dilakukan dengan
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pengenaan sanksi denda ini menyebabkan proses
pengajuan banding menjadi tidak murah lagi. Padahal pengajuan keberatan dan banding
adalah hak dari semua Wajib Pajak yang ingin mendapatkan keadilan, justru mereka
merasa takut, dan khawatir dengan ancaman yang bernama sanksi administrasi berupa

8
denda. Wajib Pajak akan berpikir dan berhitung sebelum mereka memutuskan untuk
menyelesaikan sengketa pajak melalui proses banding di Pengadilan Pajak.

◆ SOLUSI

Mahkamah Agung melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap semua lembaga


peradilan baik pembinaan dibidang teknis-yudisial maupun dibidang organisasi, administrasi dan
keuangan. Adanya dualisme dalam pembinaan Pengadilan Pajak dinilai kurang tepat karena tidak
seirama dengan agenda reformasi, yang mana menginginkan penyatuatapan pembinaan
pengadilan secara menyeluruh termasuk hakim hakim, dan panitera-paniteranya. Oleh karenanya
pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan pada Pengadilan Pajak yang selama ini masih
berada di Kementrian Keuangan seharusnya segera disatukan dengan pembinaan teknis-
yudisialnya di Mahkamah Agung.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara terbesar yang diperoleh dari
kontribusi rakyat yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk kemakmuran negara. Wajib pajak
mempunyai kewajiban melaporkan dan membayar pajak terhutang sesuai undang-undang
perpajakan termasuk pajak penghasilan pasal 21 yang dikenakan atas penghasilan, berupa
gaji, honorarium, upah, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh
pegawai sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, jabatan dan kegiatan. wajib pajak dapat
dikatakan patuh jika tidak pernah menunggak pajak, membayar dan melaporkan pajak tepat
waktu serta taat peraturan perundang-undangan perpajakan.
Karena pajak bersifat wajib dan memaksa, maka negara menetapkan sanksi bagi wajib
pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak dan/atau dengan sengaja menolak membayar
pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 telah dijelaskan wajib pajak yang
menolak untuk bayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana Seringkali
masyarakat terlambat atau dengan sengaja lupa untuk membayar pajak.
Dalam upaya untuk menyelesaikan sengketa pajak di Pengadilan Pajak, ada beberapa
kendala seperti tempat kedudukan Pengadilan Pajak yang hanya ada di Ibukota Negara.
Wajib Pajak harus rela keluar biaya lebih untuk biaya transportasi, dan akomodasi serta
korban waktu yang lebih banyak. Kendala lainnya adalah adanya sanksi administrasi berupa
denda sebesar 100% (seratus persen) jika bandingnya ditolak atau dikabulkan sebagian.
Kendala-kendala ini tentunya tidak sesuai dengan konsiderans menimbang huruf c Undang-
Undang Pengadilan Pajak dan juga tidak sejalan dengan asas penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yaitu asas Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Suparnyo, S. (2012). HUKUM PAJAK. Semarang: penerbit pustaka Magister.

pajak, D. j. (2010). Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan. Universitas Jember: 2010.

11

Anda mungkin juga menyukai