Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

PERPAJAKAN

Mata kuliah: Administrasi Keuangan Publik

Dosen pengasuh:

1. Dr. Petrus Kase, M.Soc,Sc, 2. Dr. Petrus E. de Rozari, M.Si, dan


3. Dr. Anthon S.Y. Kerihi, M.Si

Oleh:

Fanderio Rafael Banunaek

2211022009

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2023

i
PERPAJAKAN
1. Mengapa masyarakat umumnya enggan membayar pajak?
Kesadaran masyarakat tentang arti dan pentingnya pajak menjadi salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam sektor perpajakan. Pajak mempunyai peranan penting bagi Negara dalam
melaksanakan pembangunan. Pajak merupakan pemasukan Negara yang akan digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penggunaan pajak dalam pembangunan juga
diatur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat dalam membayar pajak.
a) Menurut Siti Rustyaningsih (2011) menyatakan bahwa pemahaman masyarakat
tentang Self Assessment System berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
pribadi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan pajak penghasilan.
Self Assessment System memberikan kewenangan tersendiri terhadap wajib pajak
dalam menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak terhutang wajib
pajak kepada negara. Kedisplinan, kesadaran dan kejujuran setiap wajib pajak menjadi
hal pokok yang harus dimiliki setiap wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan sesuai dengan pertauran yang berlaku.
b) Kualitas pelayanan
Menurut Chen dan Tan dalam Ussahawanihakit (2008) menyatakan bahwa kualitas
pelayanan merupakan perbandingan antara apa yang diharapkan oleh pelanggan
dengan apa yang diperolehnya. Pelanggan pada umumnya memerlukan produk barang
atau jasa yang dapat diterima dan dinikmati dengan pelayanan baik dan memuaskan.
Kualitas pelayanan yang baik apabila pelayanan yang diberikan suatu organisasi atau
perusahaan dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Menurut Sanjaya (2014) menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Pelayanan perpajakan di
dinas terkait dapat meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan agar wajib pajak
merasa puas dalam menerima pelayanan perpajakan.
c) Tingkat pendidikan
Menurut Siti Rustyaningsih (2011) tingkat pendidikan masyarakat yang lebih tinggi
berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku khususnya di bidang perpajakan. Rendahnya tingkat

1
pendidikan dapat dilihat dengan belum jelasnya pembukuan ganda terutama untuk
kepentingan perpajakan.
Menurut Putri (2016) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Tetapi masyarakat dengan
tingkat penddikan yang tinggi belum tentu mampu untuk mengisi SPT dengan benar.
Oleh karena itu perlu adanya pengingkatan kemampuan wajib pajak tentang
perpajakan sehingga wajib pajak dapat melaksanakan kewajibannya dalam membayar
pajak sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku.
2. Apa upaya progresif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan
negara/daerah dari pajak?
Menurut data Direktorat Jenderal Anggaran (2014) menyatakan bahwa penerimaan pajak
paling besar dari Pajak Penghasilan (PPh) non migas sebesar 510,2 triliun rupiah. PPh non
migas terdiri dari PPh orang pribadi dan PPh badan. Setiap tahun pihak Direktorat Jenderal
Pajak mengoptimalkan penerimaan pajak terutama dari pajak penghasilan.
Usaha yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak yaitu dengan melakukan penyempurnaan
sistem administrasi perpajakan, perluasan basis pajak termasuk pada sektor-sektor yang
selama ini tidak banyak digali potensinya seperti Usaha Kecil Menengah (UKM), bekerja
sama dengan institusi lain, penguatan penegakan hukum bagi penghindar pajak, dan
melakukan ekstensifikasi wajib pajak orang pribadi berpendapatan tinggi dan menengah.
Ekstensifikasi adalah upaya aktif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
menambah jumlah wajib pajak terdaftar dan memperluas basis data perpajakan. Dalam ini,
Direktorat Jenderal Pajak akan mengidentifikasi jumlah pekerja aktif dan mendaftarkannya
sebagai Wajib Pajak.
Menurut SE-51/PJ/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak
Nomor PER-35/PJ/2013 tentang Tata Cara Ekstensifikasi, menjelaskan bahwa KPP
melakukan ekstensifikasi dengan cara:
a. Mendatangi Wajib Pajak
Kegiatan ekstensifikasi yang pertama adalah dengan cara mendatangi wajib pajak.
Kegiatan ini dilakukan dengan cara petugas ekstensifikasi menyusun daftar wajb pajak
yang belum terdaftar namun telah memenuhi syarat subjektif dan objektif ke dalam Daftar
Sasaran Ekstensifikasi (DSE). Petugas ekstensifikasi mendatangi lokasi wajib pajak sesuai

2
dengan Daftar Penugasan Ekstensifikasi (DPE). Apabila ditemukan fakta di lapangan
tentang wajib pajak yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh NPWP tetapi belum
memiliki NPWP, maka petugas ekstensifikasi memberikan formulir untuk pendaftaran
NPWP. Kegiatan ini harus didukung dengan jumlah tenaga sumber daya manusia yang
memadai agar dapat menjangkau seluruh wilayah secara luas.
b. Melalui Pemberi Kerja/Bendaharawan Pemerintah
Kegiatan ekstensifikasi perpajakan yang kedua adalah melalui pemberi
kerja/Bendaharawan Pemerintah. Kegiatan ini dilakukan dengan cara petugas
ekstensifikasi melakukan koordinasi dengan pemberi kerja/Bendaharawan Pemerintah
untuk menyampaikan Surat Permintan Daftar Nominatif, memberikan penjelasan prosedur
pendaftaran untuk memperoleh NPWP, dan memberikan formulir pendaftaran yang diisi
dan ditandatangani pengurus, pemegang saham, komisaris, dan karyawan yang memilik
penghasilan diatas PTKP tetapi belum memiliki NPWP. Petugas ekstensifikasi meneliti
Daftar Nominatif dan formulir pendaftaran, serta dokumen yang disyaratkan sebagai
permohonan pendaftaran wajib pajak.
c. Mengirimkan Surat Imbauan kepada Wajib Pajak
Kegiatan ekstensifikasi perpajakan yang ketiga dengan cara mengirimkan surat imbauan
kepada wajib pajak. Lokasi wajib pajak yang tidak dapat dijangkau oleh petugas
ekstensifikasi akan menerima surat imbauan yang dikirim oleh petugas ekstensifikasi ke
alamat wajib pajak yang telah tercantum dalam Daftar Penugasan Ekstensifikasi Surat
Imbauan (DPESI) untuk segera mendaftarkan diri memperoleh NPWP.
3. Terkait prinsip efisiensi dalam perpajakan
Efisiensi adalah pemakaian sumber daya secara minimal untuk mencapai hasil terbaik
(optimal). Semakin sedikitnya input maka semakin tinggi pula tingkat efisiensi.
Menurut Talondong et al (2018) menyatakan bahwa efisiensi pajak adalah menghitung alokasi
penghasilan pajak yang dipakai dalam menutupi biaya pemungutan pajak yang terkait.
Efisiensi pajak berhubungan dengan realisasi penerimaan pajak daerah. Efisiensi pajak daerah
merupakan penekanan biaya yang digunakan untuk memungut pajak daerah untuk
menghasilkan penerimaan yang semakin tinggi. Biaya pemungutan harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya untuk mencukupi pemerintah dalam
membiayai pengeluaran-pengeluarannya khususnya pembangunan.

3
Efisiensi dalam perpajakan juga dapat dilihat dengan penerapan Self Assessment System dan
with holding system. Pada Self Assessment System memberikan wewenang kepada wajib pajak
untuk menhitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Pasal 12 Undang-
Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjelaskan bahwa
Wajib pajak membayar pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan dengan menggunakan Sarana Surat Pemberitahuan (SPT) dan tanpa
menggantungkan adanya surat ketetapan pajak, yang dapat diterbitkan apabila Direktorat
Jenderal Pajak menemukan bukti ketidakbenaran Wajib pajakk dalam mengisi SPT Tersebut.
Pemenuhan kewajiban perpajakan juga dilakukan dengan with-holding system. Sistem ini
terdiri atas pemotongan/pemungutan. Penyetoran, dan pelaporan pajak dibebankan ke pihak
ketiga. Pemotong pajak iu ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan dan umumnya memiliki kapasitas sebagai ppemotong pajak,, seperti wajib pajak
badan.
Adanya kewajiban perpajakan bagi wajib pajak untuk pendaftaran, penghitungan, dan
pelaporan pajak menggunakan SPT, dan pemotonga/ pemungutan pajak oleh pihak ketiga
merupakan salah satu bentuk penerapan asas efisiensi dalam perpajakan. Direktorat jenderal
Pajak sebagai pemungut pajak, dapat mengalihkan biaya perhitungan pajak terutang yang
timbul apabila pemungutan pajak dilakukan dengan Official Asessment System. Selain itu,
biaya yang dikeluarkan untuk pengawasan melalui mekanisme pemeriksaan pajak juga dapat
dihemat karena adanya kewajiban pendaftaran sebagai Wajib Pajak dan kewajiban pihak
ketiga dalam with-holding system, sehingga Direktorat Jenderal pajak dapat melakukan
Crosscheck dalam mengawasi wajib pajak.
4. Manakah sistem pemungutan pajak yang lebih menguntungkan: Official Assessment
System atau Self Assessment System
a. Official Assessment System adalah susatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak. Ciri-ciri Official Assessment System.
i) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang adalah fiscus
ii) Wajib pajak bersifat pasif
iii) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiscus

4
Sistem ini umumnya diterapkan pada jenis pajak yang melibatkan masyarakat yang luas
dari semua lapisan, di mana masyarakat selaku subjek pajak dipandang belum mampu
untuk diserahi wewenang tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan pajaknya
seperti Pajak bumi dan Bangunan (PBB).
b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Self
Assessment System.
i) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak
ii) Wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang
iii) Fiscus tidak terlibat dan hanya mengawasi
Sistem ini umumnya diterapkan pada jenis pajak yang wajib pajaknya dipandang cukup
mampu untuk menghitung dan menetapkan utang pajaknya sendiri. Miisalnya Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Masing-masing sistem memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Official
Assessment System dapat memberikan dampak positif terhadap berbagai kecurangan yang
akan terjadi baik dalam penghitungan, penyetoran maupun pelaporan pajak terutang oleh
wajib pajak. Tetapi hali ini sebalinya juga menunjukan Negara sangat “superior” dalam
mengatur masyarakat dalam membayar pajak sehingga dapat meningkatgkan penerimaan
Negara melalui pajak.
Self Assessment System memiliki pengaruh baik karena akan meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatur pajak terutang. Sistem ini juga mendukung sistem demokrasi
yang sedang berjalan di Indonesia. Namun, nilai kejujuran, kedisplinan yang secara
subjektif tidak dapat dilampaui pemerintah yang bertugas sebagai pengawas di dalam
sistem ini.
5. Apa dampak penggunaan digitalisasi dalam pemungutan pajak?
Salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk meningkatkan pendapatan perpajakan
yaitu dengan melakukan modernisasi pada sistem administrasi perpajakan. Oleh karena itu,
Direktorat Jendral Pajak dalam rangka mempermudah wajib pajak untuk melaporkan pajak
menerbitkan modernisasi administrasi perpajakan modern dengan menggunakan teknologi

5
informasi yang juga mengikuti kemajuan teknologi dengan pelayanan berbasis e-system
seperti e-registration, e-spt, e-filing, e-billing yang diharapkan dapat meningkatkan
mekanisme kontrol dan pelaporan yang lebih efektif.
Tujuan di perbaharuinya e-system perpajakan ini dibuat dengan harapan dapat mempermudah
wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Seperti e-registration yang
mempermudah pendaftaran NPWP dan pengukuhan pengusaha kena pajak untuk
berkonsultasi mengenai pajak melalui online, e-SPT dengan penyampaian SPT dengan
program yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, e-filing dan e-payment yang
berguna untuk melaporkan surat pemberitahuan serta pembayaran pajak secara elektronik.
Serta tujuan lainya adalah untuk menghemat waktu,mudah,akurat dan tanpa kertas sehingga
menghasilkan pelayanan secara efisien dan efektif. Penggunaan e-system ini dikatakan efektif
apabila dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam sarana penyampaian,
perhitungan, dan pembayaran pajak.
Tambun et al (2020) menemukan bahwa digitalisasi berpengaruh terhadap upaya pencegahan
penghindaran pajak. Hal ini terbukti dengan sudah banyak wajib pajak yang memanfaatkan
dan menggunakan fasilitas layanan berbasis online sehingga hal tersbut dapat mencegah
terjadinya penghindaran pajak. Kesadaran wajib pajak dalam kewajiban membayar pajak juga
meningkat sehingga hal tersebut dapat meminimalisir terjadinya penghndaran pajak.
Sosialisasi tentang digitalisasi dalam sistem pemungutan pajak harus dilakukan secara efektif
agar kemudian dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dibutuhkan kerja sama yang
baik antara pemerintah dan wajib pajak sehingga dapat menciptakan kerja sama yang baik
dalam pemanfaatan digitalisasi dalam sistem perpajakan.

6
DAFTAR PUSTAKA
Rustiyaningsih, S. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
Widya Warta, 35(2).
Sanjaya, I. P. A. P., & Putra, P. A. (2014). Pengaruh kualitas pelayanan, kewajiban moral
dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel.
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 7(1), 207-222.
Putri, R. L. (2016). Pengaruh Motivasi Membayar Pajak dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Profita: Kajian Ilmu
Akuntansi, 4(8).
Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Penyusunan APBN. 2014. Dasar-Dasar
Praktek Penyusunan APBN Di Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor Per/35/PJ/2013 tentang Tata Cara Ekstensifikasi.
Talondong, S., Morasa, J., & Tangkuman, S. J. (2018). Analisis Efektivitas Dan Efisiensi
Penerimaan Pajak Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode 2013-2017. GOING
CONCERN: JURNAL RISET AKUNTANSI, 13(04).
Tambun, S., Sitorus, R. R., & Atmojo, S. (2020). Pengaruh Digitalisasi Layanan Pajak
Dan Cooperative Compliance Terhadap Upaya Pencegahan Tax avoidance
Dimoderasi Kebijakan Fiskal Di Masa Pandemi Covid 19. Media Akuntansi
Perpajakan, 5(2), 74-86.

Anda mungkin juga menyukai