Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH PELAYANAN FISKUS, KEWAJIBAN MORAL DAN SANKSI

PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang

Negara membutuhkan dana yang besar untuk membiayai segala kebutuhan dalam
pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu pemerintah dituntut untuk lebih bijaksana
dalam mengelola setiap pendapatan. Pengeluaran utama negara adalah untuk
pengeluaran rutin seperti gaji pegawai pemerintah, serta untuk berbagai macam subsidi
diantaranya pada sektor pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, perumahan
rakyat, ketenagakerjaan, agama, lingkungan hidup dan pengeluaran pembangunan
lainnya. Pajak sangat penting bagi pembangunan negara Indonesia karena pajak
memberikan kontribusi terbesar bagi pemasukan negara. Pajak saat ini menjadi andalan
penerimaan bagi negara. Salah satu kendala yang dapat menghambat keefektifan
pengumpulan pajak adalah kepatuhan wajib pajak (tax compliance). Di dalam negeri
rasio kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya
dari tahun ke tahun masih menunjukan persentase yang tidak mengalami peningkatan
secara berarti (winerungan, 2013). Dalam rangka pemerataan pelaksaan pembangunan,
pemerintah pusat tidak mungkin dapat melaksanakannya secara efektif. Disentralisasi
dari pemerintah pusat untuk mengawasi serta mengatur secara langsung urusan urusan
yang ada di daerah sangat dibutuhkan. Demi efisiensi dan efektifivitas penyelenggaran
urusan-urusan pemerintah pusat tersebut, maka sebagian urusan-urusan tersebut di
serahkan kepada daerah, yaitu pemerintah daerah. Baik yang menyangkut kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaan namun tidak lepas daripada tanggung
jawab pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.(Ilhamsyah, dkk 2015)
Dalam tindakan penagihan pajak peran aktif fiskus dalam pelaksanaan pencairan
tunggakan pajak sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak
dapat dilakukan dengan cara menerbitkan surat paksa (Kapoh, 2015). Untuk mengatasi
tunggakan pajak yang setiap tahun meningkat diperlukan kualitas pelayanan, kewajiban
moral dari wajib pajak dan sanksi perpajakan yang dibuat. Kualitas pelayanan yang baik
tehadap wajib pajak merupakan cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam
membayar kewajiban perpajakannya. Kualitas secara sederhana adalah suatu kondisi
yang dinamis dan berhubungan dengan jasa manusia, proses,produk, dan lingkungan
yang memenuhi dari harapan sesorang/pihak yang menginginkannya (Supadmi,2009
dalam Pranata dan Setiawan 2016). Salah satu aspek penunjang dalam keberhasilan
pembangunan nasional tersebut diambil dari sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya yang lainnya. Yang mana kesemuannya itu merupakan ketersediaan
dana pembangunan baik diperoleh dari sumber sumber pajak dan non pajak. Dalam
kaitannya adanya otonomi daerah, penerimaan pajak yang diterapkan untuk membiayaai
pembangunan berasal dari beberapa sumber yang salah satunya dari masyarakat itu
sendiri. Sistem pemungutan pajak yang mudah dan didukung prtisipasi masyarakat
dalam bentuk kepatuhan membayar pajak merupakan impian setiap bentuk
pemerintahan yang baik dan berhasil (Nugroho, dkk 2016).
Hal lain yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak selain kesadaran perpajakan
dan adalah pelayanan fiskus. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang
berpandangan negatif terhadap fiskus (Amanda dkk, 2014). Oleh karena itu pelayanan
fiskus harus ditingkatkan lebih baik lagi untuk menghilangkan stigma negatif terhadap
fiskus dan supaya wajib pajak lebih nyaman di dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Menurut Masinambow (2013), pelayanan adalah cara seseorang dalam
membantu seseorang mengurus segala keperluan yang dibutuhkan orang tersebut,
sedangkan fiskus merupakan petugas pajak, sehingga pelayanan fiskus dapat
didefinisikan sebagai hal-hal yang dilakukan oleh petugas pajak dalam membantu wajib
pajak mengurus segala keperluan yang dibutuhkan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Faktor lain yang juga mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
adalah sanksi perpajakan. Sanksi perpajakan dikenakan kepada para WP OP yang tidak
mematuhi aturan dalam Undang-undang Perpajakan. Sanksi yang diberikan kepada WP
OP yakni berupa sanksi administrasi seperti denda, bunga, atau pengenaan tarif pajak
yang lebih tinggi dan sanksi pidana yaitu berupa kurungan penjara. Wajib Pajak yang
memahami hukum perpajakan dengan baik akan berupaya untuk mematuhi segala
pembayaran pajak dibandingkan melanggar karena akan merugikannya secara materiil
(susmita dan supadmi, 2016).

Persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan telah dibuktikan memengaruhi


tingkat kepatuhan pelaporan wajib pajak badan berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tresno, dkk.(2014).Terdapat undang-undang yang mengatur tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Harus ada sanksi perpajakan bagi para
pelanggarnya agar peraturan perpajakan dipatuhi. Tiraada (2013) mengatakan bahwa
sanksi pajak merupakan faktor yang memberikan pengaruh terbesar terhadap kepatuhan
wajib pajak dan ini berhubungan dengan sanksi yang tidak ringan yang dapat diterima
oleh wajib pajak ketika terdapat suatu keterlambatan atau bahkan pelanggaran
administratif atau pidana terhadap penetapan pajak atas wajib pajak tersebut. Kepatuhan
wajib pajak sangat dipengaruhi oleh moralitas dari wajib pajak.Hal ini disebabkan
karena membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak lepas dari kondisi behavior
wajib pajak itu sendiri.Thurmanet al. (1984) dan Troutman (1993) dalam Salman dan
Farid (2009) menemukan bukti empiris mengenai hubungan yang signifikan antara
moralitas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Aspek moral dalam bidang
perpajakan menyangkut dua hal, yaitu (1) kewajiban moral dari wajib pajak dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya sebagai warga negara yang baik dan (2)
menyangkut kesadaran moral wajib pajak atas alokasi penerimaan pajak oleh
pemerintah.
Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak beberapa tahun terkhir ini
menimbulkan sikap skeptisisme wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
mereka. Para wajib pajak tidak ingin pajak yang mereka bayar menjadi konsumsi
pribadi para aparatur pajak. Dengan adanya kejadian ini Dirjen Pajak perlu berbenah
diri untuk menimbulkan kembali kesadaran wajib pajak. Masyarakat harus sadar akan
keberadaannya sebagai warga Negara dan harus selalu menjunjung tinggi Undang
Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan Negara. Dari sudut pandang
yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan, maka ada konsekuensi hukum
yang bisa terjadi. Pengenaan konsekuansi tersebut dikenal dengan sanksi sanksi
perpajakan. Wajib pajak badan maupun pribadi yang melanggar ketentuan perpajakan
akan dikenakan sanksi. Penerimaan dan pendapatan pajak Negara akan meningkat jika
tingkat kepatuhan masyarakat sebagai wajib pajak dalam membayar pajak tinggi.
Artinya jika semua wajib pajak yang ada memiliki kepatuhan dalam membayar pajak
maka pembangunan akan terlaksana dan target penerimaan dari sektor pajak dapat
tercapai. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, kualitas pelayanan pajak harus ditingkatkan oleh aparat pajak.
Pelayanan fiskus yang baik akan memberikan kenyamanan bagi wajib pajak. Keramah
tamahan petugas wajib pajak dan kemudahan dalam sistem informasi perpajakan
termasuk dalam pelayanan perpajakan tersebut (Tiraada, 2013) .
Permasalahan pajak terus berlangsung, padahal pajak merupakan suatu
kewajiban masyarakat sebagai warga negara. Rendahnya kepatuhan wajib pajak
penyebabnya antara lain kurangnya sosialisasi perpajakan yang diberikan kepada
masyarakat, masyarakat masih mempersepsikan pajak sebagai pungutan wajib bukan
sebagai peran serta mereka karena mereka merasa belum melihat manfaat yang nyata
bagi negara dan masyarakat. Penyebab yang lain yaitu pelayanan fiskus atau petugas
pajak. Selama ini banyak wajib pajak yang berpersepsi negatif pada aparat pajak yang
terlihat pada rendahnya pelayanan pada wajib pajak. Apabila kualitas pelayanan fiskus
sangat baik maka persepsi wajib pajak terhadap pelayanan akan meningkat. Dan juga
sanksi perpajakan mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sanksi
diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar pajak, sehingga, diharapkan
peraturan perpajakan dipatuhi oleh para wajib pajak (winerungan, 2013). Hal ini
didasarkan pada perbandingan jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat patuh di
Indonesia sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah total wajib pajak terdaftar.
Mengingat pentingnya penerimaan pajak bagi negara, maka Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) selalu berusaha melakukan reformasi perpajakan berupa penyempurnaan terhadap
kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan sehingga potensi penerimaan
pajak dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial serta
memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak. Salah satunya adalah dengan sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya wajib pajak atau yang sering disebut sebagai self assessment system (Muliari
dan Ery, 2011).

Theory of Planned Behavior yang sering disebut dengan TPB diusung pertama
kali oleh Icek Ajzen pada tahun 1985 melalui artikel yang berjudul From Intention To
Action: A Theory Of Planned Behavior. Ajzen menemukan bahwa sebelum Behavior
(b) manifest nyata,terdapat variabel intention (int) yang mendahuluinya. TPB
merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya yaitu Theory of Reasoned Action
(Ajzen:1975). Model utama TPB dimulai dengan mengukur behavioral intention
sebagai prediktor behavior. Intention dipengaruhi oleh 3 variabel utama yaitu : attitude
terhadap behavior (a), subjective norm(sn) dan perceived behavioral control (pbc)
(Setyobudi, 2008). Sedangkan Teori atribusi menggambarkan dua macam penjelasan
yang digunakan orang untuk memahami suatu perilaku. Secara spesifik, orang
membedakan antara tindakan yang dihubungkan dengan penyebab disposisional yaitu
beberapa karakteristik dalam diri seseorang atau perusahaan yang menyebabkan suatu
perilaku dan tindakan yang dihubungkan dengan penyebab situasional atau lingkungan
yaitu sesuatu dalam lingkungan atau situasi yang menyebabkan perilaku (Koonce dan
Mercer, 2002 dalam Lo (2012). Dalam Social Learning Theory , ada 4 proses yang
diperlukan individu untuk mewujudkan hasil pengamatannya dalam perbuatan, yaitu
proses perhatian (attentional), proses penahanan (retention),proses reproduksi motorik
(reproduction motoric),dan proses penguatan (reinforcement) (Bandura, 1969).

b. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu :

1. Apakah Pelayanan Fiskus berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang


Pribadi?
2. Apakah Kewajiban Moral berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi?
3. Apakah Sanksi Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi?

c. Tujuan Penelitian
Dari Rumusan Masalah di atas, maka tujuan Penelitiannya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengaruh Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi
2. Untuk mengetahui Pengaruh Kewajiban Moral terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi
3. Untuk mengetahui Pengaruh Sanks Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi

d. Manfaat Penelitian
Manfaat Teoretis
Theory of Planned Behavior (TPB) Perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul
karena adanya niat untuk berperilaku(Ajzen, 1991) sikap seseorang dalam memberikan
pelayanan yang baik dalam menjalankan kewajiban . Menurut Teori Atribusi, perilaku
manusia disebabkan oleh faktor ekternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah
faktor - faktor yang berasal dari luar diri individu, sedangkan faktor internal adalah
faktor - faktor yang berasal dari dalam diri individu. Manusia bukan saja mahluk
pribadi, melainkan juga mahluk sosial. Karena itu perilaku manusia juga dipengaruhi
oleh faktor eksternal. Berdasarkan Social Learning Theory, perilaku manusia muncul
sebagai hasil pengamatan dan pengalaman (Bandura, 1969). Terkait dengan kepatuhan
wajib pajak, mengenakan sanksi pajak dapat merangsang wajib pajak mewujudkan
perilaku patuh terhadap ketentuan perpajakan. Pengenaan sanksi pajak atas pelanggaran
yang dilakukan dapat merugikan wajib pajak karena harus mengeluarkan biaya lebih
banyak dibandingkan jika tidak terkena sanksi pajak.

Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini adalah dapat menjadi informasi yang bermanfaat dalam
menambah wawasan mengenai perpajakan, khususnya mengenai Pengaruh Pelayanan
Fiskus, Kewajiban Moral dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi. Selain itu penelitian ini juga diharapkan menjadi literatur bagi peneliti yang
tertarik melakukan kajian di bidang yang sama dan dapat memberikan bukti empiris
dalam pengembangan teori mengenai perpajakan.

II. Tinjauan Teoretis


a. Grand Teori
Menurut Teori Atribusi, perilaku manusia disebabkan oleh faktor ekternal dan
faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor - faktor yang berasal dari luar diri
individu, sedangkan faktor internal adalah faktor - faktor yang berasal dari dalam diri
individu. Manusia bukan saja mahluk pribadi, melainkan juga mahluk sosial. Karena itu
perilaku manusia juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pelayanan perpajakan yang
memuaskan adalah faktor eksternal yang dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Wajib pajak yang merasa mendapat kemudahan, senang dan puas akan memenuhi
kewajiban perpajakannya secara sukarela (Septarini, 2015). Teori atribusi
menggambarkan dua macam penjelasan yang digunakan orang untuk memahami suatu
perilaku. Secara spesifik, orang membedakan antara tindakan yang dihubungkan dengan
penyebab disposisional yaitu beberapa karakteristik dalam diri seseorang atau
perusahaan yang menyebabkan suatu perilaku dan tindakan yang dihubungkan dengan
penyebab situasional atau lingkungan yaitu sesuatu dalam lingkungan atau situasi yang
menyebabkan perilaku (Koonce dan Mercer, 2002 dalam Lo (2012).

Berdasarkan Social Learning Theory, perilaku manusia muncul sebagai hasil


pengamatan dan pengalaman (Bandura, 1969). Wajib pajak akan memenuhi kewajiban
perpajakannya apabila melalui pengamatannya memenuhi kewajiban perpajakan tidak
sulit dilakukan, dilayani oleh SDM berkualitas dan memperlakukan wajib pajak dengan
baik, dan memiliki acuan yang reasonable (proses attentional). Hasil pengamatan ini
akan disimpan dalam memorinya (proses retention), dan kemudian diwujudkan dalam
perilaku kepatuhan pajak (reproduction motoric). Dalam Social Learning Theory , ada 4
proses yang diperlukan individu untuk mewujudkan hasil pengamatannya dalam
perbuatan, yaitu proses perhatian (attentional), proses penahanan (retention),proses
reproduksi motorik (reproduction motoric),dan proses penguatan (reinforcement)
(Bandura, 1969). Proses penguatan (reinforcement) adalah proses di mana individu-
individu dirangsang supaya berperilaku sesuai dengan model yang diamati.

Theory of Planned Behavior yang sering disebut dengan TPB diusung pertama kali
oleh Icek Ajzen pada tahun 1985 melalui artikel yang berjudul From Intention To
Action: A Theory Of Planned Behavior. Ajzen menemukan bahwa sebelum Behavior
(b) manifest nyata,terdapat variabel intention (int) yang mendahuluinya. TPB
merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya yaitu Theory of Reasoned Action
(Ajzen:1975). Model utama TPB dimulai dengan mengukur behavioral intention
sebagai prediktor behavior. Intention dipengaruhi oleh 3 variabel utama yaitu : attitude
terhadap behavior (a), subjective norm(sn) dan perceived behavioral control (pbc)
(Setyobudi, 2008). Theory of Planned Behavior (TPB) Theory of Planned Behavior
(TPB) menjelaskan bahwa perilaku wajib pajak yang tidak patuh (noncompliance)
sangat dipengaruhi oleh variable dari sikap, norma subyektif, serta kontrol keperilakuan
yang dipersepsikan.Perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat
untuk berperilaku (Ajzen, 1991). Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku
ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
1. BehavioralBeliefs
Behavior albelief merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan
evaluasi atas hasil tersebut.
2. Normative Beliefs
Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normative orang lain dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. Atau (normative belief) adalah
kepercayaan-kepercayaan mengenai harapan-harapan yang muncul karena pengaruh
orang lain dan motivasi untuk menyetujui harapan-harapan tersebut. Dari pengertian-
pengertian tersebut dapat disimpulkan (normative beliefs) adalah dorongan atau
motivasi yang berasal dari luar diri seseorang (orang lain) yang akan mempengaruhi
perilaku seseorang tersebut.
3. Control Beliefs
Controlbeliefsmerupakankeyakinantentangkeberadaanhal-halyang mendukung atau
menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat
hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).
Sanksi pajak terkait dengan control beliefs.Sanksi pajak dibuat untuk mendukung agar
wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan
berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu
mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak. Hal tersebut berkaitan dengan
kesadaran wajib pajak.Wajib pajakyang sadar pajak,akan memiliki keyakinan mengenai
pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan Negara
(behavioral beliefs).

b. Pelayanan Fiskus
Menurut Masinambow (2013) Pelayanan adalah cara melayani (membantu
mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara
itu fiskus adalah petugas pajak. Pelayanan fiskus dapat diartikan, cara seorang petugas
pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan
wajib pajak dalam mengurus pajak mereka. Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai
cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang
dibutuhkan seseorang dalam hal ini adalah wajipajak (Arum, 2012). Untuk mengetahui
bagaimana pelayanan terbaik yang seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada wajib
pajak, diperlukan juga pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai Fiskus.
Kewajiban fiskus yang diatur dalam undang - undang perpajakan, yaitu kewajiban
untuk membina wajib pajak,menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar,
merahasiakan data wajib pajak, dan melaksanakan putusan. Sementara itu terdapat pula
hak-hak fiskus yang diatur dalam undang-undang perpajakan antara lain, yaitu : Hak
menerbitkan NPWP dan NPPKP secara jabatan, surat ketetapan pajak, surat paksa dan
surat perintah melaksanakan penyitaan,melakukan pemeriksaan dan penyegelan,hak
melakukan atau mengurangi sanksi administratif, melakukan penyidikan, pencegahan
dan penyanderaan .Dalam penelitian Supadmi (2010) disebutkan bahwa untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya,
kualitas pelayanan pajak harus ditingkatkan oleh aparat ajak. Pelayanan fiskus yang
baik akan memberikan kenyamanan bagi wajib pajak.
Definisi pelayanan pajak menurut Boediono (2003 dalam Caroko, dkk 2015)
adalah suatu proses bantuan kepada Wajib Pajak dengan cara-cara tertentu yang
memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan
keberhasilan. Menurut Aryobimo (2012) dalam Caroko, dkk (2015) persepsi wajib
pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
1. Kualitas interaksi: bagaimana cara fiskus dalam mengkomunikasikan pelayanan
pajak kepada wajib pajak sehingga wajib pajak puas terhadap pelayanannya.
2. Kualitas lingkungan: bagaimana peranan kualitas lingkungan dari kantor pajak
sendiri dalam melayani wajib pajak.
3. Hasil kualitas pelayanan: Pelayanan dari fiskus dapat memberikan kepuasan
terhadap wajib pajak maka persepsi wajib pajak terhadap fiskus akan baik
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Dari uraian diatas dapat dikatakan jika kualitas interaksi, lingkungan serta hail
kualitas pelayanan yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak sudah baik maka hal
tersebut dapat memberikan persepsi positif terhadap pajak yang diharapkan dapat
meningkatkan motivasi wajib pajak dalam membayar pajak (Caroko, dkk 2015).

c. Kewajiban Moral
Kewajiban moral merupakan norma individu yang dipunyai oleh seseorang,
namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain. Dalam melakukan suatu tindakan,
biasanya individu memperhatikan nilai-nilai yang diyakini dalam dirinya. Menurut
Rakhmat (2007) dalam dewi dan Setiawan (2016), individu yang mengutamakan
orientasinya pada nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan tentunya akan
cenderung lebih patuh daripada individu yang kurang memperhatikan kejujuran dan
keadilan. Merugikan pihak lain adalah ketidakpatuhan pajak yang dilakukan dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri dengan merugikan pemerintah atau pihak ketiga.
Rasa bersalah adalah perasaan tidak nyaman/tidak tenang setelah melakukan
ketidakpatuhan pajak. Prinsip hidup adalah cara atau jalan yang diyakininya tentang
benar-salah, baik-buruk, yang berhubungandengan kehidupan (Mustikasari 2007).

Kewajiban moral adalah moral individu yang dimiliki oleh seseorang, namun
kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain, seperti etika, prinsip hidup, perasaan
bersalah, melaksanakan kewajiban perpajakan dengan sukarela dan benar nantinya
dikaitkan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya. Masyarakat harus sadar akan
keberadaannya sebagai warga Negara yang senantiasa selalumenjunjung tinggi Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan Negara, dengan adanya
kewajiban moral, maka akan mendorong seseorang untuk patuh dalam pelaporan
pajaknya. Pekerjaanyang dibebankan pada seseorang, maka yang bersangkutan
memiliki kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan itu sampai selesai dengan hasil yang
baik,dengan adanya kewajiban moral yang tinggi maka akan mendorong seseorang
untuk patuh dalam melaporkan pajaknya.Tingkat kepatuhan pajak akan menjadi lebih
tinggi ketika wajib pajak memiliki kewajiban moral yang lebih kuat (Artha dan
Setiawan, 2016)

d. Sanksi Pajak
Sanksi merupakan cara yang dilakukan fiskus agar para wajib pajak tidak
melakukan kecurangan dalam membayar pajak. Dengan beratnya sanksi yang diberikan
berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana kepada para wajib pajak yang melanggar
diharapkan wajib pajak jera dan memiliki motivasi untuk membayar pajak (Caroko, dkk
2015) . Sanksi Pajak Sanksi pajak berdasarkan pasal 7 UU KUP No.28 Tahun 2007
dikenakan apabila wajib pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat
waktu sesuai dengan jangka waktu pemyampaian SPT atau batas waktu perpanjangan
surat pemberitahuan dimana jangka waktu tersebut adalah sesuai dengan pasal 3 ayat 3
dan pasal 3 ayat 4 Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 tahun 2007
masing masing yang berbunyi :
1. Untuk surat pemberitahuan Masa , paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir
Masa pajak.
2. Untuk Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi,
paling lama 3 bulan setelahakhir tahun pajak.
3. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan Wajib pajak Badan, paling
lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat


Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan
untuk paling lama 2 bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Sanksi pajak yang merupakan jaminan
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti/ditaati/dipatuhi dapat menjadi faktor yang mendukung dipatuhinya peraturan
pajak (Kurniyawan, dkk 2014). Pajak sebenarnya dibuat dengan tujuan untuk
meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Karena dengan adanya sanksi pajak, hal
ini akan menimbulkan persepsi dari para wajib pajak apabila mereka melanggar atau
tidak membayar pajak justru akan merugikan diri mereka sendiri. Sanksi pajak
merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
(norma perpajakan) akan dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2006 dalam
Hilimi, 2014).
e. Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
Wajib Pajak Orang Pribadi Menurut pasal 1 undang-undang nomor 28 tahun 2007
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan menjelaskan bahwa wajib pajak
adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungutanpajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Resmi,2009 dalam Mahdi dan
Ardianti, 2017). Aini (2013) dalam Arifin (2015) menyatakan bahwa di dalam self
assessment system, kepatuhan wajib pajak sangat penting adanya karena hal tersebut
merupakan tulang punggung dari sistem tersebut. Rahayu dan Lingga (2009) dalam
Arifin (2015) mendefinisikan kepatuhan wajib pajak sebagai perilaku yang timbul di
dalam wajib pajak dalam mematuhi semua proses administrasi perpajakan, mulai dari
mendaftarkan diri untuk kemudian medapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
lalu menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), menghitung dan membayar
pajak terutang, serta membayar tunggakan pajak. Sedangkan menurut Jotopurnomo dan
Mangoting (2013) dalam Arifin (2015) , kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadaan
yang timbul dalam diri wajib pajak dalam memahami semua norma perpajakan serta
berusaha mematuhi semua kewajiban perjakannya, mulai dari mengisi formulir pajak
dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang secara benar, dan
membayar pajak terutang secara tepat waktu. Mengingat pentingnya kepatuhan wajib
pajak terhadap administrasi perpajakan, maka perlu dikaji lebih jauh lagi mengenai
faktor-faktor apa aja yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan ketentuan dalam pajak penghasilan,yang disebut wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima
atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan kata lain dua unsur
harus dipenuhi untuk menjadi wajib pajak yaitu subjek dan objek pajak. Subjek pajak
terdiri dari tiga jenis yaitu orang pribadi dan warisan belum terbagi, badan dan bentuk
usaha tetap (BUT). Subjek pajak juga dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri.Subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak jika telah
menerima atau memperoleh penghasilan sedangkan subjek pajak luar negeri sekaligus
menjadi wajib pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber
penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.Jadi
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif (Mahdi dan Ardianti, 2017).
Menurut Tiraada (2013) Pada tahun 2008 dikeluarkan SE-02/PJ/2008 tentang Tata
Cara Penetapan Wajib pajak Dengan Kriteria Tertentu sebagai turunan dari Peraturan
Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007 sebagai berikut :
1. Tepat waktu penyampaian Surat pemberitahuan (SPT) dalam 3 tahun terakhir.
2. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa pajak dari
Januari sampai November tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan
tidak berturut turut.

3. SPT Masa yang terlambat seperti dimaksud telah disampaikan tidak lewat batas
waktu penyampaian SPT Masa untuk Masa pajak berikutnya.
4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi
keadaan pada tanggal 31 desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib pajak
Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.
5. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan
pemerintah dengan pendapatan wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut
turut dengan ketentuan disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan
menyajikan rekonsiliasai laba rugi komersial dan fiskal bagi wajib pajak yang
menyampaikan SPT tahunan dan juga pendapat akuntan atas laporan keuangan yang
diaudit ditandatangani oleh akuntan public yang tidak dalam pembinaan lembaga
pemerintah pengawas akuntan publik.

f. Pelayan Fiskus dalam Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi


Menurut Winerungan (2013) Pelayanan Fiskus tidak memberikan pengaruh
terhadap perubahan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dari masyarakat dan
berhubungan dengan pengetahuan pajak yang tidak mendalam dan model pelayanan
yang seringkali tidak memuaskan masyarakat. Sama halnya juga dengan Sanksi
Perpajakan dan Faktor Tambahan tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dari masyarakat dan berkaitan dengan sanksi
keterlambatan membayar pajak yang bisa memberatkan masyarakat dan faktor lain yang
bisa mempengaruhi penilaian masyarakat di kedua kota tersebut terhadap fungsi penting
pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko (2006) terhadap 107 wajib pajak orang
pribadi di Semarang menemukan bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak.

Hal ini juga sejalan dengan Veronica (2015) Pelayanan Fiskus berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian Muliari dan Setiawan (2011) terhadap 100
wajib pajak orang pribadi bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan
perpajakan yang memuaskan akan membuatwajib pajak mewujudkan perilaku
kepatuhan pajak .Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko
(2006) bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib
pajak. Penelitian Muliari dan Setiawan (2011) terhadap bahwa pelayanan perpajakan
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pelayanan perpajakan yang memuaskan akan membuatwajib pajak
mewujudkan perilaku kepatuhan pajak. Hal yang sama dikemukakan Harefa (2013)
pelayanan fiskus tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi.

g. Kewajiban Moral dalam Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi


Menurut Artha dan Setiawan (2016) Pekerjaanyang dibebankan pada seseorang,
maka yang bersangkutan memiliki kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan itu sampai
selesai dengan hasil yang baik,dengan adanya kewajiban moral yang tinggi maka akan
mendorong seseorang untuk patuh dalam melaporkan pajaknya.Tingkat kepatuhan
pajak akan menjadi lebih tinggi ketika wajib pajak memiliki kewajiban moral yang
lebih kuat. Penelitian yang dilakukan oleh Asri (2009) dalam Artha dan setiawan (2016)
menemukan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada
kepatuhan wajib pajak. Ajzen dalam Artha dan setiawan (2016) menyatakan bahwa
kewajiban moral adalah moral individu yang dimiliki oleh seseorang, namun
kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain.
Walaupun secara umum model TPB dapat menjelaskan perilaku individu, namun
Bobek and Hatfield (2003) dalam Hidayat dan Nugroho (2010) , mengatakan bahwa
terdapat perbedaan karakteristik untuk perilaku kepatuhan pajak. Satu karakteristik yang
berbeda adalah adanya perasaan bersalah yang dimiliki oleh satu pihak namun tidak
dimiliki oleh pihak lain. Inilah norma individu atau kewajiban moral (moral obligation).
Mustikasari (2007), menunjukkan bahwa tingkat moral individu secara signifikan
berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh
Wenzel (2004) dalam Hidayat dan Nugroho (2010), menyatakan bahwa individu yang
memiliki norma individu yang kuat dalam ke jujuran dan moral pajak lebih berperilaku
patuh.

h. Sanksi Pajak dalam Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi


Menurut Sitorus, dkk (2015) Sanksi dibidang perpajakan terbagi menjadi dua,
yakni sanksi administrasi yang terdiri dari sanksi bunga, denda, dan kenaikan serta
sanksi pidana yang terdiri dari pidana kurungan dan pidana penjara. Pemberian sanksi
dinilai cukup efektif dalam meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ardyanto dan Utaminingsih (2014), dimana
ditemukan bahwa pemberian sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan wajib pajak. Menurut Nugroho (2006) dalam susmita dan supadmi (2016) ,
sanksi perpajakan yang diterapkan secara tegas oleh pemerintah akan membuat wajib
pajak patuh karena mereka sadar akan adanya hukum perpajakan dan konsekuensi
apabila melanggar hukum tersebut berupa kerugian secara material. Hasil penelitian
Arabella (2013) mengungkapkan bahwa sanksi perpajakan yang dilaksanakan secara
tegas berpengaruh terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak.

Namun berbeda dengan Winerungan (2013) Sanksi Perpajakan tidak


memberikan pengaruh apapun terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Begitu
pula yang dikemukakan Andinata (2015) sanksi perpajakan tidak memiliki pengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan hasil hipotesis 2
,menyatakan bahwa pengujian regresi secara parsial ditunjukkan tidak terdapat
pengaruh antara sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi

i. Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian yang telah pernah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan
penelitian ini, antara lain :
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Fitriani dkk (2014) berjudul Pengaruh
Gender, Latar Belakang Pekerjaan, Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jambi. Dewi memakai jenis kelamin,
pekerjaan, dan pendidikan Wajib pajak sebagai variabel independen yang menjadi
acuan atau bahan untuk melihat sejauh mana kepatuhan Wajib pajak ditinjau dari segi
tiga vaiabel tersebut, dan kepatuhan wajib pajak sebagi variabel dependen dan hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa dua dari tiga vaiabel independen yang digunakan
adalah menyatakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak yaitu jenis kelamin
dan tingkat pendidikan, sedangkan satu variabel lagi yaitu latar belakang pekerjaan
tidak terlalu berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
Arum (2012) meneliti Pengaruh Kesadaran Wajib, Pelayanan Fiskus, Dan
Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan
Kegiatan Usaha Dan Pekerjaan Bebas. Harjani menggunakan tiga variabel independen
sebagai penguji satu variable dependen dan hasil penelitianya adalah ketiga vaiabel
independen yaitu kesadaran Wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib pajak orang s pribadi yang mempunyai
kegiatan usaha dan pekerjaan bebas.
Saepudin (2012) Pengaruh pemahaman akuntansi dan ketentuan Perpajakan serta
transparansi dalam pajak Terhadap kepatuhan wajib pajak badan (survey pada wajib
pajak badan pph berbentuk cv dan pt di kota tasikmalaya). Pemahaman akuntansi,
pemahaman ketentuan perpajakan, transparansi dalam pajak dan kepatuhanwajib pajak
badan di Kota Tasikmalaya sudah baik, 2) pemahaman akuntansi dan ketentuan
perpajakan serta transparansi dalam pajak secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak badan.

j. Rerangka Teoretis
Pelayanan Fiskus, Kewajiban Moral, dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi. Dalam mewujudkan meningkatkan kualitas pelayanannya agar
wajib pajak merasa puas atas pelayanan yang diterima pada saat membayar pajak.
Kepuasan yang dirasakan wajib pajak atas pelayanan yang diterima dapat meningkatkan
kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai wajib pajak dalam melakukan kewajiban
perpajakannya yang akan dapat meningkatkan penerimaan negara di sektor perpajakan
khususnya pajak .Wajib pajak diharapkan lebih menyadari pentingnya pajak sebagai
sumber pembiayaan negara, sehingga wajib pajak bisa meningkatkan kewajiban moral
yang dimiliki wajib pajak itu sendiri agar dapat memenuhi kewajibannya dalam
membayar pajak. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari peran serta pemerintah
sebagai pengelola keuangan negara maupun daerah yang salah satunya berasal dari
sektor pajak agar lebih jujur dalam pengelolaan keuangan negara, sehingga wajib pajak
dapat merasakan bahwa hasil pembayaran pajak mereka tidak disalahgunakan.

Adapun rerangka teoretis dalam penelitian Pelayanan Siklus, Kewajiban Moral,


Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Pelayanan Fiskus

Kepatuhan Wajib
Kewajiban Moral
Pajak Orang Pribadi

Sanksi Pajak

k. Hipotesis
Penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko (2006) terhadap 107 wajib pajak orang
pribadi di Semarang menemukan bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian Muliari dan Setiawan (2011) terhadap 100
wajib pajak orang pribadi bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan
perpajakan yang memuaskan akan membuatwajib pajak mewujudkan perilaku
kepatuhan pajak. Menurut Winerungan (2013) Pelayanan Fiskus tidak memberikan
pengaruh terhadap perubahan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dari masyarakat
dan berhubungan dengan pengetahuan pajak yang tidak mendalam dan model pelayanan
yang seringkali tidak memuaskan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka diduga
H1 : Pelayanan Fiskus Berpengaruh Positif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi
Kewajiban moral adalah moral yang berasal dari masing-masing individu yang
kemungkinan orang lain tidak memilikinya (Ajsen,2002 dalam Sanjaya, 2014).Menurut
Wenzel (2005) dalam Sanjaya (2014) moral wajib pajak, etika dan norma sosialnya
sangat berpengaruh terhadap perilaku dari wajib pajak. Kewajiban moral yanglebih kuat
dari wajib pajak akan mampu meningkatkan tingkat kepatuhanya (Ho, 2009 dalam
Sanjaya, 2014). Mustikasari (2007), menunjukkan bahwa tingkat moral individu
secara signifikan berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Demikian pula penelitian
yang dilakukan oleh Wenzel (2004) dalam Hidayat dan Nugroho (2010),
menyatakan bahwa individu yang memiliki norma individu yang kuat dalam ke
jujuran dan moral pajak lebih berperilaku patuh. Berdasarkan hal tersebut, maka
diduga
H2 : Kewajiban Moral Berpengaruh Positif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi

Menurut Nugroho (2006) dalam susmita dan supadmi (2016) , sanksi perpajakan
yang diterapkan secara tegas oleh pemerintah akan membuat wajib pajak patuh karena
mereka sadar akan adanya hukum perpajakan dan konsekuensi apabila melanggar
hukum tersebut berupa kerugian secara material. Hal yang sama dikemukakan
Yadnyana (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sanksi perpajakan
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak . penelitian juga didukung oleh
Tiraada (2013) Sanksi Pajak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi. Sanksi Pajak merupakan faktor yang memberikan pengaruh terbesar
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kabupaten Minahasa Selatan dan
fakta ini berhubungan dengan sanksi yang tidak ringan yang dapat diterima oleh wajib
pajak ketika terdapat suatu keterlambatan atau bahkan pelanggaran administratif atau
pidana terhadap penetapan pajak atas wajib pajak tersebut. Namun berbeda dengan
Winerungan (2013) Sanksi Perpajakan tidak memberikan pengaruh apapun terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi . Berdasarkan hal tersebut, maka diduga:
H3 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak orang
pribadi
III. Metode Penelitian
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
yang menggunakan angka-angka dan dengan perhitungan statistik. Penelitian kuantitatif
dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi
atau sampel tertentu. Penelitian ini dilakukan di Wajib Pajak Orang Pribadi di
Kabupaten Gowa

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian


deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap masalah-masalah berupa
fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk
menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan subjek yang
diteliti. Tipe penelitian ini umumnya berkaitan dengan opini kelompok atau
organisasional.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang,
objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi
objek penelitian. (Kuncoro, 2009: 118). Populasi dalam penellitian ini adalah Wajib
Pajak orang pribadi yang memiliki kriteria tertentu di Kabupaten Gowa. Wajib Pajak
orang pribadi adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban perpajakan yang
bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau pun diluar negeri, wajib pajak orang
pribadi tidak melihat umur dan juga jenjang sosial ekonomi.
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang
menjadi wakil dari populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Metode ini menciptakan kriteria
tertentu yang digunakan agar informasi tiap sampel individu tepat sasaran dengan
tujuan untuk memperoleh sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Menteri
Keuangan No.544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak adalah sebagai
berikut : 1) Tepat waktu dalam penyampaian surat pemberitahuan(SPT) untuk semu
jenis pajak, dalam 2 tahun terakhir. 2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua
jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak. 3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana
di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. 4) Dalam 2 tahun terakhir
menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan
pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak
yang terutang paling banyak 5%. 5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2
tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian,
atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam penelitian ini
adalah jenis data subyek. Data subyek adalah jenis data penelitian yang berupa
opini, sikap, dan karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi
subyek penelitian (responden).
Sumber data yang digunakan dalam Penelitian ini adalah data primer. Data primer
secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data
ini diperoleh dari hasil jawaban para responden atas kuesioner yang dimana responden
diperkenankan memberikan jawaban yang dianggap paling sesuai.

E. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Lapangan, yaitu pengumpulan data primer melalui penyebaran pertanyaan selebaran
kuesioner yang di tujukan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kabupaten Gowa.
Pertanyaan di kuisioner diisi langsung oleh Orang Pribadi atau melalui teknik
wawancara.

F. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memproses dan
menganalisis data yang telah terkumpul.Teknik analisis data tujuannya untuk
mendapatkan informasi yang relevan yang terkandung di dalam data. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif merupakan suatu
bentuk analisis yang diperuntukkan bagi data yang besar yang dikelompokkan ke dalam
kategori-kategori yang berwujud angka-angka. Metode analisis data menggunakan
statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis dengan bantuan
komputer melalui program IBM SPSS 24 for Windows.
Adapun uji yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Statistik Deskriptif
Uji statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data disertai
perhitungan agar dapat memperjelas keadaan atau karakteristik data. Statistik deskriptif
memberikan gambaran mengenai data melalui rata-rata, standar deviasi, maksimum dan
minimum.
2. Uji Kualitas Data
Uji kualitas data Digunakan untuk menentukan apakah data yang diperoleh dikatakan
sesuai. Uji kualitas data dalam penelitian ini terbagi 2 yaitu;
a) Uji reliabilitas
reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan
indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal
jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan Cronbach
Alpha >0.60 atau lebih besar daripada 0.60.

b) Uji Validitas,
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Kriteria yang
digunakan valid atau tidak valid adalah jika korelasi antara skor masing-masing butir
pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi dibawah <0,05 maka butir
pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid, dan jika korelasi skor masing-masing butir
pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi diatas >0,05 maka butir
pertanyaan tersebut tidak valid.

3. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi variable
independen dan variable dependen keduanya mempunyai distribusi normal
ataukah tidak. Analisis mensyaratkan data berdistribusi normal untuk
menghindari bias dalam analisis data. Grafik normal pola menunjukkan
penyebaran titik-titik di sekita garis diagnonal, dan mengikuti arah garis
diagonal mengindikasikan model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas merupakan uji yang ditujukan untuk menguji apakah
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel indenpenden.Model uji
regresi yang baik selayaknya tidak terjadi multikolinieritas. Menganalisis
korelasi antar variabel independen . Jika antar variabel independen ada korelasi
yang cukup tinggi (diatas 0,90) maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolinieritas. Deteksi adanya multikolinearitas dipergunakan nilai VIF
(Varian Infalaction Factor). Multikolinieritas dapat juga dilihat dari VIF, jika
VIF < 10 maka tingkat kolinieritas dapat ditoleransi.

c. Uji Heteroskedastisitas
Untuk memenuhi asumsi heterokedastisitas, maka perlu diuji apakah ada gejala
heterokedastisitas atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian akan dilakukan
dengan dilihat melalui pola diagram pencar (Scatterplot) .Jika Scatterplot
membentuk pola tertentu yang jelas maka regresi mengalami gangguan
heterokedastisitas.Sebaliknya jika Scatterplot tidak membentuk pola tertentu
(menyebar) maka regresi tidak mengalami gangguan heterokedastisitas.
4. Uji Hipotesis
a. Uji Regresi Linear Berganda
Uji regresi linear berganda digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian
ini yaitu :

Y= + 1X1 + 2X2 + 3X3 + e

Keterangan :
Y = Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
= Konstanta
X1 = Pelayanan Fiskus
X2 = Kewajiban Moral
X3 = Sanksi Pajak
1- 2- 3 = Koefisien regresi berganda
e = error term
G. Definisi Operasional
Definisi operasional dari variable dalam penelitian ini adalah variable independen
dan variable dependen. Variabel independen adalah Pelayanan Fiskus (X1), Kewajiban
Moral (X2) dan Sanksi Pajak (X3). sedangkan Variabel dependen adalah Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi (Y). Masing-masing variable dijelaskan sebagai berikut:

1. Pelayanan Fiskus (X1)


Fiskus merupakan petugas pajak. Jadi, pelayanan fiskus dapat diartikan
sebagai cara petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau menyiapkan segala
keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini adalah wajib pajak (Jatmiko,
2006 dalam Arum, 2012). Variabel Kualitas Pelayanan Fiskus diukur dengan skala
likert 1-5 yaitu mengukur a 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), 2 = Tidak Setuju (TS), 3 =
Ragu-Ragu (R), 4 = Setuju (S), 5 = Sangat Setuju (SS).
Variabel Pelayanan Fiskus terdiri atas beberapa indikator yaitu :
1) Keandalan (reliability)
2) Kepastian/jaminan (assurance)
3) Responsif (responsiveness)
4) Empati (empathy)
5) Berujud/bukti fisik (tangible)

2. Kewajiban Moral (X2)


Etika, perasaan bersalah dan prinsip hidup merupakan hal yang dikategorikan
kedalam kewajiban moral yang diwajibkan kepada setiap individu. Menurut Ajzen
(2002) dalam putri(2012) menyatakan bahwa etika, prinsip hidup, perasaan bersalah
merupakan kewajiban moral yang dimiliki setiap seseorang dalam melaksanakan
sesuatu. Kewajiban moral tidak dipaksakan dari luar tapi diperintahkan dari dalam diri
oleh hati nurani dan moral individu.Variabel Kewajiban Moral diukur dengan skala
likert 1-5 yaitu mengukur a 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), 2 = Tidak Setuju (TS), 3 =
Ragu-Ragu (R), 4 = Setuju (S), 5 = Sangat Setuju (SS).
Variabel Kewajiban Moral terdiri atas beberapa indikator yaitu :
Menurut Mustikasari (2007) dalam Rahayu (2015) indikator kewajiban moraladalah
sebagai berikut:
1) Melanggar Etika.
2) Perasaan Bersalah
3) Prinsip Hidup.

3. Sanksi Pajak (X3)


Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajak (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain
sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma
perpajakan (Mardiasmo, 2006: dalam Ananda, dkk 2015). Wajib pajak akan
memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan
lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006). Variabel Sanksi Pajak diukur dengan
skala likert 1-5 yaitu mengukur a 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), 2 = Tidak Setuju
(TS), 3 = Ragu-Ragu (R), 4 = Setuju (S), 5 = Sangat Setuju (SS).

Variabel Kewajiban Moral terdiri atas beberapa indikator yaitu :


1) Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat.
2) Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan.
3) Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik
wajib pajak.
4) Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
5) Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan

4. Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Y)


Muliari dan Setiawan (2011) mendefinisikan kepatuhan pajak sebagai suatu
keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya, maka konteks kepatuhan dalam penelitian ini
mengandung arti bahwa Wajib Pajak berusaha untuk mematuhi peraturan hukum
perpajakan yang berlaku, baik memenuhi kewajiban ataupun melaksanakan hak
perpajakannya. Wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi
serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (Rahayu, 2010). Variabel Sanksi Pajak diukur dengan
skala likert 1-5 yaitu mengukur a 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), 2 = Tidak Setuju
(TS), 3 = Ragu-Ragu (R), 4 = Setuju (S), 5 = Sangat Setuju (SS).

Variabel Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri atas beberapa indikator
yaitu :
1. Tepat waktu
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman
4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan
5. Wajib pajak yang laporan keuangannya

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, Icek. 1991. The Theory of Planned Behavior


Albari. 2009. Pengaruh kualitas Layanan Terhadap Kepatuhan Membayar Pajak. Jurnal
Siasat Bisnis. Vol. 13 (1)

Amanda, Cynthia Pradisti., Rifa Dandes ., Minovia, Arie Frinola.2014. Pengaruh


Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi Pajak, Pelayanan Fiskus dan Pemeriksaan Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Padang. Jurnal
Akuntansi. Vol. 4(1)
Ananda, Dwi Pasca Rizki., Srikandi Kumadji ., Achmad Husaini. 2015. Pengaruh
Sosialisasi Perpajakan, Tarif Pajak, Dan Pemahaman Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak (Studi pada UMKM yang Terdaftar sebagai Wajib Pajak
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu). Jurnal Perpajakan (JEJAK) . Vol. 6(2)

Andinata, Claudia Monica. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak. Jurnal Ilmiah.
Vol. 4(2)

Arabella Oentari Fuadi dan Yeni Mangonting. 2013. Pengaruh Kualitas Pelayanan
Petugas Pajak, Sanksi Perpajakan dan Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Tax & Accounting Review. Vol. 1(1)
Ardyanto, Angga Arif dan Nanik Sri Utaminingsih. 2014. Pengaruh Sanksi Pajak dan
Pelayanan Aparat Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi
Resiko sebagai variabel Moderasi. Accounting Analys Journal. Vol 3(2)

Artha, Widi Ketut Gede dan Putu Ery Setiawan. 2016. Pengaruh Kewajiban Moral
Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Di KPP
Bandung Utara. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.Vol.17(2)

Adhitya Febrian Arifin, Febrian Adhitya. 2015. Pengaruh Modernisasi Sistem


Adminitrasi Perpajakan, Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak dan Pelayanan
Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama.
Perbanas Review. Vol.1 (1)

Arum, 2012. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Kegiatan
Usaha dan Pekerjaan Bebas (Studi di Wilayah KPP Pratama Cilacap). Skripsi.
Universitas Diponegoro. Semarang.

Bandura, A. 1969. Social-Learning Theory of Identificatory Processes. Handbook of


Socialization Theory and Research, Stanford University

Caroko, Bayu., Heru Susilo., Zahroh Z.A. 2015. Pengaruh Pengetaahuan Perpajakan,
Kualitas Pelayanan Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak. Jurnal
Perpajakan (JEJAK). Vol.1(1)
Dewi, Komala Anak Agung Sri Intan., Putu Ery Setiawan.2016. Pengaruh Kesadaran,
Kualitas Pelayanan, Kewajiban ,Moral, dan Persepsi Sanksi Perpajakan Pada
Kepatuhan Wajib Pajak Relame. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
Vol.17(1)

Fitriani , Dewi. 2012. Pengaruh Gender, Latar Belakang Pekerjaan, Dan Tingkat
Pendidikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Studi di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jambi.

Halimi, Kholid Ahmad. 2014. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Petugas
Pajak dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Melakukan Pekerjaan Bebas di Wilayah KPP Pratama Jember (The Influnces Of
The Taxpayer Awareness, Tax Official Services And Tax Charges To The
Taxpayer Obedient Among Self-Employment Taxpayer in KPP Pratama Jember).
Artikel Ilmiah Mahasiswa.

Harefa, Irene Maria. 2013. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pelaksanaan Sanksi Denda,
Pelayanan Fiskus Dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
(Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Jakarta Senen).
Jurnal TEKUN. Vol. 4(1)

Hidayat, Widi dan Argo Adhi Nugroho. 2010. Studi Empiris Theory of Planned
Behavior dan Pengaruh Kewajiban Moral pada Perilaku Ketidakpatuhan Pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Akuntansi dan Keuangana. Vol.12(2)

Hutagaol, John.,Wing Wahyu Winarto ., Arya Pradipta. 2007. Strategi Meningkatkan


Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Akuntabilitas. Jurnal Akuntansi. Vol 6(2)

Jatmiko, A. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda,
Pelayanan Fiskus Dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
(Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Semarang).Tesis.
Program Pasca Sarjana Magister Akutansi Universitas Diponegoro Semarang.
Kapoh, Randy. 2015. Analisis Layanan Fiskus Terhadap Surat Pemberitahuan Wajib
Pajak Kota Tomohon. Jurnal EMBA.Vol.3(1)

Kurniyawan, Setia Fari., Ririn Irmadariyani., Djoko Supatmoko. 2014. Pengaruh


Persepsi Wajib Pajak Tentang Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Pamekasan. Artikel Ilmiah Mahasiswa.

Eko Widodo Lo, Widodo Eko. 2012. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan Terhadap
Manajemen Laba: Teori Keagenan Versus Teori Signaling. JRAK. Vol. 8(1)

Mahdi dan Windi Ardiati. 2017. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Dan Sanksi Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelaayanan Pajak
Pratama Banda Aceh. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akutansi.Vol. 3(1)
Masinambow, Andree .2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Memenuhi Kewajiban Membayar Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Manado. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis, dan
Akuntansi. Vol. 1(4)
Muliari, Ni Ketut ., Setiawan., Putu Ery .2011. Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi
Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan Bisnis. Vol.6(1)
Mustikasari, Elia. 2007, Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di
Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi X,
Makasar.

Nugroho, Agus. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda,
Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
(Studi Empiris terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang). Tesis
Magister Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Nugroho, Aditya., Rita Andini., Kharis Raharjo. 2016. Pengaruh Kesadaran Wajib
Pajak Dan Pengetahuan Perpajakan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam Membayar Pajak Penghasilan (studi kasus pada KPP Semarang Candi).
Journal Of Accounting. Vol.2(2)

Pranata, Aditya Putu dan Putu Ery Setiawan. 2015. Pengaruh Sanksi Perpajakan,
Kualitas Pelayanan Dan Kewajiban Moral Pada Kepatuhan Wajib Pajak. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana. Vol.10(2)
Putri, Amanda R. Siswanto. 2013.Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak dalam membayar pajak kendaraan motor di Denpasar. Skripsi. Universitas
Udayana, Bali.

Rahayu, Puji. 2015. Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kewajiban Moral Dan Sanksi
Perpajakan Teerhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hotel Dalam Membayar Pajak
Hotel (Studi KasusPadaWajib Pajak Hotel di Kota pekanbaru). Jom FEKON.Vol.2
(2)

Saepudin, Ade. 2012. Pengaruh Pemahaman Akuntansi dan Ketentuan Perpajakan Serta
Transparansi dalam Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan. Skripsi.
Universitas Siliwangi. Tasikmalaya.

Salman, K.R. dan M Farid. 2009. Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan di Surabaya.
Sanjaya, Putra Adi I Putu. 2014. Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kewajiban Moral dan
Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hotel.
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 7(1)
Septarini, Fitri Dina. 2015. Pengaruh Pelayanan, Sanksi, dan Kesadaran Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Pratama Merauke.
Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial. Vol. 6(1)
Setyobudi, T Wahyu. 2008. Aplikasi Theory Of Planned Behavior (TPB) Terhadap
Perilaku Berbagai Pengetahuan (Knowledge Sharing) Dalam Organisasi. National
Conference on Management Research

Sitorus, M C W Daniel., Topowijono., Devi Farah Azizah. 2015. Pengaruh Pemahaman


Perpajakan, Sanksi Perpajakan dan Biaya Kepatuhan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak (Studi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Pratama Singosari). Jurnal
Administrasi Bisnis Perpajakan (JAB). Vol. 6(1)
Susmita, Putu Rara dan Ni Luh Supadmi. 2016. Pengaruh Kualitas Pelayanan, Sanksi
Perpajakan, Biaya Kepatuhan Pajak, dan Penerapan E-FILLING Pada Kepatuhan
Wajib Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.Vol.14(2)
Tiraada, T.A.M., 2013. Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak, Sikap Fiskus Terhadap
Kepatuhan WPOP di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal EMBA, 1(3), pp.999-
1008.
Tresno, Etty & Suci, 2014. Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan, Kesadaran
Wajib Pajak, dan Kondisi Keuangan Perusahaan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Badan. Skripsi. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Veronica, Aldeya. 2015. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus,
Pengetahuan Pajak, Persepsi Pengetahuan Korupsi, Dan Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) Pada KPP Pratama
Senapelan Pekanbaru. Jom. FEKON.Vol. 2 (2)

Winerungan, Oktaviane Lidya. 2013. Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus Dan


Sanksi Pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP
Manado Dan KPP Bitung. Jurnal EMBA. Vol.1 (3)

Yadnyana, I Ketut. 2010. Pengaruh Moral dan Sikap Wajib Pajak pada Kepatuhan
Wajib Pajak Koperasi di Kota Denpasar. Dalam Buletin Studi Ekonomi. Vol 15(1)
Zulaikha, Murni Julianti. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk Membayar Pajak dengan Kondisi Keuangan
Dan Preferensi Risiko Wajib Pajak Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus
pada Wajib Pajak yang Terdaftar di KPP Pratama Candisari Semarang).
Diponegoro Journal Of Accounting. Vol. 3 (2)

Anda mungkin juga menyukai