Anda di halaman 1dari 61

PENGARUH ISOMORFISMA, MORALITAS WAJIB PAJAK,

DAN EDUKASI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN


WAJIB PAJAK DENGAN BUDAYA PAJAK
SEBAGAI VARIABEL MODERASI
(Study Kasus WPOP yang terdaftar di KPP Pratama ILIR BARAT kota
Palembang)

Usulan Penilitian

Nama : Adrian Kaspari


Nim : 222017019

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI AKUNTANSI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

internal maupun eksternal. Salah satu sumber penerimaan negara dari sektor

internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya

pinjaman luar negeri. Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan sumber

penerimaan eksternal, pemerintah terus berusaha untuk memaksimalkan

penerimaan internal. Hingga saat ini Pajak masih merupakan salah satu

sumber penerimaan pendapatan negara yang paling besar. sehingga

penerimaan pajak harus dioptimalkan agar laju pertumbuhan negara dapat

berkembang secara baik. karena untuk melaksanakan pembangunan, negara

membutuhkan dana yang tidaklah sedikit, realisasi penerimaan pajak sangat

diharapkan bagi negara untuk pembangunan dan pertumbuhan negara,

penerimaan pajak tentu saja digunakan sepenuhnya untuk kepentingan

masyarakat. Hal ini sesuai dengan definisi pajak itu sendiri yaitu pajak

merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan

perwujudan dari kewajiban perpajakaan untuk pembiayaan negara dan

pembangunan nasional. Berikut proporsi penerimaan pajak terhadap APBN

dalam lima tahun sejak 2016 hingga 2020.

1
2

Tabel 1.1
Peran Pajak Terhadap APBN tahun 2015-2020

Jumlah dalam (Triliyun Prensentase


TAHUN rupiah)
NO Pajak :
ANGGARAN
APBN Pajak APBN %
1 2016 1.822,5 1.546,7 85%
2 2017 1.750,3 1.498,9 86%
3 2018 1.894,7 1.618,1 85%
4 2019 2.165,1 1.786,4 83%
5 2020 2.233,2 1.865,7 84%
Sumber : WWW.kemenkeu.go.id, diolah 2021

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa peran pajak terhadap APBN

sangat lah besar, dalam 5 tahun terakhir peran pajak terhadap APBN selalu

berada diatas 80%. maka usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak terus

dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini merupakan tugas Direktorat

Jenderal Pajak (DJP). Berbagai upaya dilakukan Direktorat Jenderal Pajak

agar penerimaan pajak maksimal, antara lain adalah dengan ekstensifikasi dan

intensifikasi pajak. Hal tersebut dilakukan dengan cara perluasan subjek dan

objek pajak, dengan menjaring wajib pajak baru.

Indonesia menerapkan sistem pemungutan pajak yaitu Self Assessment

System dalam perpajakan dimana wajib pajak diberikan kepercayaan dan

wewenang penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan

melaporkan sendiri kewajiban pajak yang terutang. Penerapan Self

Assessment System telah menggantikan Official Assessment System di

Indonesia setelah adanya tax reform (Andreas dan Savitri, 2015). Namun

Dalam kenyataaannya penerapan sistem perpajakan di indonesia masih belum

sesuai dengan apa yang diharapkan. Kondisi perpajakan di Indonesia

menuntut ke aktifan wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya


3

yang membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Kepatuhan memenuhi

kewajiban perpajakan secara sukarela / valuntary of comlience merupakan

tulang punggung self assessment system, dimana wajib pajak bertanggung

jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat

dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.

Abdul (2010:33) faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya

kepatuhan adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak,

serta waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya, mulai dari waktu membaca formulir SPT dan buku

petunjuknya, waktu untuk konsultasi dengan akuntan atau konsultan pajak

untuk mengisi SPT, serta waktu yang terpakai untuk pulang pergi ke kantor

pajak.

kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh moralitas dari wajib

pajak. Hal ini disebabkan karena membayar pajak adalah suatu aktivitas yang

tidak lepas dari kondisi perilaku Wajib Pajak itu sendiri. Rahayu (2010)

menyatakan bahwa moral masyarakat akan mempengaruhi pengumpulan

pajak oleh fiskus. Dengan integritas tinggi tentunya pemenuhan kewajiban

perpajakan akan lebih baik. Kepatuhan wajib pajak akan lebih baik jika moral

penduduk baik. Keinginan untuk meloloskan diri dari pajak baik illegal

maupun legal akan lebih termotivasi dengan kondisi moral masyarakat yang

rendah.

Moralitas pajak dapat didefinisikan sebagai motivasi intristik untuk

membayar pajak yang timbul dari kewajiban moral atau keyakinan untuk

berkontribusi kepada negara dengan membayar pajak (Torgler, 2003).


4

Moralitas pajak tidak mengukur perilaku individu, namun lebih kepada sikap

dan pendirian individu. Hal ini dapat dilihat sebagai kewajiban moral untuk

membayar pajak, keyakinan untuk berkontribusi kepada masyarakat dengan

membayar pajak.

Selain moralitas, Edukasi pajak juga merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Edukasi pajak adalah upaya

aktif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui pelatihan

mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan dan pengisian SPT (SE-

94/PJ/2010). Suatu pendidikan disebut berkualitas dari segi proses yang juga

sangat dipengaruhi kualitas, masukannya jika proses belajar-mengajar

berlangsung secara efektif. Edukasi terhadap Wajib Pajak dapat dilaksanakan

melalui kelas pengisian SPT dan simulasi penghitungan pajak terutang.

Secara umum dapat dikatakan semakin tinggi tingkat pendidikan

wajib pajak, maka semakin mudah bagi mereka untuk memahami segala

sesuatu yang berhubungan dengan pajak termasuk peraturan-peraturan

perpajakan. Wajib pajak yang sudah memahami peraturan perpajakan,

termasuk memahami sanksi administrasi dan pidana fiskal, diharapkan dapat

memenuhi kewajiban perpajakannya (Nurmantu 2005: 32). Seperti

melaporkan SPT tepat waktu dan melaporkannya dengan baik dan benar.

Akan tatapi Tidak semua wajib pajak memahami peraturan perpajakan,

sehingga diperlukan Edukasi perpajakan kepada wajib pajak maupun calon

wajib pajak.

Kampanye/penyuluhan pajak kemudian dapat diarahkan untuk

memberdayakan pambayar pajak yang sudah berda didalam sistem hal ini
5

dimaksudkan agar sistem perpajakan berjalan seimbang, setidaknya

modernisasi ditubuh administrasi pajak tidak bertepuk sebelah tangan apabila

pemerintah mengkhendaki pembaharuan sistem perpajak secara menyeluruh

maka pembayar pajak juga perlu diberdayakan melalui edukasi manajemen

pajakan (Subroto 2020: 342)..

Isomorfisme, yang dibentuk oleh tekanan dan harapan kelembagaan,

negara, masyarakat luas. Teori institusional (Dimaggio dan Powel1, 1983)

mengemukakan bahwa perilaku kepatuhan pajak merespons tekanan dari

harapan negara, organisasi lain atau masyarakat luas.

Dalam rangka menumbuhkan dan membangun lingkungan pemajakan

yang kondusif perlu diciptakan atmosfer (suasana batin) dan moral pajak,

yaitu budaya pajak. Sebagaimana pembentukan budaya pada umumnya,

pendidikan, penyuluhan, pembinaan, dan berbagai bentuk kegiatan pengubah

prilaku lainya harus dilakukan secara aktif oleh negara. Negara tidak boleh

abstain, tetapi semestinya berperan aktif mengedukasi seluruh lapisan

masyarakat untuk bersama-sama berkontribusi sesuai hukum dan konstitusi

dalam membangun bangsa dan negara (subroto 2020 : 340).

Alasan penulis memilih Budaya pajak sebagai variabel moderasi,

karena penulis ingin melihat sejauh mana budaya sadar pajak, karena dengan

budaya sadar pajak yang tinggi dapat menciptakan rasa bangga membayar

pajak, malu jika tidak membayar pajak, dan pemahaman akan pajak bagi

wajib pajak serta aparatur pajak yang melakukan pelayanan dengan baik,

jujur dan simpatik. Karena Budaya pajak dibangun karena adanya interaksi

baik formal maupun informal dalam suatu institusi yang menghubungkan


6

sistem perpajakan nasional dengan praktik hubungan antara aparatur pajak.

Berdasarkan hal tersebut, hubungan antara aparatur pajak dengan wajib pajak

merupakan salah satu indikator dari budaya pajak. Aparatur pajak diharapkan

memiliki sifat jujur, simpatik, dan mudah untuk dihubungi karena aparatur

pajak langsung berhubungan dengan wajib pajak dalam hal pelayanan

perpajakan (Widodo, 2010:58-59).

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Imam, dkk (2015),

Adetya, dkk (2015), Dedi (2020) Alawiyah (2019) menyatakan bahwa

Edukasi, berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun

penelitian ini tidak sejalan dengan Ranita (2016), Evalin (2015), Arif (2018),

Resi dkk (2018) menyatakan bahwa edukasi tidak berpengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak untuk patuh terhadap ketentuan perpajakan.

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh wahyuni dan Asbi

(2020), yanti, dkk (2017), Hermi dan Soko (2021), menyatakan bahwa

moralitas pajak berpengaruh signifikan terhadapa kepatuhan wajib pajak.

Namun penelitian ini tidak sejalan dengan amir, dkk (2020), Khaerunnisa &

Wiratno (2014) yang menyatakan bahwa moralitas pajak tidak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Semenjak tahun 2011 Direktorat Jenderal Pajak telah mengikuti nilai-

nilai yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan RI yang terdiri atas

Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan

(INTROSPEK). Namun sayangnya penerapan nilai INTROSPEK tersebut

mengalami kendala seperti adanya keluhan dari Wajib Pajak terhadap

pelayanan yang diberikan pegawai yang diperoleh dari telepon yang masuk
7

serta penyampaian langsung maupun tidak langsung dari Wajib Pajak, masih

terdapat pelanggaran disiplin yang dilakukan pegawai terutama berkenaan

dengan ketaatan mematuhi jam dinas (kumparan, 2020).

Persepsi publik terkait kasus tindak korupsi kepada Direktorat

Jenderal Pajak (DJP) ternyata masih belum memudar. Kondisi itu membuat

Menteri Keuangan Sri Mulyani sakit hati mengingat instansinya terus

berjibaku melakukan perbaikan. Beberapa tahun lalu, sosok Gayus Tambunan

sempat populer sebagai koruptor yang mencoreng citra otoritas pajak. Tak

kapok, setelah Gayus, KPK juga mencokok beberapa oknum petugas pajak

yang menerima suap. Tak ayal, publik menilai tindak pidana korupsi di

lingkungan otoritas pajak sudah menjadi rahasia umum. Mereka memberikan

stigma bahwa DJP merupakan lahan basah bagi beberapa oknum untuk

memanfaatkan jabatan dan tanggung jawabnya dalam mengurusi pajak. Tak

hanya DJP, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pun turut terkena

stigma tersebut, yang sudah melekat dan sulit untuk dilupakan masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pajak Yustinus Prastowo menilai

fenomena korupsi yang kerap didapati kedua lembaga memang disebabkan

oleh banyaknya 'godaan' dari beberapa pihak yang memang enggan untuk

membayar pajak. (CNN Indonesia, 2019).

rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak masyarakat, disinyalir

menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya rasio pajak di Indonesia.

Tahun 2018, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan

(Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD)

mencatat, rasio pajak Indonesia cuma 11,9% dari Produk Domestik Bruto
8

(PDB). Capaian tersebut, dibawah rata-rata negara-negara yang tergabung di

OECD sekitar 34,3%. Angka tersebut semakin menukik pada tahun 2019,

rasio pajak Indonesia hanya sebesar 10,7 persen. Terlebih di masa pandemi,

pendapatan masyarakat berkurang, dan sejumlah insentif diberikan

pemerintah kepada beberapa kalangan masyarakat sehingga sejumlah

kalangan tertentu tidak dibebaskan kewajibannya membayar pajak, rasio

pajak sulit diharapkan naik. (Investor.id, 2021). Berikut disajikan tabel yang

menjelaskan tentang tingkat kepatuhan pajak di Kota Palembang Ilir Barat

dari tahun 2016-2020.

Beberapa fenomena kasus-kasus yang terjadi dalam dunia perpajakan

Indonesia belakangan ini membuat masyarakat dan wajib pajak khawatir

untuk membayar pajak. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kepatuhan

wajib pajak, karena para wajib pajak tidak ingin pajak yang telah dibayarkan

disalahgunakan oleh aparat pajak itu sendiri. Oleh karena itu, beberapa

masyarakat dan wajib pajak berusaha menghindari pajak.

Meskipun perekonomian Kota Palembang berkembang dengan cukup

baik, namun kondisi kepatuhan wajib pajak di Kota Palembang sangat

memprihatinkan. kepatuhan wajib pajak di Kota Palembang cenderung

menurun. Oleh karena itu, hal tersebut menarik perhatian untuk dilakukan

penelitian terhadap wajib pajak di wilayah KPP Kota Palembang.


9

Tabel I.2
Perkembangan jumlah WPOP terdaftar yang melaporkan
SPT Tahunan Pada KPP Pratama Palembang Ilir Barat
Tahun 2016 – 2020

WPOP WPOP tidak


Tahu WPOP
Melaporkan SPT melaporkan SPT
n terdaftar
tahunan tahunan
2016
2017
2018
2019
2020

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Isomorfisma, Moralitas, dan Edukasi

Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Budaya Pajak

Sebagi Variabel Moderasi”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat

dikemukakan rumusan malasah dalam penelitian ini adalah :

1. Adakah Pengaruh Isomorfisma, moralitas, dan edukasi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak.

2. Adakah pengaruh Isomorfisma terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

3. Adakah pengaruh moralitas terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

4. Adakah pengaruh Edukasi pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

5. Apakah Budaya pajak Memoderasi pengaruh Isomorfisma terhadap

kepatuhan wajib pajak.

6. Apakah Budaya pajak Memoderasi pengaruh Moralitas terhadap

kepatuhan wajib pajak.


10

7. Apakah Budaya Pajak Memoderasi Pengaruh Edukasi Pajak Terhadap


Kepatuhan Wajib Pajak.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka dapat dikemukakan

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Bagaimana Pengaruh Isomorfisma, moralitas, dan edukasi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak.

2. Bagaimana Pengaruh Isomorfisma terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

3. Bagaimana Pengaruh moralitas terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

4. Bagaimana Pengaruh Edukasi pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

5. Bagaimana Budaya pajak Memoderasi Pengaruh Isomorfisma terhadap

kepatuhan wajib pajak.

6. Bagaimana Budaya pajak Memoderasi Pengaruh Moralitas terhadap

kepatuhan wajib pajak.

7. Bagaimana Budaya Pajak Memoderasi Pengaruh Edukasi Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan wawasan

untuk pihak-pihak sebagai berikut :

1. Bagi penulis

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang perpajakan,

penelitian ini diharapkan dapat bermaafaat sebagai informasi untuk

menambah wawasan mengenai ismorfisma,moralitas, dan edukasi


11

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak serta Budaya Pajak sebagai

variabel moderasi.

2. Bagi Direktorat jendral pajak (DJP)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan Manfaat kepada DJP

Khususnya mengenai Isomorfisma, moralitas, dan Edukasi perpajakan

terhadap Kepatuhan Wajib pajak dengan Budaya Pajak Sebagai

moderasi.

3. Bagi Almamater

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan,

menambah ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan atau kajian bagi

panulis dimasa yang akan datang.


BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS

A. Landasan Teory

1. Teori Umum (Grand Theory)

a. Teori Atribusi

Teori atribusi merupakan teori yang dikembangkan oleh Fritz

Heider yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan

oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu factor-

faktor yang berasal dari dalam diri sesorang, seperti kemampuan atau

usaha dan kekuatan eksternal (eksternal forces), yaitu faktor- faktor

yang berasal dari luar seperti kesulitan dalam pekerjaan atau

keberuntungan (Arfan, 2019:129). Teori atribusi menjelaskan tentang

pemahaman akan reaksi seseorang terhadap peristiwa di sekitar

mereka, dengan mengetahui alasan-alasan mereka atas kejadian yang

dialami. Teori atribusi dijelaskan bahwa terdapat perilaku yang

berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka dapat

dikatakan bahwa hanya melihat perilakunya akan dapat diketahui

sikap atau karakteristik orang tersebut serta dapat juga memprediksi

perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

teori atribusi adalah teori yang menjelaskan tentang perilaku

seseorang ditentukan dengan faktor internal yang berasal dari dalam

diri seseorang dan faktor eksternal yang berasal dari luar seperti usaha

dan kemampuan maka dapat dikatakan bahwa melihat perilaku

11
12

seseorang bisa memprediksi sikap atau karakteristik orang

tersebut saat menghadapi situasi tertentu.

b. Teori institusional (Teori Kelembagaan)

Rogers (2007) Teori institusional (Teori Kelembagaan)

mengakui bahwa organisasi beroperasi dalam arena sosial dan, oleh

karena itu, menganggap pengaruh sosial, bukan murni ekonomi, pada

praktik organisasi. Ini mengakui bahwa praktik organisasi dipengaruhi

oleh keberadaan dan pengoperasian institusi di industri atau negara

mereka. Institusi ini meliputi, sistem hukum, organisasi lain dan

norma budaya dan profesional. Pengaruh ini sangat dirasakan ketika

sebuah organisasi berusaha untuk mendapatkan legitimasi.

Maggio dan Powell (1983) Organisasi terbentuk oleh

lingkungan institusional yang ada di sekitar mereka. Ide-ide yang

berpengaruh kemudian di institusionalkan dan dianggap sah dan

diterima sebagai cara berpikir ala organisasi tersebut. Proses

legitimasi sering dilakukan oleh organisasi melalui tekanan negara-

negara dan pernyataan-pernyataan. Teori institusional dikenal karena

penegasannya atas organisasi hanya sebagai simbol dan ritual.

c. Isomorphism Theory

Maggio dan Powell (1983) Menjelaska Konsep isomorfisma

institusional adalah alat yang berguna untuk memahami prosedur yang

mencakup kehidupan organisasi seperti kepatuhan pajak di KPP

Pratama palembang Ilir Barat.

2. Pajak
13

a. Pengertian pajak

Menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak mendapat

timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar–besarnya kemakmuran rakyat”.

b. Pajak penghasilan

Menurut Undang–Undang No. 36 tahun 2008, Pajak

Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak

dengan subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1) Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal

di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari

183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12

(duabelas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak

berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal

di Indonesia.

2) Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari

seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi

menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.

3) Subyek pajak badan, badan yang didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan

pemerintah yang memenuhi kriteria:


14

a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang

undangan.

b) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBN).

c) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah

Pusat atau Pemerintah Daerah, dan

d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional

negara.

4) Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas

bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di

Indonesia, yang melakukan kegiatan di indonesia.

c. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan

Menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi

atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut

pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang–undangan perpajakan. Wajib Pajak

dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Wajib Pajak Orang Pribadi, adalah setiap orang pribadi yang

memiliki penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Di

Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai


15

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam

undang–undang.

2) Wajib Pajak Badan, adalah setiap perusahaan yang didirikan di

Indonesia dan sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

serta mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam

ketentuan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia.

3. Kepatuhan Wajib Pajak

a. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Rahayu (2010: 138) Kepatuhan berarti tunduk atau patuh

pada ajaran atau aturan. Jadi kepatuhan wajib pajak dapat diartikan

sebagai tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam melaksanakan

hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang

perpajakan yang berlaku.

Abdul (2010: 32) Kepatuhan perpajakan sebagai suatu

keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban

perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Menurut Norman (Moh. Zain: 2004) memiliki pengertian

yaitu: “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban

perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan

2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,

kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur

atau menunda pembayaran pajak.


16

3) Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga

Pengawasan Keuangan Pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa

Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

4) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima)

tahun terakhir.

Dari pernyataan diatas maka dapat simpulkan bahwa

Kepatuhan Wajib Pajak adalah keadaan dimana wajib pajak

memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakan. Sikap Wajib Pajak yang memiliki rasa tanggung

jawab sebagai warga negara bukan hanya sekedar takut akan

sanksi dari hukum pajak yang berlaku, serta Wajib Pajak yang

menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan tepat waktu.

b. Bentuk Kepatuhan Wajib Pajak

Secara umum kepatuhan wajib pajak dibagi menjadi dua

yaitu:

1) Kepatuhan formal

Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana Wajib

Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai

dengan ketentuan undang-undang perpajakan.

2) Kepatuhan material

Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib

Pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material


17

perpajakan. Maka dapat disimpulkan bahwa bentuk kepatuhan

Wajib Pajak dibagi menjadi dua yaitu kepatuhan formal dan

kepatuhan material yang keduanya menuntut bahwa Wajib Pajak

memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan undang-undang

yang berlaku.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak

Widodo (2010: 8) faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan Wajib Pajak yaitu:

1) Pengaruh Moralitas

Motivasi yang muncul pada Wajib Pajak, atas kemauan,

keyakinan untuk berpartisipasi kepada negara dengan membayar

pajak yang dapat dinyatakan sebagai sikap kepatuhan pajak.

Moralitas merupakan salah satu aspek dalam kepatuhan pajak,

beberapa yang mendasari faktor moralitas yaitu demografis,

kebanggaan nasional, partisipasi warga negara, kepercayaan,

otonomi daerah, kondisi ekonomi, sistem perpajakan, defference

factors.

2) Pengaruh Budaya

Konsep Budaya Pajak merupakan keseluruhan interaksi formal

dan informal dalam suatu institusi yang menghubungkan sistem

perpajakan nasional dengan Wajib Pajak dimana secara historis

melekat dengan budaya nasional, termasuk ketergantungan dan

ikatan yang terbentuk akibat interaksi yang berkelanjutan.

3) Pengaruh Agama
18

Indonesia terdapat berbagai keyakinan yang dianut, bukan

berarti perbedaan keyakinan tidak menjadikan masyarakat

berpecah belah, toleransi antar umat beragama, dan tidak

berkaitan dengan pemungutan pajak, dari agama yang dianut.

4) Pengaruh Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi

kesadaran orang untuk membayar pajak, dengan pendidikan

yang tinggi maka akan mengerti manfaat pajak dan perolehan

pajak yang digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan

rakyat.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan

wajib pajak adalah:

a) Wajib Pajak wajib mendaftarkan dirinya untuk dapat memenuhi

kewajibannya dan menjaga ketertiban pembayaran pajak.

b) Wajib Pajak wajib membayar kewajiban pajaknya pada Kantor

Pajak yang ada di daerahnya masing-masing, melalui pihak lain

maupun melalui Wajib Pajak sendiri

c) Wajib Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan yang

sudah terdaftar pada Kantor Pajak yang dilengkapi dengan

laporan keuangan.

Menurut Abdul (2010:33) faktor yang mempengaruhi tinggi

rendahnya kepatuhan adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan

oleh Wajib Pajak, serta waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya, mulai dari waktu membaca


19

formulir SPT dan buku petunjuknya, waktu untuk konsultasi dengan

akuntan atau konsultan pajak untuk mengisi SPT, serta waktu yang

terpakai untuk pulang pergi ke kantor pajak.

4. Edukasi Pepajakan

a. Definisi Edukasi Perpajakan

Pengertian Edukasi menurut KBBI yaitu proses pengubahan

sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam usaha

mendewasakan dari melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, dan

cara mendidik. Sedangkan menurut wikipedia Edukasi adalah

pembelajaran, keterampilan, pengetahuan, serta kebiasaan dari

sekelompok orang yang diturunkan dari generasi satu ke generasi

berikutnya melalui proses pengajaran, palatihan, dan penelitian.

Secara umum dapat dikatakan semakin tinggi tingkat

pendidikan wajib pajak semakin mudah bagi mereka untuk memahami

segala sesuatu yang berhubungan dengan pajak termasuk peraturan-

peraturan perpajakan (Nurmantu 2005:32). Tidak semua wajib pajak

memahami peraturan perpajakan, bagi wajib pajak yang sudah

memahami peraturan perpajakan diharapkan dapat memenuhi dan

melaksanakan kewajiban perpajakannya. Seperti melaporkan SPT

tepat waktu dan melaporkannya dengan baik dan benar.

Bersadarkan pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa

Edukasi perpajakan adalah upaya pelatihan,pendidikan,penelitian dan

proses pengajaran Perpajakan kepada wajib pajak mempermuda wajib

pajak memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan pajak.


20

b. Indikator Edukasi Perpajakan

Menurut Dini Rosdiani (2018: 41- 44) ada tiga jenis Edukasi

(pendidikan) di Indonesia yaitu:

1) Edukasi formal

Edukasi formal yaitu pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi. Wawasan dan pengetahuan perpajakan diberikan

melalui jalur pendidikan, baik melalui pendidikan khusus

perpajakan atau dengan memasukan materi perpajakan

kedalam kurikulum pendidikan nasional dari mulai SD

Sampai perguruan tinggi

2) Edukasi Non Formal

Edukasi non formal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan

formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan

berjenjang. Pendidikan non formal biasanya disampaikan

lembaga pelatihan atau kursus, penyuluhan masyarakat,

organisasi masyarakat dan media iklan. Media iklan juga

memeliki peranan yang cukup besar dalam penyiaran

informasi pajak, baik media cetak berupa surat kabar, koran,

majalah, brosur, reklame, dan sebagainya. Edukasi tentang

pajak dapat dengan mudah diperoleh dari media massa

(seperti televisi, dan radio), Spanduk, reklame dan media

cetak lainya.
21

3) Edukasi Informal

Edukasi informal adalah jalur pendidikan keluarga dan

lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Contohnya dengan memberikan pengetahuan tentang edukasi

pajak. Sebagai bagian dari upaya membangun masa depan

perpajakan Indonesia agar dapat Meningkatkan Kepatuhan

wajib pajak serta menciptakan generasi penerus bangsa yang

berkarakter bela negara dan cinta tanah air melalui kesadaran

melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan benar.

5. Moralitas pajak

a. Difinisi moralitas pajak

Moralitas pajak merupakan motivasi yang muncul dari dalam

diri individu untuk membayar pajak (Widodo, 2010:9). Moralitas

pajak dapat dibentuk melalui partisipasi warga negara, kepercayaan,

kebanggaan, dan sistem perpajakan. Jika dalam diri wajib pajak sudah

tertanam rasa bangga sebagai warga negara, maka mereka akan

termotivasi untuk membayar pajak dan terdorong untuk ikut

memikirkan keadaan bangsanya. Wajib pajak taat membayar pajak

karena didorong oleh adanya sikap peduli dengan kondisi keuangan

negara dan partisipasi warga negara yang tinggi diikuti dengan

terbukanya pola fikir untuk memajukan negaranya (Widodo, 2010:24-

27). Kepercayaan terhadap kinerja pemerintah akan memotivasi

mereka untuk membayar pajak, karena mereka berasumsi bahwa pajak

yang mereka bayar akan membantu kelangsungan program


22

pemerintah (Widodo, 2010:30-32). Kecintaan warga negara terhadap

negaranya salah satunya dapat diwujudkan dengan membayar pajak

dan pada dasarnya motivasi yang dapat mempengaruhi wajib pajak

membayar pajak adalah sistem perpajakan yang mengandung aspek

kemudahan (Widodo, 2010:37-40)

b. Indikator moralitas pajak

Menurut widodo moralitas pajak dideskripsikan melalui

delapan indikator yaitu:

1) Partisipasi warga negara

2) Tingkat kepercayaan

3) Otonomi daerah dan desentralisasi

4) Kebanggaan

5) Aspek demografis

6) Kondisi ekonomi

7) Aspek pengelakan pajak

8) Sistem perpajakan.

6. Budaya pajak

a. Definisi Budaya pajak

Budaya pajak dibangun karena adanya interaksi baik formal

maupun informal dalam suatu institusi yang menghubungkan sistem

perpajakan nasional dengan praktik hubungan antara aparatur pajak.

Berdasarkan hal tersebut, hubungan antara aparatur pajak dengan

wajib pajak merupakan salah satu indikator dari budaya pajak.

Aparatur pajak diharapkan memiliki sifat jujur, simpatik, dan mudah


23

untuk dihubungi karena aparatur pajak langsung berhubungan dengan

wajib pajak dalam hal pelayanan perpajakan (Widodo, 2010:58-59).

Berdasarkan Teori diatas dapat disimpulkan bahwa budaya

pajak dibagun dari interaksi dari wajib pajak dengan aparatur pajak itu

sendiri, hubungan tersebut yang menciptakan budaya pajak baik

buruknya budaya pajak adalah tergantung dari baik buruknya intraksi

yang terjadi antara wajib pajak dan aparatur pajak.

b. Indikator budaya pajak

Menurut widodo Budaya pajak dideskripsikan melalui tiga

indikator yaitu:

1) Hubungan antara wajib pajak dan aparatur pajak

2) Peraturan perpajakan

3) Budaya nasional

B. Penelitian sebelumnya

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti variabel-variabel yang

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Variabel-variabek tersebut adalah

Isomorfisma, Edukasi pajak, dan Moralitas pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak dengan budaya pajak sebagi variabel moderasi. Penelitian ini

merupakan pengambangan dari penelitian terdahulu adalah sebagai

berikut:

Penelitian yang dilakukan oleh Habibi (2018) dengan judul

“Pengaruh Isomorfisma terhadap kepatuhan wajib pajak dengan keadilan

pajak sebagai variabel interverning”. Jenis penelitian yang dilakukan

dalam penelitian ini dalah jenis penelitian asosiatif. Sempel dari


24

penelitian ini adalah 45 sampel UMKM yang merupakan sektor kuliner

dengan makanan utama pempek. Metode pengumpulan data yang akan

digunakan di dalam penelitian ini adalah teknik kuesioner (angket).

Metode analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan

kekuatan Isomorfisma berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak. Dan ditemukan dari hasil analisis data menunjukan bahwa

isomorfisma melaui keadilan pajak tidak signifikan mempengaruhi

terhadap kepatuhan wajib pajak namun dengan analisis jalur yang

digunakan menunjukan bahwa isomorfisma berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak hal ini dapat dilihat dari pengaruh langsung lebih

kecil dari pengaruh total.

Penelitian yang dilakukan oleh Luqman (2017) dengan judul

“Pengaruh Kesadaran, Moralitas, dan Budaya Pajak terhadap Kepatuhan

pajak”. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.

Objek dalam penelitian ini adalah UMKM yang terdaftar di UKM Siola

sebanyak 134 UMKM yang bergerak di bidang usaha kerajinan, pakaian

serta makanan dan minuman. Dengan Jumlah sampel yang memenuhi

persyaratan purposive sampling yaitu 58 responden. Metode yang

digunakan yakni analisis regresi berganda karena variabel independen

yang lebih dari satu. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis,

maka dapat disimpulkan sebagai bahwa kesadaran pajak secara parsial

berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak. Sedangkan moralitas dan

budaya pajak secara parsial tidak mempengaruhi kepatuhan pajak.


25

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adetya, dkk (2015)

dengan judul “Pengaruh Edukasi,Sosialisasi,dan Himbauan Terhadap

kepatuhan wajib pajak dalam Melaporkan SPT Tahunan Pajak

penghasilan” Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis

penelitian penjelasan (Explanatory Research) dengan pendekatan

kuantitatif. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Malang Utara, Jl JA Suprapto 29-31 Malang. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama

Malang Utara dan penelitian ini menggunakan teknik pengambilan

sampel purpossive sampling. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

model analisis linier berganda. Hasil dari penelitian ini disimpulkan

bahwa secara Parsial variabel Edukasi berpengaruh signifikan terhadap

variabel Kepatuhan Wajib Pajak.

Tabel II.1
Persamaan dan Perbedaan
Penelitian sekarang dan penelitian sebelumnya

No Judul, peneliti, tahun Persamaan Perbedaan


penelitian
1 Pengaruh Isomorfisma Persamaan Perbedaan penelitian
terhadap kepatuhan Penelitian yang akan yang akan dilakukan
wajib pajak dengan penulis lakukan terletak pada variabel
keadilan pajak sebagai terletak pada Edukasi, moralitas dan
variabel interverning variabel Isomorfisma Budaya pajak Sebagai
(Habibi : 2018) dan kepatuhan pajak Variabel Moderasi
2 Pengaruh Kesadaran, Persamaan penelitian Perbedaan penelitian
Moralitas, dan Budaya yang akan dilakukan yang akan dilakukan
Pajak terhadap terletak pada terletak pada variabel
Kepatuhan pajak variabel moralitas Isomorfisma dan
(Luqman : 2017) dan kepatuhan pajak Edukasi dan Budaya
pajak sebagai variabel
moderasi
26

3 Pengaruh Edukasi, Persamaan penelitian Perbedaan penelitian


Sosialisasi, dan yang akan dilakukan yang akan dulakukan
Himbauan Terhadap terletak pada terletak pada variabel
kepatuhan wajib pajak variabel Edukasi dan Isomorfisma,
dalam Melaporkan Kepatuhan pajak Moralitas, dan Budaya
SPT Tahunan Pajak pajak sebagai variabel
penghasilan moderasi
(Adetya dkk : 2015)

C. Kerangka Pemikiran

1. Pengaruh Isomorfisma, Edukasi, Moralitas, Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Rahayu (2010: 138) Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada

ajaran atau aturan. Jadi kepatuhan wajib pajak dapat diartikan sebagai

tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam melaksanakan hak dan

kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang

berlaku. Abdul (2010: 32) Kepatuhan perpajakan sebagai suatu keadaan

di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

melaksanakan hak perpajakannya.

kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh moralitas dari

wajib pajak. Hal ini disebabkan karena membayar pajak adalah suatu

aktivitas yang tidak lepas dari kondisi perilaku Wajib Pajak itu sendiri.

Rahayu (2010) menyatakan bahwa moral masyarakat akan

mempengaruhi pengumpulan pajak oleh fiskus.

Edukasi pajak juga merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Secara umum dapat dikatakan

semakin tinggi tingkat pendidikan wajib pajak, maka semakin mudah

bagi mereka untuk memahami segal sesuatu yang berhubungan dengan


27

pajak termasuk peraturan-peraturan perpajakan. Wajib pajak yang sudah

memahami peraturan perpajakan, termasuk memahami sanksi

administrasi dan pidana fiskal, diharapkan dapat memenuhi kewajiban

perpajakannya (Nurmantu 2005: 32).

Isomorfisme, yang dibentuk oleh tekanan dan harapan

kelembagaan, negara, masyarakat luas. Teori institusional (Dimaggio dan

Powel1, 1983) mengemukakan bahwa perilaku kepatuhan pajak

merespons tekanan dari harapan negara, organisasi lain atau masyarakat

luas.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Oleh BJ habibi (2018)

mengenai Pengaruh Isomorfisma terdahap kepatuhan wajib pajak. Hasil

dari penelitian ini menunjukan kekuatan Isomorfisma berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian sebelumnya telah

dilakukan oleh Imam, dkk (2015), Adetya, dkk (2015), Dedi (2020)

Alawiyah (2019) menyatakan bahwa Edukasi, berpengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun penelitian ini tidak sejalan

dengan Ranita (2016), Evalin (2015), Arif (2018), Resi dkk (2018)

menyatakan bahwa edukasi tidak berpengaruh signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak untuk patuh terhadap ketentuan perpajakan.

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh wahyuni dan

Asbi (2020), yanti, dkk (2017), Hermi dan Soko (2021), menyatakan

bahwa moralitas pajak berpengaruh signifikan terhadapa kepatuhan wajib

pajak. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan amir, dkk (2020),
28

Khaerunnisa & Wiratno (2014) yang menyatakan bahwa moralitas pajak

tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2. Pengaruh Isomorfisma terhadap kepatuhan wajib pajak

Isomorfisme, yang dibentuk oleh tekanan dan harapan

kelembagaan, negara, masyarakat luas. Teori institusional (Dimaggio

dan Powel1, 1983) mengemukakan bahwa perilaku kepatuhan pajak

merespons tekanan dari harapan negara, organisasi lain atau masyarakat

luas. Konsep isomorfisma institusional adalah alat yang berguna untuk

memahami prosedur yang mencakup kehidupan organisasi seperti

kepatuhan pajak di KPP Pratama palembang Ilir Barat.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Oleh BJ habibi (2018)

mengenai Pengaruh Isomorfisma terdahap kepatuhan wajib pajak. Hasil

dari penelitian ini menunjukan kekuatan Isomorfisma berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

3. Pengaruh Edukasi terhadap Kepatuhan wajib pajak

Edukasi pajak juga merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Secara umum dapat dikatakan

semakin tinggi tingkat pendidikan wajib pajak, maka semakin mudah

bagi mereka untuk memahami segal sesuatu yang berhubungan dengan

pajak termasuk peraturan-peraturan perpajakan. Wajib pajak yang sudah

memahami peraturan perpajakan, termasuk memahami sanksi

administrasi dan pidana fiskal, diharapkan dapat memenuhi kewajiban

perpajakannya (Nurmantu 2005: 32).


29

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Imam, dkk (2015),

Adetya, dkk (2015), Dedi (2020) Alawiyah (2019) menyatakan bahwa

Edukasi, berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun

penelitian ini tidak sejalan dengan Ranita (2016), Evalin (2015), Arif

(2018), Resi dkk (2018) menyatakan bahwa edukasi tidak berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak untuk patuh terhadap

ketentuan perpajakan.

4. Pengaruh Moralitas wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

Moralitas pajak merupakan motivasi yang muncul dari dalam diri

individu untuk membayar pajak (Widodo, 2010:9). Moralitas pajak dapat

dibentuk melalui partisipasi warga negara, kepercayaan, kebanggaan, dan

sistem perpajakan. kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh

moralitas dari wajib pajak. Hal ini disebabkan karena membayar pajak

adalah suatu aktivitas yang tidak lepas dari kondisi perilaku Wajib Pajak

itu sendiri. Rahayu (2010) menyatakan bahwa moral masyarakat akan

mempengaruhi pengumpulan pajak oleh fiskus.

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh wahyuni dan

Asbi (2020), yanti, dkk (2017), Hermi dan Soko (2021), menyatakan

bahwa moralitas pajak berpengaruh signifikan terhadapa kepatuhan wajib

pajak. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan amir, dkk (2020),

Khaerunnisa & Wiratno (2014) yang menyatakan bahwa moralitas pajak

tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

5. Budaya pajak Memoderasi pengaruh Isomorfisma terhadap

kepatuhan wajib pajak.


30

Isomorfisme, yang dibentuk oleh tekanan dan harapan

kelembagaan, negara, masyarakat luas. Teori institusional (Dimaggio dan

Powel1, 1983) mengemukakan bahwa perilaku kepatuhan pajak

merespons tekanan dari harapan negara, organisasi lain atau masyarakat

luas. Konsep isomorfisma institusional adalah alat yang berguna untuk

memahami prosedur yang mencakup kehidupan organisasi seperti

kepatuhan pajak di KPP Pratama palembang Ilir Barat.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Oleh BJ habibi (2018)

mengenai Pengaruh Isomorfisma terdahap kepatuhan wajib pajak. Hasil

dari penelitian ini menunjukan kekuatan Isomorfisma berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal itu maka

dapat diartikan bahwa semakin baik Budaya pajak dalam memoderasi

kekuatan Isomorfisma maka akan semakin baik kepatuhan wajib pajak.

6. Budaya Pajak Memoderasi Pengaruh Edukasi Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak

Edukasi pajak juga merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Secara umum dapat dikatakan

semakin tinggi tingkat pendidikan wajib pajak, maka semakin mudah

bagi mereka untuk memahami segal sesuatu yang berhubungan dengan

pajak termasuk peraturan-peraturan perpajakan. Wajib pajak yang sudah

memahami peraturan perpajakan, termasuk memahami sanksi

administrasi dan pidana fiskal, diharapkan dapat memenuhi kewajiban

perpajakannya (Nurmantu 2005: 32).


31

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Imam, dkk (2015),

Adetya, dkk (2015), Dedi (2020) Alawiyah (2019) menyatakan bahwa

Edukasi, berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun

penelitian ini tidak sejalan dengan Ranita (2016), Evalin (2015), Arif

(2018), Resi dkk (2018) menyatakan bahwa edukasi tidak berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak untuk patuh terhadap

ketentuan perpajakan. Berdasarkan hal itu maka dapat diartikan bahwa

semakin baik Budaya pajak Memoderasi Edukasi pajak maka akan

semakin baik kepatuhan wajib pajak.

7. Budaya Pajak Memoderasi Pengaruh Moralitas Wajib Pajak

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

Moralitas pajak merupakan motivasi yang muncul dari dalam diri

individu untuk membayar pajak (Widodo, 2010:9). Moralitas pajak dapat

dibentuk melalui partisipasi warga negara, kepercayaan, kebanggaan, dan

sistem perpajakan. kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh

moralitas dari wajib pajak. Hal ini disebabkan karena membayar pajak

adalah suatu aktivitas yang tidak lepas dari kondisi perilaku Wajib Pajak

itu sendiri. Rahayu (2010) menyatakan bahwa moral masyarakat akan

mempengaruhi pengumpulan pajak oleh fiskus.

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh wahyuni dan

Asbi (2020), yanti, dkk (2017), Hermi dan Soko (2021), menyatakan

bahwa moralitas pajak berpengaruh signifikan terhadapa kepatuhan wajib

pajak. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan amir, dkk (2020),
32

Khaerunnisa & Wiratno (2014) yang menyatakan bahwa moralitas pajak

tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Gambar II.1
Kerangka Pemikiran

H1

Kekuatan
Isomorfisma (X1) H2a

H3a
Moralitas (X2) Kepatuhan
H2b
Wajib Pajak (Y)
H3b

Edukasi (X3) H3c


H2c

Budaya Pajak

Sumber: Penulis, 2021

D. Hipotesis

Berdasarkan Kerangka pikiran, maka dapat dirumuskan Hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Bersama
33

H1 : Pengaruh Isomorfisma, moralitas, dan edukasi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak.

2. Secara persial

H2a : Pengaruh Isomorfisma terhadap kepatuhan wajib pajak.

H2b : Pengaruh Moralitas pajak Terhadap Kepatuhan wajib pajak.

H2c : Pengaruh Edukasi pajak Terhadap Kepatuhan Wajib pajak.

3. Secara Moderasi

H3a : Pengaruh Isomorfisma terhadap kepatuhan wajib pajak yang

dimoderasi oleh Budaya Pajak.

H3b : Pengaruh Moralitas pajak Terhadap Kepatuhan wajib pajak yang

dimoderasi oleh Budaya Pajak.

H3c : Pengaruh Edukasi pajak Terhadap Kepatuhan Wajib pajak yang

dimoderasi oleh Budaya Pajak.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Terdapat beberapa jenis penelitian dan dapat dilihat dari tingkat

eksplanasinya dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (Wiratna,2019: 16):

1. Penelitian Deskriptif

Penelitian yang digunakan untuk mengetahui nilai masing-masing

variabel, baik suatu variabel atau lebih sifatnya independen tanpa

membuat hubungan maupun perbandingan dengan variabel yang lain.

Variabel tersebut dapat menggambarkan secara sistematik dan akurat

mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu.

2. Penelitian Komparatif

Penelitian yang bersifat membandingkan variabel yang satu dengan yang

lain atau variabel satu dengan standar.

3. Penelitian Asosiatif

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel

atau lebih dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori

yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol

suatu gejala.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

asosiatif untuk mengetahui Pengaruh Kekuatan Isomorfisma, Moralitas, dan

Edukasi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Budaya Pajak

sebagai Variabel Moderasi.

33
34

B. Lokasi Penelitian

Lokasi yang Penulis Pilih dalam penelitian ini adalah KPP Pratama

Ilir Barat kota Palembang.

C. Operasional Variabel

Operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel III.1
Operasional Variabel

Variabel Difinisi variabel Indikator Skala


Kepatuhan wajib Kepatuhan perpajakan adalah 1. Mengisi formulir SPT Skala

Pajak (Y) suatu keadaan dimana wajib 2. Melakukan perhitungan Ordinal

pajak memenuhi semua dengan benar.

kewajiban 3. Melakukan pembayaran

tepat waktu.
Isomorfisma (X1) Konsep isomorfisma 1. Karyawan dalam organisasi Skala

institusional adalah alat yang ini percaya pada Ordinal

berguna untuk memahami independensi pengambilan

prosedur yang mencakup keputusan

kehidupan organisasi 2. Karyawan dalam organisasi

ini percaya pada

kepentingan umum

3. Karyawan dalam organisasi

ini percaya pada

pengaturan diri

4. Organisasi kami mematuhi

etika profesional, tidak etis

untuk menghindari pajak

5. Pajak menarik denda

6. Wajib pajak membayar

pajak karena memiliki

mandat hukum untuk

mengumpulkannya
35

Perilaku pembayaran pajak

pada setiap karyawan


Moralitas (X2) Moralitas pajak merupakan 1. Partisipasi warga negara Skala

motivasi yang muncul dari 2. Tingkat kepercayaan Ordinal

dalam diri individu untuk 3. Otonomi daerah dan

membayar pajak. desentralisasi

4. Kebanggaan

5. Aspek demografis

6. Kondisi ekonomi

7. Aspek pengelakan pajak

8. Sistem perpajakan.

Edukasi (X3) Edukasi perpajakan adalah 1. Pendidikan Formal Skala

upaya pelatihan, pendidikan, 2. Pendidikan Non Formal Ordinal

penelitian dan proses 3. Pendidikan Informal

pengajaran Perpajakan kepada

wajib pajak
Budaya pajak budaya pajak dibagun dari 1. Hubungan antara wajib Skala

(X4) interaksi dari wajib pajak pajak dan aparatur pajak Ordinal

dengan aparatur pajak itu 2. Peraturan perpajakan

sendiri, hubungan tersebut 3. Budaya nasional

yang menciptakan budaya

pajak.
Sumber : Penulis 2021

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas obyek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2017: 136).

Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang terdaftar

pada KPP Pratama Ilir Barat Kota palembang.

2. Sampel
36

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2017: 137). Teknik

sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya

sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data

sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran

populasi agar diperoleh sampel yang representatif (Margono, 2004)

Penelitian ini mengambil sampel dengan menggunakan metode

sampel acak sederhana (Simple Random Sampling). Teknik penarikan

sampel mengunakan metode ini memberikan kesempatan yang sama

bagi setiap populasi untuk menjadi sampel penelitian. Sampel diambil

secara acak yaitu wajib pajak yang terdaftar pada KPP Pratam Ilir

barat kota palembang.

E. Data Yang Diperlukan

Menurut Uma Sekaran dan Roger Bougie (2017:130) data penelitian

pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi:

1. Data Primer

Data primer yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari

sumbernya (tidak melalui perantara).

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung

melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh orang lain).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
37

diambil secara langsung oleh peneliti dari objek yang diteliti yaitu KPP

Pratama Ilir Barat kota Palembang.

Data Sekunder dalam penelitian ini merupakan data yang telah diolah

oleh pihak lain. Data ini diambil melalui website yang diperlukan serta jurnal,

artikel dan penelitian-penelitian sebelumnya.

F. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti

untuk mengungkapkan atau menjaring informasi kuantitatif dari responden

sesuai lingkup penelitian yang biasa digunakan, sebagai berikut

(Wiratna,2019:93-95):

1. Tes

Data dalam penelitian dibagi menjadi 3 yaitu fakta, pendapat, dan

kemampuan. Instrumen tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya

serta besarnya kemampuan objek yang kita teliti. Tes dapat digunakan

untuk mengukur kemampuan dasar maupun pencapaian atau prestasi

misalnya tes IQ, minat, bakat, khusus dan sebagainya.

2. Wawancara

Wawancara adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk menggali

data secara lisan. Hal ini haruslah dilakukan secara mendalam agar kita

mendapatkan data yang valid dan detail.

3. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap

gejala yang tampak pada objek penelitian.

4. Kuesioner
38

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi sepakat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada para

responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan instrumen pengumpulan

data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur

dan tahu apa yang bisa diharapkan dari para responden.

5. Survei

Survei lebih banyak lagi digunakan untuk pemecahan masalah-masalah

yang berkaitan dengan perumusan kebijakan dan bukan untuk

pengembangan. Oleh karena itu survei tidak digunakan untuk menguji

suatu hipotesis. Maka aneh apabila penelitian yang ada hipotesisnya tetapi

menggunakan instrumen survei.

6. Analisis Dokumen

Analisis dokumen lebih mengarah pada bukti konkret. Dengan instrumen

ini, kita diajak untuk menganalisis isi dari dokumen-dokumen yang dapat

mendukung peneliti.

Penelitian ini menggunakan metode utama menggunakan kuisioner,

Kuisioner yakni dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan

kepada Wajib pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Ilir Barat kota

Palembang.

G. Analisis Data dan Teknik Analisis

1. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua),

yaitu :(Wiratna,2019:11-12):

a. Analisis Kualitatif
39

Analisis kualitatif adalah metode analisis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan

menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari

kuantitatif (pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat

digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah,

tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial dan lain-lain.

b. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif adalah metode analisis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai dengan

menggunakan prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantitatif

(pengukuran).

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis data kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan pengujian statistik dari hasil kuesioner.

Menurut Sugiyono (2017:134-141) berbagai skala sikap yang dapat

digunakan untuk penelitian adminstrasi, pendidikan, dan sosial antara

lain yaitu:

1) Skala Likert

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

2) Skala Guttman

Skala pengukuran dengan tipe ini , akan didapat jawaban yang tegas

yaitu ya-tidak; benar-salah; pernah-tidak pernah; positif-negatif dan

lain-lain.
40

3) Semantic Defferensial

Skala pengukuran yang berbentuk semantic defferensial di

kembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur

sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi

tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “ sangat

positifnya” terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat

negatif” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya.

4) Ratting Scale

Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data

yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian

dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating-scale data mentah yang

diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian

kualitatif.

Keempat jenis skala tersebut bila digunakan dalam pengukuran,

akan mendapatkan data interval atau rasio. Hal ini tergantung pada bidang

yang akan diukur. Pada penelitian ini skala yang digunakan adalah skala

likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Pada skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan

menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan titik

tolak untuk menyusun item-item instrumen berupa pernyataan atau

pertanyaan- pertanyaan. Jawaban pada skala likert dapat berupa kata-kata

antara lain:

Sangat setuju = SS =5
41

Setuju =S =4

Netral =N =3

Tidak Setuju = TS =2

Sangat Tidak Setuju = STS =1

Syarat untuk pengujian analisis dengan menggunakan regresi datanya

harus interval, maka data yang diperoleh dari kuesioner yang berbentuk

ordinal dinaikkan skalanya menjadi interval. Proses menaikkan skala dari

ordinal menjadi interval digunakan software (Program) MSI (Microsoft

Successif Interval).

2. Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah

dengan menggunakan model analisis regresi linear berganda untuk

meyakinkan bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat,

selanjutnya dilakukan uji hipotesis (uji t dan uji f) untuk mengetahui

signifikasi dari variabel bebas terhadap variabel terikat serta membuat

kesimpulan dan yang terakhir adalah menghitung koefisien determinasi

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variabel bebas terhadap

variabel terikat. Teknik analisis data dalam penelitian ini dibantu oleh

Statistical Program for Specince (SPSS). Sebelum melakukan analisis,

seusai dengan syarat metode OLS (Ordinary Least Square) maka terlebih

dahulu harus melakukan uji validitas, uji reliabilitas, dan asumsi klasik.

a. Uji Validitas

Uji Validitas (Test of Validity) digunakan untuk mengukur sah atau

valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan sah atau


42

valid jika pertanyaan pada kuesioner tersebut mampu

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner itu. Uji

signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung (nilai

corrected item-Total corrected item-Total Correlation pada output

cronbach alpha) dengan r tabel (Wiratna,2019:165).

r hitung > r tabel maka butir atau pertanyaan tersebut valid

r hitung> r tabel maka butir atau pertanyaan tersebut tidak valid

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar sebuah butir dikatakan

valid, yaitu (Wiratna,2019: 106-108) :

1) Pengujian Validitas Konstruk

Menyusun pertanyaan yang akan di lakukan dalam penelitian

sesuai dengan variabel yang ada dalam penelitian kemudian

konsultasi.

2) Pengujian Validitas Isi

Instrumen yang harus memiliki validitas isi menunjukkan pada

sejauh mana instrument tersebut mencerminkan isi yang

dikehendaki.

3) Pengujian Validitas eksternal

Validitas eksternal menekankan pada aspek keinginan instrumen

yang digunakan sesuai dengan kondisi empiris di lapangan

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan terhadap item pertanyaan yang dinyatakan

valid. Uji ini digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau


43

handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah kuesioner

dan stabil dari waktu ke waktu (Wiratna,2019:169)

Cronbach’s Alpha > 0,6 maka reliabel

Cronbach’s Alpha < 0,6 maka tidak reliable

c. Statisitk Deskriptif

Statistik deskriptif berusaha untuk menggambarkan berbagai

karakteristik data yang berasal dari suatu sampel. Data yang dioleh

dalam statistik deskriptif hanya satu variabel saja. Statistik deskriptif

dapat menghasilkan tabel, grafik, dan diagram. Statistik deskriptif

dalam penelitian pada dasrnya merupakan proses transformasi data

penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan

diinterpretasikan. Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau

penyusunan data dalam bentuk nilai maksimal, nilai minimal, nilai

rata-rata, nilai standar deviasi (Wiratna:2019,113).

d. Uji Asumsi Klasik

Asumsi klasik terdiri dari (Romie,2017:116)

1) Uji Normalitas Data

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah nilai residu yang

dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak.

Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang

terdistribusi normal. Beberapa uji normalitas yaitu dengan melihat

penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik normalP-P

plot of regression atau dengan uji One Sample Kolmogrov-

Smirnov (Romie,2017:117-122)
44

a) Metode Grafik

Uji normalisasi residual dengan metode grafik yaitu melihat

penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik normal P-

P plot of regression standardized residual. Dasar

pengambilan keputusan untuk pengujian normalitas dengan

grafik normal P-P plot of regression standardized residual

yaitu :

(1) Bila titik-titik menyebar di sekitar garis dan mengikuti

garis diagonal maka nilai tersebut normal.

(2) Bila titik-titik menyebar jauh dari garis dan tidak

mengikuti garis diagonal maka nilai residu tersebut tidak

normal.

b) Metode Uji One Sample Kolmogrov Sminov

Metode ini digunakan untuk mengetahui distribusi data dalam

hal ini apakah distribusi residual terdistribusi normal atau

tidak.

Dasar pengambilan keputusan untuk pengujian normalitas

dengan One Sample Kolmogrov Sminov yaitu :

(1) Jika nilai signifikan > 0,05 maka nilai residual tersebut

normal.

(2) Jika nilai signifikan < 0,05 maka nilai residual tersebut

tidak normal.

2. Uji Multikolinearitas
45

Multikolineritas adalah ditemukan adanya korelasi yang sempurna

atau mendekati sempurna antarvariabel independensi pada model

regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di

antara variabel bebas. Dilihat nilai tolerance dan inflation factor

(VIF). Diketahui nilai tolerance > 0,1 dari nilai VIF < 10 maka

disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi

(Romie,2017: 122-123).

3. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan yang mana dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variansi dari residu pada satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tak terjadi

heteroskedasrisitas. Berbagai uji heteroskedastisitas yaitu

(Romie,2017:125-128):

a) Uji Glejser

Dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen

dengan nilai absolut residualnya. Bila nilai signifikasi antara

variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05

maka tak terjadi heteroskedastisitas.

b) Melihat Pola Titik Pada Scatterplot

Dilakukan dengan cara melihat grafik scatterplot antara

standardized predicted value dengan standardized residual, ada

tidaknya pada tertentu pada grafik scatterplot antara

standardized predicted value dengan standardized residual yang


46

mana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X

adalah residual ( Y prediksi – Y asli).

Pada penelitian ini menggunakan uji heteroskedastisitas

dengan melihat pola titik pada scatterplot antara standardized

predicted value dengan standardized residual, ada tidaknya pola

tertentu pada grafik scatterplot antara stadardized predicted value

dengan standardized residual yang mana sumbu Y adalah Y yang

telah diprediksi dan sumbu X adalah residual.

e. Uji Hipotesis

1. Koefisien determinasi (R2)

digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel-

variabel dependen. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah

antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel

dependen amat terbatas. Jika koefisien determinasi sama dengan

nol, maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen. Jika besarnya koefisien determinasi

mendekati angka 1, maka variabel independen berpengaruh

sempurna terhadap variabel dependen, dengan menggunakan

model ini, maka kesalahan penggangu diusahakan minimum

sehingga R2 mendekati 1, sehingga perkiraan regresi akan lebih

mendekati keadaan yang sebenarnya(Wiratna, 2019:228).

2. Uji Hipotesis Secara Bersama (Uji F)


47

Pengujian hipotesis secara bersama merupakan pengujian

hipotesis koefisien regresi berganda dengan X1 dan X2 secara

bersama-sama mempengaruhi Y.

a) Merumuskan Hipotesis

Hipotesis di rumuskan sebagai berikut:

H01: Kekuatan Ismorfisma, Moralitas, Dan Edukasi Pajak

tidak berpengaruh terhadap wajib pajak .

Ha1: Kekuatan Ismorfisma, Moralitas, Dan Edukasi Pajak

berpengaruh terhadap wajib pajak.

b) Menentukan Tarif Nyata

Tingkat seginifikan sebesar 5%. Taraf nyata dari t tabel

ditentukan dari derajat bebas (db) = n-k-1, Taraf nyata (a)

berarti nilai F tabel, Taraf nyata dari F tabel ditentukan

dengan derajat bebas (db) = n-k-1.

c) Ho ditolak apabila F hitung > F tabel, Ha diterima apabila F

dihitung > F tabel.

d) Kesimpulan

Menarik kesimpulan Ho ditolak apabila F hitung > F tabel

atau Ha diterima F hitung > F table

3. Uji Hipotesis secara Parsial/Individu (Uji t)

Pengujian hipotesis secara individual merupakan

pengujian hipotesis koefisien regresi berganda dengan hanya

satu b (b1 atau b2) yang mempengaruhi Y. Langkah-langkah

dalam uji hipotesis secara individual yaitu :


48

a) Merumuska Hipotesis

Hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

(1) Hipotesis 2a Pengaruh Kekuatan Isomorfisma terhadap

Kepatuhan wajib Pajak.

H02a : Kekuatan Ismorfisma tidak berpengaruh kepatuhan

terhadap wajib pajak

Ha2a : Kekuatan Ismorfisma berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak.

(2) Hipotesis 2b Pengaruh Moralitas wajib pajak terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak.

H02b : Moralitas Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap

Kepatuhan wajib pajak.

Ha2b : Moralitas Wajib Pajak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak.

(3) Hipotesis 2c Pengaruh Edukasi Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak.

H02c : Edukasi Pajak tidak berpengaruh terhadap

Kepatuhan wajib pajak.

Ha2c : Edukasi Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

Kepatuhan wajib pajak.

b) Menentukan Tarif Nyata

Tingkat signifikan sebesar 5%, tarif nyata dari t tabel

ditentukan dari derajat bebas (db) = n-k-1, taraf nyata (a)


49

berarti t tabel, taraf nyata dari t tabel ditentukan dengan

derajat bebas (db) = n-k-1.

c) Kesimpulan

Menarik kesimpulan jika t hitung < t tabel maka H0

diterima atau Ha ditolak. t hitung > t tabel maka H0 ditolak

atau Ha diterima.

4. MRA (Moderated Regresion Analysis)

Variabel moderating adalah variabel yang akan memperkuat

atau memperlemah hubungan antara variabel dependen dan

variabel independen. Dasar pengambilan keputusan yaitu dengan

cara melihat beta yang dihasilkan dari nilai signifikan X3 terhadap

Y pada analisis pertama dan nilai signifikasi interaksi X3*X1 (M1)

terhadap Y. Untuk menguji keberadaaan X3 apakah benar sebagai

pure moderated, quasi moderated, atau bukan moderating sama

sekali. Uji Moderated Regression Analysis (MRA).

Jenis-jenis variabel moderator (Ghozali,2018:222):

a. Moderasi Murni (Pure Moderator) : Jika pada interaksi

pertama terjadi tidak signifikan dan pada interaksi kedua

terjadi signifikan pada variabel moderasi.

b. Moderasi Semu (Quasi Moderasi) : variabel yang

memoderasi hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen yang sekaligus menjadi variabel

independen. Moderasi semu ini terjadi apabila pada interaksi

pertama dan interaksi kedua sama-sama signifikan.


50

c. Moderasi Prediktor (Predictor Moderasi) : Variabel moderasi

ini hanya berperan sebagai variabel prediktor dalam model

hubungan yang dibentuk. Moderasi prediktor terjadi apabila

pada interaksi pertama terjadi signifikan namun pada

interaksi kedua tidak terjadi signifikan pada moderasi

variabel.

d. Moderasi Poternsial (Homologiser Moderator) : Variabel

tersebut potensial menjadi variabel moderasi. Moderasi

potensial terjadi apabila pada interaksi pertama dan interaksi

kedua tidak terjadi signifikan pada variabel moderasi.

Persamaan I = Y = α + b1X1 + b1X4 + b1X1X4 + e

Persamaan II = Y = α + b2X2 + b2X4 + b2X2X4 + e

Persamaan III = Y = α + b3X3 + b3X4 + b3X3X4 + e

Keterangan :

Y = Kepatuhan wajib pajak

X1 = Kekuatan Isomorfisma

X2 = Moralitas wajib pajak

X3 = Edukasi pajak

X4 = Budaya pajak

X1X4 =Interaksi antara Kekuatan Isomorfisma dan

Budaya pajak

X2X4 = Interaksi antara Moralitas dan Budaya pajak

X3X4 = Interaksi antara Edukasi pajak dan Budaya pajak


51

A = Nilai Konstanta

b1b2b3 = Koefisien Regresi Variabel X

5. Analisis Regresi Linear Berganda

Regresi linear berganda terdapat asumsi klasik yang harus

terpenuhi yaitu residual berdistribusi normal, tak ada

multikolieritas, dan tak ada heteroskedositas

(Wiratna,2019:227).
52

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3

Keterangan :

Y = Kepatuhan wajib pajak

a = Nilai Konstanta

b1b2b3 = Koefisien Regresi Variabel X

X1 = Kekuatan Isomorfisma

X2 = Moralitas Wajib Pajak

X3 = Edukasi Pajak

X4 = Budaya pajak

e = Error Term

6. Uji Hipotesis secara Moderasi

Variabel moderating adalah variabel independen yang akan

memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel

independen terhadap variabel dependen (Wiratna,2019:76).

Pengujian hipotesis secara moderasi menggunakan aplikasi

khusus regresi berganda linear yaitu MRA (moderated

regression analyisis) dimana persamaan regresinya mengandung

unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen)

MRA ini dilakukan melalui uji signifikasi parameter individual

(uji statistik t) yang dimoderasi dengan langkah dalam uji

hipotesis yaitu:

a) MRA uji signifikasi parameter parsial (uji statistik t)


53

(1) Merumuskan hipotesis MRA dengan (uji t) Hipotesis

dirumuskan sebagai berikut:

(a) Hipotesis 3a Pengaruh Kekuatan Isomorfisma

Terhadap Kepatuhan wajib pajak yang di moderasi

Budaya Pajak

H03a = Kekuatan Isomorfisma tidak berpengaruh

Terhadap Kepatuhan wajib pajak yang

dimoderasi Budaya Pajak

Ha3a = Kekuatan Isomorfisma berpengaruh

Terhadap Kepatuhan wajib pajak yang

dimoderasi Budaya Pajak.

(b) Hipotesis 3b Pengaruh Moralitas Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak yang dimoderasi Budaya

Pajak.

H03b = Moralitas tidak berpengaruh Terhadap

Kepatuhan wajib pajak yang dimoderasi

Budaya Pajak.

Ha3b = Moralitas berpengaruh Terhadap Kepatuhan

wajib pajak yang dimoderasi Budaya Pajak.

(c) Hipotesis 3c Pengaruh Edukasi pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib pajak yang dimoderasi Budaya

pajak.
54

H03c = Edukasi pajak tidak berpengaruh Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak yang dimoderasi

Budaya Pajak.

Ha3c = Edukasi pajak berpengaruh Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak yang dimoderasi

Budaya Pajak.

b) Menentukan Tarif Nyata

Tingkat signifikasi sebesar 5%, tarif nyata dari t tabel

ditentukan dari derajat bebas (db) = n-k-1, tarif nyata (a)

berarti t tabel, tarif nyata dari t tabel ditentukan dengan

derajat bebas (db) = n=k-1.

c) Ha ditolak apabila t hitung > t tabel, Ha diterima apabila t

hitung < t tabel. Menarik kesimpulan Ha ditolak t hitung >

ttabel atau Ha diterima apabila t hitung < t tabel.

d) Kesimpulan

Menarik kesimpulan H0 ditolak apabila t hitung > t table

atau H0 diterima apabila t hitung < t tabel.


55
DAFTAR PUSTAKA

Adiatma, A. E. (2016). Pengaruh Edukasi, Sosialisasi, dan Himbauan Terhadap


Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Melaporkan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan (Studi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara). Jurnal Mahasiswa
Perpajakan, 8(1).

Adrian Sutedi . (2011). Hukum Pajak. Penerbit Sinar Grafika Jakarta.

Ak., P. D. (2008). Manajemen perpajakan. Dalam Manajemen Perpajakan Edisi 3


(hal. 30-32). Jakarta: Salemba Empat.

Alawiyah, R. A. (2019). PENGARUH KEBUTUHAN MEMILIKI NPWP,


EDUKASI DAN HIMBAUAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB
PAJAK USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
DALAM PELAKSANAAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DI KPP
PRATAMA ILIR BARAT PALEMBANG (Doctoral dissertation, STIE
Multi Data Palembang).

Amin, A. (2021). KARAKTERISTIK PERSONAL, MORALITAS PAJAK DAN


SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK. eBA
Journal: Journal Economic, Bussines dan Accounting, 8(1), 1-12.

Cahayani, M., Wahyuni, M. A., & Yasa, I. N. P. (2020). PENGARUH


PENERIMAAN SPPT, MORALITAS PAJAK DAN TINGKAT
PENGHASILAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI
KABUPATEN BADUNG. JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi) Undiksha, 9(1).

DiMaggio, P. J., & Powell, W. W. (1983). The iron cage revisited: Institutional
isomorphism and collective rationality in organizational fields.
American sociological review, 147-160.

HABIBIE, B. (2018). PENGARUH ISOMORFISMA TERRADAP


KEPATUHAN WAJIB PAJAK DENGAN KEADILAN PAJAK
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Kasus Pada UMKM
Sektor Kuliner Binaan Dinas Koperasi Dan UKM Kota Palembang)
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Palembang).

Khaerunnisa, I., & Wiratno, A. (2014). Pengaruh Moralitas Pajak, Budaya Pajak,
Dan Good Governance Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Riset
Akuntansi & Perpajakan (JRAP), 1(02), 200-210.

Kurniawan, D. (2020). THE INFLUENCE OF TAX EDUCATION DURING


HIGHER EDUCATION ON TAX KNOWLEDGE AND ITS EFFECT
ON PERSONAL TAX COMPLIANCE. Journal of Indonesian
Economy & Business, 35(1).

Muhammad Zain. (2007)` Manajemen Perpajakan Edisi Kedua, Jakarta: Salemba


Empat.

Muthia, F. A. (2013). Pengaruh Moral Pajak Dan Budaya Pajak Terhadap


Kepatuhan Pajak. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 4(1), 1-10.

Rahman, A. (2018). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Tingkat Pendidikan, Dan


Pendapatan Terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Bumi Dan
Bangunan. Jurnal Akuntansi, 6(1).

Ramadhan, L. Y. (2017). Pengaruh Kesadaran, Moralitas dan Budaya Pajak


Terhadap Kepatuhan Pajak (Studi Pada UKM Siola Kota Surabaya). E-
Journal Akuntansi" EQUITY", 3(2).

Resmi, S. (2017). Perpajakan. Dalam Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 10 Buku
1 (hal. 1). Jakarta: Salemba Empat.

Romie, Priyastama. (2017). Spss Pengolahan Data & Analisis Data. Yogyakarta:
Start Up.

Rumaiza, R. (2018). PENGARUH REFORMASI ADMINISTRASI PAJAK DAN


MORALITAS PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN
PAJAK (SURVEY PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI
BANDUNG). JRAK (Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis), 4(2), 85-98.

Santoso, W. (2008). Analisis Risiko Ketidak Patuhan Wajib Pajak Sebagai Dasar
Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak: Penelitian Terhadap Wajib Pajak
Badan di Indonesia. Jurnal Keuangan Publik, 5(1), 85-137.

Siti Kurnia Rahayu. (2010). Perpajakan Indonesia Konsep dan Aspek Formal.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &


D, Bandung : Alfabeta.

Sularsih, H., & Wikardojo, S. (2021). Moralitas dan kesadaran terhadap


kepatuhan wajib pajak UMKM dengan memanfaatkan fasilitas
perpajakan dimasa pandemi Covid-19. Jurnal Paradigma Ekonomika,
16(2), 225-234.

Tologana, E. Y. (2015). Pengaruh Sanksi, Motivasi dan Tingkat Pendidikan


terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus KPP
Pratama Manado). ACCOUNTABILITY, 4(1), 1-11.
V. Wiratna Sujarweni. 2019. Metode Penelitian Bisnis dan Ekonomi Pendeketan
Kuantitatif. Yokyakarta : PustakaBaru.

Yanti, L. S. N., Yasa, I. N. P., & Dewi, P. E. D. M. (2018). Pengaruh Sikap Wajib
Pajak, Moralitas Pajak Dan Keadilan Distributif Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak Pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar. JIMAT (Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 8(2).[ CITATION Sit17 \l 1057 ]
[ CITATION Pro08 \l 1057 ]

ZALISMA, Y. P. (2020). PENGARUH EDUKASI, HIMBAUAN, DAN


PERSEPSI ATAS KEPERCAYAAN TERHADAP KEPATUHAN
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DENGAN NORMA SOSIAL
SEBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi Kasus di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Palembang Seberang Ulu) (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG).

Anda mungkin juga menyukai