DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel vi
1. Deskripsi singkat 1
2. Prasyarat kompetensi : 2
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2
4. Relevansi modul 3
1. Umum 4
2.Karakteristik Pajak Penghasilan 6
3.Sejarah Perkembangan Pajak Penghasilan Indonesia 8
4. Sistimatika Undang-Undang Pajak Penghasilan 16
C. Latihan 16
D. Rangkuman 16
E. Test Formatif 17
F. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut 21
C. Latihan 147
D. Rangkuman 147
E. Test formatif 148
F. Umpan balik dan tindak lanjut 151
D. Rangkuman 175
E. Test Formatif 176
C. Latihan 226
D. Rangkuman 227
E. Test Formatif 228
F. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut 230
PENUTUP 231
Test Sumatif 231
Kunci Jawaban Formatif dan Sumatif 237
Daftar Tabel Tabel I Penerimaan Pajak Tahun 2005 s.d. 2010 Error! Bookmark not defined.
Subjekt 34
Tabel IV Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final Atau Bersifat Final ( s.d. Agustus 2011 60
Daftar Gambar
Untuk lebih optimal dalam mempelajari modul ini disarankan agar peserta
diklat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pahami terlebih dahulu dasar-dasar perpajakan, dasar-dasar hukum pajak,
teori ekonomi dan ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
2. Pelajari secara berurutan tiap-tiap bab dalam modul ini dan ukur tingkat
pemahaman anda dengan cara mengerjakan soal latihan dan test formatif
pada akhir setiap kegiatan belajar.
3. Jika memungkinkan lakukan diskusi dengan peserta diklat lainnya dan
diskusikan pemecahan setiap permasalahan dan kesulitan dalam
melakukan pemahaman.
4. Kerjakan Test Sumatif di bagian akhir modul dan ukur tingkat pemahaman
sesuai kunci jawaban.
OBJEK PPh
SUBJEK PPh
1. DESKRIPSI SINGKAT
Pajak Penghasilan adalah salah satu yang paling berperan sebagai sumber
pendapatan negara disamping jenis-jenis pajak lainnya. Bahkan dibandingkan
dengan jenis pajak yang lain, Pajak Penghasilan paling dominan dalam
memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara. Dari tahun ke tahun
penerimaan Pajak Penghasilan mengalami kenaikan yang signifikan sesuai
dengan mengikuti perkembangan perekonomian secara keseluruhan.
2. PRASYARAT KOMPETENSI :
4. RELEVANSI MODUL
a. Setelah mempelajari isi dari modul ini diharapkan pengguna modul dapat
menjelaskan dan menguraikan pelaksanakan kewajiban Pajak Penghasilan
bagi wajib pajak sesuai ketentuan aturan perundang-undangan.
b. Pengguna modul disarankan mempelajari buku, modul, atau bahan
pembelajaran lain yang berkaitan dengan masalah hukum perpajakan,
perekonomian dan akuntasi yang sangat terkait erat dengan
bahasanbahasan tentang Pajak Penghasilan.
Dalam Kegiatan belajar satu ini, diharapkan peserta diklat dapat menjelaskan
tentang Pengertian Pajak Penghasilan secara umum, karakteristik Pajak
Penghasilan, Sejarah dan perkembangan Pajak Penghasilan, serta sistimatika
Pajak Penghasilan
Pajak dalam Negeri 331.792,00 395.971,50 470.051,80 622.358,70 697.347,00 632.098,70 702.033,90
kepentingannya sendiri. Oleh karena itu dalam Pajak Penghasilan dikenal istilah
Penghasilan Kena Pajak, Pengurang Penghasilan bruto, dan
penguranganpengurangan lain untuk menutupi beban pribadi yang harus
ditanggungnya.
Destinataris pajak
2.3. Pajak Penghasilan sebagai Pajak Pusat atau Pajak Negara Dilihat dari
otoritas yang berwenang mengadministrasikan pemungutan pajak, maka pajak
Penghasilan dikategorikan sebagai pajak pusat atau pajak negara. Terlihat dari
pembahasan sebelumnya Pajak Penghasilan diadministrasikan sebagai
penerimaan APBN, membuktikan bahwa wewenang pemungutan dan
pengelolaan Pajak Penghasilan terletak pada Pemerintah Pusat. Berbeda
dengan Pajak Daerah, otoritas pemungutan dan pengadministrasian Pajak
Daerah terletak pada Pemerintah Daerah dan diatur dengan Peraturan Daerah.
Pengalokasian hasil pemungutan Pajak Penghasilan memang dialokasikan
kepada daerah yang diatur dalam undang-undang. Pemerintah Daerah juga
membutuhkan pendanaan untuk penyelenggaraan kepemerintahan daerah, akan
tetapi agar tidak terjadi pemungutan pajak berganda antara pemerintah pusat dan
daerah maka, wewenang pemungutan diberikan undangundang kepada
Pemerintah Pusat, sedangkan hasil pemungutannya dialokasikan kepada
daerah, seperti yang diatur dalam Pasal 31C undangundang Pajak Penghasilan,
sebagai berikut :
Penerimaan negara dari Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri dan
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja dibagi dengan
imbangan 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 20% (dua
puluh persen) untuk Pemerintah Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar.
tiaptiap golongan Wajib Pajak tersebut; dan perbaikan terutama dilakukan pada
sistem pelaporan dan tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar
tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak dan lebih sesuai dengan perkiraan pajak
yang akan terutang. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas, kemudahan yang diberikan berupa peningkatan batas
peredaran bruto untuk dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan
neto. Peningkatan batas peredaran bruto untuk menggunakan norma ini sejalan
dengan realitas dunia usaha saat ini yang makin berkembang tanpa melupakan
usaha dan pembinaan Wajib Pajak agar dapat melaksanakan pembukuan
dengan tertib dan taat asas.
C. LATIHAN:
D. RANGKUMAN:
Pajak Penghasilan adalah pajak yang berbasis pada penghasilan yang
dikenakan terhadap subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
E. TEST FORMATIF :
1. Salah satu bentuk fungsi Pajak Penghasilan adalah sebagai fungsi budgeter
bahwa Pajak Penghasilan berfungsi sebagai: a. Sumber Penerimaan negara
b. Sarana Pemerataan dan distribusi penghasilan
c. Ditetapkan dengan Undang-undang
d. Memberi insentif bagi investasi di daerah tertinggal
6. Berikut adalah kriteria yang harus dipenuhi sebagai jenis pajak langsung
kecuali::
a. Penanggung pajak secara yuridis formal, yaitu pihak yang ditunjuk untuk
memenuhi kewajiban perpajakan
b. Penanggung pajak secara ekonomis, yaitu pihak yang sewcara ekonomis
menanggung beban pembayaran pajak
9. Salah satu hal mendasar dalam reformasi perpajakan tahun 1983 di bidang
pajak penghasilan adalah berubahnya sistem pemungutan pajak dari semula
bersifat official assessment menjadi self assessment. Dengan demikian
tanggung jawab pemenuhan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak terletak
pada:
a. Wajib Pajak sepenuhnya
b. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak
c. Hanya pada Pemerintah dalam hal ini DIrektorat Jenderal Pajak.
d. sebagai tanggung jawab bersama Pemerintah dan warganya sebagai
perwujudan tanggungjawab kenegaraan.
.
10. Berikut ini adalah tujuan utama dilakukannya pembaharuan sistem perpajakan
secara menyeluruh adalah sebagai berikut, kecuali:
Rumus :
Klasifikasi penilaian :
a. Nilai > 80% : Sangat Baik
b. Nilai = 70% sampai dengan 79% : Baik
c. Nilai = 60% sampai dengan 69 % : Cukup
d. Nilai < 60% : Kurang
Jika nilai anda berada dalam kualifikasi baik, maka anda dapat melanjutkan
ke kegiatan belajar selanjutnya, akan tetapi jika masih dibawah 70% maka pelajari
kembali materi pada kegiatan belajar 1 ini.
A. Indikator Keberhasilan :
SUBJEK PAJAK
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam tahun pajak
Dari rumusan di atas terlihat bahwa sifat Pajak Penghasilan sebagai pajak
subjektif, karena pajak penghasilan pada dasarnya dikenakan terhadap subjek
pajak. setelah subjek pajak ditetapkan, maka atas objek pajak yakni penghasilan
yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak tersebut dikenakan pajak. Jika
kewajiban subjektif tidak dipenuhi, walaupun terdapat objek pajak maka
pengenaan pajak penghasilan tidak dapat dilakukan.
Dari ketentuan tersebut diatas dapat disimpulkan untuk dapat dikenakan pajak
harus dipenuhi 2 unsur, yaitu:
• subjek pajak
• penghasilan dalam tahun pajak.
a. Orang pribadi;
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak,
c. Badan;dan
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
sebagai subjek pajak, maka orang pribadi mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai undang-undang perpajakan.
Jika dua orang pribadi menikah, hal ini akan menghapus salah satu kewajiban
subjektif WP orang pribadi. Pada dasarnya undang-undang perpajakan mengacu
kepada undang-undang yang lain, baik itu undangundang perdata (Burgerlijke
Wetboek voor Indonesie) maupun undang-undang perkawinan, UU no.1 tahun
1974, yang menyatakan bahwa ketika terjadi suatu perkawinan, maka harta benda
yang diperoleh dalam perkawinan menjadi harta bersama. Sama halnya dengan
Undang-undang perpajakan yang memandang suatu keluarga sebagai satu
entitas ekonomi, sehingga pada dasarnya hanya memiliki satu kewajiban
subjektif. Akan tetapi ada pengecualian atas ketentuan ini jika dikehendaki oleh
yang bersangkutan, misalnya Perjanjian Kawin (berlaku bagi golongan Tionghoa)
Pasal 139 KUH Perdata diatur bahwa para calon suami istri, dengan perjanjian
kawin dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta
bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau
dengan tata tertib umum. Perjanjian kawin ini dibuat dengan akta notaris sebelum
pernikahan berlangsung dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian.
Perjanjian kawin ini mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan dan tidak
boleh ditentukan saat lain untuk itu.
Contoh:
Tn. Wijaya adalah Wajib Pajak Orang Pribadi pada bulan Juli 2011 meninggal
dunia. Tn Wijaya meninggalkan warisan berupa kepemilikan saham pada
beberapa perusahaan, rumah dan restoran. Sampai dengan bulan Maret 2012
karena suatu sebab, belum dilakukan pembagian warisan kepada ahl iwarisnya.
Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, atas penghasilan yang diperoleh dari
warisan yang ditinggalkan tersebut dilaksanakan dengan status, mengikuti status
pewaris dan dianggap sebagai satu kesatuan, walaupun pada dasarnya
seharusnya ketika pewaris meninggal dunia, hak atas harta yang ditinggalkan
jatuh kepada ahli waris, hanya saja karena faktor administrasi dan yuridis, maka
pembagian tersebut tidak dapat dilaksanakan.Dengan demikian pelaporan dan
pemenuhan kewajiban tetap dengan status almarhum si pewaris, akan tetapi
karena pada dasarnya harta tersbut jatuh kepada ahli waris, maka pengurangan
seperti PTKP, menjadi hilang karena tergabung dengan PTKP ahliwarisnya.
tidak dapat diberikan pengurangan berupa PTKP, karena PTKP tersebut pada
prinsipnya telah tergabung dengan PTKP ahli waris yang berhak.
2.3. Badan
Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
umum dan Tatacara Perpajakan dan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) b. Undang-
undang Pajak Penghasilan diberikan definisi Badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Pengertian badan sejalan dengan yang diatur dalam pengertian badan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perdata, bahwa badan hukum (recht
persoon/legal person), merupakan personifikasi dari kumpulan orang-orang ata
kepentingan untuk mencapai suatu tujuan. Frasa ‘badan hukum’ mengandung dua
dimensi, yakni badan hukum publik dan badan hukum perdata. Contoh yang
paling nyata dari badan hukum publik adalah negara yang lazim juga disebut
badan hukum orisinil, propinsi, kabupaten dan kotapraja. Sedangkan badan
hukum perdata terdiri dari beberapa jenis diantaranya perkumpulan (Pasal 1653
KUH Perdata, Stb. 1870-64, Stb. 1939-570), PT (Pasal 36 KUHD dan UU No. 1
Tahun 1995 jo. UU No. 40 Tahun 2007), rederij (Pasal 323 KUHD),
kerkgenootschappen (Stb. 1927-156), Koperasi (UU No. 12 Tahun 1967), dan
Yayasan (UU No. 28 Tahun 2004).
Badan hukum publik diatur tersendiri penetapannya sebagai subjek pajak.
Hal yang membedakan adalah berkaitan dengan kegiatan badan-badan tersebut
apakah untuk memperoleh penghasilan atau tidak. Badan usaha milik negara
atau, badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan
nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah,
misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk
Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal
atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia, baik melalui maupun tanpa melalui bentuk usaha tetap.
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dan yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
Contoh
Penetapan Warga Negara Indonesia sebagai Wajib Pajak Luar Negeri :
Tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri melebihi jangka waktu
183 hari dalam 12 bulan, sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ.2009 termasuk dalam kategori sebagai Subjek
Pajak Luar Negeri. Sebagai Subjek Pajak Luar negeri, atas penghasilan yang
diperolehnya diluar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, maka tidak
dikenakan pajak di Indonesia. Hal yang sama adalah ketika pekerja indonesia
tersebut menerima penghasilan dari Indonesia, maka akan berlaku sebagaimana
ketentuan bagi subjek pajak luar negeri lainnya.
Orang pribadi :
S ‐ bertempat tinggal / berada di indonesia >
U DN 183 hari dlm 12 bulan; atau
‐ Dalam suatu tahun pajak berada di
B indonesia dan mempunyai niat bertempat
J tinggal di indonesia
E Badan Yang didirikan atau bertempat
K kedudukan di indonesia
Warisan yang belum terbagi sbg satu kesatuan
P menggantikan yg berhak
A LN • Orang pribadi yg tidak bertempat tinggal di indonesia / berada
di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan
J • Badanyg tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
A •
indonesia
menjalankanUsaha atau kegiatan melalui BUT di indonesia
K • Yang menerima atau memper oleh penghasilan dari indo nesia
bukan dari menjalan kan usaha atau kegiatan melalui but di
indonesia
Perbedaan yang penting antara wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar
negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain dapat terlihat
pada table dibawah ini :
TABEL II PERBEDAAN PERLAKUAN PEMAJAKAN
Uraian WP Dalam Negeri WP Luar Negeri
1. Ruang lingkup Penghasilan yang di- Penghasilan yang
penghasilan terima atau diperoleh dari berasal dari sumber
yang dapat Indonesia maupun dari penghasilan di
dikenakan pajak luar Indonesia Indonesia
Penghasilan Neto
2. Tarif Umum
Dasar pengenaan pajak Penghasilan bruto
3. Wajib menyampaikan
Tarif Tarif sepadan
4. SPT Tahunan
SPT Tahunan Tidak Wajib
menyampaikan SPT
Tahunan
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban
perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pajak
Penghasilan dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif diatur dalam pasal 2A
Undang-undang Pajak Penghasilan. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak
subjektif dapat dilihat pada table dibawah ini.
• Berada di Indonesia lebih dari Sejak hari pertama Saat meninggal kan
183 hari / Berada di Indonesia berada di Indonesia Indonesia untuk
dan punya niat untuk bertempat selamalamanya
tinggal di Indonesia
Luar Negeri
Orang Pribadi tidak bertempat tinggal
atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia.
Saat ditiadakannya BUT
• Menjalankan usaha /me-lakukan
kegiatan melalui BUT Saat berada di Indonesia
C. LATIHAN:
D. Rangkuman
Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif, oleh karena itu diidentifikasi subjek
pajak terlebih dahulu dilakukan sebelum pajak dikenakan atas objek yanhg dimiliki
subjek pajak. Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat
(1) Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:Orang pribadi; Warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; Badan dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT).
Badan hukum publik diatur tersendiri penetapannya sebagai subjek pajak.
Badan atau Instansi Pemerintah yang bertugas menjalankan kegiatan layanan
publik dengan kriteria-kriteria tertentu dikecualikan dari penetapan sebagai subjek
pajak. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek
pajak luar negeri untuk menjalankan usaha dan melakukan kegiatan di Indonesia.
Subjek Pajak Penghasilan terdiri dari Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek
Pajak Luar Negeri. Terdapat Perbedaan perlakuan antara subjek pajak dalam
negeri dan luar negeri antara lain kalau Subjek Pajak dalam negeri dikenakan PPh
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia terhadap Penghasilan Neto dan menggunakan tarif Tarif Umum serta
melaporkan dalam SPT Tahunan. Sedangkan Kalau Subjek Pajak Luar Negeri
dikenakan atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia
dan dasar pengenaannya adalah penghasilan bruto, dikenakan dengan tarif
sepadan dan tidak wajib menyam-paikan SPT Tahunan.
Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak
dalam negeri orang pribadi dimulai saat dilahirkan di Indonesia dan berakhir saat
meninggal dunia. WP OP yang tidak dilahirkan di Indonesia adalah sejak hari
pertama berada di Indonesia dan berakhir saat meninggal kan Indonesia untuk
selama-lamanya. Warisan tidak terbagi adalah saat meninggalnya si pewaris dan
berakhir Saat warisan dibagikan.
Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak luar
terbagi menjadi subjak pajak luar negeri yang menjalankan usaha melalui BUT
atau tidak, jika melalui BUT maka kewajiban subjektif dimulai saat BUT didirikan
di Indonesia, dan berakhir pada saat tidak lagi mempunyai BUT di Indonesia.
Sedangkan jika subjek pajak Luar negeri tersebut tidak mempunyai BUT, maka
kewajiban subjektif timbul saat terdapat hubungan ekonomis dan Indonesia dan
berakhir saat tidak ada lagi hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Dikecualikan sebagai subjek pajak adalah Kantor perwakilan diplomatik negara lain,
pejabat diplomatik dan organisasi internasional ditetapkan sebagai bukan subjek
pajak. Penetapan dalam pasal ini didasarkan pada kelaziman internasional, sehingga
terjadi perlakuan yang sama terhadap kepentingan Republik Indonesia.
E. TEST FORMATIF :
1. Dua unsur utama yang harus ada dalam pengenaan Pajak Penghasilan:
a. Orang dan badan sebagai subjek pajak dan penghasilan sebagai objek
pajak.
b. Pengusaha sebagai subjek pajak dan penghasilan sebagai objek pajak;
c. Pengusaha sebagai subjek pajak dan Penyerahan sebagai objek pajak;
d. Orang pribadi dan badan sebagai subjek pajak dan transaksi sebagai
objek pajak
2. Yang dimaksud sebagai subjek pajak Penghasilan adalah sebagai berikut,
kecuali:
a. Orang pribadi; dan Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak,
b. Badan
c. Bentuk Usaha Tetap
d. Orang atau badan yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan
3. Berikut ini pernyataan yang tidak tepat mengenai subjek pajak orang pribadi
adalah:
a. Orang pribadi menjadi subjek pajak dimulai pada saat dilahirkan di
Indonesia.
b. Karena keluarga sebagai satu entitas ekonomi, sehingga pada dasarnya
hanya memiliki satu kewajiban subjektif.
c. Jika tidak ada perjanjian pisah harta, maka wanita yang menikah
kewajiban subjektif perpajakannya digabung dengan suaminya.
d. Kewajiban subjektif identik dengan kewarganegaraan, karena pajak
adalah kewajiban sebagai warga negara.
4. Kewajiban pajak subjektif berakhir ketika orang pribadi meninggal dunia.
Kewajiban subjektifnya dilanjutkan oleh:
a. Warisan yang ditinggalkan sebagai satu kesatuan.
b. Ahliwaris dari almarhum,
c. pewaris, dapat berupa orang pribadi lainnya atau badan yang menerima
warisan.
d. Pihak yang tercantum dalam surat wasiat.
5. Tn Al Marhum, meninggal dunia, meninggalkan warisan berupa rumah, hotel
melati, dan sebuah toserba. Terjadi sengketa dalam pembagian harta warisan
oleh para ahli waris yang ditangani oleh pengadilan Agama. Selama proses
hukum berlangsung maka pemenuhan kewajiban perpajakan atas penghasilan
yang diperoleh dari harta warisan tersebut dilaksanakan oleh:
a. Salah satu Ahli waris yang syah;
b. Pengurus harta warisan.
c. Bebas dari pajak, karena tidak terpenuhinya kewajiban subjektif
d. Tertangguh sampai terbaginya warisan tersebut.
6. Salah satu unit yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan berdasarkan Perda,
melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin. Dalam pelayanan
kesehatan tersebut masyarakat hanya membayar biaya administrasi yang
diterima oleh Kas Daerah, sedangkan untuk operasional unit tersebut didanai
oleh APBD. Sebagai pertanggungjawaban, setiap tahun dilakukan audit oleh
Badan Pengawas Daerah. Status perpajakan unit tersebut adalah:
c. Subjek Pajak Luar Negeri dan beralih menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
pada saat menjalani cuti di Indonesia.
d. Bukan subjek pajak.
10. Perbedaan yang penting antara wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar
negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain
a. WP Dalam Negeri dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima dari
dalam dan luar negeri, sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan
pajak hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
b. WP Dalam Negeri wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT),
sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri tidak wajib SPT
c. WP Dalam Negeri wajib tunduk pada aturan perundang-undangan
perpajakan Indonesia, sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri tidak tunduk
pada aturan perundang-undangan perpajakan Indonesia.
d. WP Dalam Negeri wajib dikenakan pajak atas penghasilan neto ,
sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan pajak atas penghasilan
bruto
11. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif Wajib Pajak Dalam Negeri
adalah sebagai berikut kecuali:
a. Bagi Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia kewajiban
subjektif dimulai saat dilahirkan di Indonesia, dan berakhir saat meninggal
dunia.
b. Bagi Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia kewajiban
subjektif dimulai Berada di Indonesia lebih dari 183 hari / Berada di
Indonesia dan punya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, dan
berakhir saat meninggal kan Indonesia untuk selamalamanya
c. Bagi Warisan yang belum terbagi kewajiban subjektif dimulai saat
meninggalnya si pewaris, dan berakhir saat dibagikannya warisan
d. Bagi Wajib Pajak Badan luar negeri kewajiban subjektif dimulai saat
didirikan, dan berakhir saat dibubarkan.
12. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif Wajib Pajak Luar Negeri
adalah sebagai berikut kecuali:
a. Orang Pribadi tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari yang menjalankan usaha /melakukan kegiatan melalui BUT,
dimulai saat berada di Indonesia, dan berakhir saat ditiadakannya BUT.
b. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang menjalankan usaha/melakukan kegiatan melalui BUT, dimulai saat
berada di Indonesia, dan berakhir saat ditiadakannya BUT.
c. Orang Pribadi tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari yang tidak menjalankan usaha /melakukan kegiatan melalui
BUT, dimulai saat berada di Indonesia, dan berakhir saat ditiadakannya
BUT.
d. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang tidak menjalankan usaha/melakukan kegiatan melalui BUT, dimulai
terdapat hubuingan ekonomis dengan Indonesia, dan berakhir putusnya
hubungan ekonomis dengan Indonesia.
13. Kantor perwakilan diplomatik negara lain, pejabat diplomatik dan organisasi
internasional ditetapkan sebagai bukan subjek pajak. Landasan penetapan ini
adalah sebagai berikut, kecuali: a. Kelaziman internasional
b. Perlakuan yang sama terhadap kepentingan Republik Indonesia
c. Fasilitas kepada negara lain
d. Terbatas pada organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
14. organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, dengan syarat :
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota;
b. Bersifat Organisasi sosial dan keagamaan;
c. Memberi manfaat bagi pembangunan Indonesia
d. Memberikan kompensasi lain diluar perpajakan.
15. Yang ditetapkan sebagai bukan subjek pajak adalah sebagai berikut kecuali
a. kantor perwakilan negara asing;
IV KEGIATAN BELAJAR 3
OBJEK PAJAK
A. Indikator Keberhasilan :
Dalam kegiatan belajar tiga ini, diharapkan peserta diklat dapat menjelaskan
tentang Objek Pajak Penghasilan, pengertian penghasilan berdasarkan Undang
undang pajak penghasilan, kelompok penghasilan, Penghasilan yang dikenakan
pajak, Penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final, penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak serta penghasilan yang tidak termasuk sebagai
objek pajak penghasilan.
asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk
lainnya adalah Objek Pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk
imbalan dalam bentuk natura yang pada hakekatnya merupakan penghasilan.
Contoh :
• Tn Nakula adalah pegawai dari PT Amarta, dalam hal ini PT Amarta adalah
pemberi kerja dan Tn Nakula adalah pegawai / karyawan dari perusahaan
tersebut. Imbalan yang diperoleh Tn Nakula seperti gaji, honorarium, bonus
dan imbalan lainnya adalah objek pajak bagi Tn Nakula. Termasuk imbalan
lain yang berupa tunjangan, asuransi dan pensiun. Imbalan berupa natura
atau kenikmatan, pada dasarnya termasuk penghasilan bagi Tn,. Nakula.
• Tn Nakula mendapat hadiah dari PT. Amarta atas prestasinya dalam
membuat suatu desain produk. Hadiah ini merupakan objek pajak
penghasilan bagi Tn. Nakula
• Dokter Yudistira adalah seorang dokter yang berpraktek sebagai dokter ahli
pada sebuah Rumah sakit. Dokter ini bukan pegawai dari rumah sakit
tersebut, akan tetapi menerima imbalan dari jasa dokter yang diberikan
kepada pasien pada rumahsakit. Imbalan yang diberikan termasuk objek
pajak bagi dokter Yudistira.
Penghasilan yang diperoleh dari usaha dan kegiatan adalah laba usaha
yang merupakan selisih lebih antara hasil usaha atau kegiatan dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka melakukan usaha dan kegiatan atau
dalam rangka mendapatkan, memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan
tersebut. Selisih lebih ini disebut dengan laba. Laba dari usaha dan kegiatan
merupakan objek pajak.
Sedangkan jika terjadi joint cost atau biaya bersama yang tidak dapat
dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak,
pembebanannya dialokasikan secara proporsional. (Pasal 27 Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010)
Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah juga termasuk dalam
kelompok objek pajak yang berasal dari usaha. Kegiatan usaha berbasis syariah
memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat
konvensional. Namun demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak menurut
Undang-Undang ini.
c.1. bunga
Premium terjadi jika bunga obligasi berada diatas bunga pasar/bank.. misalnya
dengan contoh yang sama akan tetapi bunga bank sebesar 7%.
c.2. Dividen
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau
pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang
diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen sebagaimana
duraikan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang PPh adalah:
1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apapun;
2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dalam bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Namun demikian atas penjelasan pasal Undang-undang PPh sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010 sebagai
berikut:
Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham
bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:
Karena pada dasarnya agio saham dan disagio saham adalah bentuk ekuitas / modal
usaha sehingga tidak terdapat tambahan kemampuan ekonomis jika agio/disagio
dikonversikan menjadi saham. Sedangkan konversi saham yang berasal dari selisih
penilaian kembali aktiva tetap telah dijadikan objek pajak tersendiri, sehingga pada
saat dikonversikan, telah dikenakan pajak pada saat dilakukannya penilaian kembali
(revaluasi) aktiva tetap.
c.3. Royalty
Pada dasarnya imbalan berupa royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu imbalan
sehubungan dengan penggunaan:
1. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang,
formula, atau rahasia perusahaan;
2. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan
ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, komersial dan
ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual,
misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus
seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;
3. informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun
mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau
bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi
tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset
untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian
c.4. Sewa
Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai
sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga
tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi
antara badan usaha dan pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai
sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah
harga pasar. Ketentuan ini diberlakukan karena antara badan usaha dengan
pemegang sahamnya terdapat hubungan istimewa, yang akan dapat
mem,pengaruhi harga penyerahan tersebut. Pemilihan harga pasar sebagai dasar
perhitungan penyerahan, karena harga pasar terjadi karena titik temu antara
permintaan dan penawaran yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
Contoh :
PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya.
nilai sisa buku kendaraan Rp 40.000.000,00 harga jual
Rp 60.000.000,00 Keuntungan PT S Rp 20.000.000,00
Contoh :
Kendaraan Minibus yang telah berumur 10 tahun dihibahkan kepada Tn. Citrakso
karyawan dari PT. Pringgodani sebagai hadiah prestasi. Harga Pasar kendaraan
tersebut adalah Rp. 45.000.000,- Nilai sisa buku kendaraan adalah Rp. 0,-
Keuntungan dari pengalihan kendaraan tersebut adalah Rp. 45.000.000,- karena
harga sisa buku kendaraan tersebut Rp. 0.
D. penghasilan lain-lain.
penghasilan baik yang merupakan objek pajak final, maupun yang bukan
merupakan objek pajak. (Pasal 9 PP 94 tahun 2010)
• premi asuransi
Premi asuransi termasuk premi reasuransi termasuk penghasilan bagi
perusahaan penyelenggara jasa asuransi.
Dasar pertimbangan dikenakan pajak bersifat final antara lain tercantum dalam
masing-masing penjelasan Peraturan pemerintah sebagai berikut:
Jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final ,besarnya tarif PPh
serta dasar hukumnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
1. Bunga Deposito / 20% Jumlah bruto bagi Wajib Pajak • Psl 4 ayat (2)
Tabungan Dan Dalam Negeri • PP No.131 th.
Diskonto Sertifikat 20% Jumlah bruto bagi W.P. Luar 2000
Bank Indonesia (SBI) negeri atau tarif berdasarkan • 51/KMK.04/01
perjanjian penghindaran pajak • PER 39/PJ/10
berganda yang berlaku (P3B)
2 Hadiah Undian 25% Jumlah bruto nilai hadiah yang • Psl 4 ayat (2)
dibayarkan atau nilai pasar • PP No 132 /
hadiah berupa natura atau 2000
kenikmatan. • KEP-395/PJ./
2001
4 Bunga Obligasi 15% dari bruto bunga sesuai masa • Psl 4 ayat (2)
Diskonto Obligasi kepemilikan Obligasi Bunga • PP 16 Thn 2009
bagi WP DN dan BUT WP LN
non BUT / P3B
20%
5 Saham di Bursa Efek 0,1% bruto nilai transaksi saham • Psal 4 ayat (2)
Tambahan saham • PPNo.41/1994
0,5% pendiri, dari harga IPO • PPNo.14/1997
• 282/KMK.04/97
perdana
6 Transaksi Derivatif 2,5% Margin awal Psl 4 ayat (2)
Berupa Kontrak PP.17 Th 2009
Berjangka Yang
Diperdagangkan Di
Bursa
7. Pengalihan Hak Atas 5% bruto nilai • Psl 4 ayat (2)
Tanah / Bangunan penjualan/pengalihan tanah • PP 48/1994
dan/atau bangunan • PP 27/1996
• PP 79/1999
1%
Rumah susun dan rumah • PP 71/08
• 243/PMK33/08
susun sederhana
• PER30/PJ/09
(243/PMK.33/2008)
8. Persewaan Tanah dan 10% Jumlah bruto nilai persewaan • Psl 4 ayat (2)
/atau Bangunan tanah dan/atau bangunan baik • PP.29/1996
yang diterima /diperoleh W P • PP.5/2002
Orang Pribadi maupun • 120/KMK.03/02
WP Badan • KEP-227/PJ/02
4% Pelaksana kontruksi
oleh penyedia jasa
yg tidak
memiliki kualifikasi usaha
3% Pelaksana konstruksi oleh
penyedia jasa kualifikasi non
kecil.
4% Perencanaan / pengawasan
konstruksi yg dilakukan oleh
penyedia jasa yg memiliki
kualifikasi usaha
Perencanaan/ pengawasan
6% konstruksi yg dilakukan oleh
penyedia jasa yg tidak
memiliki kualifikasi usaha
10 Penjualan Saham Milik 0,1% Jumlah bruto nilai transaksi • Psl 4 ayat (2)
Perusahaan Modal penjualan saham atau • PP No.4/1995
Ventura pengalihan penyertaan modal • 250/KMK.04/95
`16 Honorarium dan 0% PNS Gol I dan II, TNI / POLRI • Psl 21 UU PPh
imbalan lain dengan Tamtama dan Bintara, dan • PP 80/2010
nama apapun atas Pensiunannya
beban APBN/APBD PNS Gol III, TNI/ POLRI
5%
yang diterima Pejabat Perwira Pertama, dan
Negara,PNS,angg. pensiunannya
TNI , POLRI PNS Gol IV, TNI/POLRI perwira
dan pensiunan. 15% Menengah dan
; Tinggi/ Pensiunan
17 Transaksi Bangun 5% Nilai penyerahan bangunan • Psl 15 UU PPh
Guna Serah (BOT) • 248/KMK04/95
• SE-38/PJ.4/95
18 Selisih penilaian 10% Selisih lebih penilaian kembali • Psl 19 ayat (1)
kembali aktiva tetap setelah dikurangi dgn • 79/PMK.03/08
kompensasi kerugian fiskal
Pasal 4 ayat (3) undang-undang PPh juga bersifat sebagai negative list , yaitu
memberikan daftar nominatif jenis-jenis penghasilan yang ditetapkan sebagai
bukan objek pajak. Dengan adanya negative list ini berarti penghasilan di luar
Pasal 4 ayat (3) ini adalah objek pajak, yang dapat dikenakan PPh bagik bersifat
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang diterima oleh badan
merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun
karena harta tersebut diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal, maka berdasarkan ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan
merupakan Objek Pajak.
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura seperti beras, gula dan sebagainya, dan imbalan dalam
bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas
pengobatan bukan merupakan objek pajak.
Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut bukan
Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus deemed profit, maka imbalan dalam bentuk natura
atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerima
atau memperolehnya.
Contoh :
seorang penduduk Indonesia menjadi pegawai pada suatu perwakilan
diplomatik asing di Jakarta. Pegawai tersebut memperoleh kenikmatan
menempati rumah yang disewa oleh perwakilan diplomatik tersebut atau
kenikmatan-kenikmatan lainnya. Kenikmatan-kenikmatan tersebut
merupakan penghasilan bagi pegawai tersebut, sebab perwakilan
diplomatik yang bersangkutan bukan merupakan Wajib Pajak.
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor.
Yang dimaksud dengan “badan usaha milik negara” dan “badan usaha milik
daerah” antara lain, adalah perusahaan perseroan (Persero), bank
pemerintah, dan bank pembangunan daerah.
Dalam hal penerima dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajak selain
badan-badan tersebut di atas, seperti orang pribadi baik dalam negeri
maupun luar negeri, firma, perseroan komanditer, yayasan dan organisasi
sejenis dan sebagainya, maka penghasilan berupa dividen atau bagian
laba tersebut tetap merupakan objek pajak
l. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Bahwa dalam rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya
manusia melalui pendidikan serta penelitian pengembangan diperlukan
1. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari
harta yang dimiliki atau dikuasai;
2. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
3. penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 UU PPh yang diterima
atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara
bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan
dimaksud.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UU PPh, biaya-biaya yang
berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan
atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia dan penghasilan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 UU PPh yang diterima atau diperoleh
kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud boleh
dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap.
Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, Pasal 5 ayat
(3) UU PPh mengatur sebagai berikut:
1. biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah
biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang
besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (Keputusan Dirjen Pajak
nomor KEP - 62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995);
2. pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan
sebagai biaya adalah :
a. royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau
hak-hak lainnya;
b. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;
3. pembayaran sebagaimana tersebut pada angka 2 yang diterima atau
diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai obyek pajak, kecuali bunga
yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dikenakan
pajak di Indonesia melalui bentuk usaha tetap tersebut.
Bentuk usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari
usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan
demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak di Indonesia.
Penghasilan kantor pusat yang berasal dari usaha atau kegiatan, penjualan
barang dan pemberian jasa, yang sejenis dengan yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap (force of attraction
concept), karena pada hakekatnya usaha atau kegiatan tersebut termasuk dalam
ruang lingkup usaha atau kegiatan dan dapat dilakukan oleh bentuk usaha tetap.
Usaha atau kegiatan yang sejenis dengan usaha atau kegiatan bentuk
usaha tetap, misalnya terjadi apabila sebuah bank di luar Indonesia yang
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, memberikan pinjaman secara
langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada perusahaan di Indonesia.
Penjualan barang yang sejenis dengan yang dijual oleh bentuk usaha tetap,
misalnya kantor pusat di luar negeri yang mempunyai bentuk usaha tetap di
Indonesia menjual produk yang sama dengan produk yang dijual oleh bentuk
usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya
kepada pembeli di Indonesia.
Pemberian jasa oleh kantor pusat yang sejenis dengan jasa yang diberikan
oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantor pusat perusahaan konsultan di luar
Indonesia memberikan konsultasi yang sama dengan jenis jasa yang dilakukan
bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha
tetapnya kepada klien di Indonesia.
Penghasilan seperti dimaksud dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh
kantor pusat dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap di Indonesia,
apabila terdapat hubungan efektif (effectively connected) antara harta atau
kegiatan yang memberikan penghasilan dengan bentuk usaha tetap tersebut.
Contoh:
X Inc. menutup perjanjian lisensi dengan PT Y untuk mempergunakan merek
dagang X Inc. Atas penggunaan hak tersebut X Inc. menerima imbalan berupa
royalti dari PT Y. Sehubungan dengan perjanjian tersebut X Inc. juga
C. LATIHAN:
1. Apa yang menjadi Objek Pajak penghasilan
2. Apa pengertian penghasilan menurut Undang-undang pajak penghasilan,
uraikan penertian penghasilan tersebut.
3. Sebutkan kelompok-kelompok penghasilan jika dilihat dari mengalirnya
tambahan kemampuan ekonomis, serta contoh-contoh penghasilan dalam
kelompok tersebut.
4. Sebutkan penghasilan-penghasilan yang dikenakan tarif pajak final atau
dikenakan PPh yang bersifat final.
5. Sebutkan penghasilan-penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
D. RANGKUMAN:
Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib
Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
• penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas,
• penghasilan dari usaha dan kegiatan;
• penghasilan dari modal penghasilan lain-lain.
Penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan
objek pajak. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
- perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan
masyarakat;
- kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
- berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat
Jenderal Pajak;
- pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
- memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter,
Jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Pertimbangan-pertimbangan penghasilan tersebut dikecualikan karena alasan
alasan tertentu antara lain:
- Penghasilan yang bersifat sosial, keagamaan atau karena hubungan
keluarga;
- Menghindari pengenaan pajak bergansda secara yuridis dan ekonomis;
- Penggeseran pembebanan pajak ke pihak lain
- Kewajaran dan kelaziman dalam dunia usaha
- Alasan praktis
- sebagai Fasilitas dan insentif perpajakan.
Obyek pajak Bentuk Usaha Tetap adalah penghasilan dari usaha atau
kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai,
penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia dan penghasilan sebagaimana
yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan
E. TEST FORMATIF :
7. Surat hutang atau obligasi yang dijual diatas nilai nominalnya, akan
menghasilkan:
a. Premium yang merupakan penghasilan bagi pembeli surat hutang
atau obligasi
b. Premium yang merupakan penghasilan bagi penerbit surat hutang
atau obligasi
c. Diskonto yang merupakan penghasilan bagi penerbit surat hutang
atau obligasi.
d. Diskonto yang merupakan penghasilan bagi penerbit surat hutang
atau obligasi.
9 Termasuk dalam pengertian objek Pajak Penghasilan dari Bentuk Usaha Tetap
adalah sebagai berikut, kecuali:
a. Hasil dari kegiatan usaha dan modal BUT tersebut di Indonesia,
b. Hasil dari kegiatan usaha dan modal yang dilakukan Kantor Pusat
BUT tersebut di Indonesia
c. Hasil dari kegiatan usaha dan Modal yang dilakukan BUT di luar
Negeri
d. Hasil dari jasa yang dilakukan oleh kantor Pusat BUT di Indonesia
secara langsung tanpa melalui BUT.
10. PT Dadap Mekar menjual aktiva perusahaan, sebuah mobil yang sudah
tidak digunakan dalam kegiatan usahanya. Nilai sisa buku kendaraan Rp
40.000.000,00, dijual kepada pemegang saham (Tn DD) dengan harga
Rp55.000.000,00. Harga pasar kendaraan tersebut adalah 60.000.000,-
Objek Pajak penghasilan atas transaksi tersbut adalah:
a. Keuntungan bagi PT Dadap Mekar adalah Rp 15.000.000,00
dan keuntungan pemegang Rp 5.000.000,00
b. Keuntungan bagi PT Dadap Mekar adalah Rp 20.000.000,00 dan
keuntungan pemegang Rp 5.000.000,00
c. Keuntungan bagi PT Dadap Mekar adalah Rp 20.000.000,00.
d. Keuntungan bagi PT Dadap Mekar adalah Rp 20.000.000,00 dan
keuntungan pemegang Rp 15.000.000,00
11. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal:
a. keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang
diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan, bagi pihak
yang menyerahkan barang.
b. keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang
diserahkan dan nilai nominal saham merupakan penghasilan, bagi
pihak yang menerima penyerahan barang.
c. Tidak terdapat objek pajak bagi yang menyerahkan barang, karena
selisih lebih dari harga pasar dan nilai nominal akan dicatat sebagai
capital gain.
d. Selihih antara harga pasar barang dengan nilai nominalk saham
adalah merupakan agio saham atau disa agio yang merupakan objek
pajak atau kerugian.
12. Kendaraan Minibus yang telah berumur 3 tahun dihibahkan kepada Tn.
Citrakso karyawan dari PT. Pringgodani sebagai hadiah prestasi. Harga
Perolehan kendaraan tersebut Rp. 200.000.000, Harga sisa buku Rp.
125.000.000. Harga Pasar kendaraan tersebut adalah Rp. 145.000.000.
Atas transaksi tersebut;
13. Karakteristik pengenaan Pajak penghasilan secara final antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Pengenaannya dipisahkan dengan penghasilan yang dikenakan tarif
PPh umum.
b. Terutang pada setiap transaksi atau tanpa diakumulasikan pada
periode tahun pajak.
c. Pelunasannya hanya dapat dilakukan oleh pihak lain sebagai
pemungut atau pemotong pajak.
d. Pajak Penghasilan Final atau yang bersifat final tidak dapat
diperhitungkan/dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang
14. Dibawah ini adalah jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek
pajak kecuali:
a. Bantuan dan sumbangan, Warisan
b. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
c. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan.
d. pembayaran dari perusahaan asuransi kerugian kepada perusahaan
kejadian kebakaran gedung pabrik.
15. Yang menjadi obyek pajak bentuk usaha tetap, berdasarkan Pasal 5 ayat
(1) UU PPh adalah sebagai berikut kecuali:
Rumus :
Klasifikasi penilaian :
a. Nilai > 80% : Sangat Baik
b. Nilai = 70% sampai dengan 79% : Baik
c. Nilai = 60% sampai dengan 69 % : Cukup
d. Nilai < 60% : Kurang
Jika nilai anda berada dalam kualifikasi baik, maka anda dapat
melanjutkan ke kegiatan belajar selanjutnya, akan tetapi jika masih dibawah
70% maka pelajari kembali materi pada kegiatan belajar 3 ini.
V KEGIATAN BELAJAR 4
A. Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari kegiatan belajar empat ini, diharapkan peserta diklat dapat
menjelaskan tentang pengeluaran-pengeluaran wajib pajak atau biaya-biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, Pengeluaran yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto dan kompensasi kerugian serta perlakuan
khusus terhadap pengeluaran-pengeluaran tertentu yang diatur tersendiri.
wajib pajak menghasilkan Penghasilan Kena Pajak. Bagi wajib pajak orang
pribadi, terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak
kemudian hasil pengurangan tersebut adalah Penghasilan Kena Pajak. Selain itu
ada pengurangan bagi WP OP adalah Zakat dan sumbangan keagamaan, jika
Wajib Pajak badan dapat gabungkan dalam Pengurang Penghasilan bruto, akan
tapai bagi WP OP yang tidak menyelenggarakan pembukuan, pengurangannya
adalah pada penghasilan neto. Bagi WP OP yang tidak menyelenggarakan
pembukuan, maka Penghasilan neto langsung dikurangi dengan PTKP untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Beban-beban yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan: - Biaya
yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun
- Biaya mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan
biaya pada tahun yang bersangkutan dan dikurangkan dalam tahun pajak yang
perpajakan. Jika terjadi joint cost yang tidak dapat dipisahkan maka pembebanan
biaya dibuat dengan proporsional. (Pasal 27 PP94 tahun 2010).
Pengeluaran-pengeluaran harus terkait dengan upaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek
pajak yang dikenakan tarif pajak umum dan bukan objek pajak final. Jika tidak
berkaitan dengan penghasilan yang merupakan objek PPh umum, tidak boleh
dibebankan sebagai biaya.
Contoh:
Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri
Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
a. penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak sesuai
Pasal 4 ayat (3) huruf h sebesar Rp
100.000.000,00 b. penghasilan bruto lainnya sebesar Rp
300.000.000,00 Jumlah penghasilan bruto
Rp 400.000.000,00
===============
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200.000.000,00, maka biaya yang boleh
dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar
3/4 x Rp 200.000.000,00 = Rp 150.000.000,00
.
Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain
Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai
(BM), Pajak Hotel dan Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya. Pembayaran
premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh
dibebankan sebagai biaya perusahaan ,dan bagi pegawai yang bersangkutan
premi tersebut merupakan penghasilan objek pajak.
Penyusutan dan Amortisasi akan dibahas lebih lanjut pada bab yang lain
secara khusus pada materi Penyusutan dan Amortisasi.
c) Iuran Pensiun
Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan
kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri
Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
• Untuk transaksi awal Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi
• pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke
dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca.
Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka
dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang
obyektif
Dengan demikian mengacu pada ketentuan Pasal 6 (1) huruf e dan Pernyataan
pada PSAK, maka metode yang diperkenankan adalah pencatatan pada saat
perolehan adalah kur yang terjadi pada saat tanggal transaksi dan dilakukan
penyesuaian pada saat penyusunan neraca komersial.
i. Sumbangan
Pasal 9 ayat (1) UU PPh mengatur tentang Pengeluaran / biaya yang tidak
boleh dikurangkan terhadap penghasilan bruto. Dasar pertimbangan biaya
tersebut tidak dapat dikurangkan karena:
- Bersifat pembagian laba;
- tidak berkaitan dengan upaya memperoleh, menagih dan memelihara
penghasilan yang merupakan objek pajak
- bersifat pemberian Natura;
Termasuk pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto adalah :
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham,sekutu atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan,
Dikecualikan usaha-usaha tertentu yang memang memerlukan pembentukan
cadangan dalam rangka mempertahankan penghasilannya yaitu
- cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit , sewa guna usaha dengan hak opsi,
- perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang ;
- cadangan untuk usaha asuransi, termasuk
- cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial ;
Contoh :
seorang tenaga ahli yang adalah pemegang saham dari suatu badan, memberikan
jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah) . Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain
yang setara hanya dibayar sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah), maka jumlah
sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Bagi tenaga ahli yang juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah sebesar Rp
3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai dividen.
4. Kompensasi Kerugian
a. Kompensasi horisontal
Kompensasi horisontal terjadi apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau
kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan
(digabungkan) dengan penghasilan lainnya, untuk mendapatkan dasar
pengenaan penghasilan yang akan dikenakan pajak. Penggabungan tidak dapat
dapat dilakukan jika kerugian itu diperoleh dari luar Indonesia (Pasal 24 UU PPh).
Penggabungan juga tidak dilakukan terhadap Penghasilan telah dikenakan
pajak bersifat final dan penghasilan yang bukan merupakan objek PPh.
b. Kompensasi vertikal
Kerugian yang diderita dalam suatu tahun pajak dikompensasikan dengan
laba fiskal dalam tahun tahun pajak berikutnya, sebagaimana diatur dalam Pasal
6 ayat (2) bahwa “ apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biaya-biaya yang
boleh dikurangkan didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan
dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan
5 (lima) tahun”
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp 50.000.000,00 yang masih tersisa pada
akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun
2015,sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp 300.000.000,00 hanya boleh
dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016 ,karena jangka
waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.
Maka Sisa Rugi Tahun 2009 sebesar Rp. 50.000.000,00 tidak dapat
dikompensasikan dengan Laba fiskal tahun 2015 sebesar
Rp.200.000.000,00.Yang dapat dikompensasikan dengan Laba Fiskal tahun
2015 adalah Rugi tahun 2011 Rp.300.000.000,00. Sisa Rugi tahun 2011 pada
akhir tahun 2015 sebesar Rp.100.000.000,00 dapat dikompensasikan dengan
Laba fiskal tahun 2016, yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Perlakuan biaya bunga yang dibayar atau terutang dalam hal wajib pajak
menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga deposito atau tabungan
lainnya, berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE46/PJ.4/1995,tgl 5 Oktober 1995 Perlakuan biaya bunga yang dibayar atau
terutang dalam hal wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan berupa
bunga deposito atau tabungan lainnya,diberikan penegasan sebagai berikut:
(1). Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil
dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atu
tabungan lainnya, maka bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman
tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagi biaya
(2). Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya,maka bunga atas
pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau
terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya. Menyimpang
dari ketentuan tersebut diatas, bunga yang terutang atas pinjaman Wajib Pajak
dari pihak ketiga dapat dibebankan sebagai biaya, dalam hal:
(a) Dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro
yang atas jasanya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final
(b) Adanya ketentuan bagi Wajib Pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah
tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah deposito dan
tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan tersebut:
misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk
deposito atau tabungan di Bank Pemerintah
(c) Dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut
dananya berasal dari tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.
Contoh
Pada tahun 2005 PT AA mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas
maksimum sebesar Rp.200.000.000,00 dan tingkat bunga pinjaman 20 % .Dari
jumlah tersebut telah diambil pada bulan Pebruari sebesar Rp.175.000.000,00
pada bulan Juni diambil sebesar Rp. 25.000.000,00 dan sisanya
Rp.50.000.000,00 diambil pada bulanpada bulan Agustus. Disamping itu Wajib
Pajak mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito dengan
perincian sebagai berikut :
Bulan Pebruari s/d Maret sebesar Rp. 25.000.000,00 Bulan
April s/d Agustus sebesar Rp. 46.000.000,00
Bulan September s/d Desember sebesar Rp, 50.000.000,00
Dengan demikian bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah sebagai
berikut :
Rata-rata pinjaman
Pinjaman Jangka waktu
BPHTB PBB
- pajak yang dibayar dalam rangka dan - pajak yang dibayar sehubungan dengan
merupakan bagian dari biaya pemilikan hak atau perolehan manfaat
pengeluaran untuk memperoleh hak atas tanah dan atau pemilikan,
atas tanah dan atau bangunan penguasaan, atau perolehan manfaat
atas bangunan, yang merupakan biaya/
pengeluaran rutin setiap tahun
- hak atas tanah yang dimiliki dan - PBB atas tanah dan bangunan yang
dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki dan dipergunakan dalam
dimiliki untuk mendapatkan, menagih perusahaan, atau dimiliki untuk
dan memelihara penghasilan, dapat mendapatkan, menagih, dan
dikurangkan sebagai biaya dalam memelihara penghasilan, dapat
penghitungan Penghasilan Kena Pajak dikurangkan sekaligus sebagai biaya
melalui amortisasi hak atas tanah dalam penghitungan Penghasilan Kena
sepanjang hak atas tanah tersebut Pajak;
dapat diamortisasi sesuai ketentuan
Pasal 11A Undang-undang Pajak
Penghasilan;
• Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar dan dan biaya
pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan kendaraan sedan atau yang
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu
karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan
atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap
kelompok II
• Apabila atas penghasilan Wajib Pajak dikenakan PPh yang bersifat final atau
berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya
tersebut telah termasuk dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat
final atau berdasarkan norma penghitungan khusus.
• Yang dimaksud dengan :
- Telepon seluler, termasuk juga alat komunikasi berupa pager;
- Sedan atau yang sejenis, termasuk juga kendaraan jenis minibus sepanjang
digunakan hanya untuk seorang pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, dan penggunaannya full-time baik untuk kepentingan
perusahaan maupun keperluan pribadi dan keluarga pegawai yang
bersangkutan.
6. Penghasilan Tidak Kena Pajak
C. LATIHAN:
D. RANGKUMAN:
- pembagian laba;
- tidak berkaitan dengan upaya memperoleh, menagih dan memelihara
penghasilan yang merupakan objek pajak
- bersifat pemberian Natura;
E. TEST FORMATIF :
5. berikut pernyataan yang tidak benar atas kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta
a. merupakan pengurang penghasilan bruto jika harta yang menurut
tujuannya semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan
b. merupakan pengurang penghasilan bruto jika harta tersebut yang
dimiliki dan dipergunakan dalam kegiatan usaha untuk mendapatkan,
11. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak dapat dibebankan
sebagai biaya. Akan tetapi dalam hal tertentu natura dapat dibebankan
sebagai biaya. Berikut adalah natura yang dapat dibebankan sebagai
biaya, kecuali :
13. Pada tahun 2010 PT. Highdebt memiliki pagu hutang jangka panjang
dengan tingkat bunga 15% per tahun sebesar Rp. 300.000.000.000,00.
Atas pagu kredit tersebut dipergunakan rata-rata setiap bulan adalah Rp.
180.000.000,000,- Disamping itu rata-rata penempatan deposito setiap
bulan adalah Rp. 30.000.000.000,- Berapa biaya bunga yang dapat
dibebankan sebagai biaya tahun 2010:
a. 27.000.000.000,-
b. 22.500.000.000,-
c. 31.500.000.000,-
d. 4.500.000.000,-
14. Biaya promosi dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto,
memenuhi persyaratan sebagai berikut, kecuali:
a. Dibuatkan daftar nominatif dan dilaporkan sebagai lampiran saat
Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan.
b. Pengeluaran Biaya Promosi dalam rangka mempertahankan
dan/atau meningkatkan penjualan;
c. dikeluarkan secara wajar sesuai adat kebiasaan pedagang yang
baik.
d. Tidak melebihi 3% dari peredaran usaha
15. Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam
hal Wajib Pajak memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan tidak final, yang merupakan objek pajak
dan bukan objek pajak serta yang mendapatkan dan tidak mendapatkan
fasilitas perpajakan. Jika terdapat pengeluaran biaya bersama yang tidak
dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena
Pajak, pembebanannya dilakukan dengan cara:
a. Dialokasikan secara proporsional dengan ukuran yang objekif.
b. Tidak dapat dibebankan sebagai biaya; c, Dibebankan pada usaha
yang memiliki omset tertinggi.
d. Proprosional sesuai peredaran usaha masing-masing yang dihasilkan
Cocokan jawaban anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada akhir modul,
Hitunglah jawaban yang menurut anda benar, kemudian pergunakanlah rumus
dibawah ini untuk menghitung tingkat penguasaan anda terhadap modul ini.
Rumus :
Jumlah jawaban yang benar
Nilai = ---------------------------------- X 100 %
Jumlah Soal
Klasifikasi penilaian :
a. Nilai > 80% : Sangat Baik
b. Nilai = 70% sampai dengan 79% : Baik
c. Nilai = 60% sampai dengan 69 % : Cukup
d. Nilai < 60% : Kurang
Jika nilai anda berada dalam kualifikasi baik, maka anda dapat
melanjutkan ke kegiatan belajar selanjutnya, akan tetapi jika masih dibawah
70% maka pelajari kembali materi pada kegiatan belajar IV ini.
A. Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari kegiatan belajar enam ini, diharapkan peserta diklat dapat
menjelaskan metode penilaian harta, hubungan istimewa, penilaian persediaan,
pembebanan biaya perolehan melalui penyusutan dan amortisasi
2. Hubungan istimewa
Faktor keluarga
Contoh
PT. A menguasai 80% saham PT. B
PT. A menguasai 50% saham PT. C
Antara PT A dengan PT B dan PT C terdabat hubungan istimewa karena penyertaan
langsung.
Antara PT B dan PT C terdapat hubungan istimewa karena penguasaan yang sama.
PT B menguasai 90 % saham PT D
Antara PT B dan PT D terdapat hubungan istimewa karena penyertaan langsung. Antara
PT A dengan PT D terdapat hubungan istimewa karena penyertaan tidak langsung, efektif
kepemilikan adalah 72%
Hubungan istimewa antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan
melalui manajemen atau penggunaan teknologi, walaupun tidak terdapat
hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih
perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan
antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama
tersebut.
3. Penilaian Harta
Contoh:
Antara PT. AA dan PT. BB terjadi pertukaran harta. Walaupun tidak terdapat realisasi
pembayaran antara pihak-pihak yang bersangkutan, namun karena harga pasar harta
yang dipertukarkan adalah Rp20.000.000,00 maka jumlah sebesar Rp20.000.000,00
merupakan nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang
seharusnya diterima.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan
keuntungan yang dikenakan pajak.
PT. AA memperoleh keuntungan Rp10.000.000 ;(Rp20.000.000 - Rp10.000.000)
PT. BB memperoleh keuntungan Rp 8.000.000 ; (Rp20.000.000 -
Rp12.000.000).
Contoh :
PT. AC dan PT. BD melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu
PT. ABCD. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut
adalah sebagai berikut:
PT. AC PT. BD
utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan c. memenuhi
persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).
4. Penilaian Persediaan
Penghitungan harga pokok dan nilai persediaan dengan menggunakan cara rata-rata
misalnya sebagai berikut :
No. Didapat Dipakai Sisa/Persediaan
1. 100s @Rp 9,00 = Rp 900
2. 100s @Rp 12,00 = Rp 1.200
200s @Rp 10,50 =
Rp 2.100
3. 100s @Rp 11,25 = Rp 1.125
300s @Rp 10,75 =
Rp 3.225
4. 100s @Rp 10,75 = Rp 1.075
200s @Rp 10,75 = Rp 2.150 5.
100s @Rp
Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan
untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun
selanjutnya harus digunakan cara yang sama.
1) dalam bagian - bagian yang sama besar selama masa manfaat yang
ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line
method); atau
2) dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining
balance method ).
Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai
sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus.
Contoh:
Seperangkat komputer dibeli 5 Pebruari 2008, perhitungan bulan untuk
keperluan penyusutan tahun 2008 adalah 11 bulan.demikian pula apabila
seperangkat komputer dibeli tidak pada tanggal 5 Pebruari 2008, tetapi tanggal
26 Pebruari 2008, perhitungan bulan untuk keperluan penyusutan tahun 2005
adalah sama, yaitu 11 bulan.
Contoh
PT. PJT yang bergerak dibidang perdagangan besar alat tulis kantor, dalam laporan
keuangannya tahun 2008 memiliki data aktiva antara lain sebagai berikut : Perabot
kantor dibeli awal tahun 2004 seharga Rp. 150.000.000,00 secara akuntansi
taksiran umur 6 tahun, taksiran niali residu 10 % dari harga perolehan.
Mesin kantor dibeli awal tahun 2006 seharga Rp100.000.000,00 taksiran umur 5
tahun taksiran nilai residu Rp5.000.000,00. Pada tanggal 20 Desember 2008. Mesin
kantor tersebut dijual tunai Rp 45.000.000,00 dan pada tanggal yang sama dibeli
mesin kantor baru seharga Rp120.000.000,00 taksiran umur 4 tahun dan taksiran
nilai residu 10% dari harga perolehan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 dan Nomor
138/KMK.03/2002 tentang Jenis-jenis Harta yang termasuk dalam Kelompok harta
Berwujud bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan, Perabot kantor, termasuk
kelompok harta golongan 2, Mesin kantor, termasuk kelompok harta golongan 1.
Penyusutan fiskal untuk kelompok bukan bangunan dengan metode garis lurus.
Perhitungan penyusutan fiskal sebagai berikut :
a) Perabot Kantor termasuk harta kelompok 2, metode penyusutan garis lurus, tarif
12,5%. Penyusutan setiap tahun sebesar 12,5% x Rp150.000.000,00 = Rp
8.750.000,00.
b) Mesin Kantor termasuk harta kelompok 1, metode penyusutan garis lurus, tarif
25%
Penyusutan pertahun = 25% x Rp100.000.000,00 = Rp25.000.000,00
5.2. Amortisasi
hak pengusahaan hutan,dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam
lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial,
adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya
studi kelayakan dan biaya produksi percobaan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisir, selanjutnya pembebanannya melalui
amortisasi. Sedangkan biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji
pegawai, biaya rekening listrik dan telpon, dan biaya kantor lainnya tidak boleh
dikapitalisir tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase
amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan
antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang
bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi
di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang
sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa
pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa
pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain
minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, atau hasil alam lainnya seperti
hak pengusahaan hasil laut, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi
20% setahun.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak yang dapat
diamortisasi, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan
sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan
penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan
penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam
bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah
ditentukan bagi harta tersebut.
Bidang usaha tertentu meliputi
- bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan
hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan
baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari1 (satu) tahun;
- bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha
perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru
menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun;
- bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak
dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Harta berwujud berupa aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta
merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu, yaitu:
- bidang usaha kehutanan, meliputi tanaman, kehutanan, kayu;
- bidang usaha industri perkebunan tanaman keras meliputi tanaman
keras; - bidang usaha peternakan meliputi ternak, termasuk ternak sapi
pejantan.
• Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dimaksud dimulai
pada bulan produksi komersial yaitu bulan dimana penjualan mulai dilakukan.
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 termasuk biaya pembelian bibit, biaya untuk membesarkan dan
memelihara bibit.
• Tidak termasuk sebagai pengeluaran adalah biaya yang berhubungan dengan
tenaga kerja.
• Dalam hal harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dijual, maka
harga jual merupakan penghasilan dan nilai sisa buku merupakan kerugian
.
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
Undang--Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan Pajak
Masukan tersebut:
a. benar-benar telah dibayar; dan
b. berkenaan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) UU PPN, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha
- perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau
tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan
pada waktu dilakukan pemeriksaan
- perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
Pajak Masukan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sehubungan dengan
pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud serta biaya
lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dikapitalisasi
dengan pengeluaran atau biaya tersebut dan dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi.
C. LATIHAN:
D. RANGKUMAN:
Penentuan nilai perolehan harta untuk menentukan besarnya penghasilan
kena pajak harus berdasarkan prinsip kewajaran dan kelaziman (arm’s length
principle).Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penetapan nilai harga
perolehan (transfer pricing) adalah adanya hubungan istimewa. Hubungan
istimewaterjadi karena Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau
tidak langsung paling rendah 25 % pada Wajib Pajak lain, atau Wajib Pajak
menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah
penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung atauTerdapat
hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus
dan atau ke samping satu derajat.
Penilaian harta dil;akukan dalam rangka menghitung penghasilan
sehubungan dengan penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung
keuntungan atau kerugian apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta dan
penghitungan dari penjualan barang dagangan. Dalam jual beli yang dipengaruhi
hubungan istimewa, bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang
seharusnya dibayar sedangkan bagi penjual adalah nilai yang seharusnya
diterima.Dalam hal tidak dipengaruhi hubungan istimewa. harga perolehan
perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar
dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya
diterima.
Harta yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar-menukar dengan harta
lain, nilai perolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Demikian juga dalam hal
terjadi pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah
yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan.
Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh
E. TEST FORMATIF :
3. PT. Duta Wahana menukarkan 1 unit bus yang dimilikinya dengan 3 unit
minibus dari CV. Mobilindo sebuah perusahaan perdagangan mobil bekas.
Harga perolehan Bus adalah Rp. 1.000.000.000,- dan telah disusutkan
secara fiskal sebesar Rp. 720.000.000,- Harga 1 unit minibus adalah Rp.
130.000.000,- dan CV Mobilindo membeli minibus tersebut dengan harga
100.000.000 per unit.
Laba dan rugi dari transaksi di atas adalah:
a. Keuntungan pertukaran buat PT wahana adalah Rp. 110.000.000,- dan
laba CV. Mobilindo adalah Rp. 330.000.000,-
b. Keuntungan pertukaran buat PT wahana adalah Rp 280.000.000,- dan
laba cv. Mobilindo adalah Rp. 90.000.000,-
c. Keuntungan pertukaran buat PT wahana adalah Rp. 110.000.000,- dan
laba CV. Mobilindo adalah Rp. 90.000.000,-
d. Keuntungan pertukaran buat PT wahana adalah Rp. 280.000.000,- dan
laba CV. Mobilindo adalah Rp. 90.000.000,-
.
8. Jika persediaan awal 25 unit @ Rp. 240 : Pembelian April 100 unit @ Rp.
250 ; Oktober 150 unit @ Rp. 260 ; Nopember 125 unit @ 275 ; dan
Penjualan dalam periode Mei 75 unit @ Rp. 300; Nopember 175 unit @ Rp.
315 ; Desember 100 unit @ Rp. 325. maka nilai persediaan akhir fiskal
adalah ; (penilaian persediaan fiscal FIFO) a. Rp. 13.750,00
b. Rp. 12.831,00
c. Rp. 13.047,00
d. Rp. 13.060,00
9. PT. Sarana Jaya Textile membangun sebuah gedung pabrik baru yang
dimulai dibangun bulan Maret 2007. Bangunan tersebut operasikan sejak
tanggal 1 Juli 2009. Harga perolehan bangunan berdasarkan kontrak
dengan perusahaan konstruksi yang melaksanakan pembangunan tersebut
adalah Rp. 3.500.000.000,- Berapa biaya penyusutan untuk bangunan pada
tahun 2009 dan tahun 2010?
a. tahun 2009 Rp. 87.500.000,- dan tahun 2010 Rp. 175.000.000,-
b. tahun 2009 Rp. 175.000.000,- dan tahun 2010 Rp. 175.000.000,-
c. tahun 2009 Rp. 87.500.000,- dan tahun 2010 Rp. 87.500.000,-
d. tahun 2009 Rp. 175.000.000,- dan tahun 2010 Rp. 350.000.000,-
10. Satu unit mesin kantor yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2008.
Harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00. Berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan untuk keperluan penyusutan mesin kantor tersebut
12. PT. Anaktambang pada tahun 2009 memperoleh hak atas penambangan
Batu Kapur pada sebuah pegunungan kapur di Jawa Barat. Pengeluaran
untuk memperoleh hak penambangan kapur tersebut adalah Rp,
1.250.000.000,- Perkiraan potensi batu kapur yang dapat ditambang adalah
20.000.000 ton. Pada tahun 2011 berhasil mengangkat batu kapur
5.000.000 ton Berapa biaya amortisasi atas biaya perolehan hak
penambangan tahun 2011? a. Rp. 312.500.000,-
b. Rp. 250.000.000,-
c. Rp. 234.375.000,-
d. Rp. 156.250.000,-
13. Pada tanggal 20 Juli 2010 PT. Prikitiew membeli sebuah mobil sedan untuk
kendaraan dinas yang diserahkan kepada Tn. Suleevan sebagai kedaraan
dinas sehari-hari. Harga perolehan mobil tersebut adalah Rp 300.000.000
belum termasuk PPN 10% dan PPn BM 30%. Kendaraan ini termasuk
golongan II dan disusutkan dengan metode saldo menurun. Berapa biaya
penyusutan yang dapat dibebankan sebagai biaya pada tahun 2011 atas
perolehan mobil tersebut.
a. Rp. 91.875.000
b. Rp. 68.906.250
c. Rp. 52.500.000
d. Rp. 45.937.500
14. PT. Ariratch membeli seperangkat komputer pada bulan April 2011 dengan
harga perolehan Rp. 40.000.000,- dan sofware yang ter-install didalamnya
seharga 20.000.000,- Komputer termasuk sebagai aktiva golongan I dan
disusutkan dengan metode saldo menurun. Berapa biaya penyusutan
dan/atau amortisasi tahun 2010?
a. Biaya penyusutan komputer termasuk soft ware 30.000.000
b. Biaya penyusutan komputer termasuk software 22.500.000
c. Biaya Penyusutan komputer Rp. 15.000.000 dan amortisasi soft ware
7.500.000,-
d. Biaya Penyusutan komputer Rp. 20.000.000 dan amortisasi soft ware
10.000.000,-
15. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dapat dibebankan sebagai
biaya. Berikut adalah pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan dan dapat
dibebankan sebagai biaya kecuali:
a. Pajak Masukan yang dibayar sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak
b. Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
c. Pajak Masukan atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor
berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan
atau disewakan;
d. Pajak Masukan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
Rumus :
Klasifikasi penilaian :
a. Nilai > 80% : Sangat Baik
b. Nilai = 70% sampai dengan 79% : Baik
c. Nilai = 60% sampai dengan 69 % : Cukup
d. Nilai < 60% : Kurang
Jika nilai anda berada dalam kualifikasi baik, maka anda dapat melanjutkan
ke kegiatan belajar selanjutnya, akan tetapi jika masih dibawah 70% maka pelajari
kembali materi pada kegiatan belajar 3 ini.
A. Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi dalam kegiatan belajar ini, diharapkan peserta diklat
memahami dan mampu menjelaskan tentang penggabungan dan pemisahan
penghasilan dalam keluarga, Penghasilan wanita yang menikah, Istri yang
menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah, penghasilan istri dan anak
pada usaha keluarga, dan penghasilan tidak kena pajak.
Contoh
Suami istri masing-masing mempunyai usaha sendiri sendiri. Kawin tanggal 1
Mei 2005. Untuk tahun pajak 2005 mereka tetap dikenakan pajak sendiri-sendiri
dari penghasilan kegiatan usahanya masing masing.
Tahun 2006 atas penghasilan suami istri digabungkan menjadi satu.
Dalam hal wanita kawin, penghasilan dari pekerjaan yang diterima atau diperoleh
semata mata dari satu pemberi kerja, perlakuan perpajakannya berbeda antara
yang telah dipotong pajak dan yang tidak dipotong pajak ditempat kerja. Untuk
lebih jelasnya, mari kita lihat contoh berikut :
Contoh
Hastuti, status kawin, bekerja pada Kantor Kedutaan Besar Australia, maka
penghasilan Hastuti tersebut digabungkan dengan penghasilan suaminya,
karena Kantor Kedutaan Besar bukan subjek pajak dan dikecualikan sebagai
pemotong pajak.
Tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami, artinya
bahwa penghasilan istri dari pekerjaan tersebut diperoleh karena yang
bersangkutan bekerja pada perusahaan yang pemberi kerjanya bukan suaminya.
b. Kondisi Khusus
Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah apabila: a.
suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan.
c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri .
Dalam hal suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim ,
penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pengenaan pajaknya dilakukan
sendiri-sendiri. Namun, apabila suami-isteri mengadakan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan secara tertulis, atau jika isteri menghendaki untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, penghitungan pajaknya
dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami-isteri dan
masingmasing memikul beban pajak sebanding dengan besarnya penghasilan
neto.
belum pernah menikah. Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya
telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya
digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan yang
sebenarnya.
Kondisi bahwa suami istri yang telah hidup terpisah berdasarkan keputusan
pengadilan, membawa akibat hukum bahwa suami dan istri tersebut tidak lagi
menjadi satu entitas ekonomi, dengan demikian hak dan kewajiban perpajakan
juga tidak lagi menjadi satu. Kewajiban Pajak Penghasilan di laksanakan secara
tersendiri, dan PTKP juga bukanlah suatu kesatuan. Anak yang menjadi
tanggungan ditentukan pada kondisi realita yang sebenarnya, apakah menjadi
tanggungan ayah atau ibu si anak tersebut. Demikian juga jika perlakuan
penghasilan yang diterima atau diperoleh anak yang masih dalam tanggungan,
akan digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya dimana PTKP anak
tersebut diakui.
Kondisi adanya perjanjian pranikah untuk melakukan pisah harta dan jika istri
menghendaki menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri, pada dasarnya
dalam keluarga tersebut masih merupakan satu kesatuan ekonomis. hal ini
mengakibatkan perhitungan PTKP dan perhitungan pajak terhutang masih
dilakukan sebagai satu kesatuan. Akan tetapi karena dikehendapi terjadi
pemisahan harta, atau istri akan melakukan kewajiban perpajakan sendiri, maka
setelah pajak terutang dihitung sebagai satu kesatuan, untuk pemenuhan dan
pelunasannya dilakuakn secara proporsional sesuai kontribusi suami dan istri
tersebut dalam memperoleh penghasilan neto. Lebih lanjut mengenai perhitungan
pajak panghasilan atas pemisahan harta akan di bahas lebih lanjut dalam bab
tersendiri.
Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan
Tidak Kena Pajak. Disamping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah
kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan
yang digabung dengan penghasilannya, maka Wajib Pajak tersebut mendapat
tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang isteri sebesar
Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah).
Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam
garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua,
mertua, anak kandung, anak angkat, diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena
Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang.
Yang dimaksud dengan “anggota keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Contoh:
Catatan:
• Keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, misalnya
sedarah : orang tua, ,anak kandung,; semenda : mertua , anak tiri.
• Anggota keluarga yang menjadi tanggunan sepenuhnya adalah anggota
keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya
ditanggung oleh Wajib Pajak .
• Tetapi pengertian anak angkat dalam perundang undangan pajak dengan
kriteria sebagai berikut :
o Seseorang yang belum dewasa ;
o Yang tidak tergolong keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus
dari Wajib Pajak;
suami maupun isteri PTKP dalam SPT Tahunan dengan tanda strip (-) dan
membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri.
C. LATIHAN:
D. RANGKUMAN:
E. TEST FORMATIF :
3 B. S Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada
awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya
yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan
dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya.
4 B S. Suami istri masing-masing mempunyai usaha sendiri sendiri. Kawin
tanggal 1 Mei 2005. Untuk tahun pajak 2005 penghasilan suami istri tersebut
digabungkan untu menghitung kewajiban perpajakan dan dilaporkan pada
SPT Tahunan 2005 dan dilaporkan pada tahun 2006.
5 BS Devi Lestari, status kawin, bekerja pada hanya satu pemberi kerja,
yaitu Kantor Kedutaan Besar Australia, maka penghasilan Hastuti tersebut
bersifat final dan tidak perlu digabung dengan
pengahasilan suaminya..
6 B. S Suami dan istri memiliki kewajiban pajak subjektif yang terpisah jika
dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan.
7 B S. Penghasilan anak yang belum dewasa dari manapun sumber
penghasilannya dan apapun sifat pekerjaannya digabung dengan
penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama. Yang dimaksud
dengan anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 25 (dua
puluh lima) tahun dan belum pernah menikah.
8. B S Sejak tahun pajak 2009 diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak yang besarnya per tahun sebesar:
Rp 15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; Rp
1.320.000,00 tambahan untuk status kawin; Rp 15.840.000,00
tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung
dengan suami dan Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota
Cocokan jawaban anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada akhir
modul, Hitunglah jawaban yang menurut anda benar, kemudian pergunakanlah
rumus dibawah ini untuk menghitung tingkat penguasaan anda terhadap modul ini.
Rumus :
Jumlah jawaban yang benar
Nilai = ---------------------------------- X 100 %
Jumlah Soal
Klasifikasi penilaian :
a. Nilai > 80% : Sangat Baik
b. Nilai = 70% sampai dengan 79% : Baik
c. Nilai = 60% sampai dengan 69 % : Cukup
d. Nilai < 60% : Kurang
Jika nilai anda berada dalam kualifikasi baik, maka anda dapat melanjutkan ke
kegiatan belajar selanjutnya, akan tetapi jika masih dibawah 70% maka pelajari
kembali materi pada kegiatan belajar 6 ini.
A. Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini, diharapkan peserta diklat mampu melakukan
penghitungan penghasilan kena pajak dengan cara biasa, dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto, norma khusus, menetapkan besarnya pajak terutang
bagi Bentuk Usaha Tetap, menerapkan tarif umum Pajak penghasilan bagi Wajib Pajak
Badan, Wajib Pajak Orang pribadi dan fasilitas tarif pajak bagi pengusaha kecil menengah.
Perhitungan dengan cara ini diperuntukkan bagi wajib pajak yang menyelenggarakan
pembukuan, baik itu wajib pajak badan, BUT maupun wajib pajak orang pribadi yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran bruto pertahun
Rp. 4.800.000.000, (empat milyar delapan ratus juta rupiah) ke atas. Kelompok wajib
pajak ini adalah kelompok wajib pajak yang diwajibkan untuk menyelenggarakan
pembukuan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU KUP sebagai berikut:
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan
Pasal 16 ayat (1) UU PPh, tentang penghitungan penghasilan kena pajak diatur
sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak dalam
negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan
pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
7 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) huruf c,huruf d,huruf e dan huruf g.
Perhitungan di atas berlaku juga bagi wajib pajak Orang pribadi yang
menyelenggarakan pembukuan. Perbedaan adalah pada penghasilan neto fiskal
WP OP, terdiri dari berbagai sumber, dan terdapat pengurang berupa zakat dan
sumbangan wajib serta PTKP, sebagai berikut:
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS XXXX
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN……….. XXXX
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA……………………. XXXX PENGHASILAN NETO
LUAR NEGERI……………………………………. XXXX
JUMLAH PENGHASILAN NETO
ZAKAT / SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG BERSIFAT WAJIB ………………….. (XXXX) JUMLAH
PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT /SUMBANGAN WAJIB XXXX
KOMPENSASI KERUGIAN ………………………………… (XXXX)
JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN ………….. XXXX
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (XXXX) PENGHASILAN KENA PAJAK ………………………….
XXXX
Tata cara pencatatan bagi WP OP diatur dalam PerMen Keu No. 197/PMK.03/2007
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 4/PJ/2009
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib
pekerjaan bebas memilih untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto; dan
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
Pencatatan meliputi : peredaran dan/atau penerimaan bruto yang penghasilannya merupakan objek
pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final; penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha
dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, baik yang berasal dari
kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan
bebas. Wajib Pajak orang pribadi harus menyeleggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban baik
yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun yang tidak
digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau
Pencatatan harus dibuat dalam suatu Tahun Pajak, yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai
tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Pencatatan harus dibuat secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya
peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
Pencatatan dilakukan dengan menggunakan mata uang Rupiah sebesar nilai yang sebenarnya
terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia.
sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan Pencatatan harus
diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan yang
Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan ditempat tinggal Wajib Pajak
dan/atau tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun
terhitung sejak berakhirnya Tahun Pajak
Norma penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri diatur dengan
denganKeputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP - 536/PJ./2000, tanggal 29 Desember 2000, Tentang Norma
Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto
Dengan Menggunakan Norma Penghitungan.
• Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1
(satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan, sedangkan jika di bawah Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) menyelenggarakan pencatatan, kecuali memilih
menyelenggarakan pembukuan
• Untuk penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib memberitahukan
kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang
bersangkutan, jika tidak diangap menyelnggarakan pembukuan.
• Pemberitahuan yang disampaikan dalam jangka waktu di atas dianggap disetujui kecuali
berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakannya
• Wajib Pajak wajib pembukuan dan yang memilih menyelenggarakan pembukuan dan
yang dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan
pembukuan, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima
puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak
yang bersangkutan.
• Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah :
- 10 (sepuluh)
ibukota propinsi yaitu
Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya,
Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak
- ibukota propinsi
lainnya - daerah
lainnya
• Penghitungan yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas,
dilakukan terhadap
masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokan wilayah,
3. Norma Penghitungan Khusus
Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat
tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan
usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar
negeri atau dengan kapal pihak lain
World wide income, Objek pengenaan PPh termasuk penghasilan penyewaan kapal
yang dilakukan dari:
- pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
- pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
- pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan - pelabuhan di luar
Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia peredaran bruto adalah semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan
orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di
Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri
dan/atau sebaliknya.
Penghasilan neto = 4% (empat Persen) dari peredaran bruto
Pajak Penghasilan = 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto dan bersifat
final
Pelunasan PPh yang terutang sebagaimana dimaksud pada butir 4 dilakukan sebagai
berikut:
Dalam hal Wajib Pajak membayar pajak di Luar negeri (PPh Pasal 24), dapat
diperhitungkan dengan PPh, untuk masing-masing negara
setinggitingginya 1,2% (satu koma dua persen) dari penghasilan yang
diterima atau diperolehnya diluar negeri tersebut.
Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan lainnya
selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas, maka atas
penghasilan lainnya dikenakan PPh berdasarkan ketentuan perpajakan yang
berlaku
• Apabila charter/sewa kapal didasarkan atas sewa kapal tanpa awak, maka
perlakuan perpajakannya sesuai ketentuan Pasal 23 Ayat (1) Huruf c UU
PPh.
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau
nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran
dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau
dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri
Perlakuan PPh atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor
perwakilan dagang (representative office/liaison office )di Indonesia diatur
dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No.634/KMK.04/1994 yang mulai berlaku
1-1-1995 serta Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-
667/PJ./2001,tanggal 9 Oktober 2001
Nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau
diperoleh WPLN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari
penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
Tarif PPh : 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final.
Dengan perhitungan :
Tarif ini berlaku bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan
Dagang, di Indonesia yang berasal dari negara yang belum mempunyai
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia. Jika
transaksi dilakukan oleh negara mitra P3B dengan Indonesia, yang dipergunakan
adalah tarif P3B.
Tarif PPh
a. premi perusahaan asuransi di luar negeri = 50% X 20% X premi
= 10% X Premi
b. perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri
= 10% X 20% X Premi
= 2% X Premi
c. atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri
= 5% X 20% X premi
= 1 % X Premi
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-
Nomor Pembayar Premi Perkiraan Penghasilan Neto Tarif efektif PPh
Pasal 26
di Indonesia dari jumlah premi dari jumlah premi
yang dibayar yang dibayar
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-
1. Tertanggung 50%
10%
2. Perusahaan Asuransi 10% 2% 3. Perusahaan Reasuransi 5% 1%
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-
Contoh :
Dengan demikian, yang dimaksud dengan pihak pembayar premi atau pemotong
PPh Pasal 26 adalah :
a. Tertanggung yaitu pemegang polis yang membayar premi asuransi kepada
perusahaan asuransi di luar negeri; atau
b. Perusahaan asuransi di Indonesia yang mereasuransikan sebagian atau
seluruh tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau
c. Perusahaan reasuransi di Indonesia yang mereasuransikan kembali
sebagian atau seluruh tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar
negeri.
Penghasilan netto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan Usaha
pengeboran minyak dan gas bumi dihitung dengan menggunakan Norma
Penghitungan Khusus sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto.
Penghasilan bruto adalah penghasilan bruto dari jenis-jenis penghasilan yang
tercantum dalam kontrak pengeboran minyak dan gas bumi yang bersangkutan.
Wajib Pajak Badan yang didirikan di Indonesia yang melakukan usaha di bidang
pengeboran minyak dan gas bumi wajib menghitung penghasilan netto
berdasarkan pembukuan yang wajib diselenggarakan sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 28 Undang-undang KUP.
Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap diwajibkan untuk menyelenggarakan
pencatatan penghasilan bruto dan pengeluaran-pengeluaran yang wajib
dilakukan pemotongan pajak cfm Pasal 23 dan Pasal 26 UU PPh., dan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari
Usaha lain selain usaha pengeboran minyak dan gas bumi wajib diselenggarakan
pembukuan yang terpisah.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 setiap bulan bagi Wajib
Pajak Bentuk Usaha Tetap, adalah jumlah yang dihasilkan dari penerapan tarif
menurut Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Netto dari usaha di bidang
pengeboran minyak dan gas bumi yang dihitung dengan menggunakan Norma
Penghitungan Khusus ditambah penghasilan netto dari kegiatan usaha lain ayat
(3) yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
1. Penghasilan
Penghasilan investor sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah
adalah penghasilanyang diterima atau diperoleh investor dari pengusahaan
bangunan yang didirikan antara lain :
a. sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta;
b. Penghasilan sehubungan dengan hak pengusahaan bangunan seperti
penghasilan dari pengusahaan hotel, pusat fasilitas olah raga ("Sport
center"), tempat hiburan, dan sebagainya;
c. penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dari pemegang hak
atas tanah apabila masa perjanjian bangun guna serah diperpendek dari
masa yang telah ditentukan.
2. Biaya
a. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor adalah
biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan
memperhatikan pasal 9 ayat (1) Undang-undang PPh berkenaan dengan
pengusahaan bangunan yang didirikan berdasarkan perjanjian bangun
guna serah tersebut.
b. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk mendirikan bangunan
merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan
atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan nilai perolehan tersebut
oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun
selama masa perjanjian bangun guna serah
Contoh 1 :
Investor PT ABC mendirikan bangunan gedung perkantoran 12 lantai atas
tanah milik PT PG berdasarkan perjanjian bangun guna serah dengan
biaya Rp 30.000.000.000,00 untuk masa selama 15 tahun. Amortisasi yang
dilakukan oleh PT ABC setiap tahun adalah sebesar Rp. 2.000.000.000,00
(Rp.30.000.000.000,00 : 15)
c. Apabila masa perjanjian bangun serah guna menjadi lebih pendek dari
masa yang telah ditentukan dalam perjanjian maka sisa biaya
pembangunan yang belum diamortisasi, amortisasi sekaligus oleh investor
pada tahun berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih pendek
tersebut.
Contoh 2 : Berdasarkan contoh 1.
PT ABC pada akhir tahun ke dua belas menyerahkan bangunan kepada PT
PG .dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut kepada PT ABC
diberikan imbalan oleh PT PG sebesar Rp 5.000.000.000,00 pada akhir
tahun ke dua belas (tahun berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah)
PT ABC memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp
5.000.000.000,00 (Rp 30.000.000.000,00 - (12x Rp 2.000.000.000,00).
d. Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih panjang dari
masa yang telah ditentukan dalam perjanjian karena adanya penambahan
bangunan, maka biaya penambahan tersebut ditambahkan dengan sisa
biaya yang belum diamortisasi dan oleh investor jumlah tersebut
diamortisasi hingga berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih
panjang tersebut.
Contoh 3 Berdasarkan Contoh 1,
PT ABC pada tahun ke sebelas menambah bangunan dengan biaya Rp
20.000.000.000,00 dan masa bangun guna serah diperpanjang 5 tahun
sehingga menjadi 20 tahun. Penghitungan amortisasi PT ABC mulai tahun
ke sebelas sebagai berikut :
- sisa yang belum diamortisasi pada awal tahun ke
sebelas Rp.10.000.000.000,-
- Nilai perolehan hak atas penambahan bangunan pada tahun ke sebelas
Rp.20.000.000.000.00
- dasar amortisasi yang baru Rp.30.000.000.000,00
- masa amortisasi adalah 10 tahun (20 tahun - 10 tahun)
- Amortisasi setiap tahun mulai tahun ke sebelas (Rp.30.000.000.000,00 :
10) = Rp.3.000.000.000,00
1. Penghasilan
Penghasilan yang terima atau diperoleh pemegang hak atas tanah sehubungan
dengan perjanjian bangun guna serah dapat berupa :
a. pembayaran berkala yang dilakukan oleh investor kepada pemegang hak
atas tanah dalam atau selama masa bangun guna serah;
b. bagian dari uang sewa bangunan ;
c. bagian keuntungan dari pengusahaan bangunan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang telah diberikan oleh investor;
d. Penghasilan lainnya sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah
yang terima atau diperoleh pemegang hak atas tanah.
2. Dalam hal bangunan yang didirikan investor tidak seluruhnya menjadi hak
investor tetapi sebagian diserahkan kepada pemegang hak atas tanah,
maka bagian bangunan yang diserahkan merupakan penghasilan bagi
pemegang atas tanah dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Atas penyerahan tersebut terutang pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen)
dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara lain pasar dengan Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP) bagian bangunan yang diserahkan, dan harus dilunasi
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah penyerahan.
3. Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah
setelah masa Perjanjian bangunan serah berakhir merupakan penghasilan
baik pemegang hak atas tanah, dan terutang Pajak penghasilan sebesar
5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar
dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan yang telah diserahkan,
dan harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa bangun guna serah berakhir.
4. Nilai bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah merupakan
nilai perolehan bangunan apabila bangunan tersebut dialihkan kepada
pihak lain.
2. Biaya
Biaya yang dapat dikurangkan oleh pemegang hak atas tanah selama masa
bangun guna serah adalah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
dan dengan memperhatikan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan.
Pembayaran Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) yang dilakukan
oleh pemegang hak atas tanah atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh
investor orang pribadi bersifat final dan bagi Wajib Pajak badan adalah kredit
pajak Pasal 25
Dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen)
tersebut di atas apabila pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah.
Wajib Pajak Luar Negeri dapat dibedakan menjadi Wajib Pajak Luar Negeri
yang menjalankan kegiatan dan melakukan usaha di Indonesia melalui BUT, dan
Wajib PAjak luar negeri yang tidak. menjalankan kegiatan dan melakukan usaha
di Indonesia melalui BUT akan tetapi menerima penghasilan yang bersumber dari
Indonesia.
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di indonesia melalui BUT, akan tetapi
menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia,
pengenaannya diatur dalam Pasal 26 UU PPh.
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh
pihak yang wajib membayarkan:
a. Dividen
b. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. hadiah dan penghargaan
f. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
g. keuntungan karena pembebasan utang
3. penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama
tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya
penghasilan tersebut; dan
4. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah
berproduksi komersial
Dalam hal persyaratan tidak lagi dipenuhi, penghasilan ditetapkan sebagai
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan atas BUT
bersangkutan terhitung sejak diperolehnya Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi Pajak Penghasilan tersebut dan dikenai sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
Terhadap penjual yang berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri yang
merupakan penduduk dari Negara yang telah mempunyai Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan pajak
hanya dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak
Indonesia.
Contoh :
Suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Wajib Pajak luar negeri, maka
subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak
Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
Seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari
maraton di Indonesia, dan kemudian merebut hadiah uang maka atas hadiah
tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh
persen).
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah
negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
Pemotongan pajak PPh Pasal 26 bersifat final kecuali penghasilan kantor pusat
dari usaha atau kegiatan yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia dan penghasilan terdapat
5. Tarif Pajak
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar
28% (dua puluh delapan persen). Tarif ini berlaku tahun 2009 ketika
undangundang di terbitkan. Tarif pajak menjadi 25% (dua puluh lima persen)
yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Berbeda dengan tahun pajak
sebelum 2008, Tarif PPh dahulu ditetapkan secara progresif yaitu :
Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 10% (sepuluh persen)
Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 15 % (lima belas persen)
100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 30 % (tiga puluh persen)
Namun dalam memori penjelesan perubahan undang-undang, alasan perubahan
tarif bagi Wajib Pajak Badan dan BUT adalah :
• Tarif Tunggal selaras dengan prinsip netralitas dalam pengenaan pajak atas
badan.
• Tarif diturunkan secara bertahap untuk meningkatkan daya saing dengan
negara lain dalam menarik investasi luar negeri.
Fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Sepanjang
akumulasi peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas
tidak melebihi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak
Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas pengurangan
tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang: 28% x Rp1.250.000.000,00 =
Rp350.000.000,00
Tarif tertinggi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan menjadi
paling rendah 25% , yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tarif Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap menjadi 25% yang
mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
Progresifitas tarif PPh Badan dan BUT diberikan dalam bentuk fasilitas bagi
pengusaha kecil. Hal ini diatur dalam Pasal 31 E UU PPh.
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp4.800.000.000,00. (empat milyar delapan ratus juta rupiah).
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00.
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku
karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 28% x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas: Rp 4.800.000.000,00 X Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
Rp30.000.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Berbeda dengan tarif umum, pada dasarnya pengenaan pajak tarif khusus
tidak bertingkat tingkat, tarifnya tarif tunggal berapapun besarnya penghasilan
yang akan dikenakan pajak tarif yang diterapkan adalah sama, sesuai dengan
yang ditetapkan dalam ketentuan yang mengatur tentang tarif khusus tersebut
dan pengenaan pajaknya bersifat final. Pemenuhan kewajiban pajak atas
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, dilakukan dengan
membayar sendiri atau melalui pemotongan/pemungutan pajak pihak ketiga.
Tarif khusus dalam UU PPh,terdapat pada pasal pasal : Pasal 4 ayat (2)
,Pasal 8 ayat (1), Pasal 15, Pasal 19 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22.
C. LATIHAN:
D. RANGKUMAN:
Wajib Pajak Luar Negeri dapat dibedakan menjadi Wajib Pajak Luar Negeri
yang menjalankan kegiatan dan melakukan usaha di Indonesia melalui BUT, dan
Wajib PAjak luar negeri yang tidak. menjalankan kegiatan dan melakukan usaha
di Indonesia melalui BUT akan tetapi menerima penghasilan yang bersumber dari
Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Penetapan
penghasilan neto bagi BUT sama seperti WP badan lainnya, akan tetapi karena
adanya beberapa pengecualian terutama terkait dengan penghasilan kantor
pusat BUT yang termasuk sebagai objek bagi BUT dan biaya yang terkait dengan
penghasilan tersebut yang termasuk pengurang penghasilan bruto bagi BUT.
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di indonesia melalui BUT, akan tetapi
menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia,
pengenaannya diatur dalam Pasal 26 UU PPh.
Tarif PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri: adalah progresif:
sampai dengan Rp 50.000.000,00 adalah 5% , di atas Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) adalah 15%, di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) adalah 25%, dan di
atas Rp 500.000.000,00 sebesar 30%. Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap sebesar 28 % dan tahun 2010 tarif WP PPh Baan diturunkan
menjadi 25%. Terhadap WP dengan peredaran bruto tertentu berdasarkan Pasal
31 E UU PPh diberikan fasilitas pengurangan tarif PPh.
E. TEST FORMATIF :
3. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan
pembukuan. Untuk menghitung penghasilan Kena Pajak dilakukan dengan
urutan sebagai berikut:
11. PPh Terutang berdasarkan Norma Khusus bagi Wajib Pajak luar negeri
yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia adalah a.
sebesar 0,44% dari peredaran bruto dan bersifat final.
b. sebesar 1,8% dari peredaran bruto dan dipungut oleh pihak yang
membayarkan dan bersifat final.
c. sebesar 2,64% dari peredaran bruto dan dipungut oleh pihak yang
membayarkan dan bersifat final.
d. sebesar 3,64% dari peredaran bruto dan dipungut oleh pihak yang
membayarkan dan bersifat final.
13 Dalam transaksi namgun guna dan serah (Build Operate and Transfer/
BOT)antara investor dan pemilik lahan, perlakuan perpajakan adalah
sebagai berikut :
15. Pengenaan pajak atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri diatur sebagai berikut
kecuali:
a. dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% dari jumlah bruto dan
bersifat final.
b. termasuk pengertian dividen adalah dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
c. pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan melalui pemotongan oleh
pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar
dividen dan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan.
Rumus :
Jumlah jawaban yang benar
Nilai = ---------------------------------- X 100 %
Jumlah Soal
Klasifikasi penilaian :
a. Nilai > 80% : Sangat Baik
b. Nilai = 70% sampai dengan 79% : Baik
c. Nilai = 60% sampai dengan 69 % : Cukup
d. Nilai < 60% : Kurang
Jika nilai anda berada dalam kualifikasi baik, maka anda dapat melanjutkan ke
kegiatan belajar selanjutnya, akan tetapi jika masih dibawah 70% maka pelajari
kembali materi pada kegiatan belajar 7 ini.
IX KEGIATAN BELAJAR 8
A. Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi dalam kegiatan belajar ini, diharapkan peserta diklat
memahami pelunasan pajak dalam tahun berjalan, baik melalui pemotongan dan
pemungutan pihak ketiga maupun dilakukan sendiri, pemungutan pajak atas
imbalan kepada orang pribadi, pemotongan dan pemungutan pajak atas
transaksi barang, pemungutan pajak atas transaksi bunga royalti sewa dan jasa,
pembayaran pajak di luar negeri dan pengkreditannya di Indonesia dan pajak
pasal 25 atas angsuran pajak tahun berjalan.
berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan;
f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
g. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan olehbukan Wajib pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit).
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi
atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada
pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung
(LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
- Pelumas - 0,3%
5 Pembelian bahan untuk keperluan 0,5% dari harga beli Tidak Final
industri atau ekspor dari pedagang sebelum PPN
pengumpul
*) Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki NPWP lebih tinggi 100% (seratus persen), kecuali sifat pemungutan
adalah PPh Final.
Jenis jasa lain dipotong PPh sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk
PPN terdiri dari:
a. Jasa penilai (appraisal);
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang (design);
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
(BUT);
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan
selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan;
j. Jasa pengolahan limbah;
k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services);
l. Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
n. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;
q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau
bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
t. Jasa maklon;
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
Jasa manajemen pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan atau pengelolaan manajemen.
Dari ketiga unsur yaitu huruf e,f dan g , jumlah yang paling kecil diantara
ketiga unsur tersebut merupakan pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri
yang dapat dikreditkan ( PPh Pasal 24 ) dengan PPh terutang atas seluruh
penghasilan ( Dalam Negeri dan Luar Negeri ). Jadi PPh Pasal 24 merupakan
hasil dari perhitungan ,dan bukan semata mata jumlah pajak yang terutang atau
dibayar di luar negeri .
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
negeri,Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan
Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan
dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
Apabila karena pembetulan tersebut Pajak Penghasilan menjadi kurang
bayar,maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga.
Apabila karena pembetulan tersebut Pajak Penghasilan menjadi lebih
bayar,maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak
setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya
7.1. Umum
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :
• Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21,dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ; dan
• Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.(Psl
25 ayat(1).
Contoh :
Data WP Orang Pribadi SPT Tahunan TahunPajak 2009
Penghasilan Kena Pajak Rp. xxxx,00
PPh terutang Rp 50.000.000,00
Kredit Pajak :
a. PPh yang dipotong/ dipungut/ Kredit Pajak LN
• PPh Ps.21 Rp. 15.000.000,00 PPh Ps.22
Rp 10.000.000,00
• PPh Ps.23 Rp. 2.500.000,00
• PPh Ps.24 Rp. 7.500.000,00
Rp. 35.000.000,00
PPh yang harus dibayar sendiri Rp 15.000.000,00
Contoh
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan oleh Wajib
Pajak orang pribadi pada bulan Pebruari 2010, maka besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar Wajib Pajak tersebut untuk bulan Januari 2010 adalah
sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009, misalnya sebesar Rp
1.000.000,00.
Apabila dalam bulan September 2009 diterbitkan keputusan pengurangan
angsuran pajak menjadi nihil, sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober
sampai dengan Desember 2009 menjadi nihil, maka besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar Wajib Pajak setiap bulan untuk bulan Januari 2010 tetap
sama dengan angsuran bulan Desember yaitu nihil.
Selanjutnya pada pasal 25 ayat ( 4 ) nya menegaskan bahwa apabila dalam
tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu
,maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan
pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat
ketetapan pajak.
Contoh:
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
2009 yang disampaikan Wajib Pajak dalam bulan Pebruari 2010, perhitungan
besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00.
Dalam bulan Juni 2010 telah diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak 2009
yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp
2.000.000,00.
Besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2010 adalah sebesar Rp
2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan
pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak
sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Contoh
penghitungan PPh Pasal 25 terdapat kompensasi kerugian,
Penghasilan PT X tahun 2009 Rp 120.000.000,00
Sisa kerugian tahun sebelumnya yang
masih dapat dikompensasikan Rp 150.000.000,00
Sisa kerugian yang belum
dikompensasikan tahun 2009 Rp 30.000.000,00
• Untuk Wajib Pajak Orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang
disetahunkan dan dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena
Pajak.
• Dalam hal Wajib Pajak baru berupa Wajib Pajak badan yang mempunyai
kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala
pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
7.2.2. PPh Pasal 25 WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak
opsi
Pasal 25 ini merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang
untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
4. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan melampirkan daftar
jumlah penghasilan dan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari
masing-masing tempat usaha ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu dengan menggunakan formulir
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak dan telah berusia 21 ( dua puluh satu) tahun yang bertolak ke
luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dalam
Peraturan Pemerintah .Pajak yang dibayar Wajib Pajak orang pribadi
tersebut merupakan pembayaran angsuran pajak dalam tahun berjalan .
Angsuran pajak ini dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang
terutang pada akhir tahun bersangkutan setelah Wajib Pajak tersebut
memiliki NPWP .( Pasal 25 Ayat (8))
Ketentuan tersebut diatas berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember
2010 .
C. LATIHAN:
D. RANGKUMAN:
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri;Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas; Industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul dan Wajib
Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(PER MENKEU Nomor 253/PMK.03/2008)
Pemotong PPh Pasal 23 adalah Badan pemerintah, Subjek Pajak badan
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam
negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
Pemotong PPh Pasal 23 wajib melakukan pemotongan atas objek PPh Pasal
23 yang dibayarkan , disediakan untuk dibayarkan ,atau telah jatuh tempo
pembayarannya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
Ditunjuk sebagai Pemotong pajak adalah Badan Pemerintah, Subyek Pajak
Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, yang melakukan pembayaran kepada subjek
pajak luar negeri. Pemotongan pajak dilakukan oleh pemotong yang melakukan
pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri dengan tarif sebesar 20% (dua
puluh persen) dari jumlah bruto.Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan
pemotongan adalah dividen, bunga termasuk premium,diskonto, premi swap dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dan pensiun dan pembayaran
berkala lainnya.
Selain itu BUT haru menyetorkan PPh Pasal 26 atas Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan
pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia yang ketentuannya ditetapkan lebih lanjut dengan
keputusan Menteri Keuangan . (Nomor 257/PMK.03/2008 ).
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan
terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama.Besarnya kredit
pajak tersebut adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan .
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan
yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21,dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ; danPPh yang dibayar atau terutang di
luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Ditetapkan pengecualian penghitungan PPh PAsal 25 atas Wajib Pajak baru ,
WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, , WP BUMN/BUMD, WP
Masuk Bursa dan WP lainnya yang diharuskan membuat laporan keuangan
berkala. Serta Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOPPT)
E. TEST FORMATIF :
b.
Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara
sekaligus.
b. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa
upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah
yang dibayarkan secara bulanan;
c. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan;
d. Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi dari perusahaan
asuransi sehubungan dengan pertanggungan perusahaan asuransi
terhadap yang bersangkutan
2. Pengenaan PPh Pasal 21 bagi pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil,
anggota TNI dan POLRI, serta para pensiunan atas beban APBN/APBD,
diatur sebagai berikut:
b.
3. Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak Orang Pribadi dari penghasilan
sehubungan dengan hubungan kerja diatur sebagai berikut:
a. bagi pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar
penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
bagi pegawai tidak tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi biaya
jabatan dan iuran yang bersifat pensiun serta PTKP;
c. bagi bukan pegawai sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
d. Penerima penghasilan bukan pegawai dapat memperoleh
pengurangan berupa PTKP sepanjang telah mempunyai NPWP dan
hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan
Pemotong serta tidak memperoleh penghasilan lainnya.
4. Berikut adalah pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22,
kecuali :
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor
barang;
b. Atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang, bendahara pengeluaran untuk
pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan
(UP) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit
Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk
pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS)
c. Semua badan usaha dalam negeri yang bergerak di bidang industri
semen, industri rokok, industri kertas,industri baja dan industri
otomotif.
b.
d. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang
bahan bakar minyak jenis premix ,super TT dan gas,atas penjualan
hasil produksinya;
b.
23 Rp. 100.000,-
b. PPh Pasal 22 Rp. 6.600.000,- dan PPh 23 Rp. 120.000,-
c. PPh Pasal 21 Rp. 1500.000,- PPh Pasal 22 Rp. 6.600.000,- dan PPh
23 Rp. 120.000,-
d. PPh Pasal 23 Rp. 480.000,- PPh Pasal 23 Rp. 360.000,-
10. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah:
12. Pada bulan Mei 2009, Hendra (TK/0) adalah Wajib Pajak Orang Pribadi
Baru terhitung sejak Mei 2010, memperoleh penghasilan dari usaha toko
kelontongnya. Selama bulan Mei 2011 menurut pembukuannya atas
usahanya dapat dihitung laba Rp. 20.000.000,00. Berapa angsuran PPh
pasal 25 harus dibayar sendiri oleh Hendra atas penghasilan masa Mei
2009?
a. Rp. 1.401.000,00
b. Rp. 934.000,00
c. Rp. 2.265.500,00
d. Nihil ,karena belum pernah menyampaikan SPT Tahunan
14. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan
Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat
laporan keuangan berkala
15. Berikut adalah ketentuan berkaitan denagn Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha tertentu (WPOPPT), kecuali:
Rumus :
Klasifikasi penilaian :
a. Nilai > 80% : Sangat Baik
b. Nilai = 70% sampai dengan 79% : Baik
c. Nilai = 60% sampai dengan 69 % : Cukup
d. Nilai < 60% : Kurang
Jika nilai anda berada dalam kualifikasi baik, maka anda dapat melanjutkan
ke kegiatan belajar selanjutnya, akan tetapi jika masih dibawah 70% maka
pelajari kembali materi pada kegiatan belajar 8 ini.
X KEGIATAN BELAJAR 9
A. Indikator Keberhasilan :
rekonsiliasi fiscal.
B. Uraian materi, contoh dan non contoh
2. Pengkreditan Pajak
Pajak yang dibayar selama tahun berjalan dapat dikurangkan terhadap pajak
terutang dalam satu tahun pajak. Dengan demikian jumlah yang dibayar adalah
jumlah pajak terutang dikurangi dengan pajak-pajak yang telah dibayar pada
tahun berjalan yang dikategorikan sebagai kredit pajak. Pengurangan tersebut
dilakukan hanya untuk wajib pajak dalam negeri, baik itu Orang Pribadi, badan
maupun BUT. Pajak yang dapat dikurangkan dapat berupa :
a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
b. pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, sewa,
hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23;
d. pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
e. pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25
f. pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (5).
Contoh :
Kredit pajak:
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil
dari jumlah kredit pajak, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak
berikut sanksi-sanksinya. Ketentuan ini sejalan dengan ketentuan dalam UU KUP
bahwa diperlukan pemeriksaan terhadap SPT yang menyatakan terjadi lebih
bayar dan pengembalian atau perhitungan kelebihan pembayaran pajak. Sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-undang tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang
ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan
pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak.
Hal-hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau
perhitungan kelebihan pajak adalah:
a. kebenaran materiil tentang besarnya pajak penghasilan yang terutang;
b. keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta bukti
pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak
yang bersangkutan.
Oleh karena itu untuk kepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau
pejabat lain yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas
laporan keuangan, buku-buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang
berkaitan dengan penentuan besarnya pajak penghasilan yang terutang,
kebenaran jumlah pajak dan jumlah pajak yang telah dikreditkan dan untuk
menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan.
Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayar
kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak
Wajib Pajak.
Sebaliknya jika kredit pajak lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pajak yang
terutang, maka wajib pajak harus menyetorkan jumlah kekurangan tersebut.
Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang
menurut ketentuan Undang-Undang ini sebelum SPT Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian SPT
Tahunan.
Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender maka kekurangan pajak
tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang
pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah tahun pajak berakhir,
sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya
dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak wajib
dilunasi paling lambat tanggal 30 September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau
31 Oktober bagi Wajib Pajak badan
4. Surat Pemberitahuan.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat Pemberitahuan Tahunan
adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Orang Pribadi terdiri dari tiga formulir,
tergantung dari karakteristik Wajaib Pajak ditetntukan dari jenis kegiatan usaha
dalam mendapatkan penghasilan.
1. Formulir 1770 SS
Bentuk Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
Sangat Sederhana (Formulir 1770 SS) bagi Wajib Pajak yang mempunyai
penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari
pekerjaan tidak lebih dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan
tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank
dan/atau bunga koperasi
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dengan
menggunakan Formulir 1770 SS maka Lampiran Bukti Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 berupa Bukti Pemotongan 1721 A1 dan/atau 1721 A2
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Formulir 1770 SS.
2. Formulir 1770 S
Bentuk Formulir SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Sederhana
(Formulir 1770 S dan Lampiran-Lampirannya) bagi Wajib Pajak yang mempunyai
penghasilan:
a. dari satu atau lebih pemberi kerja;
b. dari dalam negeri lainnya; dan/atau
c. yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final,
3. Formulir 1770
Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi (Formulir 1770 dan Lampiran-Lampirannya) bagi Wajib
Pajak yang mempunyai penghasilan:
a. dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau
Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
b. dari satu atau lebih pemberi kerja;
c. yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan atau bersifat Final; dan/atau
d. penghasilan lain,
SPT PPh Badan hanya terdapat satu jenis saja, namun karena wajib pajak
dengan izin dari Direktur Jenderal pajak dapat menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan Bahasa Inggris dan menggunakan mata uang Dolar
Amerika Serikat, maka untuk memfasilitasi hal ini , SPT Tahunan PPh Badan
disediakan dalam dua versi, yaitu dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa
Inggris.
Bentuk Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan adalah
Formulir 1771 dan Lampiran-Lampirannya. Dan bagi Wajib Pajak Badan bagi
Wajib Pajak yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang
Dollar Amerika Serikat Bentuk Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan
(Formulir 1771/$ dan Lampiran-Lampirannya)
5. Rekonsiliasi Fiskal
Penjelasan:
d. Kolom “ Komersial” sesuai apa yang tercantum dalam laporan Laba Rugi
perusahaan
C. LATIHAN:
D. RANGKUMAN:
Pajak yang dibayar selama tahun berjalan dapat dikurangkan terhadap pajak
terutang dalam satu tahun pajak. Kredit Pajak yang dapat dikurangkan dapat
berupa PPh Pasal 21, PPh Pasal Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 dan PPh
Pasal 25, serta kredit pajak yang diatur dalam Pasal 26 ayat (5).
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil
dari jumlah kredit pajak, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak
berikut sanksi-sanksinya.
Perhitungan pada akhir tahun pajak, bagi wajib pajak dalam negeri dilakukan
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Tahunan. Surat Pemberitahuan
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Orang Pribadi terdiri dari tiga
formulir, tergantung dari karakteristik Wajaib Pajak ditentukan dari jenis kegiatan
usaha dalam mendapatkan penghasilan. SPT PPh Badandibuat dengan Bahasa
indonesia dan mata uang rupiah akan tetapi bagi WP yang telah mendapat izin
dari Direktur JEnderal PAjak dapat menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan Bahasa Inggris dan menggunakan mata uang Dolar Amerika
Serikat.
Dalam rangka menghitung pajak penghasilan perlu dilakukan penyesuaian
penyesuaian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku dengan melakukan rekonsiliasi fiskal.
E. TEST FORMATIF :
1. B S Perhitungan pada akhir tahun pajak, bagi wajib pajak dalam negeri
dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. SPT
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
dibayar adalah jumlah pajak terutang dikurangi dengan kredit pajak yang
telah di bayar.
3. B S Kredit Pajak yang dapat dikurangkan dapat berupa PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal, Pasal 24, PPh Pasal 25, dan Pasal 26
ayat (5).
4. B S Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil
dari jumlah kredit pajak, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak
berikut sanksi-sanksinya.
Rumus :
Klasifikasi penilaian :
a. Nilai > 80% : Sangat Baik
b. Nilai = 70% sampai dengan 79% : Baik
c. Nilai = 60% sampai dengan 69 % : Cukup
d. Nilai < 60% : Kurang
Jika nilai anda berada dalam kualifikasi baik, maka anda dapat melanjutkan ke
kegiatan belajar selanjutnya, akan tetapi jika masih dibawah 70% maka pelajari
kembali materi pada kegiatan belajar 3 ini.
PENUTUP
Test Sumatif :
7. Berikut adalah kriteria yang harus dipenuhi sebagai jenis pajak langsung
kecuali::
a. Penanggung pajak secara yuridis formal, yaitu pihak yang ditunjuk untuk
memenuhi kewajiban perpajakan
b. Penanggung pajak secara ekonomis, yaitu pihak yang sewcara
ekonomis menanggung beban pembayaran pajak
c. Destinataris pajak atau tujuan akhir pengenaan pajak, yaitu pemikul
beban pajak terakhir
d. Baik Penanggung pajak secara yurisis formal, secara ekonomis dan
Desnataris pajak dapat ditanggung secara renteng bersama-sama.
.
8. Yang dimaksud dengan destinataris pajak adalah:
a. Pihak yang menjadi sasaran akhir pengenaan pajak
b. Pihak yang secara yuridis bertanggungjawab atas pelunasan pajak
terutang
c. Pihak yang bertanggungjawab atas pemenuhan administrasi perpajakan
d. Pihak yang dalam secara ekonomis menanggung beban pajak.
10. Ny. Parijem bekerja adalah tenaga kerja Indonesia yang sebagai perawat
pada sebuah Rumah sakit di Uni Emirat Arab sejak tahun 2009, setiap
tahun pulang ke tanah air selama 2 bulan dalam rangka cuti tahunan yang
diberikan oleh majikannya. Status`subjektif perpajakan Ny. Parijem adalah:
a. Subjek Pajak Dalam Negeri
b. Subjek Pajak Luar Negeri
c. Warga Negara Indonesia
d. Warga Negara Asing
11. Terkait soal nomor 8 di atas, setiap bulan Ny. Parijem mendapatkan gaji
dan Tunjangan sebesar USD 68.000,- selain itu Ny, Parijem mendapat
kiriman atas sewa rumah yang dimilikinya dari penyewanya PT BCA.
Berkaitan dengan hal ini:
a. Atas penghasilan di luar negeri dikenakan pajak berdasarkan Undang-
undang negara yang bersangkutan, dan atas kiriman sewa dipotong PPh
Pasal 26 atau berdasarkan P3B.
b. Atas penghasilan di luar negeri dan kiriman sewa dikenakan pajak
karena UU Pajak penghasilan menganut penghasilan yang luas yang
berasal dari berbagai sumber (word wide income)
c. Tidak terutang pajak penghasilan karena bukan termasuk sebagai
subjek pajak
d. Semua penghasilan yang diperoleh dilaporkan dalam SPT tahunan PPh.
12. Berikut ini yang tidak termasuk dalam pengertian dividen adalah :
a. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan
nama dan dalam bentuk apapun;
b. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor
c. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
d. pembagian laba dalam bentuk saham;
13. PT. Gara-gara pada tanggal 14 Juli 2009 membeli aktiva kelompok 1
seharga Rp.6.000.000. Jika nilai residu ditaksir Rp. 50.000,- maka beban
penyusutan fiskal untuk tahun pajak 2009 adalah; .( metode penyusutan
fiscal Garis Lurus ) a. Rp.750.000,00.
b. Rp.743.750,00
c. Rp.375.000,00
d. Rp.371.875,00
14. PT A melakukan pertukaran mesin alat tenun dengan mesin boiler yang
dimiliki PT B. Harga pasar mesin dan peralatan tersebut masing-masing
Rp. 35.000.000. Harga sisa buku mesin alat tenun tersebut Rp. 24.000.000,
dan harga sisa buku boiler adalah Rp. 20.000.000. pernyataan di bawah ini
benar kecuali:
a. Tidak terdapat objek PPh karena PT A dan PT B harus mencatat mesin
dan peralatan yang diperolehnya berdasarkan harga sisa buku dari
barang yang dipertukarkan.
b. PT. A memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak sebesar
Rp. 11.000.000,-
c. PT. B memperoleh Penghasilan yang merupakan objek pajak sebesar
Rp. 15.000.000,-
d. Mesin dan peralatan yang baru diperoleh dari pertukaran, dicatat
berdasarkan harga pasar.
18. PT ABB, industri kertas memberikan imbalan dalam bentuk natura kepada
karyawannya Pemberian imbalan sebagaimana tersebut dibawah ini , yang
dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak PT ABB
dan bagi karyawan yang menerima natura bukan merupakan objek PPh 21
adalah ….
a. Makan siang untuk semua karyawan
b. Seragam pakaian bagian kantor
c. Fasilitas rumah dinas direksi
d. Jas untuk direksi
20. PT Indahtex melakukan pertukaran mesin tenun dengan mesin boiler yang
dimiliki oleh PT Nusantara Tehnik, Harga Pasar Mesin bolier adalah Rp.
35.000.000,- dan harga Pasar mesin tenun Rp. 40.000.000,- PT. Nusantara
Teknik membayar RP. 5.000.000 sebagai tukar tambah selisih harga pasar.
Harga sisa buku mesin tenun adalah Rp. 29.000.000,- dan harga sisa buku
mesin boiler adalah 27.000.000,-
Keuntungan yang diperoleh dari transaksi tukar tambah oleh PT. Indahtex
adalah :
a. Rp. 16.000.000,-
b. Rp. 15.000.000,-
c. Rp. 12.000.000,-
d. Rp. 11.000.000,-
21. Sebuah truk tanki yang dibeli tahun 2008 seharga Rp. 250.000.000,
terbakar pada tahun 2010. Truk tersebut telah disusutkan sebesar Rp.
210.000.000. Pada bulan September 2010, perusahaan mendapatkan
pembayaran klaim asuransi sebesar Rp. 75.000.000,-
Perlakukan perpajakan atas kejadian di atas adalah:
a. Perusahaan rugi sebesar Rp. 40.000.000,-
b. Perusahaan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 35.000.000,-
c. Perusahaan mencatatkan kerugian sebesar Rp. 135.000.000
d. Perusahaan mencatat kerugian sebesar Rp. 35.000.000 dan mencatan
penghasilan sebesar Rp, 75.000.000,-
22. Batasan Wajib Pajak dan peredaran usaha yang diperkenankan untuk
mempergunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto sejak tahun 2009
adalah :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Peredaran Usaha Rp. 600.000.000,-
b. Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Peredaran Usaha
Rp.1.200.000.000,-
c. Wajib Pajak Orang Orang Pribadi sampai dengan Peredaran Usaha Rp.
4.800.000.000,-
d. Wajib Pajak Orang Orang Pribadi Peredaran Usaha kurang dari Rp.
4.800.000.000,-
24. Tn Katon Sugiharto memiliki sebuah usaha percetakan, selama tahun 2010
usaha percetakan memperoleh omset Rp. 1.000.000.000,- norma
perhitungan penghasilan netto untuk usaha percetakan adalah 13,5%.
Selain itu Tn Katon Sugiharto juga berusaha di bidang persewaan alat-alat
pesta, selama tahun 2010 memperoleh omset Rp. 100.000.000,- Norma
untuk usaha persewaan alat-alat pesta adalah 27,5 %. . Selain itu Tn Katon
Sgiharto juga berprofesi sebagai agen asuransi, selama tahun 2010
memperoleh fee dari perusahaan asuransi sebesar 200.000.000,-
Penghasilan netto dari usaha Tn Katon Sugiharto adalah dari usaha dan
pekerjaan bebas selama tahun 2010 adalah: a. Rp 145.000.000,-
b. Rp 235.000.000,-
c. Rp. 162.500.000,-
d. Rp. 262.500.000,-
25. Tn Achmad Sudiro adalah seorang Pegawai pada sebuah bank Swasta,
Istri Tn Achmad, Ny. Sulastri bekerja di sebuah instansi pemerintah. Pada
bulan Februari 2010 yang lalu anak ketiga lahir. Selama tahun 2010
datadata penghasilan ybs adalah sebagai berikut:
• Penghasilan netto Tn Achmad menurut Formulir 1721 A1 adalah sebesar
Rp. 840.000.000,-
• Penghasilan netto Nn Sulastri berdasarkan formulir 1721 A2 adalah Rp.
480.000.000,-
• Hasil menyewakan 2 buah Kendaraan selama tahun 2010 yang dititipkan
pada temannya adalah Rp. 87.000.000,-
• Menyewakan ruko pada Bank BNI dan menyewakan space untuk ATM
Rp. 54.000.000,-
• Ny. Sulastri menjadi pembicara seminar selama tahun 2010 di instansinya
total honorarium yang diterimanya adalah Rp 17.000.000,-
• Bunga deposito yang diperoleh Tn. Achmad Rp. 13.000.000,- dan atas
nama istrinya Rp. 24.500.000,-
• Anak Pertama baru duduk di kelas 4 SD, selama tahun 2010
mendapatkan hadiah dari lomba melukis anak-anak iklan Rp. 5.000.000
dan telah dipotong PPh pasal 21 sebesar Rp 250.000,- oleh PT. Prima
advertising.
Dari uraian di atas jumlah penghasilan netto fiskal tahun 2010 adalah a.
Rp 932.000.000,-
a. Rp. 949.000.000,-
b. Rp. 1.429.000.000,-
c. Rp. 1.412.000.000,-
KB I KB II KB III KB IV KB V
1. a. 1. a. 1. d. 1. c. 1. b.
2. c. 2. d. 2. d 2. b. 2. b
3. c. 3. d. 3. c. 3. b. 3. b
4. c 4. a. 4. c. 4. d. 4. c
5. a 5. b. 5. b 5. a. 5. d
6. d. 6. d. 6. d. 6. d. 6. d.
7. a. 7. b. 7. b. 7. d. 7. c.
8. a. 8. d. 8. c. 8. c. 8. a.
9. d. 9. a. 9. c 9. a. 9. a.
10. d. 10. c. 10. b. 10. d. 10. a
11. c. 11. d. 11. a. 11. d. 11. b.
12. d. 12. c. 12. b. 12. b. 12. b
13. c. 13. c. 13. c. 13. b. 13. d
14. c. 14. a. 14. d. 14. d. 14. b
15. b. 15. d. 15. d. 15. a. 15. b
KB VI KB VII KB VIII KB IX
1 B 1. d 1, d 1. B .
2 S 2. a 2. d 2. B
3 B 3. b 3. b 3. B
4 S 4. d 4. c 4. B
5 S 5. a 5. c 5. B
6 B 6. a 6. b 6. S
7 S 7. b 7. a 7. B
8 B 8. a 8. a 8. B
9 B 9. d 9. b 9. B
10 S 10 c 10. c 10. B
11 B 11. a 11. d 11. B
12 B 12. a 12. b 12. B
13 B 13 a 13. b 13. B
14 S 15 14. b 14. a 14. B
B 15. d 15. c 15. B