Anda di halaman 1dari 120

Manajemen Keuangan

Pemerintah
Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor
(QGIA)

Bagian 1: Keahlian Fundamental

Modul Unit 4
Manajemen Keuangan Pemerintah
Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

KATA PENGANTAR

Reformasi Keuangan Negara terjadi ketika disahkannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) ketiga ketentuan hukum, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara,
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara sebagai pengganti ketentuan hukum zaman kolonial Belanda. Berpijak pada
ketiga ketentuan hukum tersebut lahirkan berbagai ketentuan hukum pelaksanaannya yang
melandasi proses pengelolaan keuangan Pemerintah.

Dalam rangka memenuhi kompetensi sertifikasi Qualified Government Internal Auditor


(QGIA), maka pengetahuan dan pemahaman tentang Manajemen Keuangan Pemerintah wajib
dimiliki. Lingkup materi pada modul Manajemen Keuangan Pemerintah lebih bersifat introduksi
(pengenalan) tentang bagaimana pengelolaan keuangan pemerintah. Sebagaimana akuntansi
keuangan di sektor korporasi mengenal adanya Standar Akuntansi Keuangan, demikian pula
akuntansi keuangan pemerintah sebagai bagian dari manajemen keuangan di sektor publik
(pemerintah) mengenal pula adanya Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
sehingga pertanggungjawaban keuangan negara dan daerah dituangkan dalam Laporan Keuangan
Pemerintah yang terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas
(LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Kami berharap kehadiran modul ini dapat memberikan manfaat dalam pelatihan persiapan
sertifikasi QGIA, juga dapat menjadi referensi dalam rangka peningkatan kompetensi di bidang
audit internal pemerintah. Materi di dalam modul ini akan terus dikembangkan seiring dengan
perkembangan praktik audit internal di lingkungan pemerintah. Saran dan masukan bagi
penyempurnaan modul ini sangat kami harapkan. Semoga kehadiran modul ini dapat bermanfaat
bagi para peserta pelatihan sertifikasi QGIA dan instruktur/fasilitator, serta dapat memperkaya
referensi bagi para praktisi audit internal sektor pemerintah.

Pusat Pengembangan Internal Audit - YPIA


Direktur Akademis

Mohamad Hassan

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) i


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL 1


A. Langkah Pembelajaran 1
B. Metode Pembelajaran 1
C. Waktu Pembelajaran 1
D. Alat Bantu Ajar 2
E. Peta Konsep Modul 2

PENDAHULUAN 3
A. Deskripsi Singkat 3
B. Prasyarat Kompetensi 3
C. Kompetensi setelah Pelatihan 3
D. Relevansi Modul 4

KEGIATAN BELAJAR 1:
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PENGELOLAAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH 5
A. Pendahuluan 5
B. Pengertian Keuangan Negara 6
C. Ruang Lingkup Keuangan Negara 7
D. Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara 8
E. Pengertian Manajemen Keuangan Daerah 9
F. Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Daerah 10
G. Hubungan Keuangan Negara dan Keuangan Daerah 12
H. Tes Formatif Kegiatan Belajar 1 19

KEGIATAN BELAJAR 2:
ANGGARAN PENDATAPAN DAN BELAJAR NEGARA (APBN) DAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) 23
A. Pendahuluan 23
B. Pengertian APBN dan APBD 24
C. Siklus APBN dan APBD 25
D. Pelaksanaan APBN dan APBD 49
E. Tes Formatif Kegiatan Belajar 2 73

KEGIATAN BELAJAR 3:
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN
ANGGARAN NEGARA/DAERAH 76
A. Pendahuluan 76
B. Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran 76
C. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran 79
D. Tes Formatif Kegiatan Belajar 3 100

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) ii


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

KEGIATAN BELAJAR 4:
SANKSI ADMINISTRATIF, GANTI RUGI, DAN KETENTUAN PIDANA 103
A. Pendahuluan 103
B. Informasi dan Pelaporan Kerugian Negara/Daerah 104
C. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah 106
D. Penentuan Nilai Kerugian Negara/Daerah 108
E. Keterkaitan Sanksi , Tuntutan Ganti Rugi dengan Sanksi Lainnya 110
F. Tes Formatif Kegiatan Belajar 4 111

DAFTAR PUSTAKA 114

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 26
Gambar 2 : Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 37
Gambar 3 : Tahap Perencanaan dan Penggaran dan Tahap Penetapan APBD 38
Gambar 4 : Pendelegasian Kekuasaan dan Pengelolaan Keuangan Negara 49
Gambar 5 : Pelimpahan Kewenangan Kepala Daerah 65
Gambar 6 : Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 66

DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Dokumen Daftar Isian Penetapan Anggaran (DIPA) 50

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) iii


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

A. Langkah Pembelajaran
Untuk dapat memahami isi modul Manajemen Keuangan Pemerintah ini, peserta disarankan
untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pahami tujuan pembelajaran dari setiap sesi Kegiatan Belajar.
2. Baca modul dengan baik dan pelajarilah dengan teliti semua materi mengenai Manajemen
Keuangan Pemerintah.
3. Kerjakan tes formatif yang tersedia dan review hasilnya untuk menilai pemahaman dan
kemampuan yang telah Anda miliki.
4. Gunakan hasil tes formatif sebagai umpan balik untuk memperdalam pemahaman
mengenai materi tertentu.
5. Jika terdapat studi kasus, diskusikan secara berkelompok untuk meningkatkan pemahaman
dan kemampuan Anda mengenai topik tertentu.
6. Bacalah ketentuan, peraturan perundangan, standar, panduan dan referensi terkait yang
disebutkan dalam modul untuk memperkaya pemahaman Anda.
7. Selamat belajar dan semoga sukses.

B. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dalam pelatihan terdiri dari pemaparan materi mengenai Manajemen
Keuangan Pemerintah oleh fasilitator, diikuti dengan tanya jawab dan diskusi interaktif, serta
diskusi kelompok dan presentasi studi kasus (jika ada).

C. Waktu Pembelajaran
Waktu pembelajaran yang dibutuhkan adalah 5 sesi atau 10 jam latihan (jamlat), dengan
alokasi waktu sebagai berikut:
Pokok Bahasan Waktu
 Pengertian dan Ruang Lingkup Pengelolaan dan 2,5 jamlat
Pertanggungjawaban Keuangan Negara dan Daerah.
 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 2,5 jamlat
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
 Pertanggungjawaban dan Pelaporan Atas Pelaksanaan 2,5 jamlat
Anggaran Negara dan Daeah
 Sanksi Administratif, Ganti Rugi dan Ketentuan Pidana 2,5 jamlat
Jumlah 10 jamlat

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 1


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

D. Alat Bantu Ajar


Beberapa alat bantu ajar diperlukan dalam pelatihan ini. Tidak semua alat bantu tersebut
harus digunakan, namun ketersediaannya akan sangat bermanfaat dalam proses pembelajaran,
yaitu:
 LCD Projector  Sound-system
 Komputer/Laptop  Buku Modul
 Papan Tulis/Whiteboard  Lembar Praktek
 Pointer/Presenter  Flipchart
 Printer  Alat Tulis Kantor Lainnya (termasuk seminar kit)

E. Peta Konsep Modul

Manajemen Keuangan
Pemerintah

Pengertian dan Ruang Anggaran Pendapatan Pertanggungjawaban dan


Lingkup Pengelolaan dan dan Belanja Negara Pelaporan Atas Sanksi Administratif,
Pertanggungjawaban (APBN) dan Anggaran Pelaksanaan Ganti Rugi dan Ketentuan
Keuangan Negara dan Pendapatan dan Belanja Anggaran Negara dan Pidana
Daerah. Daerah (APBD) Daeah

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 2


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Pengelolaan keuangan di sektor publik (Pemerintah) memiliki karakteristik yang berbeda
dibandingkan dengan pengelolaan keuangan di sektor privat. Sumber dana pemerintah
merupakan dana masyarakat yang diperoleh dari penerimaan pajak dan bukan pajak sehingga
pengelolaannya pun dipengaruhi oleh aspek politik yang dilandasi oleh ketentuan hukum.
Tujuan pengelolaan keuangan pun lebih difokuskan untuk mengadakan kebutuhan
masyarakat yang disebut dengan public good yaitu produk yang tidak mendatangkan
keuntungan namun wajib disediakan oleh pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur,
pelayanan administrasi kependukan dan sebagainya. Dengan demikian, manajemen keuangan
pemerintah bersifat unik karena terikat dengan banyak ketentuan hukum yang harus dipatuhi.
Dalam rangka pemahaman tentang manajemen keuangan pemerintah, maka modul ini
menyajikan pengetahuan tentang proses pengelolaan keuangan pemerintah yang dimulai dari
perencanaan dan penganggaran, penetapan, pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan serta
pemeriksaan dan pertanggungjawaban keuangan pemerintah.

Di samping itu, pengelolaan keuangan pemerintah juga sudah mengadopsi dan mengadaptasi
pendekatan pencatatan akuntansi berbasis akrual sehingga pertanggungjawaban keuangan
pemerintah sudah dituangkan dalam bentuk laporan keuangan, yang terdiri atas: Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK). Oleh karena modul ini merupakan materi dasar dari sertifikasi kualifikasi
auditor intern Pemerintah, maka modul ini sangat penting untuk dipahami.

B. Prasyarat Kompetensi
Peserta pelatihan adalah para calon dan pejabat struktural di lingkungan Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) yang umumnya diangkat menjadi pejabat struktural tanpa memiliki
kompetensi yang cukup di lingkungan pengawasan.

C. Kompetensi setelah Pelatihan


Setelah mengikuti sesi pelatihan ini, peserta diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Negara dan Daerah.
2. Memahami penyusunan dan pelaksanaan APBN dan APBD.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 3


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

3. Menjelaskan Pertanggungjawaban dan Pelaporan atas Pelaksanaan Anggaran Negara


dan Daerah.
4. Menjelaskan sanksi administrasi, ganti rugi dan ketentuan pidana dalam pengelolaan
APBN/D.

D. Relevansi Modul
Manajemen Keuangan Pemerintah merupakan pengetahuan dasar yang harus dipahami
secara sekasama oleh seluruh peserta pelatihan sertifikasi Qualified Government Internal Auditor
(QGIA). Pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan pemerintah, baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah menjadi suatu keharusan karena lingkup tugas seorang yang
bersertifikat QGIA berada dalam lingkungan pemerintah.

Dengan pengetahuan yang cukup atas manajemen keuangan pemerintah, maka peserta
QGIA diharapkan dapat melaksanakan penugasan audit internal di sektor publik sesuai
dengan kompetensinya yang memadai.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 4


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

KEGIATAN BELAJAR 1
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PENGELOLAAN
DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
NEGARA DAN DAERAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 1, peserta diharapkan mampu:
 Peserta diharapkan mampu menjelaskan pengertian dan ruang lingkup
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara dan Daerah

A. Pendahuluan
Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang
menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan
pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.

Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan


menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan
keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan, antara lain
disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-
undang. Hal lain mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23C diatur dengan
undang-undang. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
sebagai produk nasional, baru dapat dilahirkan kurang lebih 58 tahun setelah para pendiri
negara mengamanatkan pembentukannya sebagaimana termaktub dalam konstitusi.
Kelahiran Undang-Undang ini diiringi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 5


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Melalui ketiga produk nasional di atas, ketentuan hukum pada masa pemerintahan kolonial
Hindia Belanda, yaitu Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama
Indonesische Comptabiliteitwet (ICW) stbl. 1925 No. 488, Indische Bedrijvenwet (IBW)
stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer
(RAB) stbl. 1933 No. 381. Tidak lagi berlaku. Produk hukum tersebut dinilai sebagai suatu
prestasi yang membanggakan yang diharapkan dapat memberikan aturan yang lebih jelas
bagaimana keuangan negara itu harus dikelola dan dipertanggungjawabkan oleh para
penyelenggara negara, sehingga tujuan bernegara seperti yang diamanatkan oleh konstitusi
bisa dicapai.

B. Pengertian Keuangan Negara


Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, keuangan negara adalah semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.

Dalam penjelasan Undang Undang tersebut, diuraikan mengenai rumusan Keuangan


Negara dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan secara lengkap yaitu:
1. Objek dari keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal dan moneter, dan
pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2. Subjek keuangan negara adalah seluruh objek keuangan negara yang dimiliki dan/atau
dikuasai oleh pemerintah dan badan hukum publik lainnya.
3. Menurut prosesnya, keuangan negara merupakan seluruh rangkaian kegiatan
pengelolaan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang dimulai
dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggungjawaban.
4. Tujuan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan
pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara tersebut dimaksudkan dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 6


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

C. Ruang Lingkup Keuangan Negara


Ruang lingkup keuangan negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
adalah:
1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara
dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan Negara;
4. Pengeluaran Negara;
5. Penerimaan Daerah;
6. Pengeluaran Daerah;
7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan
daerah;
8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.

Ruang lingkup keuangan negara tersebut di atas dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga)
bidang, yakni: Pengelolaan fiskal, Pengelolaan moneter, dan Pengelolaan kekayaan negara
yang dipisahkan.

Fiskal mengandung pengertian segala kegiatan yang mencakup penerimaan dan


pengeluaran uang yang dilakukan oleh pemerintah. Tujuan kebijakan fiskal mencakup
alokasi sumber dana keuangan, distribusinya dan stabilisasi ekonomi, yakni:
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja dan kestabilan
harga-harga umum.

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang keuangan
yang berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, ketetapan mengenai
cadangan wajib bank, tingkat diskonto, kebijakan pengendalian kredit dan kebijakan pasar

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 7


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

terbuka, termasuk kurs valuta asing. Kebijakan moneter ini dalam praktiknya dilakukan
oleh Bank Indonesia.

Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen keuangan negara yang pengelolaannya
diserahkan kepada perusahaan yang seluruh atau sebagian modal atau sahamnya dimiliki
oleh negara, atau sering disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD). Kekayaan negara yang dipisahkan ini dikelola secara berbeda,
sehingga hubungan dengan APBN bukan hubungan langsung, tetapi tidak langsung,
misalnya dalam hal pemerintah menyertakan tambahan modal dalam BUMN atau dalam
hal adanya setoran bagian laba BUMN untuk pemerintah merupakan pos-pos pembiayaan
APBN.

D. Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara


Dalam rangka menciptakan suatu pengelolaan keuangan negara yang baik terdapat pada
asas-asas hukum yang mendasarinya. Tujuan ditetapkan asas-asas tersebut adalah
menciptakan suatu bingkai kerja untuk meningkatkan pelayanan dalam pengelolaan
keuangan negara. Asas-asas pengelolaan keuangan negara dalam konteks kehidupan
bernegara di Indonesia mengalami perkembangan apabila menjadikan undang-undang
keuangan negara sebagai batu pijakan.

1. Asas kesatuan, yaitu menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara
disajikan dalam satu dokumen anggaran;
2. Asas universalitas, yaitu mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan
secara utuh dalam dokumen anggaran;
3. Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu;
4. Asas spesialitas, yaitu mewajiban agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara
jelas peruntukannya;
5. Asas akuntabilitas berorientasi pada hasil adalah asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku;
6. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban pengelolaan keuangan negara;

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 8


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

7. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian berasarkan kode etik
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
8. Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan negara adalah asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara; dan
9. Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri adalah
asas yang memberikan kebebasan bagi Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan
pemeriksaan keuangan negara dengan tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun.

E. Pengertian Manajemen Keuangan Daerah


Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut, dalam kerangka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Dari definisi keuangan daerah di atas, setidaknya terdapat 4 (empat) dimensi, yaitu dimensi
hak dan kewajiban, tujuan dan perencanaan, pengelenggaraan dan pelayanan publik, nilai
uang dan barang.

Manajemen atau Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan terhadap semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
daerah yang dapat dinilai dengan uang termaksud di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubung dengan hak dan kewajiban daerah dalam rangka anggaran pendapatan dan
belanja daerah.

Fungsi dari manajemen keuangan daerah meliputi: (1) Pengalokasian Potensi Sumber-
sumber Ekonomi Daerah; 2) Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah; 3) Tolok Ukur Kinerja dan Standarisasi; 4) Pelaksanaan Anggaran yang sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi; 5) Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Kepala
Daerah; dan 6) Pengendalian dan Pengawasan Keuangan Daerah.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 9


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

F. Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Daerah


Ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah, kewajiban daerah, penerimaan
daerah, pengeluaran daerah, kekayaan daerah dan kekayaan pihak lain yang dikuasai daerah.
Secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa ruang lingkup keuangan daerah meliputi hal-hal
berikut ini:
1. Hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi Daerah serta melakukan
pinjaman;
2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan Daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan daerah adalah keseluruhan uang yang masuk ke Kas Daerah. Pengertian
ini harus dibedakan dengan pengertian pendapatan daerah karena tidak semua
penerimaan merupakan pendapatan daerah. Yang dimaksud dengan pendapatan
daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih; Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Seringkali istilah
pengeluaran daerah tertukar dengan belanja daerah. yang dimaksud dengan belanja
daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih;
4. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uanga,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;
5. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum. Undang-
Undang Keuangan Negara menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kekayaan pihak
lain adalah meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan
kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga,
atau perusahaan negara/daerah.

1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam bentuk
peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan.

Menurut Bastian dan Soepriyanto (2002) pendapatan daerah adalah arus masuk
bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas pemerintah satu periode yang

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 10


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

mengakibatkan kenaikan ekuitas dan bukan berasal dari pinjaman yang harus
dikembalikan (Bastian dan Soepriyanto, 2002). Menurut Abdul Halim (2002)
pendapatan adalah penambahan dalam manfaat ekonomi selama periode
akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset/aktiva, atau
pengurangan utang/kewajiban yang mengakibatkan penambahan dana yang
berasal dari kontribusi dana. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah definisi pendapatan daerah adalah
semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan.

2. Sumber Pendapatan Daerah


Sumber pendapatan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi:
1. Pajak Daerah;
2. Retribusi Daerah;
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan;
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
b. Pendapatan Transfer, meliputi:
1. Transfer Pemerintah Pusat, yang terdiri dari:
a) Dana Perimbangan: Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
DBH bersumber dari pajak, cukai dan sumber daya alam.
DAU dialokasikan yang didasarkan atas celah fiskal dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
DAK bersumber dari APBN dialokasikan pada Daerah untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah.
b) Dana Otonomi Khusus
c) Dana Keistimewaan
d) Dana Desa

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 11


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

2. Transfer Antar-Daerah, yang terdiri dari:


a) Pendapatan Bagi Hasil
b) Bantuan Keuangan

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

3. Belanja
a. Belanja Daerah diprioritaskan untuk mendanai Urusan Pemerintahan Wajib
yang terkait Pelayanan Dasar yang ditetapkan dengan standar pelayanan
minimal.
b. Belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan dalam APBD sesuai dengan
kemampuan keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja
Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali
ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja
hibah dapat diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Lain,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan badan. lembaga, dan organisasi
kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
c. Belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja untuk Desa dianggarkan
dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Belanja DAK diprioritaskan untuk mendanai kegiatan fisik dan dapat
digunakan untuk kegiatan nonfisik.

G. Hubungan Keuangan Negara dengan Keuangan Daerah


Hubungan keuangan negara dan keuangan daerah tidak terlepas dari struktur ketata-
negaraan Negara Republik Indonesia. Berdasarkan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Masing-masing
provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan sendiri. Dalam konteks negara
kesatuan, Pemerintah Pusat dibentuk terlebih dahulu sebelum pembentukan Pemerintah
Daerah. Dengan demikian, urusan pemerintahan akan diselenggarakan oleh Pemerintah
Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Masing-masing pemerintahan mempunyai urusan
sendiri namun tanggungjawab akhir dari urusan tersebut tetap ada di tangan Pemerintah
Pusat. Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota berhak mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 12


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawab Daerah dilaksanakan berdasarkan asas


otonomi sedangkan urusan pemerintahan yang bukan merupakan tanggungjawab
Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan asas Tugas Pembantuan.

Pembagian Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Provinsi, Kabupaten dan Kota
dan pembagian urusan pemerintahan antar pemerintahan tersebut menimbulkan adanya
hubungan wewenang dan keuangan. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan
umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah
Pusat dan Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan pertimbangan itulah, maka pengaturan mengenai
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah mencakup pemberian
kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, pembagian sumber keuangan,
sejalan dengan pembagian urusan dan tatacara penyelenggaraan urusan tersebut dan
pengaturan mengenai prinsip-prinsip pengelolaan hubungan keuangan Pusat dan Daerah.

Untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya sesuai dengan


asas otonomi, daerah provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan untuk
mengenakan pajak dan retribusi daerah. Dalam Undang-Undang ini kewenangan Daerah
dalam perpajakan dan retribusi tidak diatur secara rinci, karena akan diatur dalam Undang-
Undang tersendiri. Pengaturan mengenai kewenangan perpajakan/retribusi ini diperlukan
karena esensi dari otonomi Daerah khususnya di bidang keuangan adalah adanya
kewenangan Daerah dalam pemungutan pajak dan retribusi.

Pemberian kewenangan Daerah dalam perpajakan dan retribusi harus disesuaikan dengan
pemberian tanggungjawab dalam urusan pemerintahan. Pemberian kewenangan perpajakan
dan retribusi kepada Daerah harus mempertimbangkan kesinambungan fiskal dan kesatuan
ekonomi nasional. Penyerahan pajak Pusat kepada Daerah seharusnya tidak mengurangi
kemampuan Pemerintah Pusat untuk melakukan pemerataan kemampuan keuangan antar
Daerah dan tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan merintangi arus barang/jasa
antar daerah. Dengan pertimbangan tersebut, pemberian kewenangan perpajakan dan
retribusi daerah tidak selalu dapat disesuaikan dengan besarnya urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah. Pertimbangan efisiensi ekonomi dan adanya ketimpangan antar

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 13


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

daerah, mengharuskan Pemerintah Pusat menguasai sumber-sumber pendapatan yang


cukup besar. Oleh karena itu, sumber-sumber Keuangan Negara harus dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dalam Undang-Undang ini Pemerintah Pusat mengalokasikan Dana Perimbangan kepada


Daerah, berupa dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi
khusus (DAK). Secara keseluruhan Dana Perimbangan dimaksudkan untuk mengurangi
ketimpangan vertikal antara Pusat dan Daerah. Dana Perimbangan juga bertujuan untuk
mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Ketiga komponen Dana
Perimbangan ini merupakan satu kesatuan yang utuh mengingat tujuan masing-masing
jenis sumber tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Dengan kewenangan dalam perpajakan/retribusi dan dana perimbangan diharapkan semua


daerah mampu menyediakan pelayanan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). DBH
dialokasikan dari pendapatan tertentu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) kepada Daerah dalam persentase tertentu. DBH bertujuan untuk mengurangi
ketimpangan vertikal dan sekaligus memberikan akses yang lebih besar kepada Daerah
terhadap sumber-sumber penerimaan yang relatif cukup besar. DBH juga dimaksudkan
untuk memberikan insentif bagi Daerah untuk mendukung upaya optimalisasi penerimaan
yang dibagihasilkan tersebut dan meningkatkan kepatuhan membayar pajak. Pajak yang
dibayarkan oleh masyarakat akan dikembalikan sebagian kepada Daerah yang
bersangkutan.

Dengan DBH diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara. Tidak semua


pendapatan negara dapat dibagihasilkan secara langsung kepada Daerah. Penerimaan
negara yang dapat dibagihasilkan adalah pendapatan yang dapat dengan mudah
diidentifikasi daerah penghasilnya dan beban pajaknya sebagian besar ditanggung oleh
masyarakat setempat. Dalam Undang-Undang ini, pendapatan APBN yang dibagihasilkan
kepada Daerah berupa pendapatan pajak dan bukan pajak dari sumber daya alam. Undang-
Undang ini menetapkan 2 (dua) jenis pendapatan pajak negara yang dibagi-hasilkan yaitu
Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dalam negeri
Pasal 25 dan Pasal 29 dan PPh Pasal 21 dan Cukai Hasil Tembakau. Jenis DBH tersebut
selama ini telah ada. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang ini merupakan penyelarasan
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 14


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Daerah dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Untuk meningkatkan
akuntabilitas penggunaan dana, beberapa jenis penerimaan DBH SDA tetap di-earmark
untuk mendanai kegiatan tertentu.

Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah.


DAU dialokasikan berdasarkan suatu formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan
potensi Daerah. DAU suatu Daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap),
yang dihitung dari selisih antara kebutuhan Daerah (fiscal need) dan potensi Daerah (fiscal
capacity). Variabel penghitungan kebutuhan fiskal disederhanakan sehingga hanya
menggunakan variabel yang terkait dengan kebutuhan tersebut. Bagi Daerah yang potensi
fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil.
Sebaliknya, Daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan
memperoleh alokasi DAU relatif besar. Alokasi DAU tidak lagi dikaitkan secara langsung
dengan belanja pegawai. Untuk memberikan kepastian bagi daerah porsi pembagian DAU
akan diberlakukan untuk jangka waktu 2-3 tahun sepanjang tidak terdapat penambahan
daerah otonom. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan khusus di
Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah.

Dana Alokasi Khusus dialokasikan untuk 3 (tiga) tujuan yaitu: (1) Untuk membantu daerah
dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal pelayanan dasar khususnya untuk
pendidikan, kesehatan, dan/atau infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi, dan air
minum; (2) Pencapaian prioritas nasional; dan (3) Untuk kebijakan tertentu yang ditetapkan
dalam ketentuan Peraturan perundangan-undangan, tidak termasuk kebijakan yang hanya
ditetapkan dalam Undang-Undang APBN.

Daerah yang belum dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimal karena dana yang tersedia
tidak mencukupi maka kepada Daerah yang bersangkutan dapat dialokasikan DAK.
Daerah yang memperoleh DAK untuk pemenuhan Standar Pelayanan Minimal tersebut
tidak diwajibkan untuk menyediakan dana pendamping. DAK untuk prioritas nasional
terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu yang bersifat sektoral dan kewilayahan. Pengalokasian DAK
prioritas nasional yang bersifat sektoral mempertimbangkan kemampuan keuangan Daerah
yang bersangkutan. Sementara itu, DAK untuk prioritas nasional yang bersifat kewilayahan
tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan Daerah yang bersangkutan. Daerah yang

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 15


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

menerima DAK untuk tujuan ini hanya ditentukan oleh indeks teknis yang ditetapkan oleh
kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian.

Dana Alokasi Khusus juga dialokasikan kepada Daerah untuk melaksanakan kebijakan
tertentu yang telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur sektor.
Sebagai contoh, berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pemerintah
berkewajiban menjamin pelaksanaan wajib belajar dan peningkatan keprofesionalan
pendidik. Untuk menunjang program wajib belajar dan untuk mendukung profesionalisme
guru kepada Daerah dapat dialokasikan DAK. Besarnya alokasi dana DAK untuk masing-
masing Daerah untuk kebijakan ini ditentukan berdasarkan biaya per satuan kegiatan.
Selain Dana Perimbangan, Pemerintah juga mengalokasikan dana otonomi khusus kepada
Daerah tertentu yang memiliki status Daerah otonom khusus, dana keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta, dana desa, dana Hibah serta Dana Darurat dan Pinjaman. Dana
otonomi khusus, dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan dana desa tidak
diatur secara rinci dalam Undang-Undang ini karena telah diatur tersendiri dalam Undang-
Undang terkait. Pemerintah dapat memberikan dana Hibah kepada Daerah baik dalam
bentuk penerusan hibah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing,
badan/lembaga internasional maupun dari penerimaan dalam negeri. Pemberian hibah
dilakukan melalui perjanjian hibah yang ditandatangani oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.

Dana Darurat diberikan kepada Daerah untuk mendanai kegiatan pasca bencana nasional
yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana APBD. Pinjaman Daerah merupakan salah
satu sumber pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi
Daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari
pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi
keuangan Daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh
karena itu, Pinjaman Daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi
Pinjaman Daerah yang diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam Undang-Undang ini juga
ditegaskan bahwa Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung ke luar negeri. Pinjaman
yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dilakukan melalui Pemerintah dengan
mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini dimaksudkan agar terdapat prinsip kehati-
hatian dan kesinambungan fiskal dalam kebijakan fiskal dan moneter oleh Pemerintah.
Namun demikian, Daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam melakukan

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 16


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

pinjaman. Pinjaman daerah tidak hanya dibatasi untuk membiayai prasarana dan sarana
yang menghasilkan penerimaan, tetapi juga dapat untuk membiayai proyek pembangunan
prasarana dasar yang tidak menghasilkan penerimaan secara langsung. Namun demikian,
dalam Undang-Undang ini dilakukan pengendalian terhadap pinjaman dengan menetapkan
batas kumulatif pinjaman dan rasio kemampuan membayar utang atau Debt Service Coverage
Ratio (DSCR). Daerah juga dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Daerah dengan
persyaratan tertentu, serta mengikuti ketentuan Peraturan Perundangundangan di bidang
pasar modal dan memenuhi ketentuan nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang
mendapatkan persetujuan Pemerintah. Segala bentuk akibat atau risiko yang timbul dari
penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab Daerah sepenuhnya.

Untuk menjamin pengelolaan yang baik atas dana-dana yang dialokasikan kepada Daerah,
Undang-Undang ini mewajibkan pemenuhan atas prinsip pengelolaan keuangan Daerah.
Pengaturan mengenai pengelolaan keuangan Daerah tersebut mengacu kepada prinsip-
prinsip pengelolaan keuangan secara tertib, taat pada ketentuan Peraturan Perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
para pemangku kepentingan dan tentunya sejalan dengan pengelolaan Keuangan Negara.
Semua penerimaan dan pengeluaran yang menjadi hak dan kewajiban Daerah dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Dalam pengadministrasian
keuangan Daerah, APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Surplus APBD dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya, membentuk dana cadangan,
dan penyertaan modal dalam perusahaan daerah.

Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut. Untuk mengendalikan defisit APBD, Menteri Keuangan menetapkan batas
maksimum defisit APBD setiap tahun yang disesuaikan dengan defisit APBN. Total defisit
APBD dan APBN tidak melampaui batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Untuk
menjamin agar belanja APBD digunakan untuk penyediaan pelayanan kepada masyarakat,
dalam Undang-Undang ini diatur bahwa belanja APBD diprioritaskan untuk mendanai
urusan daerah yang terkait dengan pelayanan dasar sesuai dengan Standar Pelayanan
Minimal.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 17


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pemerintah Daerah selain menyelenggarakan urusan yang menjadi tanggung jawabnya juga
dimungkinkan untuk menyelenggarakan urusan Pemerintah Pusat melalui Tugas
Pembantuan. Untuk melaksanakan Tugas Pembantuan tersebut kepada Daerah
dialokasikan Dana Tugas Pembantuan. Dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa
pengadministrasian Dana Tugas Pembantuan dilakukan melalui mekanisme APBN,
sedangkan pengadministrasian Dana Desentralisasi mengikuti mekanisme APBD. Hal ini
dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan dan Pemerintahan Daerah dapat
dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Dalam rangka meningkatkan
pelaksanaan Desentralisasi berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, diperlukan
adanya dukungan sistem informasi keuangan daerah. Sistem tersebut antara lain
dimaksudkan untuk perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 18


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

H. Tes Formatif Kegiatan Belajar 1

1. Keuangan Negara menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003:


A Semua hak dan kewajiban negara dan pemerintah yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
B Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
C Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa jasa yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
D Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang dan jasa yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.

2. Rumusan Keuangan Negara dapat dilihat dari sisi subjek, objek, proses
dan tujuan. Pernyataan di bawah ini adalah rumusan Keuangan Negara
dari sisi subjek.
A Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiscal dan moneter.
B Seluruh objek Keuangan Negara yang dimiliki dan/atau dikuasai
Pemerintah dan badan hukum publik lainnya.
C Seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang.
D Seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan
dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara tersebut.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 19


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

3. Berikut ini adalah ruang lingkup Keuangan Negara yang mencakup kekayaan
pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D).
A Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalm rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum.
B Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah.
C Kekayaan negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain.
D Kekayaan negara/daerah yang diperoleh dari usaha orang pribadi atau
kelompok.

4. Segala kegiatan yang mencakup penerimaan dan pengeluaran uang yang


dilakukan oleh pemerintah merupakan kebijakan:
A Ekonomi
B Moneter
C Publik
D Fiskal

5. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang keaungan yang


berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat termasuk
tingkat diskonto, dan kebijakan pengendalian kredit adalah merupakan
kebijakan:
A Fiskal
B Moneter
C Publik
D Perbankan

6. Setiap penerimaan negara tidak diperbolehkan untuk digunakan sebagai


pengeluaran negara melainkan disetorkan ke kas negara adalah untuk
memenuhi asas:
A Kesatuan
B Universalitas
C Spesialitas
D Akuntabilitas

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 20


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

7. Pernyataan di bawah ini adalah definisi pendapatan daerah menurut Undang-


Undang Nomor 23 Tahun 2014
A Semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersnagkutan.
B Semua pendapatan yang berasal dari hak daerah dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan.
C Semua penerimaan daerah yang berasal dari hak daerah dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan.
D Semua hak daerah yang diakui sebagai penerimaan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan.

8. Pendapatan transfer merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang


terdiri atas: Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan
dan Dana Desa. Pentransferan dana yang didasarkan atas celah fiskal dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dikategorikan ke dalam:
A Dana Bagi Hasil (DBH)
B Dana Alokasi Umum (DAU)
C Dana Alokasi Khusus (DAK)
D Dana Perimbangan Daerah (DPD).

9. Belanja daerah yang dianggarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah


setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan
urusan pemerintahan pilihan masuk dalam kategori:
A Belanja Urusan Pelayanan Dasar
B Belanja Bagi Hasil
C Belanja Dana Alokasi Khusus
D Belanja Hibah dab Bantuan Sosial

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 21


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

10. Yang tidak termasuk dalam Pendapatan APBN yang dibagi-hasilkan kepada
Daerah adalah:
A Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
B Bagi Hasil Tambang
C Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri, Pasal 25, 29, dan 21.
D Cukai Hasil Tembakau

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 22


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

KEGIATAN BELAJAR 2:
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) DAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 2, peserta diharapkan mampu:
 Peserta diharapkan mampu memahami penyusunan dan pelaksanaan
APBN dan APBD

A. Pendahuluan
Kata anggaran merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris budget yang sebenarnya
berasal dari bahasa Perancis bougette. Kata ini mempunyai arti sebuah tas kecil. Berdasar dari
arti kata asalnya, anggaran mencerminkan adanya unsur keterbatasan. Pada dasarnya
anggaran perlu disusun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, baik
dana, SDM maupun sumber daya lainnya. Karena terbatasnya dana misalnya, maka
diperlukan alokasi sesuai dengan prioritas dan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Ada beberapa pengertian angaran yang dapat dikutip.
Anggaran negara (state budget) menurut John F. Due (1959): ”A budget, in the
general sense of the term, is a financial plan for a specific period of time. A government budget
therefore, is a statement of proposed expenditures and expected revenues for the coming period,
together with data of actual expenditures and revenues for current and past period.”

Anggaran (budget) merupakan suatu daftar pernyataan terinci tentang penerimaan dan
pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu. Ada kalanya budget
dibuat pada waktu tertentu misalnya satu tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) merupakan rencana anggaran yang dilakukan pemerintah di pusat, sedangkan
rencana anggaran yang dibuat oleh daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah atau APBD.

APBN merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perekonomian secara agregat. Setiap
perubahan yang terjadi pada variabel-variabel ekonomi makro akan berpengaruh pada
besaran-besaran APBN. Sebaliknya, kebijakan-kebijakan APBN pada gilirannya juga akan
memengaruhi aktivitas perekonomian.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 23


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 menyatakan bahwa Anggaran pendapatan dan


belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun
dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Rancangan undang-undang anggaran pendapatan
dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Apabila Dewan
Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara
yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara tahun yang lalu.

B. Pengertian Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran


Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dinyatakan


bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
APBN dan APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan negara/daerah yang
ditetapkan tiap tahun dengan Undang-Undang bagi APBN, Peraturan Daerah bagi APBD.

APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun


ditetapkan dengan undang-undang sedangkan APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

Ada pun fungsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Fungsi Otorisasi, yaitu: Dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja tahun
yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan, yaitu: Pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan, yaitu: Pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 24


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

4. Fungsi Alokasi, yaitu: Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran


dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
5. Fungsi Otorisasi, yaitu: Dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja tahun
yang bersangkutan.
6. Fungsi Perencanaan, yaitu: Pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
7. Fungsi Pengawasan, yaitu: Pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
8. Fungsi Alokasi, yaitu: Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran
dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
9. Fungsi Distribusi, yaitu: Kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
10. Fungsi Stabilisasi, yaitu: Alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.

Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara
dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN. Semua
penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam
tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.

Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran


negara/daerah tahun anggaran berikutnya. Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah
untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah
seperti: Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah harus memperoleh
persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.

C. Siklus APBN dan APBD


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian siklus adalah putaran waktu yang di
dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang berulang-ulang secara tetap dan teratur. Siklus
APBN/APBD adalah rangkaian kegiatan yang berawal dari perencanaan dan penganggaran
sampai dengan pertanggungjawaban APBN/APBD yang berulang dengan tetap dan teratur
setiap tahun anggaran.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 25


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Siklus APBN

Gambar 1 Siklus APBN

Dari siklus APBN di atas, Pemerintah secara luas terlibat pada tahapan Perencanaan dan
Penganggaran APBN, Pelaksanaan APBN, dan Pencatatan dan Pelaporan APBN. Pada
tahap Penetapan APBN dilaksanakan oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tahap Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban
APBN dilaksanakan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Pemerintah.

Perencanaan APBN
Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
dalam mencapai tujuan bernegara. Agar pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik
tidak dapat dilepaskan dari tataran demokrasi dan mengacu pada prinsip-prinsip penting

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 26


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

yang tidak boleh diabaikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah kebersamaan, berkeadilan,


berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan nasional. Agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan
bersasaran diperlukan adanya suatu perencanaan pembangunan yang matang.

Perencanaan, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004


tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan suatu “proses
untuk mementukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumber daya yang tersedia.” Perencanaan sangat penting sebagai salah satu proses dalam
pengelolaan keuangan negara. Perencanaan sangat bermanfaat dalam (a) mengurangi
ketidakpastian serta perubahan di masa datang; (b) mengarahkan semua aktivitas pada
pencapaian visi dan misi organisasi; (c) sebagai wahana untuk mengukur tingkat
keberhasilan atau kegagalan kinerja suatu organisasi.

1. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional


Sistem Perencanaan pembangunan nasional diharapkan dapat menjamin tercapainya
tujuan dalam bernegara. SPPN mencakup penyelenggaraan perencanaan makro dari
semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu
dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu diperlukan adanya
sistem perencanaan pembangunan nasional. SPPN adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang akan dilaksanakan
oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat baik di tingkat Pusat maupun
Daerah.

Dalam cakupan waktu, SPPN disusun dalam cakupan tiga periode perencanaan,
yaitu:
a. Jangka panjang dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
dengan jangka waktu 20 tahun;
b. Jangka menengah dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) yang berjangka waktu 5 tahun, dan
c. Jangka pendek dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan periode
tahunan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 27


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

SPPN disusun dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut:


a. Menjamin adanya koordinasi di antara pelaku pembangunan, baik di tingkat pusat,
pusat dengan daerah maupun antar daerah;
b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah,
antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan;
d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.

Dalam suatu perencanaan pembangunan sebagai suatu siklus ada empat tahapan
yang dilalui, yakni:
a. Penyusunan rencana;
b. Penetapan rencana;
c. Pengendalian pelaksanaan rencana; dan
d. Evaluasi pelaksanaan rencana.

Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan


membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Penyusunan rencana dilaksanakan
untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan
yang terdiri dari 4 (empat) langkah sbb:
1. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang
bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur.
2. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan
rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan
yang telah disiapkan.
3. Langkah ketiga adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan
rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan
melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan
4. Langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
Selanjutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga
mengikat semua pihak untuk melaksanakannya.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 28


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin


tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui
kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh
pimpinan Kementerian/Lembaga. Selanjutnya Menteri Perencanaan menghimpun
dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-
masing pimpinan Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan
yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan inforrnasi untuk
menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan.

Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum
dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup
masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).
Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik Pusat
maupun Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan
yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya.

Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan,


Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja, baik Pusat maupun Daerah, mengikuti
pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman
metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah
rencana.

2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) merupakan suatu dokumen
perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun. Perencanaan
ini bersifat makro yang memuat “penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara
Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional.” Proses penyusunan
RPJP dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur pelaku
pembangunan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 29


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Penyusunan RPJP dilakukan dalam 4 (empat) tahap, yaitu:


a. Penyiapan Rancangan RPJP, dimana kegiatan ini dibutuhkan guna mendapatkan
gambaran awal dari visi, misi, dan arah pembangunan nasional.
b. Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) jangka panjang yang
dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dan komitmen dari seluruh
pemangku kepentingan/stakeholders terhadap rancangan RPJP.
c. Penyusunan Rancangan Akhir RPJP. Seluruh masukan dan komitmen hasil
Musrenbang menjadi masukan utama penyempurnaan rancangan.
d. Penetapan undang-undang tentang RPJP, di bawah koordinasi Bappenas yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum. Rancangan
akhir RPJP beserta lampirannnya disampaikan kepada DPR sebagai inisiatif
Pemerintah, untuk diproses lebih kanjut menjadi undang-undang tentang RPJP
Nasional.

3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)


RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala negara
terpilih yang wajib disusun dalam waktu tiga bulan setelah dilantik. Dalam
penyusunannya, RPJMN harus berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat
strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program baik di dalam maupun
lintas Kementerian/Lembaga, dalam satu maupun lintas kewilayahan, serta kerangka
ekonomi makro. Termasuk di dalamnya adalah arah kebijakan fiskal dalam rencana
kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Tahapan Penyusunan RPJM meliputi:


a. Penyiapan Rancangan awal RPJM Nasional oleh Menteri Perencanaan dalam hal
ini dilaksanakan oleh Bappenas sebagai lembaga yang bertanggung jawab
mengkoordinasikan perencanaan pembangunan secara nasional.
b. Penyiapan rancangan Rencana Strategis Kementrian/Lembaga (rancangan
Renstra-KL), yang dilakukan oleh seluruh kementerian dan lembaga. Penyusunan
rancangan Renstra ini bertujuan untuk merumuskan visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan tugas dan
fungsi kementerian/lembaga, agar selaras dengan program prioritas kepala negara
terpilih.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 30


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

c. Penyusunan rancangan RPJM Nasional oleh Kementerian Perencanaan. Tahap ini


merupakan upaya mengintegrasikan rancangan awal RPJM Nasional dengan
rancangan Renstra-KL, yang menghasilkan rancangan RPJM Nasional.
d. Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) jangka
menengah nasional. Kegiatan yang dilaksanakan paling lambat dua bulan setelah
Presiden dilantik ini dilaksanakan guna memperoleh berbagai masukan dan
komitmen dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) atas rancangan RPJM
Nasional.
e. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Nasional, dimana seluruh masukan dan
komitmen hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional menjadi masukan utama
penyempurnaan rancangan RPJM Nasional.
f. Penetapan Peraturan Presiden tentang RPJM Nasional, di bawah koordinasi
Kementerian yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi
hukum.

4. Rencana Strategis Kementerian/Lembaga


Renstra Kementerian/Lembaga (KL) memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi
KL serta berpedoman kepada RPJM Nasional dan bersifat indikatif.

Tahapan Penyusunan Renstra-KL adalah sebagai berikut:


a. Mempelajari Visi, Misi, dan program kepala negara terpilih terhadap tugas dan
fungsi kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Dalam hal ini menteri/kepala
lembaga mengkaji implikasi visi, misi, dan program presiden terpilih terhadap
tugas pokok dan fungsi K/L yang dipimpinnya dalam bentuk:
1) Memberikan penilaian keterkaitan visi, misi, dan program dalam Renstra
K/L pada periode lalu;
2) Mengidentifikasikan program Presiden terpilih terhadap capaian kinerja
program K/L periode sebelumnya
3) Membuat kesimpulan.
b. Menyusun Rancangan Renstra K/L dengan berpedoman pada Rancangan Awal
RPJM Nasional.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 31


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

5. Rencana Pembangunan Jangka Tahunan


Rencana Pembangunan Jangka Tahunan adalah perencanaan yang meliputi periode
satu tahun yang dalam hal ini disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan
merupakan penjabaran dari RPJM Nasional. RKP berisi prioritas pembangunan,
rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian yang
menyeluruh termasuk kebijakan fiskal, serta program K/L, lintas K/L, kewilayahan
dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang masih bersifat
indikatif.

Selain RKP, pada tingkat kemeterian/lembaga disusun Rencana Kerja


Kementerian/Lembaga (Renja-KL). Renja-KL disusun berpedoman pada Renstra-
KL yang telah ada lebih dulu dan mengacu pada prioritas pembangunan Nasional.
Penyusunan Renja-KL dilakukan secara bersamaan dengan penyusunan RKP karena
keduanya saling terkait.

Adapun tahap penyusunan RKP adalah sebagai berikut:


a. Penyiapan rancangan awal RKP sebagai penjabaran RPJM Nasional;
b. Penyiapkan rancangan Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
dengan mengacu kepada rancangan awal RKP;
c. Bappenas mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan menggunakan
rancangan Renja-KL;
d. Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang);
e. Penyusunan rancangan akhir rencana kerja berdasarkan hasil Musrenbang; dan
f. Penetapan RKP dengan Peraturan Presiden.
Selanjutnya, RKP ini menjadi pedoman dalam menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Renja-KL menjadi pedoman untuk
menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL).

Penganggaran APBN
Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi
sumber daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem
penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna
pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan
pertanggungjawaban kepada publik.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 32


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Secara umum, prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut:


1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
APBN harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil
dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu progam dan kegiatan yang
dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk
mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan
masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.
Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun
pelaksanaan anggaran tersebut.
2. Disiplin Anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna,
tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggung-jawabkan.
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional
yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedia
penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan progam
dan kegiatan yang belum/tidak tersedia anggarannya.
3. Keadilan Anggaran
Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil agar dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian
pelayanan. Hal ini dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam anggaran berupa
pendapatan negara pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta seluruh anggota
masyarakat.
4. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar dapat menghasilkan
peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat
5. Disusun dengan pendekatan kinerja
APBN disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian
hasil kerja (keluaran dan hasil) dari perencanaan atas alokasi biaya atau
masukan/input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau lebih besar dari
biaya atau masukan. Selain itu juga harus mampu menumbuhkan profesionalisme
kerja pada setiap unit kerja yang terkait.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 33


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Penganggaran dilakukan berbasis pada kinerja. Anggaran berbasis kinerja merupakan


metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan
dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan
pada seperangkat tujuan dan dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja.

Cara agar tujuan itu dapat dicapai adalah dengan menuangkannya dalam program diikuti
dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran
berbasis kinerja didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung maupun
tidak langsung yang mendukung program sekaligus melakukan estimasi biaya-biaya
berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara
untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kinerja tahunan
(Renja) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan
merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja

Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja


adalah:
1. Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya; dan
2. Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat
diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan
prestasinya.

Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam manajemen
perencanaan, pemograman, penganggaran dan evaluasi. Kondisi yang harus disiapkan
sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja,
yaitu:
1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.
2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.
3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan
orang).
4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.
5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 34


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Tahap penganggaran dimulai dari:


1. Penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;
2. Penetapan pagu indikatif
3. Penetapan pagu anggaran K/L;
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);
5. Penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan
undang-undang tentang APBN;
6. Penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang APBN
kepada DPR.

Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBNt-1, sekitar bulan Oktober-
Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN dan
Rancangan Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya
berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN.
Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keputusan Presiden (Keppres)
mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.

Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBNt-1, kegiatan pelaksanaan
APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan (APBNt). Dengan
kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2021 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2021 - 31
Desember 2021. Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) berdasarkan Keputusam Presiden (Keppres) mengenai rincian APBN
dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk
melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah para pengelola anggaran K/L (Pengguna
Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan
berbagai jenis kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 35


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pencatatan dan Pelaporan APBN


Tahap pencatatan dan pelaporan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap
pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan
melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
Pemerintah yang terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan
Arus Kas, serta Catatan atas laporan keuangan.

Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN


Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang
dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBNt+1), sekitar bulan Januari - Juli.
Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2020, tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2021. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan
Pemeriksan Keuangan (BPK).

Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan


selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Siklus APBD
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah meliputi 5 (lima) tahap:

Perencanaan

Pemeriksanaan Pelaksanaan

Pertanggungjawaban Penatausahaan

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 36


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Gambar 2 Siklus APBD

Siklus perencanaan dan penganggaran dan penetapan oleh Dewan Perwakilan Daerah
dapat dirinci dalam gambar 3.

Rencana Kerja Pemerintahan Daerah


Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu
kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan
dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah Pusat.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 37


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Gambar 3: Tahap Perencanaan dan Penganggaran dan Tahap Penetapan APBD

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tersebut memuat rancangan kerangka


ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur
dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah
maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban
daerah mempertimbangkan capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Kebijakan Umum APBD


Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah Daerah perlu menyusun
Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Kepala daerah menyusun rancangan KUA
berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam
Negeri setiap tahun.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 38


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pedoman tersebut memuat:


1. Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan
pemerintah daerah;
2. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
3. Teknis penyusunan APBD; dan
4. Hal-hal khusus lainnya.

Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) memuat target pencapaian kinerja yang
terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk
setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah,
alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi
yang mendasarinya.

Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Rancangan KUA yang telah
disusun, disampaikan oleh Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan
Daerah kepada Kepala Daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.

Rancangan KUA disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan
bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia
anggaran DPRD selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan
Juli.

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara


Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun
rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut
disusun dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
2. Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
3. Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 39


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk
dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah
dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir Juli tahun anggaran
berjalan. KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota
kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD.

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD


Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan
surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA)
Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun
RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-
SKPD mencakup:
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan
pembiayaan;
b. Sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai
dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. Batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. Hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-
prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan
anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. Dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format
RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.

Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling
lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan
RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. Agar terlaksananya penyusunan RKA-
SKPD berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah,
penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja, dan terciptanya
kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun
anggaran berjalan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 40


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan:


a. Indikator kinerja.Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari
program dan kegiatan yang direncanakan.
b. Capaian atau target kinerja. Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan
dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap
program dan kegiatan.
c. Analisis standar belanja. Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas
beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
d. Standar satuan harga. Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit
barang/jasa yang berlaku di suatu daerah ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
e. Standar pelayanan minimal. Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja
dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan
wajib daerah.

Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (RKA-SKPD) memuat rencana
pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana
pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek
pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-
SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih
lanjut oleh TAPD.

Penyiapan Raperda APBD


Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan
pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk
menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah
disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian
kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar
satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar
SKPD.

Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD


melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD
disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 41


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. Ringkasan APBD;
b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja
dan pembiayaan;
d. Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan
kegiatan;
e. Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan
daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. Daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. Daftar piutang daerah;
h. Daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. Daftar dana cadangan daerah; dan
m. Daftar pinjaman daerah.

Bersamaan dengan penyusunan rancangan peraturan daerah APBD, disusun rancangan


peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah
tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. Ringkasan penjabaran APBD;
b. Penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan,
kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan
sebagai berikut:
a. Untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif
pungutan/harga;
b. Untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi
kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 42


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

c. Untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan


dan tujuan pengeluaran pembiayaan.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan
kepada kepala daerah. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.

Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD


Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta
lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun
anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan
bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Penyampaian rancangan peraturan daerah
tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan
peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan
dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.

Apabila DPRD sampai batas waktu 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran berkenaan,
tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan
setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut,
diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja
yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus
dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap
bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang
dan jasa.

Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan
pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan
dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 43


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas
kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
persetujuan bersama.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh
pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi
kabupaten/kota.

Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling


lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama
dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja gubernur tidak mengesahkan
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan rancangan
peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan


Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada
Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan:
a. Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD; dan
d. Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan
pada sidang DPRD.

Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan
nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk
meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 44


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh
Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat
mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi
peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.

Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD bertentangan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti
oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota, Gubernur
membatalkan peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya


pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur. Paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan
peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan
daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan
daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang APBD.

Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan peraturan
kepala daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh kepala daerah bersama dengan
Badan anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan DPRD.
Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan peraturan daerah tentang APBD.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 45


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna
berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan
keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD. Keputusan
pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi APBD kabupaten/kota paling
lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD
berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan
DPRD.

Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang
penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.

Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya.

Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang
menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD.

Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 46


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama
DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas
APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan
dalam tahun berjalan;
d. Keadaan darurat; dan
e. Keadaan luar biasa.

Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD,
dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat tersebut
sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat
diprediksikan sebelumnya;
b. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang
disebabkan oleh keadaan darurat.

Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang
menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami
kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).

Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD


tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan
daerah tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 47


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala daerah wajib
memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan selanjutnya
kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan
peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan
peraturan daerah tentang perubahan APBD.

Penatausahaan APBD
Penatausahaan APBD merupakan proses pencatatan atas pelaksanaan APBD yang meliputi
penatausahaan atas pendapatan, penatausahaan atas belanja, penatausahaan atas
pembiayaan, penatausahaan atas pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Bendahara
penerimaan dan Bendahara pengeluaran memiliki peran yang sangat penting dalam
penatausahaan APBD.

Penatausahaan pengelolaan kekayaan dan kewajiban meliputi: kas umum, Piutang,


Investasi, Barang, Dan Cadangan, dan Utang.

Pertanggungjawaban APBD
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menjelaskan tentang
bentuk pertanggungjawaban keuangan negara. Dalam ketentuan tersebut, baik Presiden
maupun Kepala Daerah (Gubernur/Bupati /Walikota) diwajibkan untuk menyampaikan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun
anggaran berakhir (Bulan Juni tahun berjalan).

Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca,


Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang mana penyajiannya
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dengan lampiran laporan keuangan
perusahaan negara/BUMN pada LKPP dan lampiran laporan keuangan perusahaan
daerah/BUMD pada LKPD.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 48


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

D. Pelaksanaan APBN dan APBD

1. Pelaksanaan APBN
Dalam manajemen pemerintahan, pelaksanaan APBN merupakan kewenangan
pemerintah, sepanjang tidak terdapat batasan yang mengharuskan diperolehnya
persetujuan dari DPR untuk penerimaan/belanja tertentu/tanda bintang.
Pelaksanaan anggaran dilakukan oleh kementerian/lembaga selaku penggunaan
anggaran (PA) sebagai bagian dari siklus pengelolaan keuangan negara tingkat
kemnterian/lembaga.

Pada saat Rancangan APBN disetujui DPR dan ditetapkan dengan Undang-Undang
APBN, maka tahapan pelaksanaan APBN sudah dapat dilaksanakan. Dalam
pelaksanaannya, Presiden menguasakan kepada Menteri Keuangan (Chief of Financial
Officer) selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan dan dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga (Chief
Operational Officer) selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian/lembaga yang dipimpinnya.

Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan pelimpahan wewenang dari Presiden
kepada Menteri Keuangan, Menteri dan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan
Walikota).

Gambar 4: Pendelegasian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 49


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pada awal tahun anggaran, langkah pertama yang harus dilakukan dalam tahap
pelaksanana anggaran adalah penetapan pejabat pengelola anggaran yang meliputi:
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Bendahara yang ditetapkan oleh Pengguna
Anggaran (PA). Kemudian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penguji
Surat Perintah Membayar (PPSPM) ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA).

Untuk melaksanakan anggaran yang telah dialokasikan kepada masing-masing K/L


pengguna anggaran dibutuhkan dokumen pelaksanaan anggaran yang dikenal dengan
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA merupakan suatu daftar isian
yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian
kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan
yang diperkirakan oleh kementerian/lembaga. DIPA yang lengkap memuat uraian
fungsi/sub fungsi, program, hasil (outcome), indikator kinerja utama (IKU) program,
kegiatan, indikator kinerja kegiatan (IKK), keluaran (output), jenis belanja, alokasi
anggaran dan rencana penarikan dana serta perkiraan penerimaan per bulan
kementerian/lembaga. Berikut ini dokumen DIPA yang lengkap.

Tabel 1: Dokumen DIPA


Surat Pengesahan DIPA Pengesahan DIPA yang ditandatangani oleh Dirjen
Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB atas nama
Menteri Keuangan.
DIPA halaman I (Umum) Memuat informasi yang bersifat umum dari setiap
satuan kerja tentang rincian fungsi, program dan
sasaran serta indikator keluaran untuk masing-masing
kegiatan.
DIPA halaman II Memuat informasi setiap satuan kerja tentang uaraian
kegiatan/subkegiatan, volume keluaran yang hendak
dicapai serta alokasi dana pada masing-masing
belanja yang dicerminkan dalam mata anggaran
keluaran.
Informasi alokasi dana per jenis belanja berdasarkan
sumber dana untuk tiap-tiap satker, baik untuk DIPA
kementerian/lembaga mapun DIPA Bagian
Anggaran Bendahara Umum Negara (BUN).

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 50


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

DIPA halaman III Memuat informasi tentang rencana penarikan dana


dan penerimaan negara bukan pajak yang menjadi
tanggungjawab setiap satuan kerja (satker).
Rencana penarikan dana oleh masing-masing satker
sampai dengan jenis belanja serta rencana
penerimaan pajak/bead dan cukai, hibah, pendapatan
negara bukan pajak (PNBP) dan penerimaan
pembiayaan yang menjadi tanggungjawab setiap
satker.
DIPA halaman IV Memuat catatan tentang hal-hal yang perlu menjadi
perhatian oleh pelaksana kegiatan.

Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat dikelompokkan


dalam DIPA Kementerian/Lembaga dan DIPA Bendahara Umum Negara (DIPA
BUN). DIPA Kementerian/Lembaga dapat dikategorikan menjadi: DIPA Satker
Pusat/Kantor Pusat (KP); DIPA Satker Vertikal /Kantor Daerah (KD); DIPA Dana
Dekonsentrasi (DK); DIPA Tugas Pembantuan (TP); dan DIPA Urusan Bersama
(UB).

DIPA Satker Pusat/Kanor Pusat (KP) adalah DIPA yang dikelola oleh satker kantor
pusat dan atau satker pusat suatu kementerian/lembaga, termasuk di dalamnya
DIPA satker Badan Layanan Umum (BLU) dan DIPA Satker Non Vertikal Tertentu
(SNVT).

DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah (KD) adalah DIPA yang dikelola oleh
kantor/instansi vertikal kementerian/lembaga di daerah termasuk di dalamnya DIPA
satker BLU.

DIPA Dana Dekonsentrasi (DK) adalah DIPA dalam rangka pelaksanaan dana
dekonsentrasi yang dikelola oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) provinsi
yang ditunjuk gubernur.

DIPA Tugas Pembantuan (TP) adalah DIPA dalam rangka pelaksanaan tugas
pembantuan yang dikelola SKPD provinsi/kabupaten/kota yang ditunjuk oleh
menteri/pimpinan lembaga yang memberi tugas pembantuan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 51


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

DIPA Urusan Bersama (UB) adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggrana kementerian/lembaga dalam rangka pelaksanaan urusan bersama yang
pelaksanaannya dilakukan oleh SKPD provinsi/kabupaten/kota yang ditunjuk oleh
menteri/pimpinan lembaga berdasarkan usulan kepala daerah.

DIPA Bendahara Umum Negara (DIPA-BUN) adalah DIPA yang memuat rincian
penggunaan anggaran yang bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum
Negara (BA-BUN) yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran.
DIPA-BUN disusun dan ditetapkan oleh Pembantu Pengguna Anggaran (PPA) yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku PA. DIPA Bendahara Umum
Negara (DIPA-BUN) terdiri atas pengelolaan:
1. Utang Pemerintah;
2. Hibah;
3. Investasi Pemerintah;
4. Penerusan Pinjaman;
5. Transfer ke Daerah;
6. Belanja Subsidi;
7. Belanja Lain-lain; dan
8. Transaksi Khusus.

Dokumen yang dipergunakan sebagai dasar dalam penyusunan DIPA adalah sebagai
berikut:
1. Keputusan Presiden mengenai rincian APBN.
2. Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga yang telah ditelaah dan
ditetapkan oleh Dirjen Anggaran.
3. Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara (RDP-BUN) yang telah
ditelaah dan ditetapkan oleh Dirjen Anggaran. RDP-BUN merupakan rencana
kerja dan anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang memuat
rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun
pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer
daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh Presiden kepada Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 52


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

4. Bagan Akun Standar untuk memastikan bahwa rencana kerja telah dituangkan
sesuai dengan standat kode dan uraian yang diatur dalam ketentuan tentang
akuntansi pemerintahan.
5. Daftar Nominatif Anggaran (DNA) yang ditetapkan oleh Dirjen
Perbendaharaan untuk satker yang DIPA-nya disahkan oleh Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Penyusunan DIPA menggunakan aplikasi RKAKL-DIPA. Sumber data yang


digunakan daam penyusunan DIPA berasal dari analisis data komputer (ADK) atas
RKAKL yang telah ditetapkan oleh DJA dan idak dapat dilakykan perubahan kecuali
apabila terdapat kesalahan kode kabupaten/kota. Kode kewenangan, dan kode
kantor bayar.

Prosedur penyelesaian DIPA meliputi:


1. Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga
untuk menyampaikan DIPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan
setelah diterimanya Surat Penetapan Rencana Kerja Anggatan
Kementerian/Lembaga (SP RKAKL).
2. Berdasarkan pemberitahuan dari Kemnteri Keuangan, Dirjen
Perbendaharaan menyusun jadwal validasi DIPA kemnterian/lembaga dan
disampaikan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama
Kementerian/Lembaga.
3. Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama memerintahkan para KPA satker agar
menyampaikan DIPA dan ADK kepada Dirjen Perbendaharaan sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan.
4. Untuk proses penyelesaian DIPA Tugas Pembantuan, DIPA Urusan
Bersama, DIPA.
5. Satker Kantor Pusat di luar DKI Jakarta dan satker pusat yang berada di
daerah.
6. Dirjen Perbendaharaan memerintahkan Kepala Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan untuk menyusun jadwal validasi DIPA dan diampaikan
kepada KPA satker di wilayah kerjanya.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 53


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Penatausahaan pendapatan dimulai dari satuan kerja dikoordinasikan oleh


kementerian/lembaga dengan mengikuti kelompok pendapatan sebagai berikut:
1. Tiga digit pertama merupakan kelompok pendapatan;
2. Lima digit pertama merupakan subkelompok pendapatan;
3. Enam digit merupakan mata anggaran penerimaan (MAP).

Contoh: Pendapatan jasa catatan sipil dengan kode 423154 dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Kelompok pendapatan 423 untuk PNBP lannya;
2. Subkelompok pendapatan 42315 untuk pendapatan jasa II;
3. MAP 423154 untuk pendapatan jasa catatan sipil.

Pencantuman angka rencana penarikan dana pada halaman III DIPA berdasarkan
rencana kerja bulanan satker sesuai dengan kebutuhan riil. Berkenaan dengan hal
tersebut, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini.
1. Untuk Belanja Pegawai, sifat penarikannya cenderung tetap, maka
penyusunan rencana penarikan dapat dibuat secara rata-rata dibagi dengan 13
bulan, dengan menempatkan pembayaran belanja pegawai bulan ke-13 pada
bulan Juli;
2. Untuk belanja selain belanja pegawai, pencantuman rencana penarikan sesuai
dengan rencana penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan
yang meliputi rencana penarikan uang persediaan (UP) dan rencana
penarikan pembayaran langsung (LS) setiap bulan.

Pengesahan DIPA merupakan penetapan oleh BUN atas DIPA yang disusun oleh
PA/KPA dan memuat pernyataan bahwa rencana kerja dan anggaran pada DIPA
bekenaan dengan tersedianya dana dalam APBN dan menjadi dasar
pembayaran/pencairan dana atas beban APBN. Pengesahan DIPA dilakukan
dengan penerbitan Surat Pengesahan DIPA yang ditandatangani oleh:
1. Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku
Kuasa Bendahara Umum Negara untuk satker Kantor Pusat yang berlokasi
di DKI Jakarta dan DIPA Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;
2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama
Menteri Keuangan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk DIPA

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 54


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

satker vertikal/unit pelaksana teknis termasuk satker Kantor Pusat di luar


DKI Jakarta dan satker pusat yang ada di daerah, DIPA Dekonsentrasi,
DIPA Tugas Pembantuan, dan DIPA Urusan Bersama.

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang tercantum dalam DIPA, setelah DIPA
disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan, PA/KPA menerbitkan petunjuk operasional kegiatan
(POK). POK adalah dokumen yang memuat uraian rencana kerja dan biaya yang
diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, disusun oleh KPA sebagai penjabaran lebih
lanjut dari DIPA.

Jika KPA belum menyampaikan DIPA sampai dengan batas waktu yang ditentukan,
maka:
1. Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA
yang dilampiri DIPA yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan berdasarkan Keputusan Presiden mengenai rincian APBN
sebagai DIPA Sementara. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA yang dilampiri dengan
DIPA yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan berdasarkan Daftar Nominatif Anggaran (DNA) seabagai
DIPA Sementara;
2. DIPA Sementara tidak perlu ditandatangani oleh PA/KPA.
3. Dana yang dapat dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai,
pengeluaran keperluan perkantoran sehari-hari, daya dan jasa serta lauk
pauk/bahan makanan, sedangkan dana untuk jenis pengeluaran lainnya harus
diblokir;
4. Apabila DIPA telah diterima dari PA/KPA setelah DIPA Sementara
diterbitkan, maka dilakukan validasi dan pengesahan revisi pertama DIPA
bersangkutan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 55


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

DIPA yang telah diterbitkan oleh Drektur Jenderal Peberdaharaan Negara/Kepala


Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara apabila diperlukan
dapat direvisi oleh satker yang bersangkutan. Revisi DIPA terdiri atas:
1. Perubahan rincin anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan
pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;
2. Perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap;
3. Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

Disamping itu, revsi DIPA juga dapat dilakukan dalam hal berikut ini:
1. Terjadi perubahan APBN tahun anggaran berjalan;
2. Penerapan pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi;
3. Instruksi Presiden mengenai penghematan anggaran; dan/atau
4. Kebijakan Pemeritah lainnya.

Revisi anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi


anggaran terhadap:
1. Kebutuhan biaya operasional satker, kecuali sepanjang masih dalam
peruntukan yang sama fan kebutuhan biaya operasional masih mencukupi;
2. Alokasi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor,
kecuali untuk memenuhi tunjangan guru/dosen dan tunjangan kehormatan
profesor pada satker lain;
3. Pembayaran berbagai tunggakan;
4. Paket pekerjaan yang bersifat tahun ganda (multi years);
5. Alokasi dana pendamping PHLN sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut
dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana’
6. Kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk
tahanan/narapidana; dan
7. Paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya
sehingga menjadi negatif.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 56


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Revisi anggaran dapat dilaksanakan oleh PA/KPA sepanjang tidak mengubah DIPA
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pergeseran antar akun/ antar subkomponen dalam satu komponen dan/atau
antar komponen untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional sepanjang
dalam jenis belanja yang sama;
2. Antar akun/antara subkomponen dalam satu komponen dan/atau
pergeseran antaromponen dalam satu keluaran sepanjang dalam jenis belanja
yang sama; dan/atau
3. Perubahan/pengurangan akun/subkomponen/komponen dalam satu
keluaran.

Revisi anggaran oleh PA/KPA dilakukan dengan cara mengubah ADK RKA Satker
berkenan melalui aplikasi RKA-K/L, mencetak Petunjuk Operasional Kegiatan
(POK) dan KPA menetapkan perubahan POK.

Setelah DIPA disahkan, unit organisasi/satuan kerja apat menerbitkan petunjuk


pelaksanaan sebagai pedoman pelaksanaan DIPA lebih lanjut. Pelaksanaan APBN
meliputi mekanisme pelaksanaan pendapatan dan pelaksanaan belanja.

Pendapatan
Pelaksanaan pendapatan meliputi: Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Hibah. Penerimaan Perpajakan (PN-Pajak) adalah
semua penerimaan negara yang terdiri dari penerimaan pajak dalam negeri dan pajak
perdagangan internasional. Penerimaan perpajakan dalam negeri meliputi semua
penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai
barang/jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea meterai, sedangkan pajak
perdagangan internasional merupakan semua penerimaan negara yang berasal dari
bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.

Pelaksanaan anggaran pendapatan yang berasal dari penerimaan perpajakan


merupakan kewenangan dan tugas Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara (BUN). Penerimaan uang negara dari perpajakan wajib disetorkan oleh wajib
pajak dan atau wajib pungut ke kas negara pada bank pemerintah atau lembaga lain
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 57


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan pemerintah


pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah. PNBP yang dikelola
oleh Kementerian/Lembaga (tidak termasuk pendapatan Badan Layanan Umum)
dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: PNBP Umum dan PNBP
Fungsional. PNBP Umum merupakan PNBP yang berlaku umum di semua
kementerian/lembaga, antara lain:
1. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara.
2. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara.
3. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro/bunga).
4. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan
tuntutan perbendaharaan).
5. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah.
6. Penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran lalu.

PNBP Fungsional adalah penerimaan yang berasal dari hasil pungutan


kementerian/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan
fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. PNBP
Fungsional meliputi:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
3. Penerimaan dari hasil kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
pemerintah.
4. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan denda administrasi.
5. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
6. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
7.
Besarnya dan penetapan tarif atas jenis PNBP memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya;
2. Biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis
kegiatan;
3. Penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan; dan
4. Aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 58


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Penetapan jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang ditentukan dengan
cara ditetapkan oleh instansi pemerintah; atau dihitung sendiri oleh wajib bayar.
PNBP terutang tersebut menjadi kadaluwarsa setelah 10 (sepuluh) tahun terhitung
sejak saat terutangnya penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan.
Ketentuan kadaluwarsa terutnda apabila wajib bayar melakukan tindak pidana di
bidang penerimaan negara bukan pajak.

Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan
surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayarkan
kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari
luar negeri.

Hibah merupakan bagian dari pendapatan dalam APBN yang diterima pemerintah
dalam bentuk uang tunai, uang untuk membiayai kegiatan, barang/jasa, dan surat
berharga.
1. Uang tunai, penerimaannya disetorkan langsung ke Rekening Kas Umum
Negara atau rekening yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
2. Uang untuk membiayai kegiatan, penerimaannya dicantumkan dalam
dokumen pelaksanaan anggaran.
3. Barang/jasa, penerimaannya dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat yang dinilai dengan mata uang rupiah pada saat serah terima
barang/jasa.
4. Surat berharga, dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang
dinilai dengan mata uang rupiah berdasarkan nilai nomial yang disepakati
pada saat serah terima oleh pemberi hibah dan pemerintah.

Belanja
Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pembiayaan adalah setiap
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya. Dalam konteks anggaran pembiayaan dilakukan dalam rangka
menutupi defisit anggaran yang terjadi.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 59


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pembiayaan anggaran dilakukan melalui utang dan nonutang. Pembiayaan utang


dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) serta penarikan pinjaman
luar negeri dan dalam negeri. Sedangkan pembiayaan nonutang dilakukan melalui
perbankan dan nonperbankan dalam negeri.

Berdasarkan penjelasan Pasal 12 (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 defisit


anggaran (yang menjadi objek pembiayaan) dibatasi maksimal 3% dari Produk
Domestik Bruto (PDB). Sedangkan jumlah pinjaman (untuk menutup defisit
anggaran) dibatasi maksimal 60% dari PDB.

Menurut Undang-Undang Keuangan Negara, klasifikasi jenis belanja negara


terdiri atas:
a. Belanja Pegawai
Pengeluaran yang merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk
uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah di dalam
maupun di luar negeri baik kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil dan
pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai
imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan
dengan pembentukan modal.

b. Belanja Barang
Pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai
untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak
dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau
dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri dari belanja
barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan dinas.

c. Belanja Modal, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial


Pengeluaran anggaran yang digunakan, dalam rangka memperoleh atau
menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset
lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap tersebut dipergunakan untuk
operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 60


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

1. Pembayaran Bunga Utang


Peluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) yang dilakukan
atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik
utang dalam maupun luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi
pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Jenis belanja ini khusus
digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Pembiayaan dan
Perhitungan.

2. Subsidi
Pengeluaran atau alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada
perusahaan negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang
memproduksi, menjual, mengekspor atau mengimpor barang dan jasa
untuk memenuhi hajat hidup orang banyak agar harga jualnya dapat
dijangkau masyarkat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran
subsidi kepada masyarakat melalui BUMN/BUMD dan pemsahaan
swasta.

3. Hibah
Pengeluaranpemerintah berupa transfer dalam bentuk uang, barang atau
jasa, bersifat tidak wajib yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya dan tidak mengikat serta tidak terus menerus kepada
pemerintahan negara lain, pemerintah daerah, masyarakat dan organisasi
kemayarakatan serta organisasi intemasional.

4. Bantuan Sosial
Transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna
melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial
dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga
kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk lembaga non
pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan. Pengeluaran ini dalam
bentuk uang/ barang atau jasa kepada masyarakat yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat, bersifat tidak terus menerus dan
selektif.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 61


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

d. Belanja Lain-lain
Pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang sifat pengeluarannya tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran diatas.Pengeluaran ini bersifat
tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam,
bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan
dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah.

e. Belanja Daerah (Transfer ke Daerah).


Bagian belanja pemerintah pusat berupa pembagian dana APBN kepada
pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang besarnya
berdasarkan perhitungan-perhitungan berdasarkan kriteria-kriteria yang
ditetapkan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan. Belanja daerah
terbagi atas dua kelompok besar yaitu Dana Perimbangan, merupakan
Pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana bagi hasil,
dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang ditujukan untuk keperluan
pemerintah daerah, dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, merupakan
Pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana otonomi
khusus dan dana penyesuaian yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah.

Pinjaman luar negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh
pemerintah dari pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian
pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali
dengan persyaratan tertentu. Kegiatan‐kegiatan yang mengandung pinjaman luar
negeri atau hibah adalah kegiatan‐kegiatan yang sebagian atau seluruh kegiatan
dibiayai pinjaman/hibah tersebut, dengan persyaratan sesuai ketentuan berlaku.
Seluruh pinjaman ataupun hibah luar negeri tersebut harus diadministrasikan dan
dicantumkan dalam dokumen anggaran kegiatan yang bersangkutan.

Pinjaman luar negeri dapat bersumber dari Kreditor multilateral, kreditor bilateral,
kreditor swasta asing, lembaga penjamin kredit ekspor, Kreditor multilateral adalah
lembaga keuangan internasional yang beranggotakan beberapa negara, yang memberi
pinjaman kepada pemerintah, misalnya Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (Asian
Development Bank/ADB), Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB).
Kreditor bilateral adalah pemerintah negara asing atau lembaga yang ditunjuk oleh

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 62


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

pemerintah negara asing atau lembaga yang bertindak untuk pemerintah negara asing
yang memberi pinjaman kepada pemerintah. Kreditor swasta asing adalah lembaga
keuangan asing, lembaga keuangan nasional, dan lembaga non keuangan asing yang
berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia
yang memberikan pinjaman kepada pemerintah berdasarkan perjanjian pinjaman
tanpa jaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor. Lembaga penjamin kredit
ekspor adalah lembaga yang ditunjuk negara asing untuk memberikan jaminan,
asuransi, pinjaman langsung, subsidi bunga, dan bantuan keuangan untuk
meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan atau bagian terbesar dari dana
tersebut dipergunakan untuk membeli barang/jasa dari negara bersangkutan yang
berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik
Indonesia.

Menurut jenisnya, pinjaman luar negeri terdiri dari pinjaman tunai dan pinjaman
kegiatan. Pinjaman tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau
rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pemgelolaan portofolio
utang. Pinjaman kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk
membiayai kegaiatan tertentu.

Penggunaan pinjaman luar negeri diperuntukan untuk membiayai defisit APBN;


membiayai kegiatan prioritas kementerian/lembaga; mengelola portofolio utang;
diterus-pinjamkan kepada pemerintah daerah; diterus-pinjamkan kepada BUMN; dan
atau dihibahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat menerus-
pinjamkan dan/atau menerus-hibahkan pinjaman luar negeri kepada BUMD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Pelaksanaan APBD
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menatapkan bahwa “Penerimaan daerah
dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri dari: “Pendapatan Daerah dan Pembiayaan”.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 63


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dan


mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah memiliki kewenangan:
1. Menyusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
2. Mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungiawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;
3. Menetapkan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan
APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
4. Menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah;
5. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait Pengelolaan
Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau
masyarakat;
6. Menetapkan kebijakan pengelolaan APBD;
7. Menetapkan KPA;
8. Menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;
9. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah;
10. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan Utang dan
Piutang Daerah;
11. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran;
12. Menetapkan pejabat lainnya dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
13. Melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 64


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pelimpahan kewenangan oleh Kepala Daerah atas sebagian atau seluruh


kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan Keuangan Daerah kepada:
1. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah;
2. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD;
3. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Aanggaran
(PA).

Kepala Daerah

Sekda selaku KSPKD selaku KSKPD


Koordinator PPKD (BUD) selaku PA

KBUD KPA

PPTK

Bendahara Bendahara
Penerimaan Pengeluaran

Bendahara Bendahara
Penerimaan Pengeluaran
Pembantu Pembantu

Gambar 5 Pelimpahan Kewenangan Kepala Daerah

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) memberitahukan kepada semua


0Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) agar menyusun dan menyampaikan
rancangan Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD) paling lambat 3
(tiga) hari kerja setelah APBD ditetapkan. Rancangan DPA-SKPD memuat rincian
sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, kegiatan, anggaran yang disediakan

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 65


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja
serta pendapatan yang diperkirakan.

Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD yang telah disusunnya kepada


PPKD. Tim anggaran pemerintah daerah bersama dengan kepala SKPD yang
bersangkutan melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD. DPA-SKPD yang telah
disahkan disampaikan kepada Kepala SKPD yang bersangkutan, Kepala satuan kerja
pengawasan daerah, dan BPK paling lambat 7 hari kerja sejak tanggal disahkan.

Pelaksanaan APBD terdiri dari pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja dan


pembiayaan. Kemudian setelah satu semester, Pemerintah daerah menyusun laporan
realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
Laporan tersebut disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir bulan
Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan
pemerintah daerah.

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas


bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan.

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat disajikan


dalam gambar berikut ini.

Gambar 6 Pelaksanaan APBD

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 66


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah yang menambah ekuitas dana lancar dan merupakan hak pemerintah daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam bentuk uang dianggarkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Penerimaan Daerah yaitu merupakan rencana Penerimaan Daerah yang terukur


secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber Penerimaan Daerah dan
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerimaan Daerah
terdiri atas:
1. Pendapatan Daerah; dan
2. Penerimaan Pembiayaan Daerah.

Pengeluaran Daerah merupakan rencana Pengeluaran Daerah sesuai dengan


kepastian tersedianya dana atas Penerimaan Daerah dalam jumlah yang cukup.
Pengeluaran Daerah terdiri atas:
1. Belanja Daerah; dan
2. Pengeluaran Pembiayaan Daerah.

Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum
Daerah yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah dan penerimaan lainnya yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai penambah
ekuitas yang merupakan hak daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.

Pendapatan Daerah dirinci menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, jenis,


obyek, dan rincian obyek Pendapatan Daerah. Berikut ini dapat diuraikan struktur
APBD.
1. Pendapatan Daerah
1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
1.1.1 Pajak Daerah
1.1.2 Retribusi Daerah
1.1.3 Hasil Pengelolaan Daerah yang dipisahkan
1.1.4 Lain-lain PAD

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 67


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

1.1.4.1 Hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan;


1.1.4.2 Hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan;
1.1.4.3 Hasil kerjasama daerah;
1.1.4.4 Jasa giro;
1.1.4.5 Hasil pengelolaan dana bergulir;
1.1.4.6 Pendapatan bunga;
1.1.4.7 Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian keuangan daerah;
1.1.4.8 Penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain sebagai
akibat penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi dan/atau
pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau
penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada
bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah
atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan Daerah;
1.1.4.9 Penerimaan keuntungan dan selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing;
1.1.4.10 Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan;
1.1.4.11 Pendapatan denda pajak daerah;
1.1.4.12 Pendapatan denda retribusi daerah;
1.1.4.13 Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
1.1.4.14 Pendapatan dari pengembalian;
1.1.4.15 Pendapatan dan Badan Layanan Umum Daerah; dan
1.1.4.16 Pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

1.2 Pendapatan Trasnfer


1.2.1 Transfer Pemerintah Pusat
1.2.1.1 Dana Perimbangan
1.2.1.1.1 Dana Transfer Umum
1.2.1.1.1.1 Dana Bagi Hasil (DBH)
 Pajak (PBB, PPh Psl. 21, 25, 29,
Cukai hasil tembakau)
 Sumber Daya Alam
1.2.1.1.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 68


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

1.2.1.1.2 Dana Transfer Khusus


1.2.1.1.2.1 Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik
1.2.1.1.2.2 DAK Nonfisik
1.2.1.2 Dana Insentif Daerah
1.2.1.3 Dana Otonomi Khusus
1.2.1.4 Dana Istimewa
1.2.1.5 Dana Desa
1.2.2 Transfer Antar Daerah
1.2.2.1 Pendapatan Bagi Hasil
1.2.2.2 Bantuan Keuangan
1.2.2.2.1 Bantuan Keuangan dari Daerah Provinsi
1.2.2.2.2 Bantuan Keuangan dari Daerah Kabupaten/Kota

1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah


1.3.1 Hibah;
1.3.2 Dana Darurat; dan/atau
1.3.3 Lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2. Belanja Daerah
2.1 Belanja operasi
2.1.1 Belanja pegawai
2.1.2 Belanja barang dan jasa
2.1.3 Belanja bunga
2.1.4 Belanja subsidi
2.1.5 Belanja hibah
2.1.6 Belanja bantuan sosial
2.2 Belanja modal
2.2.1 Belanja tanah
2.2.2 Belanja perlatan dan mesin
2.2.3 Belanja bangunan dan gedung
2.2.4 Belanja jalan, irigasi dan jaringan
2.2.5 Belanja aset tetap lainnya
2.2.6 Belanja aset lainnya

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 69


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

2.3 Belanja tidak terduga


2.4 Belanja transfer
2.4.1 Belanja bagi hasil
2.4.2 Belanja bantuan keuangan

3. Pembiayaan Daerah
3.1 Penerimaan pembiayaan
3.1.1 SiLPA
3.1.1.1 Pelampuan penerimaan PAD
3.1.1.2 Pelampauan penerimaan pendapatan transfer
3.1.1.3 Pelampauan penerimaan lain-lain Pendapatan Daerah yang
sah
3.1.1.4 Pelampauan penerimaan Pembiayaan
3.1.1.5 Penghematan belanja
3.1.1.6 Kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun
belum terselesaikan. dan/atau g. sisa dana akibat tidak
tercapainya capaian target Kinerja dan sisa dana
pengeluaran Pembiayaan.
3.1.1.7 Sisa dana akibat tidak tercapainya capaian target Kinerja
dan sisa dana pengeluaran Pembiayaan.
3.1.2 Pencairan Dana Cadangan
3.1.3 Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah
3.1.4.1 Pemerintah Pusat
3.1.4.2 Pemerintah Daerah lain
3.1.4.3 Lembaga Keuangan Bank
3.1.4.4 Lembaga Keuangan Bukan Bank
3.1.4.5 Masyarakat
3.1.5 Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman Daerah
3.1.6 Penerimaan pembayaran lainnya sesuai dengan ketentuan perturan
perundang-undangan
3.2 Pengeluaran pembiayaan
3.2.1 Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo
3.2.2 Penyertaan modal daerah

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 70


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

3.2.3 Pembentukan Dana Cadangan


3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah
3.2.3 Pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

Pendapatan Daerah terdiri atas 1) Pendapatan Asli Daerah; 2) Pendapatan Transfer;


dan 3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
meliputi: pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pajak daerah dan retribusi
daerah meliputi pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sedangkan Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan Penerimaan Daerah atas
hasil penyertaan modal daerah.

Pendapatan Transfer meliputi: 1) Transfer Pemerintah Pusat; dan 2) Transfer Antar-


Daerah. Transfer Pemerintah Pusat terdiri atas: Dana Perimbangan; Dana Insentif
Daerah; Dana Otonomi Khusus; Dana Keistimewaan; dan Dana Desa sedangkan
Transfer Antar Daerah terdiri atas: Pendapatan Bagi Hasil; dan Bantuan Keuangan.

Dana perimbangan terdiri atas: Dana Transfer Umum; dan Dana Transfer Khusus.
Dana Transfer Umum terdiri atas: Dana Bagi Hasil (DBH); dan Dana Alokasi
Umum (DAU). Dana Transfer Khusus terdiri atas: Dana Alokasi Khusus (DAK)
Fisik; dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik.

Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah terdiri atas: Hasil penjualan BMD yang
tidak dipisahkan; Hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan; Hasil kerja sama
daerah; Jasa giro; Hasil pengelolaan dana bergulir; Pendapatan bunga; Penerimaan
atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah; Penerimaan komisi, potongan, atau
bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau
pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat
penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah
atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan Daerah; Penerimaan keuntungan
dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; Pendapatan denda atas
keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; Pendapatan denda pajak daerah; Pendapatan

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 71


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

denda retribusi daerah; Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; Pendapatan dari
pengembalian; Pendapatan dari BLUD; dan Pendapatan lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang
tidak perlu diterima kembali oleh Daerah dan pengeluaran lainnya yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perLtndang-undangan diakui sebagai pengurang ekuitas
yang merupakan kewajiban daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.

Pembiayaan Daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali


dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
berkenaan maupun pada tahun anggaran berikutnya.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 72


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

E. Tes Formatif Kegiatan Belajar 2

1. Terdapat beberapa fungsi dari APBN/APBD, antara lain fungsi otorisasi, yaitu
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja tahun yang bersangkutan. Yang
tidak termasuk dalam fungsi APBN/APBD adalah:
A Alokasi
B Target
C Perencanaan
D Distribusi

2. APBN/APBD sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan


fundamental perekonomian merupakan fungsi:
A Alokasi
B Stabilisasi
C Pengawasan
D Target

3. Penyusunan APBN/APBD tidak terlepas dari Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional (SPPN) sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004. Berikut ini yang bukan menjadi tujuan SPPN.
A Menjamin adanya koordinasi di antara pelaku pembangunan, baik di
tingkat Pusat, Pusat dengan Daerah, maupun antar Daerah.
B Menjamin terciptanya integrase, sinkronisasi, dan sinergi bai kantar daerah,
antar ruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah mapun antara Pusat dan
Daerah.
C Menjamin pemerataan alokasi anggaran guna mengurangi adanya
kesenjangan kesejhateraan antara Pusat dan Daerah mapun antar Daerah.
D Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 73


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

4. Pada tingkatan perencanaan strategis manakah visi, misi dan program Presiden
terpilih dipertimbangkan?
A Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang.
B Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menegah..
C Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga.
D Penyusunan Rencana Strategis Pemerintah Daerah.

5. Pendapatan yang direncanakan dalam tahap Penganggaran merupakan perkiraaan


yang terukur secara nasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan,
sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas
tertinggi pengeluaran belanja. Pernyataan tersebut di atas merupakan aplikasi dari
prinsip penganggaran:
A Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
B Disiplin Anggaran
C Keadilan Anggaran
D Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

6. Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen


untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan dengan manfaat
yang dihasilkan. Untuk mencapai tujuan tesebut, maka:
A Tujuan yang hendak dicapai ditetapkan berikut ukuran pencapaiannya. .
B Tujuan disepakati berikut ukuran pencapainnya.
C Pengumpulan informasi atas realisasi pencapaian tujuan.
D Analisis hasil pengumpulan informasi tentang pencapaian tujuan.

7. Perencanaan dan Penganggaran APBN yang telah disepakati oleh semua pihak
yang terkait dilanjutkan ke tahapan Penetapan/persetujuan APBN oleh DPR.
Apabila APBN tahun 2021 yang diajukan untuk disetujui, pada bulan berapakah
usulan APBN tersebut diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR?
A Juni – Oktober 2020
B Juli – Oktober 2020
C September – November 2020
D Oktober – Desember 2020

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 74


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

8. Tahapan Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN dilakukan oleh Badan


Pemeriksa Keuangan (BPK). Penetapan waktu maksimal penyerahan Laporan
Pertanggungjawaban Pemerintah kepada DPR adalah:
A 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
B 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
C 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
D 6 (enam) bulan setelah tahun anggarana yang bersangkutan berakhir.

9. Dalam penyusunan APBD, Pemerintah Daerah perlu menyusun Kebijakan


Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang
menjadi acuan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam menyusun
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Yang tidak termasuk dalam Kebijakan
Umum APBD adalah:
A Prinsip dan Kebijakan penyusunan APBD.
B Teknis penyusunan APBD
C Pokok-pokok kebijakan sinkronisasi dengan kebijakan Pemerintah Pusat.
D Program dan kegiatan yang dicanangkan oleh Presiden terpilih.

10. Dalam menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
oleh Pemerintah Daerah meliputi beberapa tahapan. Tahapan yang tidak tepat dari
penyusunan rancangan PPAS adalah:
A Penetapan total anggaran penerimaan dan pengeluaran.
B Penentuan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan.
C Penentuan urutan program untuk masing-masing urusan.
D Penyusunan plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 75


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

KEGIATAN BELAJAR 3:
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN ATAS
PELAKSANAAN ANGGARAN NEGARA DAN DAERAH

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 3, peserta diharapkan mampu:
 Peserta diharapkan mampu menjelaskan Pertanggungjawaban dan
Pelaporan atas Pelaksanaan Anggaran Negara dan Daerah

A. Pendahuluan
Dari aspek hukum, Anggaran Pendapatan da Belanja Negara (APBN) merupakan mandat
dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Pemerintah untuk melakukan penerimaan
atas pendapatan negara dan menggunakannya sebagai pengeluaran untuk tujuan tertentu
dan dalam batas jumlah yang ditetapkan dalam satu tahun anggaran.

Mandat yang diberikan oleh DPR tersebut harus dipertanggungjawabkan dalam bentuk
Laporan Keuangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara. Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 30 menyatakan: “Presiden menyampaikan


rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.” Berdasarkan rancangan
undang-undang tersebut, DPR akan menetapkannya menjadi Undang-Undang
Pertanggungjawaban APBN.

B. Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran


Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 8 menyatakan
bahwa dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan
mempunyai tugas, butir g. Menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Kemudian pada Pasal 9 Undang-Undang yang
sama dinyatakan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pengguna
© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 76
Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

anggaran/pengguna barang Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas,


butir g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga
yang dipimpinnya. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Pasal 30 menyatakan bahwa Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.

Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola
keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan oleh kepala satuan kerja perangkat
daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah


mempunyai tugas melaksanakan fungsi bendahara umum dan menyusun laporan keuangan
yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah
mempunyai tugas menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya.

Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBDkepada DPRD berupa laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah tahun anggaran berakhir.

Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD,


Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri
dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 77


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum


Dalam penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan serta pertanggungjawaban
keuangan, Badan Layanan Umum (BLU) wajib menerapkan sistem informasi manajemen
keuangan sesuai dengan kebutuhan dan praktek bisnis yang sehat. Setiap transaksi
keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya wajib dikelola secara
tertib. Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Dalam hal
belum adanya standar akuntansi, maka BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri
yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) setidak-tidaknya meliputi:
1. Laporan Realisasi Anggaran/ Laporan Operasional
2. Neraca
3. Laporan Arus Kas
4. Catatan atas Laporan Keuangan
5. Laporan Kinerja

Apabila BLU memiliki beberapa unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU, maka laporan
keuangan masing-masing unit dikonsolidasikan ke dalam Laporan Keuangan BLU. Lembar
muka laporan keuangan unit-unit usaha dimuat sebagai lampiran laporan keuangan BLU.

Laporan keuangan BLU secara berkala wajib paling lambat 1 (satu) bulan setelah
berakhirnya periode pelaporan disampaikan kepada menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya yang kemudian akan
dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga/SKPD/pemerintah
daerah. Penggabungan laporan keuangan BLU pada laporan keuangan kementerian
negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 78


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Pimpinan BLU bertanggungjawab terhadap kinerja operasional BLU sesuai dengan tolok
ukur yang ditetapkan dalam Rencana Belanja Anggaran (RBA). Untuk itu, maka pimpinan
BLU mengihktisarkan dan melaporkan kinerja operasional BLU secara terintegrasi dengan
laporan keuangan BLU.

Surplus dari hasil operasional dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali
atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya,
disetorkan sebagaian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan
mempertimbangkan posisi likuiditas BLU. Apabila terjadi adanya defisit, maka defisit
anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya untuk diajukan
anggaran untuk menutup defisit defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN/APBD
tahun anggaran berikutnya.

Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan


sebagai auditor ekstern.

C. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran

1. Prinsip Dasar Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan


Anggaran
Berdasarkan landasan hukum yang tertuang pada Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 5 ayat (2), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerinah Daerah, maka terbitlah
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan sebagai ketentuan hukum tentang laporan keuangan sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah.

Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang


dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara
akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya, serta pengguna
laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 79


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan terdiri dari 8 (delapan) prinsip yang
digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah, yaitu:
1. Basis akuntansi;
2. Prinsip nilai historis;
3. Prinsip realisasi;
4. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;
5. Prinsip periodisitas;
6. Prinsip konsistensi;
7. Prinsip pengungkapan lengkap; dan
8. Prinsip penyajian wajar.

1. Basis Akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis
akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO (Laporan Operasional), beban, aset,
kewajiban, dan ekuitas. Dalam hal peraturan perundangan mewajibkan
disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan
laporan demikian.

Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan diakui pada saat hak untuk
memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di
Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban
diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih
telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak
luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada LO.

Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, maka Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) disusun berdasarkan basis kas, berarti bahwa
pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di
Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta belanja,
transfer dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari
Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran
disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun
berdasarkan basis akrual.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 80


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas diakui dan
dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi
lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat
kas atau setara kas diterima atau dibayar.

Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan


menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan
menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan,
belanja, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas
dana. Namun demikian, penyajian Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan
basis kas.

2. Prinsip Nilai Historis (Historical Cost)


Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai
wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat
perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan
akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam
pelaksanaan kegiatan pemerintah.

Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih
obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, dapat
digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait.

3. Prinsip Realisasi
Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui
anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan digunakan untuk membayar
utang dan belanja dalam periode tersebut.

Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against revenue principle) dalam


akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan sebagaimana dipraktikkan
dalam akuntansi komersial.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 81


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

4. Prinsip Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form)


Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa
lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu
dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan
hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak
konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus
diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

5. Prinsip Priodisitas
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi
menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan
posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang
digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan semesteran
juga dianjurkan.

6. Prinsip Konsistensi (Consistency)


Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari
periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal
ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu metode akuntansi
ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah
dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu memberikan
informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas perubahan
penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

7. Prinsip Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure)


Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat
ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau Catatan atas
Laporan Keuangan.

8. Prinsip Penyajian Wajar (Fair Presentation)


Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 82


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

2. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat


Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa sesuai pasal 55 dari Undang-
Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan
selaku Pengelola Fiskal bertugas menyusun Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebelumnya Menteri/Pimpinan
lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang, dan Menteri Keuangan
(Chief Operational Officer) menyampaikan laporan keuangan yang meliputi
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang
dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian
negara/lembaga masing-masing kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya
2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Menteri Keuangan dalam hal ini
bertindak sebagai Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer) dan juga
sebagai pengguna anggaran/pengguna barang (Chief Operational Officer). Sebagai
entitas pelaporan, laporan keuangan kementerian/lembaga tersebut sebelumnya
telah diperiksa BPK dan diberi opini atas laporan keuangan.

Oleh Menteri Keuangan laporan-laporan atas pertanggungjawaban pengguna


anggaran/pengguna barang tersebut dikonsolidasikan menjadi Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat sebagai bagian pokok dari RUU tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang akan disampaikan Presiden
kepada DPR. DPR melalui alat kelengkapannya yaitu Komisi akan membahas
RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan pihak pemerintah.
Pembahasan dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan semester dan
opini BPK. Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, DPR memberikan
persetujuannya dan menyampaikan persetujuan atas RUU tersebut kepada
Pemerintah untuk diundangkan.

3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah


Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah merupakan proses penyusunan dan
penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah oleh entitas pelaporan sebagai
hasil konsolidasi atas laporan keuangan SKPD selaku entitas akuntansi. Laporan
keuangan pemerintah daerah merupakan hasil konsolidasi dari seluruh laporan
keuangan SKPD.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 83


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Laporan keuangan SKPD disusun dan disajikan oleh Kepala SKPD selaku
Pengguna Anggaran (PA) sebagai entitas akuntansi paling sedikit meliputi:
Laporan Realisasi Anggaran (LRA); Neraca; Laporan Operasional (LO);
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE); dan Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK).

Laporan Keuangan SKPD disampaikan kepada Kepala Daerah melalui PPKD


paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan
ketentuan peraturan perurndangundangan. Selanjutnya, Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah disusun dan disajikan oleh Kepala SKPKD selaku PPKD
sebagai entitas pelaporan untuk disampaikan kepada Kepala Daerah dalam
rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Laporan keuangan Pemerintah Daerah disusun dan disajikan oleh kepala


SKPKD selaku PPKD sebagai entitas pelaporan untuk disampaikan kepada
Kepala Daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disampaikan kepada Kepala
Daerah melalui Sekretaris Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun
anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah paling sedikit meliputi:


1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL);
3. Neraca;
4. Laporan Operasional (LO);
5. Laporan Arus Kas (LAK);
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE); dan
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Laporan keuangan Pemerintah Daerah tersebut di atas sebelum disampaikan


kepada Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan reviu terlebih dahulu oleh Aparat
Pengawas Internal Pemerintah (APIP) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebelum disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan
untuk dilakukan pemeriksaan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 84


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Laporan keuangan Pemerintah Daerah disampaikan kepada Kepala Daerah


melalui Sekretaris Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Negara


a. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dalam Pasal 32 yang mengamanatkan bahwa bentuk dan isi
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sesuai dengan amanat
Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), peraturan tersebut merupakan perubahan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Perubahan secara nyata pada peraturan
tersebut adalah perubahan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi SAP
Berbasis Akrual. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah, bahwa penerapan
SAP berbasis akrual pada pemerintah daerah paling lambat mulai tahun
anggaran 2015.

Sistem akuntansi pemerintah pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur, baik


manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi
keuangan pemerintah pusat.

Ruang lingkup SAPP adalah pemerintah pusat (dalam hal ini lembaga tinggi
Negara dan lembaga eksekutif) serta pemerintah daerah yang mendapatkan
dana dari APBN (terkait dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan) sehingga
tidak dapat diterapkan untuk lingkungan pemda atau lembaga keuangan
negara.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 85


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku untuk seluruh unit organisasi pada
Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka
pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan yang dananya
bersumber dari APBN serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan
Perhitungan.Sistem akuntansi pemerintah pusat memiliki tujuan dan
karakteristik untuk mencapai tujuanya.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) kemudian disampaikan kepada


DPR sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum
disampaikan kepada DPR, LKPP tersebut diaudit terlebih dahulu oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).

Komponen laporan keuangan pemerintah berbasis akrual terdiri dari:


1) Laporan Pelaksanaan Anggaran, yang terdiri atas Laporan Realisasi
Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.
2) Laporan Finansial, yang terdiri atas: Neraca, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas. Adapun Laporan
Operasional (LO) disusun untuk melengkapi pelaporan dan siklus
akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan Laporan Opersional,
Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang
dapat dipertanggungjawabkan.
3) Catatan atas Laporan Keuangan. .

Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) terdapat 2 (dua) sub sistem yaitu:
Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dilaksanakan oleh
Kementerian Keuangan selaku BUN dan Pengguna Anggaran Bagian
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP) dan Sistem Akuntansi Instansi
(SAI) yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga. Dalam
pelaksanaan SAI, Kementerian Negara/Lembaga membentuk unit akuntansi
keuangan dan unit akuntansi barang. Dalam menjelaskan tentang Sistem
akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, Menteri Keuangan
mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013
Tentang Sistem Akuntansi dan Peaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 86


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

b. Sistem Akuntansi Instansi


Setiap kementerian negara/lembaga menyelenggarakan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI). Penyelenggaraan SAI dilakukan secara berjenjang mulai dari
tingkat Satuan kerja (Satker) sampai dengan tingkat kementerian
negara/lembaga termasuk Satker BLU dan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi/Dana Tugas
Pembantuan. Sistem Akuntansi Instansi meliputi:
1) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; dan
2) Akuntansi dan Pelaporan Barang Milik Negara (BMN)

SAI memproses data transaksi keuangan, barang, dan transaksi lainnya.


Pemrosesan transaksi tersebut dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi
Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan dan laporan barang
kementerian negara/lembaga. Dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan
pelaporan keuangan instansi, kementerian/lembaga membentuk unit akuntansi
dan pelaporan keuangan yang terdiri dari:
1) Unit Akuntansi Kuasa Penggunaan Anggaran (UAKPA);
2) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W);
3) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1);
dan
4) Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran
(UAPA).

Satker selaku UAKPA memproses transaksi keuangan dan barang


menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan
Keuangan tingkat UAKPA. Laporan Keuangan tingkat UAKPA terdiri atas:
1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2) Laporan Operasional;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Neraca.

UAKPA menyampaikan Laporan Keuangan beserta Arsip Data Komputer


(ADK) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setiap
bulan. UAKPA menyampaikan Laporan Keuangan beserta ADK kepada

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 87


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

UAPPA-W setiap bulan, semester I, dan tahunan. UAKPA dengan


kewenangan Kantor Pusat, menyampaikan Laporan Keuangan beserta ADK
kepada UAPPA-E1 setiap bulan, semester I, dan tahunan. Penyampaian
Laporan Keuangan semester I dan tahunan disertai dengan CaLK. UAKPA
yang tidak menyampaikan Laporan Keuangan dikenakan sanksi administratif.

SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi merupakan UAKPA


Dekonsentrasi. Penanggung jawab UAKPA Dekonsentrasi adalah Kepala
SKPD. UAKPA Dekonsentrasi memproses transaksi keuangan dan barang
dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan
Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi.

Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi terdiri atas:


1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2) Laporan Operasional;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Neraca.

UAKPA Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan beserta ADK


kepada KPPN setiap bulan. UAKPA Dekonsentrasi menyampaikan Laporan
Keuangan beserta ADK kepada UAPPA-W Dekonsentrasi dan UAPPA-E1
yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi setiap bulan, semester I, dan
tahunan. Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan disertai
dengan CaLK. UAKPA Dekonsentrasi yang tidak menyampaikan Laporan
Keuangan dikenakan sanksi administratif.

SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan merupakan


UAKPA Tugas Pembantuan. Penanggung Jawab UAKPA Tugas Pembantuan
adalah Kepala SKPD. UAKPA Tugas Pembantuan memproses transaksi
keuangan dan barang dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk
menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 88


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan terdiri atas:


1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2) Laporan Operasional;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Neraca.

UAKPA Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan beserta ADK


kepada KPPN setiap bulan. UAKPA Tugas Pembantuan menyampaikan
Laporan Keuangan beserta ADK kepada UAPPA-W Tugas Pembantuan dan
UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan setiap bulan,
semester I, dan tahunan. Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan
tahunan disertai dengan CaLK. UAKPA Tugas Pembantuan yang tidak
menyampaikan Laporan Keuangan dikenakan sanksi administratif.

Kantor wilayah atau Satker yang ditunjuk selaku UAPPA-W menggabungkan


Laporan Keuangan yang berasal dari UAKPA di wilayah kerjanya
menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan
Keuangan tingkat UAPPA-W. Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W terdiri
atas:
1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2) Laporan Operasional;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Neraca.

UAPPA-W menyampaikan Laporan Keuangan kepada Kantor Wilayah


Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan. UAPPA-W
menyampaikan Laporan Keuangan beserta ADK kepada UAPPA-E1 setiap
bulan, semester I, dan tahunan. Penyampaian Laporan Keuangan semester I
dan tahunan disertai dengan CaLK. Apabila UAPPA-W tidak menyampaikan
Laporan Keuangan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap
UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPA-W.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 89


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi melakukan proses penggabungan


Laporan Keuangan yang berasal dari UAPPA-W Dekonsentrasi di wilayah
kerjanya. Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi menyusun Laporan
Keuangan Dana Dekonsentrasi berdasarkan hasil penggabungan Laporan
Keuangan. Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi menyampaikan Laporan
Keuangan Dana Dekonsentrasi kepada Gubernur setiap semester I dan
tahunan.

Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan Laporan Keuangan Dana Tugas


Pembantuan di tingkat wilayah, Kepala Daerah dapat membentuk UAPPA-W
Tugas Pembantuan pada setiap dinas pemerintah daerah. Penanggung Jawab
UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Dinas Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah merupakan Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan.
Penanggung Jawab Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepala
Daerah. Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPA-W Tugas
Pembantuan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah berkoordinasi dengan
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. UAPPA-W
Tugas Pembantuan memproses penggabungan Laporan Keuangan yang
berasal dari UAKPA Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya menggunakan
Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat
UAPPA-W Tugas Pembantuan. Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Tugas
Pembantuan terdiri atas:
1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2) Laporan Operasional;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Neraca.

UAPPA-W Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan kepada


Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan. UAPPA-
W Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan beserta ADK
kepada UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan dan
Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan setiap bulan, semester I, dan
tahunan. Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan disertai
dengan CaLK. Dalam hal UAPPA-W Tugas Pembantuan tidak

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 90


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

menyampaikan Laporan Keuangan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal


Perbendaharaan mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi
administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPA-W
Tugas Pembantuan. Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan melakukan
proses penggabungan Laporan Keuangan yang berasal dari UAPPA-W Tugas
Pembantuan di wilayah kerjanya. Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan
menyusun Laporan Keuangan Dana Tugas Pembantuan berdasarkan hasil
penggabungan Laporan Keuangan. Koordinator UAPPA-W Tugas
Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan Dana Tugas Pembantuan
kepada kepala daerah setiap semester dan tahunan.

UAPPA-E1 menggabungkan Laporan Keuangan yang berasal dari UAPPA-W


yang berada di wilayah kerjanya termasuk Laporan Keuangan UAPPA-W
Dekonsentrasi, Laporan Keuangan UAPPA-W Tugas Pembantuan,
dan Laporan Keuangan UAKPA yang langsung berada di bawah UAPPA-E1
untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1. Penggabungan
Laporan Keuangan dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi
terintegrasi. Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1 terdiri atas:
1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2) Laporan Operasional;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Neraca.

UAPPA-E1 menyampaikan Laporan Keuangan beserta ADK kepada UAPA


setiap bulan, semester I, dan tahunan. Penyampaian Laporan Keuangan
semester I dan tahunan wajib disertai dengan CaLK.

UAPA memproses penggabungan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1


menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan
Keuangan kementerian negara/lembaga. Laporan Keuangan terdiri atas:
1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2) Laporan Operasional;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Neraca.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 91


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

UAPA menyampaikan Laporan Keuangan kepada Menteri Keuangan c.q.


Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan, semester I, dan tahunan.
Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan disertai dengan
CaLK. Apabila antar tingkat unit akuntansi telah menyelenggarakan single
database, maka penyampaian Laporan Keuangan tidak perlu disertai ADK.

c. Sistem akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN).


SA-BUN dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN dan
Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan
(BAPP). Sistem akuntansi BUN terdiri atas:
1) Sistem Akuntansi Pusat (SIAP), yang meliputi:
(a) Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN) yang
menghasilkan Laporan Arus Kas (LAK), Neraca Kas Umum
Negara (KUN), dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran
Kas dan Laporan Perubahan Posisi Kas;
(b) Sistem Akuntansi Umum (SAU) yang menghasilkan Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca SAU.
2) Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SA-UP&H);
3) Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP);
4) Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP);
5) Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD);
6) Sistem Akuntansi Belanja Subsidi dan Belanja Lain-Lain (SA-BSBL);
7) Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK);
8) Sistem Akuntansi Badan Lainnya (SA-BL).

Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan BUN, pengolahan data


dilaksanakan Kementerian Keuangan selaku BUN, yang terdiri atas:
1) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Unit Akuntansi
Kuasa Bendahara Umum Negara Kantor Wilayah (UAKBUN-D
KANWIL);
2) Kantor Wilayah DJPBN selaku Unit Akuntansi Kuasa Koordinator
Bendahara Umum Negara Kantor Wilayah (UAKKBUN
KANWIL);

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 92


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

3) Direktorat Pengelolaan Kas Negara selaku Unit Akuntansi Kuasa


Bendahara Umum Negara Pusat (UAKBUN-P);
4) Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku Unit
Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara (UAPBUN) dan
Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara (UABUN);
5) Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman selaku Uni Akuntansi
Pembantu Bendahara Umum Negara (UAPBUN);
6) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selaku Unit Akuntansi
Pembantu Bendahara Umum Negara (UAPBUN);
7) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang selaku Unit Akuntansi
Pembantu Bendahara Umum Negara (UAPBUN);
8) Direktorat Jenderal Anggaran selaku Unit Akuntansi Pembantu
Bendahara Umum Negara (UAPBUN);
9) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Unit Akuntansi
Pembantu Bendahara Umum Negara (UAPBUN);
10) Badan Lainnya selaku Unit Akuntansi Pembanu Bendahara Umum
Negara selaku Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara
(UAPBUN).

Prosedur pemrosesan data akuntansi dimulai dari:


1) KPPN memroses dokumen sumber untuk menghasilkan Laporan
Keuangan beruapa Laporan Arus Kas (LAK), Neraca Kas Umum
Negara (KUN), Neraca Sistem Akuntansi Umum (SAU) dan
Laporan Realisasi Anggaran (LRA). KPPN melakukan rekonsiliasi
LRA dengan seluruh satuan kerja dan KPKNL di wilayah kerjanya
setiap bulan. KPPN menyusun Laporan Keuangan tingkat KPPN
dan menyampaikannya berserta data akuntansi berupa Arsip Data
Komputer (ADK) ke Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan.
Khusus KPPN yang meroses data pengeluaran Bantuan Luar
Negeri (BLN) menyampaikan Laporan Keuangan berserta ADK-
nya ke Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 93


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

2) Kanwil Ditjen Perbendaharaan melakukan penyusunan Laporan


Keuangan berupa LAK, Neraca KUN, dan LRA berdasarkan
konsolidasi Laporan Keuangan dari seluruh KPPN di wilayah
kerjanya. Kanwil Ditjen Perbendaharaan melakukan rekonsiliasi
LRA dengan UAPPA-W di wilayahnya setiap triwulan. Kanwil
Dtjen Perbendaharaan mengirimkan Laporan Keungan setiap
triwulan. Kanwil beserta ADK-nya ke Direktorat Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan.
3) Direktorat Pengelolaan Kas Negara selaku kuasa Bendahara Umum
Negara (BUN) memroses transaksi penerimaan dan pengeluaran
Kas Umum Negara melalui BUN, serta menyampaikan laporan
beserta ADK kepada Direktorat Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan.
4) Direktorat Pengelolaan Dana Investasi memroses transaksi investasi
pemerintah serta menyampaikan laporan dan ADK kepada
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
5) Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman memroses transaksi
piutang jangka pendek maupun piutang jangla panjang yang berasal
dari pinjaman yang diteruspinjamkan baik kepada BUMN maupun
perusahaan daerah serta menyampaikan laporan dan ADK kepada
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
6) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang memroses transaksi yang
berhubungan dengan Utang Negara, Penerimaan dan Pengeluaran
Pembiayaan serta Hibah selanjutnya menyampaikan laporan berserta
ADK kepada Direktroat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
7) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara memroses transaksi Barang
Milik Negara, Penyertaan Modal Negara dan Investasi Permanen
serta Investasi Pemerintah lainnya serta menyampaikan laporan dan
ADK kepada Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
8) Direktorat Jenderal Anggaran memroses transaksi Belanja Subsidi
dan Belanja Lain-lain yang dilaksanakan oleh
Kementerian/Lembaga serta menyampaikan laporan dan ADK
kepada Direktrorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 94


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

9) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan memroses transaksi


Transfer ke Daerah serta menyampaikan laporan dan ADK kepada
Direktroat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
10) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan memroses transaksi
Transfer ke Daerah serta menyampaikan laporan dan ADK kepada
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
11) Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan melakukan
konsolidasi seluruh laporan keuangan yang diterima dari Kanwil,
laporan keuangan dari KPPN, pengelolan transaksi pengeluaran
BLN, dan transaksi penerimaan dan pengeluaran melalui BUN.

Mekanisme pelaporan Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara


adalah:
1) KPPN mengirim semua file data setiap hari dan laporan keuangan
setiap bulan ke Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara
(DJPBN) c.q. Bidang AKLAP sedangkan KPPN yang khusus
memroses data BLN mengirim semua file data setiap hari ke
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (DAPK).
2) Kanwil DJPBN menyampaikan file data dan laporan keuangan
setiap triwulan ke DAPK sebagai bahan penyusunan Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat.
3) Direktorat Pengelolaan Kas Negara (Dit.PKN) menyampaikan file
data dan laporan keuangan BUN setiap bulan ke DAPK sebagai
bahan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Dit. PKN
melakukan rekonsiliasi data dengan Dit. APK.
4) Seluruh Unit Akuntansi di bawah Unit Akuntansi Bendahara Umum
Negara menyampaikan:
a) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang selaku UAPBUN-UH
menyampaikan data beruapa laporan dan ADK ke Entitas BUN
dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan Entitas
BUN;
b) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selaku UAPBUN-IP
menyampaikan data berupa laporan dan ADK ke Entitas BUN

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 95


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan Entitas


BUN;
c) Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman selaku UAPBUN-
PP menyampaikan data berupa laporan dan ADK ke Enitas
BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan
Entitas BUN;
d) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku UAPBUN-
TD menyampaikan data berupa laporan dan ADK ke Entitas
BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan
Entitas BUN;
e) Direktorat Jenderal Anggaran selaku UAPBUN-BSBL
menyampaikan data berupa laporan dan ADK ke Entitas BUN
dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan Entitas
BUN;
f) Direktorat Jenderal Anggaran selaku UAPBUN-BSBL
menyampaikan data berupa laporan dan ADK ke Enitas BUN
dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan Entitas
BUN;
g) Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku
UAPBUN-BL menyampaikan laporan gabungan Badan Lainnya
ke Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan
gabungan Entitas BUN;
h) Unit Akuntansi yang mengelola Transaksi Khusus selaku
UAPBUN-TK menyampaikan data berupa laporan dan ADK ke
Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan
gabungan Entitas BUN.

5) Entitas BUN menyampaikan Laporan Keuangan Gabungan dan


ADK seluruh entitas di bawah BUN ke Direktorat Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan sebagai bahan penyusunan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
6) Presiden c.q. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perbendaharaan menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat kepada BPK tiap semester dan tahunan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 96


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

7) Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap


Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang disampaikan Presiden.

d) Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah


Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) adalah rangkaian sistematik dari
prosedur, penyelenggara, peralatan dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi
akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di
lingkungan organisasi pemerintahan daerah.

Kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang berlaku bagi entitas akuntansi


dan entitas pelaporan pemerintah daerah, terdiri atas: Kebijakan Akuntansi
Pelaporan Keuangan; dan Kebijakan Akuntansi Akun.

Kebijakan akuntansi pelaporan keuangan memuat penjelasan atas unsur-unsur


laporan keuangan yang berfungsi sebagai panduan dalam penyajian pelaporan
keuangan. Kebijakan akuntansi akun mengatur definisi, pengakuan,
pengukuran, penilaian dan/atau pengungkapan transaksi atau peristiwa sesuai
dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) atas: Pemilihan
metode akuntansi atas kebijakan akuntansi dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP); dan pengaturan yang lebih rinci atas kebijakan akuntansi
dalam SAP.

Bagan Akun Standar (BAS) merupakan pedoman bagi pemerintah daerah


dalam melakukan kodefikasi akun yang menggambarkan struktur laporan
keuangan secara lengkap. Bagan Akun Standar (BAS) tersebut digunakan
dalam pencatatan transaksi pada buku jurnal, pengklasifikasian pada buku
besar, pengikhtisaran pada neraca saldo, dan penyajian pada laporan keuangan.

Bagan Akun Standar (BAS) dirinci sebagai berikut:


1. Level 1 (satu) menunjukkan kode akun;
2. Level 2 (dua) menunjukkan kode kelompok;
3. Level 3 (tiga) menunjukkan kode jenis;
4. Level 4 (empat) menunjukkan kode obyek; dan
5. Level 5 (lima) menunjukkan kode rincian obyek.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 97


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Kode akun tersebut di atas terdiri atas:


1. Akun 1 (satu) menunjukkan aset;
2. Akun 2 (dua) menunjukkan kewajiban;
3. Akun 3 (tiga) menunjukkan ekuitas;
4. Akun 4 (empat) menunjukkan pendapatan-LRA;
5. Akun 5 (lima) menunjukkan belanja;
6. Akun 6 (enam) menunjukkan transfer;
7. Akun 7 (tujuh) menunjukkan pembiayaan;
8. Akun 8 (delapan) menunjukkan pendapatan-LO; dan
9. Akun 9 (sembilan) menunjukkan beban.

Rincian dari Bagan Akun Standar (BAS) dapat diakses pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintah Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.

Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah terdiri atas: Sistem Akuntansi Pejabat


Pengelola Keuangan Daerah (PPKD); dan Sistem Akuntansi Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD).

1) Sistem Akuntansi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD)


Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah perangkat daerah pada
pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

Sistem Akuntansi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) adalah


rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan dan elemen
lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai
dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi yang menjadi
kewenangan dan tanggungjawab SKPD yang bersangkutan. Sistem
akuntansi SKPD mencakup teknik pencatatan, pengakuan dan
pengungkapan atas pendapatan-LO, beban, pendapatan-LRA, belanja,
aset, kewajiban, ekuitas, penyesuaian dan koreksi serta penyusunan
laporan keuangan SKPD.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 98


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Penyajian laporan keuangan terdiri atas: Laporan Realisasi Anggaran


(LRA); Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL); Neraca
(N); Laporan Operasional (LO); Laporan Arus Kas (LAK); Laporan
Perubahan Ekuitas (LPE); dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

2) Sistem Akuntansi PPKD


Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) adalah Kepala Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.

Sistem akuntansi PPKD mencakup teknik pencatatan, pengakuan dan


pengungkapan atas pendapatan-LO, beban, pendapatan-LRA, belanja,
transfer, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas, penyesuaian dan koreksi,
penyusunan laporan keuangan PPKD serta penyusunan laporan
keuangan konsolidasian pemerintah daerah.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 99


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

D. Tes Formatif Kegiatan Belajar 3


1. Menteri Keuangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
mempunyai tugas antara lain menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Laporan Keuangan dimaksud
merupakan gabungan laporan dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara
dan Sistem Akuntansi Instansi. Unit akuntansi keuangan pada
Kementerian/Lembaga terdiri atas yang berikut ini, kecuali:
A Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA)
B Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Eselon 1 (UAPPB-E1)
C Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran (UAPPA-E1)
D Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA)

2. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) terdiri atas sistem yang
berikut ini, kecuali:
A Sistem Akuntansi Pusat (SIAP)
B Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SA-UP&H)
C Sistem Akuntansi Piutang Pemerintah (SAPP)
D Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD)

3. Entitas yang secara teknis menjadi pusat penyusunan Laporan Keuangan


Pemerintah Pusat adalah:
A Direktorat Jenderal Perbendaharaan
B Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
C Direktorat Pengelolaan Kas Negara
D Kantor Wilayah Perbendaharaan.

4. Unit yang memroses transaksi belanja subsidi dan belanja lain-lain yang
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga.
A Direktorat Jenderal Anggaran
B Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
C Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
D Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 100


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

5. Unit yang berperan sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara.


A Direktorat Pengelolaan Dana Investasi
B Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman
C Direktorat Pengelolaan Kas Negara
D Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

6. Unit kerja di Daerah yang berperan sebagai Bendahara Umum Daerah adalah:
A Sekretaris Daerah (Sekda)
B Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
C Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
D Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)

7. Akuntansi dan Laporan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) diselenggarakan


sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh:
A Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
B Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
C Badan Pemeriksa Keuangan.
D Asosiasi Profesi Akuntansi Indonesia.

8. Pemenuhan akuntabilitas berupa Laporan Keuangan oleh Menteri/Pimpinan


Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Barang kepada Menteri Keuangan
ditetapkan selambat-lambatnya:
A 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
B 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
C 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berkhir.
D 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 101


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

9. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Barang menyampaikan


kepada Menteri Keuangan Laporan Keuangan yang terdiri dari berikut ini, tidak
termasuk:
A Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
B Neraca
C Laporan Arus Kas (LAK)
D Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

10. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah disampaikan kepada Kepala Daerah


melalui Sekretaris Daerah paling lambat:
A 2 (dau) bulan setelah tahun anggaran berakhir
B 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir
C 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir
D 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 102


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

KEGIATAN BELAJAR 4:
SANKSI ADMINISTRATIF, GANTI RUGI
DAN KETENTUAN PIDANA

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 4, peserta diharapkan mampu:
 Peserta diharapkan mampu menjelaskan sanksi administrasi, ganti rugi dan
ketentuan pidana dalam pengelolaan APBN/APBD

A. Pendahuluan
Sebagai konsekuensi dari pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, baik dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maupun Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
diatur mengenai ketentuan pidana, sanksi administratif, dan ganti rugi yang berlaku bagi
menteri/pimpinan lembaga serta pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga
yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam
undang-undang. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap para bendahara yang dalam
pengurusan uang/barang yang menjadi tanggung jawabnya telah melakukan perbuatan
melawan hukum yang berakibat merugikan keuangan negara.

Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata
dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Kerugian negara/daerah terjadi disebabkan oleh Tindakan/perbuatan melanggar hukum
atau kelalaian suatu kewajiban oleh Bendahara, Pegawai Negeri Bukan Bendahara, atau
Pejabat lainnya atau Pihak manapun. Kerugian negara/daerah baik atas kekurangan
perbendaharaan (bendahara) atau kekurangan bukan perbendaharaan (pegawai negeri
bukan bendahara atau pejabat lainnya atau pihak manapun) dapat diketahui dari berbagai
sumber informasi.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 103


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, hal mengenai
ketentuan pidana, sanksi administrasi, dan ganti rugi diantaranya diatur dalam pasal 34 dan
35 sebagai berikut:
1. Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan
penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang
APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda
sesuai dengan ketentuan undang-undang.
2. Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah
ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD
diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
3. Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang
kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
4. Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum
atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan
keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
5. Setiap bendahara bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara
yang berada dalam pengurusannya.

B. Informasi dan Pelaporan Kerugian Negara/Daerah


Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata
dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Beberapa sumber informasi terjadinya kerugian negara/daerah meliputi:
1. Hasil Pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung;
2. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP);
3. Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
4. Laporan tertulis yang bersangkutan;
5. Informasi tertulis dari masyarakat secara bertanggung jawab;
6. Perhitungan ex officio; dan/atau
7. Pelapor secara tertulis.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 104


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Ketika diperoleh informasi terjadinya kerugian negara/daerah, maka atasan langsung atau
kepala satuan kerja wajib melakukan verifikasi terhadap informasi tersebut. Dalam
pelaksanaannya, atasan langsung atau kepala satuan kerja dapat menunjuk Pegawai
Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia/Pejabat Lain untuk melakukan tugas verifikasi terhadap informasi itu.

Apabila dalam hal berdasarkan hasil verifikasi terdapat indikasi Kerugian Negara/Daerah,
maka:
1. Atasan kepala satuan kerja/kepala satuan kerja:
a. Melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga; dan
b. Memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, untuk indikasi kerugian
negara yang terjadi di lingkungan satuan kerjanya.
2. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah:
a. Melaporkan kepada Gubernur, Bupati, atau Walikota;
b. Memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, untuk indikasi kerugian
daerah yang terjadi di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah.
3. Gubernur, Bupati, atau Walikota memberitahukan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan, untuk indikasi kerugian daerah yang dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah;
4. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara:
a. Melaporkan kepada Presiden; dan
b. Memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, untuk indikasi kerugian
negara yang dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
5. Presiden memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, untuk indikasi
Kerugian Negara/Daerah yang dilakukan oleh Menteri Keuangan/Pimpinan
Lembaga Negara/Gubernur, Bupati, atau Walikota. Laporan atau pemberitahuan itu
disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diperoleh informasi terjadinya
Kerugian Negara/Daerah.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 105


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

C. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah


Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian kerugian negara atau kerugian daerah terdiri
dari:
1. Pejabat Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah yang selanjutnya disingkat
PPKN/D adalah pejabat yang berwenang untuk menyelesaikan Kerugian
Negara/Daerah.
2. Tim Penyelesaian Kerugian Negara yang selanjutnya disingkat TPKN adalah tim
yang bertugas memproses penyelesaian kerugian negara.
3. Tim Penyelesaian Kerugian Daerah yang selanjutnya disingkat TPKD adalah tim
yang bertugas memproses penyelesaian kerugian daerah.
4. Majelis Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah yang selanjutnya
disebut Majelis adalah para pejabat/pegawai yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur, Bupati atau Walikota untuk
menyampaikan pertimbangan dan pendapat penyelesaian Kerugian
Negara/Daerah.

Berdasarkan laporan hasil verifikasi, Pejabat Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah


(PPKN/D) harus menyelesaikan Kerugian Negara/Daerah dengan melaksanakan
Tuntutan Ganti Kerugian. Pejabat Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (PPKN/D) itu
terdiri dari:
1. Menteri/Pimpinan Lembaga, dalam hal kerugian negara dilakukan oleh Pegawai
Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain di lingkungan Kementerian
Negara/Lembaga;
2. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dalam hal kerugian negara
dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga;
3. Gubernur, Bupati, atau Walikota, dalam hal kerugian daerah dilakukan oleh
Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain di lingkungan Pemerintahan
Daerah; atau
4. Presiden, dalam hal Kerugian Negara/Daerah dilakukan oleh Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara/Pimpinan Lembaga Negara/Gubernur, Bupati,
atau Walikota.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 106


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Kewenangan PPKN/D untuk menyelesaikan Kerugian Negara/Daerah dilaksanakan oleh:


1. Kepala satuan kerja untuk kerugian negara yang dilakukan oleh Pegawai Negeri
Bukan Bendahara atau Pejabat Lain di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga;
dan
2. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah
untuk kerugian daerah yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau
Pejabat Lain di lingkungan Pemerintahan Daerah.

Dalam hal kerugian negara dilakukan oleh kepala satuan kerja, kewenangan untuk
menyelesaikan kerugian negara dilakukan oleh atasan kepala satuan kerja sedangkan dalam
hal kerugian daerah dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
selaku Bendahara Umum Daerah, kewenangan untuk menyelesaikan kerugian daerah
dilakukan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota.

Dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, PPKN/D atau pejabat yang diberi
kewenangan membentuk Tim Penyelesaian Kerugian Negara/Tim Penyelesaian Kerugian
Daerah (TPKN/TPKD). Tim tersebut melakukan pemeriksaan Kerugian Negara/Daerah
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah dibentuk.

Dalam pemeriksaan Kerugian Negara/Daerah, TPKN/TPKD memiliki tugas dan


wewenang:
1. Menyusun kronologis terjadinya Kerugian Negara/Daerah;
2. Mengumpulkan bukti pendukung terjadinya Kerugian Negara/Daerah;
3. Menghitung jumlah Kerugian Negara/Daerah;
4. Menginventarisasi harta kekayaan milik Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau
Pejabat Lain yang dapat dijadikan sebagai jaminan penyelesaian Kerugian
Negara/Daerah; dan
5. Melaporkan hasil pemeriksaan kepada pejabat yang membentuknya.

Bukti-bukti yang dihimpun oleh TPKN/TPKD dapat diperoleh melalui: pengumpulan


dokumen pendukung; dan/atau permintaan keterangan/tanggapan/klarifikasi melalui
wawancara kepada setiap orang yang terlibat/diduga terlibat/mengetahui terjadinya
Kerugian Negara/Daerah yang dituangkan dalam hasil pemeriksaan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 107


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Hasil pemeriksaan Kerugian Negara/Daerah yang dilakukan oleh TPKN/TPKD


disampaikan kepada orang yang diduga menyebabkan Kerugian Negara/Daerah untuk
dimintakan tanggapan. Tanggapan tersebut disampaikan kepada TPKN/TPKD paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat hasil pemeriksaan disampaikan. Apabila
TPKN/TPKD menerima dan menyetujui tanggapan tersebut, maka TPKN/TPKD
memperbaiki hasil pemeriksaan. Namun demikian apabila TPKN/TPKD menolak
tanggapan tersebut, maka TPKN/TPKD melampirkan tanggapan atau klarifikasi tersebut
dalam hasil pemeriksaan. Apabila pihak TPKN/TPKD tidak menerima tanggapan, maka
dianggap tidak ada keberatan atas hasil pemeriksaan.

D. Penentuan Nilai Kerugian Negara/Daerah


Laporan hasil pemeriksaan adanya kerugian negara/daerah harus menyatakan bahwa:
1. Kekurangan uang, surat berharga, dan/atau barang disebabkan perbuatan
melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain;
atau
2. Kekurangan uang, surat berharga, dan/atau barang bukan disebabkan perbuatan
melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.

Laporan hasil pemeriksaan yang dijelaskan di atas setidak-tidaknya memuat hal-hal berikut
ini:
1. Pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kerugian Negara/Daerah; dan
2. Jumlah Kerugian Negara/Daerah.

Pejabat Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (PPKN/D) atau pejabat yang diberi


kewenangan dapat menyampaikan pendapat setuju atau tidak setuju atas laporan hasil
pemeriksaan TPKN/TPKD. Apabila PPKN/D tidak setuju dengan laporan hasil
pemeriksaan TPKN/TPKD, maka PPKN/D atau pejabat yang diberi kewenangan segera
menugaskan TPKN/TPKD untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap materi yang
tidak disetujui. Namun apabila PPKN/PPKD berpendapat setuju dengan laporan hasil
pemeriksaan TPKN/TPKD, maka pejabat yang diberi kewenangan segera menyampaikan
laporan kepada PPKN/D dan PPKN/D segera menugaskan TPKN/TPKD untuk
melakukan penuntutan penggantian Kerugian Negara/Daerah kepada Pihak Yang
Merugikan.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 108


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

Dalam hal Kerugian Negara/Daerah sebagai akibat perbuatan melanggar hukum, Pihak
Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris wajib mengganti
Kerugian Negara/Daerah paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak
ditandatanganinya Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM), yaitu surat
pernyataan dari Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, yang menyatakan
kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa Kerugian Negara/Daerah menjadi
tanggungjawabnya dan bersedia mengganti Kerugian Negara/Daerah dimaksud.

Apabila Kerugian Negara/Daerah diakibatkan karena kelalaian, maka Pihak Yang


Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris wajib mengganti Kerugian
Negara/Daerah dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak SKTJM
ditandatangani.

Pejabat Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (PPKN/D) berwajiban untuk memantau


atas ketaatan Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris
melakukan pembayaran sesuai dengan SKTJM. Dalam rangka penyelesaian Kerugian
Negara/Daerah, dilakukan penentuan nilai atas berkurangnya barang milik negara/daerah
yang berada dalam penguasaan Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain;
dan/atau barang bukan milik negara/daerah yang berada dalam penguasaan Pegawai
Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan.

Penentuan nilai tersebut didasarkan pada nilai buku atau nilai wajar atas barang yang
sejenis. Dalam hal baik nilai buku maupun nilai wajar dapat ditentukan, maka nilai barang
yang digunakan adalah nilai yang paling tinggi di antara kedua nilai tersebut.

Dalam melaksanakan penghitungan jumlah kerugian negara/daerah, Tim Penyelesaian


Kerugian Negara/Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKN/TPKD) dapat meminta
pertimbangan dari pihak yang memiliki kompetensi. Dalam hal ini Tim tersebut dapat
meminta masukan dari tenaga ahli yang terkait.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 109


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

E. Keterkaitan Sanksi Tuntutan Ganti Kerugian Dengan Sanksi Lainnya


Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk
mengganti kerugian negara dapat dikenai sanksi administratif dan atau sanksi pidana.
Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.

Dalam hal telah ditetapkan pihak yang Pihak Yang Merugikan untuk mengganti Kerugian
Negara/Daerah, pihak tersebut dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Keputusan pidana tidak membebaskan Pihak Yang Merugikan dari Tuntutan Ganti
Kerugian.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 110


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

F. Tes Formatif Kegiatan Belajar 4


1. Berikut ini adalah definisi kerugian negara/daerah.
A Kekurangan uang, surat berharga, dan aset berharga, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja mupun
lalai.
B Kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja mupun
lalai.
C Kehilangan uang, surat berharga, dan aset berharga, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja mupun
lalai.
D Kehilangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja mupun
lalai.

2. Beberapa informasi terjadinya kerugian negara/daerah diperoleh dari sumber


berikut ini, kecuali:
A Hasil pengawasan atasan langsung.
B Surat pengaduan.
C Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
D Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

3. Berdasarkan informasi tertulis dari hasil pemeriksaan oleh BPK, maka atasan
langsung wajib melakukan verifikasi. Dalam pelaksanaannya, atasan langsung dapat
menunjuk pejabat berikut ini, kecuali:
A Pegawai Aparatur Sipil Negara.
B Anggota Tentara Nasional Indonesia.
C Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
D Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 111


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

4. Apabila dalam hal berdasarkan hasil verifikasi terdapat indikasi Kerugian Daerah,
maka Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Bendahara
Umum Daerah memberitahukan hal tersebut kepada:
A Gubernur
B Bupati
C Walikota
D Badan Pemeriksa Keuangan

5. Presiden memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan atas indikasi


Kerugian Negara/Daerah yang dilakukan oleh Menteri Keuangan/Pimpinan
Lembaga Negara. Gubernur, Bupati, Walikota selambat-lambatnya:
A 2 (dua) hari kerja setelah diperolehnya informasi terjadinya kerugian
tersebut.
B 3 (tiga) hari kerja setelah diperolehnya informasi terjadinya kerugian
tersebut.
C 5 (lima) hari kerja setelah diperolehnya informasi terjadinya kerugian
tersebut.
D 7 (tujuh) hari kerja setelah diperolehnya informasi terjadinya kerugian
tersebut.

6. Penyelesaian kerugian negara/daerah dapat dilakukan oleh pejabat berikut ini,


kecuali:
A Hakim
B Pejabat Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (PPKN/D).
C Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN).
D Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD).

7. Pejabat Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah yang dilakukan oleh


Menteri/Pimpinan Lembaga adalah:
A Presiden
B Menteri Keuangan.
C Menteri Koordinator.
D Hakim.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 112


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

8. Dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, Pejabat Pengelola


Keuangan Negara/Daerah (PPKN/D) diberi kewenangan membentuk Tim
Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (TPKN/D). Tim tersebut harus
melakukan pemeriksaan paling lambat:
A 3 (tiga) hari kerja setelah pembentukan.
B 4 (empat) hari kerja setelah pembentukan.
C 5 (lima) hari kerja setelah pembentukan.
D 7 (tujuh) hari kerja setelah pembentukan.

9. Hasil pemeriksaan Kerugian Negara/Daerah yang dilakukan oleh Tim Penyelesaian


Kerugian Negara/Daerah (TPKN/D) disampaikan kepada orang yang diduga
menyebabkan Kerugian Negara/Daerah untuk dimintakan tanggapan. Hasil tanggapan
sudah harus disampaikan paling lambat:
A 7 hari kerja sejak surat hasil pemeriksaan disampaikan.
B 14 hari kerja sejak surat hasil pemeriksaan disampaikan.
C 21 hari kerja sejak surat hasil pemeriksaan disampaikan.
D 30 hari kerja sejak surat hasil pemeriksaan disampaikan.

10. Apabila Kerugian Negara/Daerah diakibatkan karena kelalaian, maka pihak Yang
Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris wajib mengganti
Kerugian Negara/Daerah dalam waktu paling lama:
A 12 bulan sejak Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak ditandatangani.
B 18 bulan sejak Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak ditandatangani.
C 24 bulan sejak Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak ditandatangani.
D 36 bulan sejak Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak ditandatangani.

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 113


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Halim, Abdul dan Muhammad Syam Kusufi, (2012) ‘Akuntansi Keuangan Daerah –
SAP berbasis Akrual’ Salemba Empat, Edisi 4, Jakarta
2. Chartered Institute of Internal Auditors, (2019), Corporate Governance,
file:///C:/Users/HP/Downloads/Corporate%20governance%20(1).pdf
3. Hamzah, Andy P, Arief Surya Surya, Eko Wisnu, Husna Roza, Lilik Purwanti,
Rahmawati, Lintje Kalangi, Didin Solahudin, Agus Solihin, Dian Yulia Sari, (2014),
‘Modul Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah dan SKPD’, Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Daerah, Kementerian Keuangan.
4. Kementerian Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2014 Tentang
Badan Layanan Umum Daerah (Perubahan atas Permendagri Nomor 61 Tahun 2007
5. Kementerian Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah
6. Kementerian Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah
7. Kementerian Dalam Negeri, Surat Edaran Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan
Daerah Nomor 900/079/BAKD/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Akuntansi
Daerah
8. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 213 Tahun 2013 tentang
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
9. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 238 Tahun 2011 tentang
Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan
10. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, Buletin Teknis (Bultek) Standar Akuntansi
Pemerintahan No. 1–10
11. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, Interpretasi Standar Akuntansi Pemerintahan
(IPSAP) No. 2 dan No. 3
12. Mulyana, Budi, Handbook Akuntansi Keuangan Daerah Berbasis Akrual, Berdasar SAP
Akrual (PP 71/2010), 2012
13. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
14. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 114


Bagian 1 – Keahlian Fundamental: Manajemen Keuangan Pemerintah

15. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
16. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
17. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah
18. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
19. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
20. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt581196805bd82/badan-layanan-
umum-blu-dan-ruang-lingkupnya/)

*** Terima Kasih***

© Copyright Dewan Sertifikasi Qualified Government Internal Auditor (QGIA) 115

Anda mungkin juga menyukai