o Menurut prof. Welenski ada 7 syarat agar pekerjaan disebut sbg pekerjaan profesi yakni: pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan org banyak, bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud harus melalui pelatihan yang cukup dan berkelanjutan,adanya kode etik n standar yg ditaati, menjadi anggota organisasi profesi tsb, mempunyai media maasa yg tujuannya untuk peningkatan keahlian n keterampilan anggota, kewajiban menempuh ujian, adanya badan yg diberi wewenang pemerintah u/ menerbitkan sertifikat profesi. o Standar diperlukan sebagai ukuran mutu, pedoman kerja, batas tanggung jawab, alat pemberi perintah, pengawasan, dan kemudahan. Standar diperlukan pada pekerjaan yg menyangkut kepentingan org banyak, mutu hasilnya ditentukan, banyak yg terlibat, sifat n mutu pekerjaan sama, dan ada organisasi yg mengatur. o Permen PAN PER/04/M.PAN/03/2008 dan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008. Dengan terbentuknya Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), Kode Etik dan Standar Audit APIP yang menjadi acuan dalam melaksanakan tugas audit intern ialah Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia (KE‐AIPI) dan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SA‐IPI). 2. KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH A. Landasan Hukum 1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Thn 2004 ttng Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. 2) Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 ttg SPIP. 3) Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 2010. 4) (AD/ART) AAIPI pasal 8, Komite Standar Audit bertugas merumuskan dan mengembangkan standar audit. B. Prinsip Etika dan Aturan Perilaku o Aturan perilaku dalam Organisasi : mentaati peraturan perundang-undangan, mendukung visi misi n tujuan, menunjukkan kesetiaan dlm melaksanakan tgs, mengikuti perkembangan perpu, melaksanakan tgs scr jujur teliti n tj, tdk bertindak illegal, menghindari diri dari perilaku yg ‘cacat’ melaksanakan tgs n tj, menanampak rasa pede, bijaksana dlm menggunakan setiap data, menyimpan rahasia, melaksanakan tgs sesuai standar. o Hubungan sesame auditor: menggalang kerjasama yg sehat n sinergis, menumbuhkan rasa kekeluargaan n kebersamaan, saling mengingatkan, membimbing, n mengoreksi. o Hubungan auditor dg auditan: menjaga penampilan n performance sesuai tugas, menjalin kerjasama n saling menghargai n mendukung penyelesaian tgs, menghindari perilaku n tindakan yg melanggar hukum n etika profesi. o Prinsip Etika seorang auditor : 1) Integritas Kewibawaan dan jujur, hubungan wajar dg keadaan yg sebenarnya, membangun kepercayaan. Aturan perilaku untuk individu: melakukan pekerjaan dengan jujur, tekun, tanggung jawab. Menaati hukum, menghormati n kontribusi pada tujuan organisasi yg sah dan etis, tdk menerima gratifikasi(jika tdk bisa dihindari melapor KPK paling lama 7 hari) 2) Objektivitas Jujur yg tidak terpengaruh dlm mengambil putusan n tindakan, melakukan penilaian berimbang dr semua keadaan yg relevan, berterus terang, dan bebas dr konflik kepentingan. Aturan perilaku: tidak berpartisipasi dlm kegiatan atau hubungan yg dpt menimbulkan konflik kepentingan, tdk menerima sesuatu yg dapat mengganggu pertimbangan professional, mengungkapkan smua fakta material. 3) Kerahasiaan Menghormati nilai dan kepemilikan informasi. Aturan perilaku: berhati-hati dlm penggunaan n perlindungan informasi yg diperoleh, tdk menggunakan informasi u/ kepentingan diluar tugas. 4) Kompetensi Kemampuan n karakteristik berupa pengetahuan, terampil, sikap perilaku dlm menjalankan tgs nya, memiliki pengalaman. Aturan perilaku: memberikan pelayanan sesuai kompetensi yg dimiliki, melakukan pengawasan sesuai standar AIPI, meningkatkan keahlian n kualitas pelaksanaan tugas. 5) Akuntabel Kemampuan menyampaikan keterangan n pertanggungjawaban atas kinerja dan tindakannya pd pihak yg berwenang menerima. 6) Perilaku Profesional Tindak tanduk Mutu dan kualitas org yg memiliki suatu profesi, sikap konsisten dg reputasi profesi. Aturan perilaku: tdk terlibat dlm aktivitas illegal/ aktivitas yg dpt menghilangkan kepercayaan, tdk mengambil alih peran, tugas, fungsi, tj manajemen auditan dlm melaksanakan tgs yg sifatnya konsultasi. C. Pelanggaran 1) Pelanggaran terhadap KE‐AIPI dapat mengakibatkan auditor intern pemerintah diberi peringatan atau diberhentikan dari tugas pengawasan dan/atau organisasi. 2) Tindakan yang tidak sesuai dengan KE‐AIPI tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi 3) Auditor intern pemerintah tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. 4) Pemeriksaan, investigasi, dan pelaporan pelanggaran KE‐AIPI ditangani oleh Komite Kode Etik. Komite Kode Etik melaporkan hasil pemeriksaan dan investigasi kepada pimpinan APIP. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran KE‐AIPI oleh auditor intern pemerintah kepada pimpinan organisasi. 5) Untuk menegakkan KE‐AIPI, Komite Kode Etik membentuk Majelis Kode Etik. Majelis Kode Etik bersifat temporer, yaitu hanya dibentuk apabila ada auditor intern pemerintah yang disangka melakukan pelanggaran terhadap kode etik. 6) Keanggotaan Majelis Kode Etik sekurang‐kurangnya 5 (lima) orang, terdiri atas: 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota, dan 3 (tiga) orang anggota. Dalam hal anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka harus berjumlah ganjil. Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat auditor yang disangka melanggar kode etik. 7) Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memanggil dan memeriksa auditor yang disangka melanggar kode etik. Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dari para anggota Majelis Kode Etik. 8) Untuk mendapatkan objektivitas atas sangkaan pelanggaran kode etik, selain dapat memanggil dan memeriksa auditor yang bersangkutan, Majelis Kode Etik juga dapat mendengar keterangan pejabat lain atau pihak lain yang dianggap perlu. Auditor yang bersangkutan juga diberi kesempatan untuk membela diri. 9) Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final, artinya bahwa keputusan Majelis Kode Etik tidak dapat diajukan keberatan dalam bentuk apapun. Majelis Kode Etik wajib menyampaikan keputusan hasil sidang majelis kepada Ketua Komite Kode Etik dan Pengurus AAIPI untuk diteruskan ke instansi auditor yang bersangkutan sebagai bahan dalam memberikan sanksi kepada auditor yang bersangkutan. D. Sanksi o Auditor intern pemerintah yang terbukti melanggar KE‐AIPI akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari Komite Kode Etik. Bentuk‐bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh Komite Kode Etik, antara lain berupa teguran tertulis, usulan pemberhentian dari tim pengawasan, dan tidak diberi penugasan pengawasan selama jangka waktu tertentu. o Pelanggaran terhadap KE‐AIPI dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang‐ undangan. Pelanggaran KE‐AIPI terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran, yaitu: ringan, sedang, dan berat. E. Kode Etik Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal Standar Perilaku Auditor internal: 1) Jujur, objektivitas, tanggung jawab.2) Loyalitas dan tidak boleh melanggar hukum. 3) Tidak boleh terlibat dlm aktivitas yg dpt mendiskreditkan profesi n organisasi. 4) Menahan diri dr konflik kepentingan. 5) Tidak boleh menerima apapun yg dpt memengaruhi putusan professional. 6) Hanya melakukan jasa yg dpt diselesaikan sesuai kompetensi. 7) Melakukan upaya memenuhi standar profesi audit internal. 8) Bijaksana dlm menggunakan informasi. 9) Mengungkap semua fakta material. 10) Meningkatkan kompetensi. F. Kode Etik Akuntan Indonesia (KEAI) baca buku 1 mulyadi o Pokok-pokok pernyataan etika profesi tsb adalah sebagai berikut: Integritas objektivitas n independensi, Kecakapan profesional, Pengungkapan informasi/rahasia klien, Iklan bagi KAP, Komunikasi antar akuntan public, dan Perpindahan partner. o 8 prinsip etika profesi IAI: tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi n kehati- hatian professional, kerahasiaan, perilaku professional, standar teknis. 3. STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH A. Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA-AIPI) o SA-AIPI adalah kriteria atau ukuran mutu minimal u/ melakukan kegiatan audit intern yg wajib dipedomani oleh AIPI. o Landasan Hukum: 1) UU RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 2) Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. 3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER‐220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. 4) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi AAIPI. o Tujuan: Menetapkan prinsip dasar-dasar pengukuran kinerja, Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan n peningkatan, Mempercepat perbaikan kegiatan operasi n proses organisasi, menilai mengarahkan n mendorong auditor u/ mencapai tujuan audit intern, menjadi pedoman, dasar penilaian keberhasilan. o Fungsi: pelaksanaan koordinasi dan perencanaan audit intern oleh pimpinan APIP, penilaian efektivitas tindak lanjut hasil dan konsistensi. o Ruang lingkup: Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) meliputi audit(keuangan, kinerja, dan audit dg tujuan ttntu), evaluasi, reviu, pemantauan. Kegiatan pengawasan lainnya yg tdk memberikan penjaminan kualitas(consulting) meliputi konsultasi, sosialisasi, asistensi. o penugasan audit keuangan yg memberikan opini atas laporan keuangan wajib menggunakan SPKN n SPAP. o sistematika SA-AIPI: standar audit terdiri dari dua bagian utama yakni 1) Standar atribut: prinsip-prinsip dasar dan Standar Umum 2)Standar Pelaksanaan: Standar pelaksana dan Standar Komunikasi Audit intern. a. Prinsip-prinsip dasar 1) Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab APIP (audit charter) Harus dinyatakan secara terulis dan disetujui oleh pimpinan organisasi serta ditandatangani oleh pimpinan APIP sbg piagam audit. Mengakui panduan yg diwajibkan pd piagam pengawasan intern. KP3IP (kerangka praktik professional pengawasan intern pemerintah) 2) Independensi dan Objektivitas Penilaian mencakup 2 komponen yakni status APIP dalam kementrian/lembaga/pemda dan kebijakan untuk menjaga objektivitas auditor thd auditan. Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai tingkat independensi scr efektif, pimpinan APIP harus memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP. Objektivitas adalah sikap mental tidak memihak (tidak bias) yang memungkinkan auditor untuk melakukan penugasan sehingga auditor percaya pada hasil kerjanya dan bahwa tidak ada kompromi kualitas yang dibuat. Objektivitas mengharuskan auditor tidak membedakan judgment‐nya terkait audit kepada orang lain. Ancaman thd objektivitas harus dikelola pd tingkat individu auditor, penugasan, fungsional, dan organisasi 3) Independensi APIP Pimpinan APIP bertanggung jawab kpd pimpinan K/L/D atas pelaksanaan pengawasan intern Dukungan pimpinan k/l/d meliputi keterlibatan dlm: persetujuan piagam audit, persetujuan rencana audit berbasis risiko, persetujuan anggaran audit n rencana SD, penerimaan komunikasi, permintaan penjelasan apakah tdpt pembatasan ruang lingkup atau SD yg tidak tepat. Peran pimpinan APIP diluar kegiatan pengawasan intern harus dibuat mekanisme pengendalian u/ membatasi pelemahan independensi n objektivitas. Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) harus bebas dari campur tangan, dalam hal menentukan ruang lingkup, pelaksanaan, dan pengkomunikasian hasil. Pimpinan APIP harus berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah. 4) Objektivitas auditor Auditor harus memiliki sikap yg netral dan tidak bias serta menghindari konflik/benturan kepentingan. Prinsip objektivitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan penugasan dengan jujur dan tidak mengompromikan kualitas. Pimpinan APIP tidak diperkenankan menempatkan auditor dalam situasi yang membuat auditor tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan profesionalnya. 5) Pelemahan thd independensi dan Objektivitas Jika terjadi pelemahan scr factual ataupun penampilan, maka harus diungkapkan kpd pimpinan k/l/d n komite audit. bentuk pengungkapan tergantung pada pelemahan yg dihadapi. new Pelemahan terhadap independensi organisasi dan objektivitas individu dapat mencakup, namun tidak terbatas pada: benturan kepentingan personal, pembatasan ruang lingkup, pembatasan akses terhadap catatan, personil, dan properti, serta pembatasan sumber daya, seperti pendanaan. Auditor yg mempunyai hubungan dekat dg auditan yg dpt mengurangi objektivitasnya, harus tdk ditugaskan melakukan audit intern pada entitas tsb. Jika auditor bertugas hrs menetap beberapa waktu dikantor auditan, auditor tdk boleh terlibat dlm pengambilan kputusan atau menyetujui hal-hal yg merupakan tj auditan. Assurance: (new) auditor harus menolak penugasan yg sebelumnya menjadi tj nya pd tahun sebelumnya. Penugasan yg pernah menjadi tj pimpinan APIP, harus diawasi oleh pihak lain diluar APIP. APIP dpt memberikan jasa assurance meskipun sebelumnya telah melaksanakan jasa konsultasi. Konsultasi: (new) auditor dpt memberikan jasa konsultasi thd kegiatan yg seblumnya menjadi tj nya. Jika auditor memiliki potensi yg dpt melemahkan independensi n objektivitas, hrs diungkap sblm penugasan dterima. b. Standar Umum 1) Kecakapan (kompetensi) dan kecermatan professional a) Kecakapan Auditor harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lain yg dibutuhkan dlm melaksankan tgs n tj. Hal ini meliputi pertimbagnan thd aktivitas n isu-isu u/ menghasilkan saran n rekomendasi yg relevan. Pimpinan APIP harus yakin bahwa kecakapan auditor memadai. Auditor hrs menambah kecakapan melalui perolehan sertifikasi n kualifikasi profesi yg sesuai. Kompetensi minimal auditor bersifat kumulatif yakni kompetensi pd jabatan yg lebih tinggi merupakan kumulatif dr kompetensi pada jabatan dibawahnya ditambah dg kompetensi spesifik dijabatannya. Kompetensi standar yg harus dimiliki auditor adalah 1) Kompetensi umum (persyaratan umum u/ dapat diangkat sebagai auditor, kompetensi dasar bersikap n berperilaku sebagai auditor). 2)Kompetensi Teknis Audit Intern (persyaratan untuk dapat melaksanakan penugasan audit intern sesuai dengan jenjang jabatan auditor) meliputi 7 bidang yakni bidang TKMRPI, strategi kegiatan audit intern, pelaporan hasil audit intern, sikap profesional, komunikasi, lingk. Pemerintah, n mnjmn pengawasan. Auditor hrs mempunyai sertifikasi jabatab fungsional auditor(JFA) atau yg lainnya, mengikuti pend. Lanjutan, n wajib memiliki akses atas informasi teraktual dlm standar, metodologi, prosedur, n teknik. Assurance: jika auditor tdk memiliki kecakapan memadai u/ melaksanakan tgs, pimpinan APIP harus memperoleh saran n asistensi dr pihak yg cakap. Auditor harus memiliki pengetahuan n keterampilan yg memadai u/ mengevaluasi risiko fraud n cara organisasi mengelola risiko tsb, namun tdk harus memiliki kecakapan u/ mendeteksi fraud kecuali auditor yg melaksankan penugasan investigasi. Auditor harus memiliki pengetahuan yg memadai teknik audit IT namun tdk harus memiliki kecakapan melakukannya kecuali auditor yg melaksanakan penugasan. Konsultasi: jika auditor tdk memiliki kecakapan untuk melaksanakan penugasan konsultasi, pimpinan APIP harus menolak penugasan tsb atau memperoleh saran n asistensi dr pihak yg cakap. Pihak yg cakap/ tenaga ahli yg dimaksud yakni pengacara, insyinyur, ahli statistik, medis, dll yg berasal dr luar atau dlm organisasi. Auditor harus menilai kualifikasi profesional, kompetensi, pengalaman yang relevan, independensi, dan proses pengendalian kualitas dari tenaga ahli tersebut sebelum menerima pekerjaan. Tenaga ahli tersebut harus disupervisi sebagaimana supervisi terhadap auditor. Ketepatan dan kelayakan metode dan asumsi yang digunakan dan penerapan metode/asumsi tersebut merupakan tanggung jawab tenaga ahli, sedangkan tanggung jawab auditor terbatas kepada simpulan dan fakta atas hasil audit intern. b) Kecermatan Auditor harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan saksama (due professional care) serta berhati‐hati (prudent) dalam setiap penugasan audit intern. Penggunaan kecermatan professional menekankan tanggung jawab setiap auditor untuk memperhatikan Standar Audit serta mempertimbangkan penggunaan audit berbasis teknologi dan teknik analisis data lainnya. Due professional care dpt diterapkan dlm pertimbangan professional (professional judgment), meskipun dapat saja terjadi penarikan simpulan yg tidak tepat ketika audit sudah dilakukan dengan seksama. Kecermatan profesional (due professional care) tidak berarti kesempurnaan. Penggunaan kecermatan profesional menuntut auditor u/ melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan pengujian bukti secara kritis. Pengumpulan dan pengujian bukti secara objektif menuntut auditor mempertimbangkan relevansi, kompetensi, dan kecukupan bukti tersebut. Penugasan Assurance: Auditor hrs menerapkan kecermatan profesionalnya dg mempertimbangkan hal-hal berikut: Ruang lingkup yg diperlukan dlm mencapai tujuan penugasan asurans; Kompleksitas, materialitas, atau signifikansi permasalahan yg dijadikan obyek penugasan asurans; Kecukupan n efektivitas proses tata kelola, pengelolaan risiko, dan pengendalian; Kemungkinan terjadinya kesalahan, fraud, atau ketidakpatuhan yg signifikan; n Biaya penugasan asurans dibandingkan dg potensi manfaat (value for money). Auditor harus mempertimbangkan penggunaan teknik audit berbantuan teknologi dan teknik analisis data lainnya. Auditor harus memperhatikan risiko yg signifikan, Meskipun prosedur asurans telah dilaksanakan dengan kecermatan profesional, tetap tidak menjamin seluruh risiko signifikan dapat teridentifikasi. Penugasan konsultasi: pertimbangan auditor yakni Kebutuhan n harapan klien, mencakup sifat, waktu pelaksanaan, n komunikasi hasil penugasan; Kompleksitas n ruang lingkup yg diperlukan u/ mencapai tujuan penugasan; Biaya penugasan konsultansi relatif terhadap potensi manfaat (value for money). 2) Kewajiban Auditor: Mengikuti standar audit n meningkatkan kompetensi/ profesi berkelanjutan. 3) Program Penjaminan n Peningkatan Kualitas. Pimpinan APIP harus merancang, mengembangkan, dan menjaga program pengembangan dan penjaminan kualitas atas semua aspek kegiatan audit intern. Program ini dirancang agar dapat menilai kesesuaian kegiatan audit intern dengan Standar Audit. Selain itu, program ini dapat juga mengevaluasi apakah auditor telah menerapkan kode etik. Penilaian intern harus mencakup pemantauan berkelanjutan atas kinerja auditor dan penilaian berkala yg dilakukan scr mandiri atau oleh pihak lain dlm organisasi yg memiliki pengetahuan memadai. Penilaian ekstern harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun oleh penilai atau tim penilai yang memiliki kualifikasi memadai dan independen yang berasal dari luar organisasi. Pimpinan APIP harus menginformasikan kepada atau mendiskusikan dengan Pimpinan K/L/D mengenai: Bentuk, isi dan frekuensi penilaian ekstern; dan Kualifikasi dan independensi tim atau penilai ekstern, termasuk kemungkinan terjadinya benturan kepentingan. Pimpinan APIP melaporkan program penjaminan dan peningkatan kualitas kepada Pimpinan K/L/D. Pelaporan mencakup: Ruang lingkup dan frekuensi, baik atas penilaian intern dan ekstern; Kualifikasi dan independensi penilai atau tim penilai, termasuk potensi benturan kepentingan Kesimpulan penilai atau tim penilai; dan Rencana tindak perbaikan. Pernyataan “Pengawasan Intern telah dilaksanakan sesuai SAIPI” dapat diungkapkan jika didukung dengan hasil program penjaminan dan peningkatan kualitas. Dalam hal terdapat ketidaksesuaian terhadap Kode Etik dan Standar yang mempengaruhi kegiatan Pengawasan Intern secara keseluruhan, Pimpinan APIP harus mengungkapkan ketidaksesuaian tersebut dan dampaknya kepada Pimpinan K/L/D. c. Standar Pelaksanaan 1) Mengelola Kegiatan Audit Intern Pimpinan APIP harus mengelola kegiatan secara efektif agar memberikan nilai tambah bagi auditan. Kegiatan audit intern dikelola scr efektif jika: hasil kerja mencapai tujuan n tj yg tertera dlm piagam audit/audit charter, sesuai dengan standar audit, org-org yg merupakan bagian dr kegiatan suesuai dengan KESAI, n mempertimbangkan isu- isu terkini n permasalahan’’ yg dpt mempengaruhi pempus dan pemda. untuk mampu mengelola, pimpinan APIP harus melakukan hal sbg berikut: a) Menyusun rencana kegiatan audit intern berbasis risiko. Pimpinan APIP berkonsultansi kepada Pimpinan K/L/D dan Pimpinan Unit Organisasi untuk memperoleh pemahaman strategi, tujuan, risiko, dan proses manajemen risiko organisasi. Pimpinan APIP harus mereviu dan menyesuaikan perencanaan untuk merespon perubahan proses bisnis, risiko, program, sistem, dan pengendalian organisasi. Pimpinan APIP wjb menyusun renstra 5 tahunan n rencana kegiatan tahunan yg mengacu pd renstra 5thnan dg prioritas risiko terbesar dg tujuan APIP. Penyusunan rencana kegiatan audit intern tahunan didasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan pemeriksaan berulang‐ulang, serta memperhatikan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya. Assurance: perencanaan audit hrs didasarkan pd penilaian yg terdokumentasi skurangnya setahun sekali. Pimpinan APIP harus mengidentifikasi n mempertimbngkan harapan pimpinan K/L/D n auditan dlm memberikan opini atau kesimpulan lainnya. Konsultasi: Harus mempertimbangkan permintaan konsultasi yg berpotensi meningkatkan nilai tambah n dicantumkan dalam perencanaan audit. b) Komunikasi dan Persetujuan. Pimpinan APIP harus mengomunikasikan perencanaan Pengawasan Intern dan kebutuhan sumber daya, termasuk perubahan interim yang signifikan, kepada Pimpinan K/L/D untuk memperoleh persetujuan. Apabila ada keterbatasan sumber daya, Pimpinan APIP mengomunikasikan dampaknya kepada Pimpinan K/L/D. c) Pengelolaan Sumber Daya. Pimpinan APIP harus memastikan bahwa sumber daya Pengawasan Intern memadai, cukup, dan dialokasikan secara efektif untuk mencapai sasaran perencanaan audit. d) Menetapkan Kebijakan dan Prosedur. Pimpinan APIP harus menyusun kebijakan n prosedur, yg sedang berjalan direviu terus menerus untuk memastikan kefektifannya. e) Melakukan Koordinasi. Pimpinan APIP harus berbagi informasi, melakukan koordinasi, dan mempertimbangkan kegiatan asurans dan konsultansi dari pihak ekstern dan pihak intern lainnya untuk memastikan cakupan pengawasan yang memadai dan meminimalkan duplikasi pengawasan. f) Menyampaikan Laporan berkala. Pimpinan APIP harus melaporkan secara berkala dalam setahun ttg tujuan, kewenangan, tanggung jawab, n kinerja auditor. Laporan juga harus mencakup risiko strategis, risiko fraud, kelemahan pengendalian, isu tata kelola, dan hal yang perlu perhatian Pimpinan K/L/D. Pimpinan APIP menentukan periode berkala dan isi laporan. Isi laporan mencantumkan informasi perencanaan audit n progresnya, hasil auditor, respon manajemen thd risiko g) Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat. Pimpinan APIP harus menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Pengaduan masyarakat berbentuk pengaduan tertulis atau lainnya. Pengaduan tsb harus ditangani dg mekanisme n prosedur yg jelas, transparan, n dpt dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan perundang‐undangan. Pengaduan masyarakat biasanya thd hal hambatan, keterlambatan, rendahnya kualitas pelayanan; penyalahgunaan wewenang, tenaga, uang, aset, atau barang milik negara. h) Penyedia Jasa Ekstern dan Tanggung Jawab APIP atas audit. Apabila Pengawasan Intern menggunakan pihak ekstern, Pimpinan APIP memiliki tj u/ memelihara aktivitas Pengawasan Intern yg efektif. tj tsb ditunjukkan melalui program penjaminan dan peningkatan kualitas yang menilai kesesuaian Pengawasan Intern yg menggunakan penyedia jasa ekstern thd KESAI. 2) Sifat Kerja Kegiatan Audit Intern Kegiatan Audit Intern harus dapat mengevaluasi secara keseluruhan dan memberikan kontribusi pada perbaikan tata kelola sektor publik, manajemen risiko, dan pengendalian intern (TKMRPI) dengan menggunakan pendekatan sistematis dan disiplin. a) Tata Kelola Sektor Publik Peran kegiatan audit intern mencakup tanggung jawab untuk mengevaluasi dan mengembangkan proses tata kelola sektor publik sebagai bagian dari fungsi assurance. Kegiatan audit harus dpt meningkatkan TKSP dalam hal: Membuat keputusan strategis n operasional; Mengawasi manajemen risiko n pengendalian; Mendorong penerapan etika n nilai-nilai organisasi; Memastikan efektivitas pengelolaan n akuntabilitas kinerja organisasi; Mengomunikasikan informasi risiko n pengendalian pada area yg sesuai dlm organisasi; n Mengoordinasikan kegiatan n mengomunikasikan informasi diantara Pimpinan K/L/D, auditor ekstern dan intern, para penyedia jasa asurans lainnya, serta Pimpinan Unit Kerja. b) Manajemen Risiko Kegiatan audit intern harus dapat mengevaluasi efektivitas n berkontribusi terhadap perbaikan proses manajemen risiko. Cara penentuanya melalui hasil pertimbangan/judgment dr penilaian auditor bahwa: tujuan audit telah sejalan n mendukung, risiko yg material telah diidentifikasi n dinilai, respon risiko yg sesuai telah dipilih dan selaras, informasi risiko yg relevan telah dipetakan n dikomunikasik tepat waktu shg seluruh yg berkeperluan bisa melaksanakan tj. Assurance: kegiatan auditor harus mengevaluasi paparan risiko yg berkaitan dg pencapaian tujuan strategis organisasi, keandalan n integritas informasi keu. n operasi, pengamana asset, ketaatan thd hukum uu dll. Mengevaluasi potensi terjadinya fraud n bagaimana organisasi mengelola risikp tsb. Konsultansi: auditor hrs memperhatikan risiko n memanfaatkan informasi risiko yg diperoleh u/ mengevaluasi proses manajemen risiko. Auditor hrs terbebas dr asumsi dirinya sbg yg bertanggung jawab u/ mengelola risiko. c) Pengendalian Intern Kegiatan audit harus membantu dlm memelihara pengendalian intern organisasi dg mengevaluasi n mendorong perbaikan berkelanjutan. Assurance: harus mengevaluasi kecukupan n efektivitas pengendalian dalam merespon risiko yg berkaitan dg (idem manajemen risiko) Konsultasi: auditor hrs memanfaatkan pengetahunan ttg pengendalian intern yg diperoleh dlm mengevaluasi proses, 3) Perencanaan Penugasan Audit Intern Auditor harus menyusun dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan, termasuk tujuan, ruang lingkup, waktu, dan alokasi sumber daya penugasan. Rencana penugasan harus mempertimbangkan strategi, tujuan, dan risiko organisasi yang relevan dengan penugasan. Auditor perlu mempertimbangkan berbagai hal termasuk sistem pengendalian intern dan ketaatan auditan thd peraturan perundang‐undangan, kecurangan, n ketidakpatutan (abuse). a) Pertimbangan dlm Perencanaan. Dalam merencanakan penugasan auditor harus mempertimbangkan: Strategi dan sasaran kegiatan serta pengendalian atas kinerjanya. Risiko signifikan atas sasaran, sumber daya, dan operasi serta upaya organisasi menjaga potensi dampak risiko pada level yang dapat diterima. Kecukupan dan efektivitas proses tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern kegiatan. Peluang untuk perbaikan yang signifikan atas proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern. Assurance: ketika merencanakan penugasan menggunakan pihak luar, auditor harus membuat kesepakatan tertulis ttg tujuan, ruang lingkup, tj masing’pihak, n harapan termasuk pembatasan distribusi hasil penugasan n akses dok. Penugasan. Konsul: auditor hrs membuat kesepakatan dg klien penugasn konsultasi ttg tujan, ruang lingkup, tj masing’ n harapan klien lainnya n mendokumentasikannya. b) Penetapan Tujuan, Ruang lingkup, Metodologi, Alokasi SD Tujuan Penugasan Harus ditetapkan u/ setiap penugasan Assurance: auditor harus melakukan penilaian thd risiko kegiatan n harus tercemin dlm tujuan penugasan. Mempertimbangkan kemungkinan timbulnya kesalahan yg signifikan, fraud, ketidaktaantan, n permaslahan lain saat menyujun tujuan. Diperlukannya kriteria yg memadai u/ mengevaluasi TKMRPI. Jenis-jenis kriteria meliputi intern(kebijakan n prosedur), ekstern(hukum n peraturan yg ditetapkan lbg berwenang), praktik terdepan(panduan industry n professional) Konsultasi: tujuan penugasan harus diarahkan pada proses TKMRPI sesuai dg kesepakatan dg klien. Tujuan hrs konsisten dg nilai, strategi, dan tujuan organisasi. Ruang Lingkup Agar sasaran audit tercapai, maka auditor harus menetapkan ruang lingkup penugasan yang memadai. Ruang lingkup audit meliputi aspek keuangan dan operasional auditan. Oleh karena itu, auditor akan memeriksa semua buku, catatan, laporan, aset maupun personalia untuk memeriksa kinerja auditan pada periode yang diperiksa. Assurance: Ruang lingkup penugasan hrs mempertimbangkan sistem, dokumen, SDM, n aset yg relevan, termasuk yg berada di bawah pengelolaan pihak ketiga. Jika timbul peluang dilakukannya layanan konsul yg signifikan maka dibuat kesepakatan berdasarkan standar penugasan konsultasi. Consulting: auditor harus memastikan bahwa ruang lingkup yg disepakati memadai jika terjadi tdk sepakat maka hars berdiskusi dg klien u/ menentukan kelanjutan penugasan. Auditor hrs mendiskusikan pengendalian intern yg konsisten dg tujuan penugasan n memperhatikan permasalahan pengendalian yg signifikan. Metodologi Penugasan (di saipi yg terbaru tdk tercantum) Auditor harus menggunakan metodologi audit yg meliputi: penetapan waktu, penetapan jml bukti yg diuji, penggunaan teknologi audit intern, pembandingan dg peraturan perundang-undangan, perancangan prosedur audit u/ mendeteksi terjadinya penyimpangan. Alokasi SD Penugasan Auditor harus menentukan sumber daya yang memadai dan cukup u/ mencapai tujuan penugasan, berdasarkan evaluasi atas karakteristik n tingkat kompleksitas setiap penugasan, keterbatasan waktu, dan SD yang tersedia. c) Program Kerja Penugasan Auditor harus menyusun n mendokumentasikan proker u/ mencapai tujuan penugasan. Assurance: Proker harus mencakup langkah-langkah u/ mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, n dokumentasi informasi selama penugasann harus memperoleh persetujuan sblm dilaksankan. Proker penugasan assurance didasarkan atas risiko pengendaliannya termasuk risiko fraud. Consulting: proker penugasan konsultasi bervariasi dlm bentuk n isinya, tergantung sifat setiap penugasan. d) Evaluasi thd SPI (di saipi yg terbaru tdk tercantum) Auditor hrs memahami rancangan SPI n menguji penerapanny serta memberikan rekomendasi. Auditor harus mempunyai pemahaman atas SPI auditan n mlakukan pertimbangan thdpnya.pemahaman thd rancangan SPI digunakan u/ menentukan jangka waktu serta prosedur. Pemahaman atas SPI dpt dilakukan melalui peemintaan keterangan, pengamatan, inspeksi cttn n dok, atau reviu lap pihak lain. e) Evaluasi atas ketidakpatuhan auditan thd peraturan perundang-undangan, fraud, dan abuse/ketidakpatuhan (di saipi yg terbaru tdk tercantum). Dlm merencanakan pengujian u/ mendeteksi adanya ketidakpatuhan thd perpu, auditor harus mempertimbangkan 2 faktor yakni tingkat kerumitan perpu dan masih barunya perpu tsb. Auditor hrs mempertimbangkan risiko fraud yg berpengaruh signifikan dan memperhatikan faktor terjadinya yakni keinginan, tekanan, kesempatan, n sifat atau alasan melakukan. Abuse(ketidakpatuhan) bisa terjadi ttp tidak ada pelanggaran thd perpu. Terjadinya abuse ini bersifat subjektif. Auditor hrs menggunakan pertimbangan professional dlm mendeteksinya n diwajibkan melaporkan indikasi ketidakpatuhan tsb pada pihak tertentu sesuai dengan perpu. 4) Pelaksanaan Penugasan Audit a) Identifikasi Informasi Auditor hr mengidentifikasi informasi yg cukup(fakta, mamadai, meyakinkanshg menghasilkan kesimpulan yg sama), andal(informasi yg terbaik, valid, konsisten), relevan(memiliki hub. Logis n penting), dan bermanfaat. Assurance: auditor hrs mengidentifikasi sesuai dg proker penugasan n perubahannya. jika menemukan indikasi fraud, auditr hrs melapor pimpinan sesuai mekanisme intern APIP. Auditor dpt menggunakn tenaga ahli. b) Analisis dan Evaluasi informasi Auditor harus menyusun kesimpulan dan hasil penugasan berdasarkan analisis dan evaluasi yang memadai. c) Dokumentasi Informasi Auditor harus mendokumentasikan informasi yang cukup, andal, relevan, dan bermanfaat untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan. Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan pendokumentasian informasi audit intern dalam bentuk kertas kerja audit intern. Informasi harus didokumentasikan dan disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis. Kuantitas, jenis, dan isi informasi audit intern didasarkan atas pertimbangan profesional auditor. Informasi harus berisi: sasaran, lingkup, dan metodologi audit intern, termasuk kriteria pengambilan uji petik (sampling) yang digunakan; dokumentasi penugasan yang dilakukan digunakan untuk mendukung pertimbangan profesional dan fakta yang ditemukan; informasi tentang reviu dan supervisi terhadap penugasan yang dilakukan; penjelasan auditor mengenai Standar Audit yang tidak diterapkan, apabila ada, alasan, dan akibatnya. Pimpinan APIP harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan informasi audit intern selama waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan. d) Supervisi Penugasan Pada setiap tahap penugasan audit intern, auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kompetensi auditor. Supervisi merupakan tindakan yang terus‐menerus selama penugasan audit intern, mulai dari perencanaan hingga dikomunikasikannya hasil akhir audit intern. Supervise harus diarahkan pada substansi maupun metodologi audit dg tujuan u/ mengetahu pemahaman tim audit, kesesuaian pelaksanaan, kelengkapan informasi pada KKA, kelengkapan n akurasi LHA. Penugasan audit intern harus di reviu scr berjenjang sblm dikomunikasikan. d. Standar Komunikasi 1) Komunikasi Hasil Penugasan Berguna u/ mengkomunikasikan hasil penugasan audit pd auditan n pihak lain yg berwenang, menghindari kesalahpahaman atas hasil, menjadi bahan u/ melakukan tindakan perbaikan, memudahkan pemantauan. a) Kriteria Komunikasi Hasil Penugasan Komunikasi harus mencakup sasaran, ruang lingkup, dan hasil penugasan Komunikasi akhir hasil penugasan harus memuat simpulan, sebagaimana rekomendasi dan/atau tindak perbaikan yang dapat diterapkan. Apabila memungkinkan, opini auditor dapat diberikan. Opini harus mempertimbangkan harapan Pimpinan K/L/D dan/atau Pimpinan Unit Organisasi dan pemangku kepentingan lain, dan harus didukung dengan informasi yang relevan, andal, cukup dan bermanfaat. Asurans: jika hasil penugasan disampaikan kepada pihak luar organisasi hrs disebutkan pebatasan distribusi n penggunaan hasil penugasan. Konsultasi: Komunikasi hasil akhir penugasan konsultansi bervariasi dalam bentuk dan isinya, tergantung pada sifat penugasan dan kebutuhan klien. b) Komunikasi atas Kelemahan SPI Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas SPI auditan. Kelemahan atas SPI yg dilaporkan adlh yg mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan yg tidak cukup disampaikan pd auditan dlm bentuk surat. c) Komunikasi atas Ketidakpatuhan thd Perpu, Fraud, Abuse/Ketidakpatuhan(di saipi yg terbaru tdk tercantum). Apabila peraturan perundang‐ undangan mengatur bahwa APIP harus segera melaporkan, maka auditor harus segera melaporkan sesuai dengan ketentuan internal APIP tanpa harus menunggu laporan hasil audit diselesaikan. Auditor dapat menggunakan bantuan konsultan hukum untuk menentukan apakah telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan dan kecurangan serta berkonsultasi tentang mekanisme pelaporannya. d) Kualitas Komunikasi Akurat. Bebas dr kesalahan n distorsi, didasarkan fakta, memiliki kredibilitas n dpt diandalkan Objektif. Wajar, tidak memihak, tdk bias, fakta n keadaan relevan, kredibelitas, adil, tdk menyesatkan. Jelas. Mudh dipahami n logis Ringkas. Langsung pd masalah, point penting, Konstruktif. Berguna bagi auditan Lengkap. Tepat waktu e) Metodologi, Bentuk, Isi, n Frekuensi Komunikasi (di saipi yg terbaru tdk tercantum). Komunikasi audit harus dibuat secara tertulis berupa LHA dan harus segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Pembuatan komunikasi audit secara tertulis dapat dilakukan secara berkala (interim) sebelum selesainya penugasan/pekerjaan lapangan untuk memenuhi kebutuhan informasi hasil pengawasan yang mendesak bagi stakeholders. Bentuk laporan pada dasarnya bisa berbentuk surat atau bab. Bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tidak diketemukan banyak fakta yang signifikan. Sedangkan bentuk bab digunakan apabila dari hasil audit ditemukan banyak fakta dan/atau signifikan Laporan LHA, baik bentuk surat maupun bab, setidaknya harus memuat: dasar pelaksanaan audit intern; identifikasi auditan; tujuan/sasaran, lingkup, dan metodologi audit intern; pernyataan bahwa penugasan dilaksanakan sesuai dengan standar audit; kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi; hasil audit intern berupa simpulan, fakta, dan rekomendasi; tanggapan dari pejabat auditan yang bertanggung jawab; pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta pihak‐pihak yang menerima laporan; pelaporan informasi rahasia, apabila ada. f) Tanggapan auditan/klien Untuk memastikan hasil penugasan wajar dan objektif auditor perlu mendapatkan tanggapan dari auditan yang bertanggung jawab sehingga simpulan dan rekomendasi tidak hanya disusun berdasarkan pendapat auditor. Tanggapan klien dan rencana tindakan perbaikan harus dicantumkan dalam laporan hasil penugasan. Apabila tanggapan dari klien bertentangan dg simpulan n rekomendasi, n menurut pendapat auditor tanggapan tersebut tdk tepat, maka auditor harus menyampaikan ketidaksetujuan thd tanggapan scr wajar n objektif. Sebaliknya, apabila tanggapan tersebut tepat, auditor harus memperbaiki simpulan dan rekomendasi. g) Pengungkapan Kesesuaian dengan Standar Audit Auditor harus menyatakan dalam setiap laporan hasil penugasan bahwa Pengawasan Intern “dilaksanakan sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia”. Apabila tdk sesuai thd KESAI, komunikasi hasil penugasan hrs mengungkapkan : prinsip atau aturan perilaku KESAI yg tdk sepenuhnya dilaksanakan, alasannya, dan dampak ketidaksesuaian tsb. h) Pendistribusian Hasil Audit Pengomunikasian hasil penugasan audit intern harus dilaksanakan tepat waktu kepada pemberi tugas dan pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan. diaudit merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau karena adanya larangan untuk disampaikan kepada pihak‐pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang‐undangan, auditor dapat membatasi pendistribusian hasil audit. i) Opini Makro Apabila APIP memberikan opini makro, Pimpinan APIP harus memperhatikan strategi, sasaran, dan risiko- risiko organisasi dan ekspektasi Pimpinan K/L/D dan/atau Pimpinan Unit Organisasi serta pemangku kepentingan lainnya. Opini makro harus didukung dgn informasi yang relevan, andal, cukup, dan bermanfaat. 2) Pemantauan Tindak Lanjut Pimpinan APIP harus membangun sistem pemantauan tindak lanjut atas hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada auditan. Asurans: Pimpinan APIP harus menetapkan proses tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa klien telah melaksanakan tindakan perbaikan secara efektif, atau menerima risiko untuk tidak melaksanakan tindakan perbaikan. Consulting: auditor harus memantau tindak lanjut hasil penugasan konsultansi yang telah disepakati dengan auditan. 3) Komunikasi Penerimaan Risiko Dalam hal Pimpinan APIP menyimpulkan bahwa Pimpinan Unit Kerja dan/atau Pimpinan Unit Organisasi menerima tingkat risiko yang tidak dapat diterima oleh organisasi, Pimpinan APIP harus membahas masalah ini scr berjenjang dg Pimpinan di atasnya. Jika Pimpinan APIP meyakini bahwa permasalahan tersebut blm terselesaikan, maka Pimpinan APIP harus mengkomunikasikan hal tsb kepada Pimpinan K/L/D atau Pimpinan Unit Organisasi. Keputusan u/ menerima atau tdk menerima risiko adalah tj auditan, bukan tj pimpinan APIP. B. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) o Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari 2007. o Landasan Peraturan Perundang-undangan: 1) Undang‐Undang Dasar RI Tahun 1945; 2) Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3) Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ; 4) Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 5) Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. o Standar pemeriksaan ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar pemeriksaan ini berlaku untuk: 1) BPK; 2) akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, untuk dan atas nama BPK; 3) aparat pengawas intern pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya o Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 (tujuh) butir Pernyataan Standar Pemeriksaan berikut. 1) Standar Umum Mengatur kriteria yang bersifat umum untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar ini juga memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Cakupan standar umum mengatur hal‐hal berikut: a) persyaratan kemampuan/keahlian; b) independensi c) Penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama; d) pengendalian mutu 2) Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan Mengatur hal‐hal berikut: a) Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik; b) Komunikasi pemeriksa; c) Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya; d) Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang‐undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse); e) Pengembangan temuan pemeriksaan; f) Dokumentasi pemeriksaan 3) Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan Mengatur hal‐hal berikut: a) hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; b) pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan; c) pelaporan tentang kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan; d) pelaporan tentang pengendalian intern; e) pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab; f) pelaporan informasi rahasia; g) penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan 4) Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja Mengatur hal‐hal berikut: a) Perencanaan c) bukti b) Supervisi d) dokumentasi pemeriksaan 5) Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja Mengatur hal‐hal berikut: a) Bentuk b) isi laporan; c) unsur‐unsur kualitas laporan; d) penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan 6) Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Mengatur hal‐hal berikut: a) hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; b) komunikasi pemeriksa; c) pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya; d) pengendalian intern; e) merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang‐undangan; kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse); f) dokumentasi pemeriksaan 7) Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Mengatur hal‐hal berikut: a) hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; b) pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan; c) pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan; d) pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab; e) pelaporan informasi rahasia; f) penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
C. Standar Profesi Audit Internal (SPAI) => baca Modul idem SA-AIPI
Pendekatan sederhana untuk investasi ekuitas: Panduan pengantar investasi ekuitas untuk memahami apa itu investasi ekuitas, bagaimana cara kerjanya, dan apa strategi utamanya