NOMOR : 4/K/I-XIII.2/3/2016
TANGGAL :0 MARET 2016
KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4/K/I-XIII.2/3/2016
TENTANG
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (3) huruf e Peraturan BPK Nomor 1
Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara,
mengenai Pernyataan Standar Pemeriksaan 05 tentang Standar
Pelaporan Pemeriksaan Kinerja dinyatakan bahwa Pemeriksa harus
membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengomunikasikan setiap
hasil pemeriksaan;
b. bahwa agar laporan hasil pemeriksaan kinerja memberikan manfaat
yang maksimal, laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap,
akurat, objektif, meyakinkan, dan jelas, serta seringkas mungkin;
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, serta untuk memberikan pedoman bagi Pemeriksa dalam
melakukan penyusunan laporan hasil pemeriksaan kinerja, perlu
membentuk Keputusan BPK tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja;
1
4. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4707);
5. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 09/K/I-XIII.2/12/2011
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja;
6. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3/K/I-XIII.2/7/2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa
Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Badan
Pemeriksa Keuangan Nomor 1/K/I-XIII.2/2/2016 tentang Perubahan
Atas Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3/K/I-XIII.2/7/2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa
Keuangan;
7. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 5/K/I-XIII.2/10/2015
tentang Pedoman Manajemen Pemeriksaan;
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Memberlakukan Petunjuk Teknis Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja, yang
selanjutnya dalam Keputusan ini disebut Juknis Penyusunan LHP Kinerja.
Pasal 2
Juknis Penyusunan LHP Kinerja merupakan pedoman secara teknis bagi Pemeriksa dalam
melakukan penyusunan LHP Kinerja sehingga memenuhi persyaratan kualitatif sebagaimana
diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Pasal 3
Juknis Penyusunan LHP Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 disusun dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : GAMBARAN UMUM
BAB III : PENYAJIAN IKHTISAR EKSEKUTIF
BAB IV : PENYAJIAN PENDAHULUAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
2
BAB V : PENYAJIAN GAMBARAN UMUM OBJEK PEMERIKSAAN
BAB VI : PENYAJIAN HASIL PEMERIKSAAN
BAB VII : PENYAJIAN TEMUAN PEMERIKSAAN
BAB VIII : PERUMUSAN DAN PENYAJIAN SIMPULAN DAN REKOMENDASI
PEMERIKSAAN
BAB IX : PENUTUP
Pasal 4
Juknis Penyusunan LHP Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
Pasal 5
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Maret 2016
ttd. ttd.
3
Daftar Isi
Daftar Isi
Hal
Daftar Isi i
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................................... 1
B. Tujuan............................................................................................................................................. 1
C. Lingkup .......................................................................................................................................... 1
D. Dasar Hukum Penyusunan Juknis ................................................................................................. 2
E. Sistematika Juknis..... .................................................................................................................... 2
BAB II GAMBARAN UMUM
A. Pengertian LHP Kinerja ................................................................................................................. 3
B. Bentuk LHP Kinerja ...................................................................................................................... 3
C. Karakteristik Kualitatif LHP Kinerja ............................................................................................ 4
D. Mekanisme Penyusunan LHP Kinerja ........................................................................................... 6
E. Penyajian Gambar, Tabel, Grafik, dan Catatan Pinggir ................................................................ 11
F. Tanggal Efektif dan Penyampaian LHP......................................................................................... 11
BAB III PENYAJIAN IKHTISAR EKSEKUTIF
A. Pengertian Ikhtisar Eksekutif ......................................................................................................... 12
B. Karakteristik Kualitatif Ikhtisar Eksekutif ................................................................................... 12
C. Unsur-Unsur Ikhtisar Eksekutif ..................................................................................................... 12
D. Tampilan Ikhtisar Eksekutif .......................................................................................................... 18
BAB IV PENYAJIAN PENDAHULUAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
A. Sistematika Penulisan .................................................................................................................... 19
B. Penyusunan Pendahuluan LHP ...................................................................................................... 19
BAB V PENYAJIAN GAMBARAN UMUM OBJEK PEMERIKSAAN
A. Substansi Gambaran Umum Objek Pemeriksaan .......................................................................... 27
B. Penyusunan Gambaran Umum Objek Pemeriksaan ...................................................................... 27
BAB VI PENYAJIAN HASIL PEMERIKSAAN
A. Umum ............................................................................................................................................ 35
B. Sistematika Penyajian Bab “Hasil Pemeriksaan” .......................................................................... 36
C. Pengantar Bab “Hasil Pemeriksaan” ............................................................................................. 37
BAB VII PENYAJIAN TEMUAN PEMERIKSAAN
A. Metode Penyajian Temuan Pemeriksaan ....................................................................................... 38
B. Metode Penyajian Judul Temuan Pemeriksaan ............................................................................. 38
C. Metode Penyajian Kondisi dalam Temuan Pemeriksaan .............................................................. 38
D. Metode Penyajian Kriteria dalam Temuan Pemeriksaan .............................................................. 40
E. Metode Penyajian Akibat dan Sebab dalam Temuan Pemeriksaan .............................................. 41
F. Tanggapan atas Temuan Pemeriksaan ........................................................................................... 44
i
Daftar Isi
ii
Daftar Lampiran
Daftar Lampiran
iii
Bab I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
01 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Pernyataan Standar Pemeriksaan SPKN PSP 05
tentang Standar
(PSP) 05 mengenai Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja menyatakan bahwa Pelaporan
Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengomunikasikan Pemeriksaan Kinerja
setiap hasil pemeriksaan.
02 Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Kinerja menjelaskan bahwa Penyusunan LHP
penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja dilakukan pada tahap menurut Juklak
Pemeriksaan Kinerja
pelaporan setelah tahap pelaksanaan. Pemeriksa membuat kerangka LHP sejak dan penyusunan
tahap perencanaan saat menyusun Program Pemeriksaan (P2). Kerangka LHP kerangka LHP
Kinerja
kinerja memberikan gambaran informasi yang akan disajikan dalam LHP kinerja,
sehingga dapat memandu Pemeriksa dalam mengumpulkan data pada saat
pelaksanaan pemeriksaan. Selain itu, kerangka LHP kinerja berguna untuk menjaga
konsistensi alur penyajian informasi dalam LHP.
03 Laporan hasil pemeriksaan berfungsi untuk: Fungsi LHP Kinerja
B. Tujuan
06 Tujuan Juknis Penyusunan LHP Kinerja adalah untuk memberikan pedoman secara Tujuan Juknis
teknis bagi pemeriksa dalam menyusun LHP kinerja. Dengan mengikuti juknis ini,
diharapkan dalam menyusun LHP Kinerja, pemeriksa dapat memenuhi persyaratan
kualitatif sebagaimana diatur dalam SPKN.
C. Lingkup
07 Juknis ini mengatur penyajian LHP kinerja dan metode perumusan simpulan dan Lingkup Juknis
rekomendasi dalam pemeriksaan kinerja. Juknis ini tidak mencakup:
a. penyusunan laporan pemeriksaan pendahuluan;
b. catatan yang berisi ringkasan hasil pelaksanaan pekerjaan pemeriksa dan alasan
dihentikannya pemeriksaan, dalam hal pemeriksaan dihentikan sebelum
berakhir; dan
c. penulisan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK.
1
Bab I Pendahuluan
08 Juknis ini merupakan penjabaran dari Juklak Pemeriksaan Kinerja, yaitu pada tahap Juknis Penyusunan
pelaporan pemeriksaan kinerja, sehingga kedudukan Juknis ini tidak dapat LHP Kinerja bagian
dari Juklak
dipisahkan dari Juklak Pemeriksaan Kinerja. Pemeriksaan Kinerja
E. Sistematika Juknis
10 Juknis Penyusunan LHP Kinerja ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Sistematika Juknis
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : GAMBARAN UMUM
BAB III : PENYAJIAN IKHTISAR EKSEKUTIF
BAB IV : PENYAJIAN PENDAHULUAN LAPORAN HASIL
PEMERIKSAAN
BAB V : PENYAJIAN GAMBARAN UMUM OBJEK PEMERIKSAAN
BAB VI : PENYAJIAN HASIL PEMERIKSAAN
BAB VII : PENYAJIAN TEMUAN PEMERIKSAAN
BAB VIII : PERUMUSAN DAN PENYAJIAN SIMPULAN DAN
REKOMENDASI PEMERIKSAAN
BAB IX : PENUTUP
2
Bab II Gambaran Umum
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Pengertian LHP Kinerja
01 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Berdasarkan UU,
pemeriksa wajib
Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa Pemeriksa menyusun LHP membuat LHP
setelah pemeriksaan selesai dilakukan. LHP tersebut kemudian diserahkan kepada setelah pemeriksaan
DPR/DPD/DPRD dan presiden/gubernur/bupati/walikota serta pemimpin entitas berakhir.
yang diperiksa sesuai dengan kewenangannya. LHP yang telah diserahkan kepada
lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali apabila LHP tersebut
memuat rahasia negara yang diatur dalam undang-undang.
02 Dalam Juklak Pemeriksaan Kinerja disebutkan bahwa hasil dari tahap perencanaan LHP Pendahuluan
pemeriksaan dapat dituangkan dalam suatu laporan pemeriksaan pendahuluan. Hasil Kinerja
sehingga menarik untuk dibaca oleh para pemangku kepentingan. Juknis ini memuat
kondisi-kondisi minimal yang harus ada dalam LHP Kinerja untuk memenuhi syarat
dari suatu LHP Kinerja yang berkualitas, disamping keseragaman dalam
penyusunan LHP Kinerja. Juknis ini akan menyajikan banyak contoh dalam
penyajian LHP kinerja yang diambil dari beberapa LHP Kinerja BPK. Juknis ini
tidak menampilkan template, karena penyajian template tersebut dapat mengurangi
kreatifitas pemeriksa saat menuangkan hasil pemeriksaannya dalam LHP.
06 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Persyaratan mini mal
Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa LHP Kinerja memuat LHP Kinerja
menurut UU
temuan, kesimpulan, dan rekomendasi serta tanggapan pejabat entitas yang
bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan.
3
Bab II Gambaran Umum
b. Pendahuluan;
c. Gambaran Umum Objek Pemeriksaan;
d. Hasil Pemeriksaan;
e. Simpulan (dan Rekomendasi); serta
f. Lampiran, Glosarium, dan Daftar Singkatan
4
Bab II Gambaran Umum
5
Bab II Gambaran Umum
dan/atau peningkatan kinerja entitas. Dalam menyusun LHP dengan gaya bahasa
persuasif, pemeriksa perlu mempertimbangkan beberapa aspek antara lain:
a. karakteristik lingkungan organisasi, karakteristik kekuatan-kekuatan di sekitar
organisasi yang secara potensial dapat memengaruhi bagaimana organisasi itu
beroperasi dan mengakses sumber dayanya;
b. psikologi perubahan, dapat menjelaskan bagaimana manajemen perubahan dapat
memengaruhi cara berpikir, perilaku, dan pola kerja seseorang atau organisasi;
dan
c. memahami kematangan entitas, dapat melakukan pendekatan yang tepat dalam
menyajikan LHP sesuai dengan tingkat kematangan entitas dalam hal kualitas
manajemen entitas, sumber daya manusia (SDM) entitas, dan tingkat
kemampuan entitas dalam menerapkan/mematuhi peraturan pemerintah.
Contoh penyajian penggunaan kalimat persuasif dalam LHP Kinerja:
a. Penggunaan kalimat persuasif dalam LHP Kinerja pada entitas yang telah
matang, memiliki Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang kuat, didukung oleh
sumber daya (SDM, infrastruktur, dan anggaran) yang cukup dan kompeten,
serta lingkungan organisasi yang dinamis terhadap suatu perubahan, maka
kalimat persuasif yang dapat digunakan adalah:
6
Bab II Gambaran Umum
7
Bab II Gambaran Umum
8
Bab II Gambaran Umum
3) Ketua Tim melakukan perbaikan konsep LHP berdasarkan hasil pembahasan Perbaikan konsep
untuk kemudian menyampaikannya kepada Pengendali Teknis. LHP hasil
pembahasan
4) Pengendali Mutu mereviu konsep LHP yang disampaikan oleh Pengendali Reviu konsep LHP
Teknis untuk menjamin kesesuaiannya dengan SPKN dan mereviu usulan oleh Pengendali
Mutu
pelaporan informasi rahasia, indikasi kerugian negara/daerah dan unsur
pidana. Penanggung Jawab harus memastikan bahwa jika terdapat informasi
yang menurut peraturan perundang-undangan dilarang diungkapkan kepada
umum, maka informasi rahasia tersebut tidak diungkapkan dalam LHP
Kinerja. Alasan tidak diungkapkannya suatu informasi, sifat informasi dan
peraturan yang mendasari kerahasiaan tersebut diungkapkan dalam LHP.
Apabila dari LHP Kinerja terdapat temuan yang berindikasi unsur pidana
yang masih perlu diperdalam/dikembangkan, Tim Pemeriksa mengusulkan
agar pendalaman/pengembangan kasus dilakukan melalui pemeriksaan
investigatif sesuai dengan mekanisme yang terdapat dalam Juknis
Pemeriksaan Investigatif atas Indikasi Tindak Pidana yang Mengakibatkan
Kerugian Negara/Daerah. Dalam melakukan reviu, Pengendali Mutu
memperhatikan ketepatan waktu penyelesaian LHP sesuai yang ditetapkan
dalam P2. Pada saat melakukan reviu, Pengendali Mutu mengisi checklist
kendali mutu pelaporan pemeriksaan.
5) Dalam proses reviu konsep LHP, Pengendali Mutu dapat menyatakan Pembahasan konsep
LHP oleh
ketidaklayakan Temuan Pemeriksaan. Dalam hal Temuan Pemeriksaan Pengendali Mutu
dinyatakan tidak layak oleh Pengendali Mutu, alasan ketidaklayakan tersebut
telah mempertimbangkan keandalan, relevansi, dan kecukupan bukti yang
diperoleh dalam pemeriksaan dan didokumentasikan dalam KKP.
6) Apabila terdapat temuan terkait kerugian negara/daerah dan unsur pidana Pelaporan dan
dalam konsep LHP, Pengendali Mutu melaporkannya kepada Tortama/Kalan. Permintaan
pendapat hukum
Selanjutnya Tortama/Kalan dapat meminta pendapat hukum kepada Kepala atas indikasi
Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan kerugian
negara/daerah dan
Keuangan Negara (Kaditama Binbangkum)/Kepala Subbagian (Kasubbag) unsur pidana
Hukum BPK Perwakilan. Pendapat hukum didokumentasikan dalam KKP.
7) Pengendali Mutu menyampaikan konsep LHP yang telah direviu kepada PSP Penyampaian
untuk memperoleh tanggapan entitas. Konsep LHP oleh
Pengendali Mutu
20 c. Penyampaian konsep LHP dan perolehan tanggapan dari entitas yang
diperiksa
1) PSP menyusun dan menandatangani surat pengantar konsep LHP untuk Penyiapan dan
disampaikan kepada pimpinan entitas yang diperiksa. Penandatanganan
Surat Pengantar
Konsep LHP
2) PSP menyampaikan secara tertulis konsep LHP kepada pimpinan entitas Penyampaian
yang diperiksa untuk memperoleh tanggapan. Tanggapan entitas dimuat Konsep LHP
kepada Entitas yang
dalam formulir Rencana Aksi sebagai bentuk rencana tindak lanjut entitas. Diperiksa
PSP menetapkan batas waktu penyampaian tanggapan tertulis oleh entitas
dengan mempertimbangkan waktu penerbitan LHP.
3) Pada saat penyampaian konsep LHP kepada pimpinan entitas, disampaikan Kuesioner Penilaian
juga kuesioner untuk menilai pelaksanaan pemeriksaan sebagai umpan balik Pelaksanaaan
Pemeriksaan
atas independensi, integritas, dan profesionalisme PFP. Kuesioner yang telah
diisi oleh entitas disampaikan kepada Sekretariat Unit Kerja Pemeriksaan.
4) Setelah menerima tanggapan dari entitas, PSP menyampaikannya kepada Penelaahan
PFP untuk ditelaah lebih lanjut. Tangga pan oleh
PFP
9
Bab II Gambaran Umum
5) Dalam hal tanggapan yang diperoleh dari entitas yang diperiksa dianggap Pembahasan
belum memadai atau memerlukan penjelasan lebih lanjut, PFP dapat Perolehan
Tangga pan
mengusulkan pembahasan dengan entitas yang diperiksa kepada PTP melalui
PSP. PFP menyusun risalah pembahasan tersebut.
21 d. Finalisasi konsep LHP
1) Tanggapan atas konsep LHP dan rencana aksi dari entitas yang diperiksa Ketidaksetujuan
ditelaah oleh Ketua Tim. Ketua Tim memuat tanggapan dan rencana aksi Tangga pan
tersebut dalam konsep LHP. Apabila Ketua Tim tidak sependapat dengan
tanggapan entitas yang diperiksa, Ketua Tim menyusun konsep
ketidaksetujuan atas tanggapan tersebut dan mengungkapkannya dalam LHP
untuk direviu secara berjenjang oleh Pengendali Teknis dan Pengendali
Mutu.
2) Apabila tidak ada tanggapan, LHP harus menyatakan “BPK telah Tidak Ada
menyampaikan konsep laporan hasil pemeriksaan kepada [diisi nama jabatan Tangga pan
10
10
Bab II Gambaran Umum
menyerahkan LHP.
2) Penyerahan LHP kepada lembaga perwakilan dilaksanakan sesuai Penyerahan LHP
kepada Lemba ga
kesepakatan bersama antara BPK dan masing-masing lembaga perwakilan. Perwakilan dan
Sedangkan hasil pemeriksaan yang memuat unsur pidana disampaikan Aparat Penegak
kepada Aparat Penegak Hukum dan pihak berwenang lainnya. Tata cara Hukum
penyampaian hasil pemeriksaan yang memuat unsur pidana mengacu pada
kesepakatan bersama BPK dan Aparat Penegak Hukum terkait.
11
11
Bab III Penyajian Ikhtisar Eksekutif
BAB III
PENYAJIAN IKHTISAR EKSEKUTIF
teknis, politis, yang dapat memicu penolakan dari entitas yang diperiksa. Pemilihan
kalimat yang kurang baik atau kurang tepat dapat menimbulkan reaksi atau dampak
yang tidak diharapkan, seperti respon yang tidak sesuai dengan arah rekomendasi
yang diberikan.
07 Ikhtisar Eksekutif disajikan dengan kalimat yang berimbang dan objektif serta tidak Pemakaian kalimat
memihak antara entitas yang diperiksa dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang beri mbang,
objektif dan tidak
lainnya. memi hak
08 Kalimat dalam Ikhtisar Eksekutif harus ringkas dan padat, namun dapat
menyampaikan informasi secara jelas bagi pembaca.
12
12
Bab III Penyajian Ikhtisar Eksekutif
d. lingkup pemeriksaan;
e. standar pemeriksaan;
f. metodologi pemeriksaan;
g. kriteria pemeriksaan;
h. simpulan pemeriksaan;
i. temuan signifikan2, baik temuan positif (capaian) maupun temuan negatif;
j. rekomendasi BPK; dan
k. tanggapan entitas.
Unsur-unsur Ikhtisar Eksekutif tidak harus disajikan dalam satu urutan, namun
Pemeriksa perlu mempertimbangkan aspek logisnya.
10 a. Dasar hukum pemeriksaan Dasar hukum
pemeriksaan
Merupakan aturan hukum bagi BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja.
Dasar hukum pemeriksaan kinerja antara lain sebagai berikut:
1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Contoh penulisan dasar hukum adalah sebagai berikut:
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK melakukan
pemeriksaan kinerja...(nama objek) pada…(nama entitas) untuk tahun
anggaran …(tahun yang diperiksa)
Alasan BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas entitas atau program tertentu
harus jelas untuk meyakinkan pengguna laporan mengenai pentingnya suatu
objek untuk diperiksa. Alasan pemeriksaan dalam ikhtisar eksekutif
mencerminkan pemahaman dan kesadaran serta peran aktif BPK atas
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat.
Alasan pemeriksaan juga memuat informasi-informasi utama tentang profil
kunci objek pemeriksaan atau permasalahan utama, sehingga dapat membentuk
suatu latar belakang yang argumentatif dan persuasif. Hal tersebut menunjukkan
bahwa BPK telah mempertimbangkan aspek risiko manajemen, dampak
kegiatan entitas, dan signifikansi dalam menentukan objek pemeriksaan.
Contoh penyajian alasan pemeriksaan yang memuat profil kunci pada Ikhtisar
Eksekutif adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan kinerja ini dilakukan karena penempatan dan perlindungan
TKI merupakan program pemerintah yang besar, baik dari jumlah
sumber daya manusia, manajemen pengelolaan kegiatan maupun dari
aspek potensi penerimaan negara. Selanjutnya, hasil analisis BPK atas
kajian profil TKI yang bersumber dari data Kemenakertrans, BNP2TKI,
Dinas Tenaga Kerja di tiga provinsi pengirim dan enam Perwakilan RI di
luar negeri menunjukkan bahwa arah dan perkembangan penempatan
dan perlindungan TKI di luar negeri masih jauh dibawah harapan
dengan masih tingginya komposisi TKI sektor informal (penata laksana
rumah tangga).
2
Temuan signifikan adalah suatu temuan yang memberikan dampak terbesar dari tercapai atau tidak tercapainya tujuan
suatu program/kegiatan.
13
13
Bab III Penyajian Ikhtisar Eksekutif
Standar pemeriksaan yang digunakan adalah SPKN yang telah ditetapkan oleh
BPK yang terkait dengan pemeriksaan kinerja.
14
14
Bab III Penyajian Ikhtisar Eksekutif
15
15
Bab III Penyajian Ikhtisar Eksekutif
Suatu pemeriksaan kinerja dapat mencakup satu area kunci atau lebih.
Penuangan capaian dan temuan negatif dalam Ikhtisar Eksekutif diringkas per
area kunci dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Bila objek pemeriksaan kinerja terdiri lebih dari satu area kunci, maka
capaian dan temuan pemeriksaan dalam Ikhtisar Eksekutif disampaikan
masing-masing satu paragraf singkat untuk tiap-tiap area kunci.
2) Temuan signifikan yang dimuat dalam ikhtisar eksekutif dapat berupa
gabungan beberapa temuan pemeriksaan dalam LHP.
3) Capaian dan temuan negatif per area kunci dalam ikhtisar eksekutif sedapat
mungkin memuat unsur-unsur:
(a) kondisi;
(b) kriteria;
(c) akibat; dan
(d) sebab.
Meskipun demikian, penyajian unsur-unsur tersebut di setiap area kunci
dalam Ikhtisar Eksekutif harus ringkas dengan cara mengutamakan temuan
pemeriksaan yang paling signifikan/krusial sehingga Ikhtisar Eksekutif
tetap dapat disajikan secara ringkas namun komprehensif.
4) Unsur-unsur capaian dan temuan negatif disajikan secara mengalir dan
tidak harus disampaikan secara urut dan kaku.
16
16
Bab III Penyajian Ikhtisar Eksekutif
17
17
Bab III Penyajian Ikhtisar Eksekutif
Untuk menampilkan informasi hasil pemeriksaan yang adil dan objektif, baik
dari sudut pandang BPK maupun sudut pandang entitas, Ikhtisar Eksekutif
memuat tanggapan entitas atas temuan, simpulan dan rekomendasi. Penuangan
tanggapan atas temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan disajikan
dalam paragraf tersendiri.
Tanggapan entitas dalam Ikhtisar Eksekutif menginformasikan kepada pembaca Tanggapan entitas
laporan mengenai respon manajemen entitas terhadap simpulan dan atas simpulan dan
rekomendasi
rekomendasi yang diberikan oleh BPK, baik respon menyetujui seluruhnya,
sebagian atau tidak menyetujui simpulan dan rekomendasi. Jika manajemen
entitas tidak setuju dengan simpulan dan rekomendasi BPK, maka alasan
ketidaksetujuan tersebut disajikan pada bagian ini.
Contoh penyajian tanggapan entitas atas simpulan dan rekomendasi BPK:
“Atas temuan, simpulan dan rekomendasi yang diberikan oleh BPK,
Kemenakertrans menyampaikan menerima keseluruhan temuan dan
simpulan BPK, serta akan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi
yang diberikan”.
18
18
Bab IV Penyajian Pendahuluan LHP
BAB IV PENYAJIAN
PENDAHULUAN LAPORAN
HASIL PEMERIKSAAN
A. Sistematika Penulisan
01 Bagian pendahuluan merupakan pengantar yang memberikan informasi umum Sistematika
penulisan Bagian
mengenai pemeriksaan. Pendahuluan
Sistematika penulisan atas Bagian Pendahuluan pada LHP adalah sebagai berikut:
a. dasar hukum pemeriksaan;
b. standar pemeriksaan;
c. alasan pemeriksaan;
d. tujuan pemeriksaan;
e. sasaran pemeriksaan;
f. metodologi pemeriksaan;
g. jangka waktu pemeriksaan;
h. objek pemeriksaan;
i. tahun anggaran yang diperiksa;
j. pembatasan pemeriksaan (jika ada); dan
k. pembatasan penyajian (jika ada).
19
19
Bab IV Penyajian Pendahuluan LHP
04 Alasan pemeriksaan
c. Alasan pemeriksaan
Alasan pemeriksaan memuat kondisi atau permasalahan yang melatarbelakangi
pemeriksaan atau argumen mengapa BPK mengalokasikan waktu dan sumber
dayanya untuk berperan aktif mengatasi suatu masalah melalui fungsi
pemeriksaannya.
Alasan pemeriksaan tersebut sekaligus berfungsi mengarahkan pembentukan
hipotesis atau indikasi awal saat merumuskan tujuan dan kriteria pemeriksaan.
Pemeriksa harus menggali informasi penting dan valid yang terkait dengan
harapan penugasan, sehingga tujuan pemeriksaan dapat dirumuskan sejalan
dengan permasalahan yang relevan. Rekomendasi BPK memiliki keterkaitan
substansial dengan alasan pemeriksaan, sehingga pada dasarnya saat tahap
perencanaan, pemeriksa dapat memprediksi dampak dari pemeriksaannya untuk
mengatasi suatu permasalahan atau memperbaiki kelemahan kinerja entitas.
Beberapa faktor yang dipertimbangkan pemeriksa dalam membuat alasan
pemeriksaan adalah sebagai berikut:
1) risiko manajemen (risiko yang dapat menghambat entitas mencapai
tujuannya);
2) dampak (kemungkinan perbaikan dengan dilakukannya pemeriksaan atas
entitas yang bersangkutan);
3) signifikansi (nilai uang yang cukup material, visibilitas, batas kritis
keberhasilan);
4) ketertarikan publik terhadap masalah atau isu tersebut;
5) tuntutan stakeholder (pemangku kepentingan);
20
20
Bab IV Penyajian Pendahuluan LHP
Contoh 2
1. Program Stimulus Belanja Infrastruktur tahun 2009 merupakan salah satu
bentuk instrumen kebijakan stimulus fiskal tahun 2009 untuk mengatasi
dampak krisis global yang terjadi pada akhir tahun 2008 yang
mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Kebijakan tersebut dilakukan oleh Pemerintah dan DPR dengan tujuan
untuk (1) meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengatasi PHK, (2)
meningkatkan daya beli masyarakat, dan (3) mempertahankan daya saing
dan daya tahan usaha.
3. Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk melaksanakan program
stimulus fiskal tersebut seluruhnya sebesar Rp73,30 triliun, terdiri dari
stimulus perpajakan dan kepabeanan sebesar Rp56,3 triliun (76,81%),
subsidi langsung sebesar Rp4,8 triliun (6,55%) dan stimulus belanja
infrastruktur sebesar Rp12,20 triliun (16,64%).
21
21
Bab IV Penyajian Pendahuluan LHP
Jika tujuan pemeriksaan lebih dari satu, maka sebaiknya penyajian tujuan
pemeriksaan dirinci satu per satu agar lebih jelas, contohnya adalah sebagai
berikut.
Tujuan pemeriksaan
Pemeriksaan kinerja pengelolaan pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten
ABC bertujuan untuk:
1. menilai efisiensi pelayanan kantor pertanahan Kabupaten ABC; dan
2. menilai efektivitas pengelolaan pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten
ABC.
22
22
Bab IV Penyajian Pendahuluan LHP
1) Kriteria pemeriksaan
Penjelasan mengenai kriteria pemeriksaan akan membantu pembaca untuk
memahami dasar yang digunakan untuk menilai kinerja entitas.
Apabila pemeriksa menggunakan peraturan perundang-undangan, KPI
(Key Performance Indicator), Standar Pelayanan Minimal (SPM), atau
sumber kriteria lainnya, maka pemeriksa perlu menampilkan ukuran,
standar, yang digunakan BPK untuk menilai kinerja objek pemeriksaan.
Untuk menjelaskan kriteria pemeriksaan ini, pemeriksa dapat menjelaskan
model kriteria yang digunakan, alasan dan argumen logis serta sumber
yang digunakan dalam mengembangkan kriteria tersebut.
Apabila Pemeriksa menggunakan alat analisis seperti Better Management
Practice (BMP) sebagai model kriteria, maka penjelasan cukup mencakup
mengenai kriteria utama dan subkriteria. Sedangkan penjelasan secara
rinci mengenai sub sub kriteria dan sumber kriteria yang digunakan
dijelaskan dalam lampiran. Untuk memudahkan pembaca dalam
memahami kriteria pemeriksaan, maka penjelasan rinci kriteria dalam
lampiran dapat menggunakan tabel atau gambar.
Pemeriksa juga perlu menjelaskan bahwa kriteria tersebut telah
dikomunikasikan dengan manajemen entitas yang diperiksa. Jika
berdasarkan hasil komunikasi tersebut, terdapat kriteria yang tidak
disepakati antara pemeriksa dan manajemen entitas, maka pemeriksa perlu
menyebutkan kriteria yang tidak disepakati tersebut, beserta alasan
ketidaksepakatan manajemen entitas.
Contoh penyajian metodologi penentuan kriteria pemeriksaan adalah
sebagai berikut:
Kriteria pemeriksaan
Untuk menilai apakah pelayanan rawat inap kelas III pada RSUD “A”
telah memadai, pemeriksa mengembangkan kerangka kriteria, yang
meliputi tiga kriteria utama dengan masing-masing sub kriteria sebagai
berikut:
1. Kegiatan pelayanan rawat inap kelas III telah didukung dengan
perencanaan yang memadai, yang diukur dengan sub kriteria sebagai
berikut:
a. Pelayanan rawat inap kelas III telah didukung oleh SDM yang
memadai.
b. Pelayanan rawat inap kelas III telah didukung dengan sarana dan
prasarana yang memadai.
c. dst.
2. Kegiatan pelayanan rawat inap kelas III telah dilaksanakan secara
memadai.
a. Pelayanan administrasi rawat inap kelas III telah dilaksanakan
secara cepat dan akurat.
b. Pelayanan medis rawat inap kelas III telah dilaksanakan dengan
tepat dan sesuai ketentuan.
c. dst.
3. Kegiatan pelayanan rawat inap kelas III telah dimonitor dan
dievaluasi secara memadai.
Kriteria tersebut disusun dan dikembangkan berdasarkan hasil
identifikasi BPK pada saat melakukan pemantauan langsung atas
kegiatan pelayanan rawat inap kelas III dan seluruh kriteria tersebut
telah dikomunikasikan dengan entitas yang diperiksa.
23
23
Bab IV Penyajian Pendahuluan LHP
3) Teknik sampling
Pemeriksa perlu menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan sampling. Hal ini diperlukan untuk memberikan penjelasan
kepada pembaca bahwa masih terdapat risiko kesalahan pengambilan
kesimpulan dikarenakan pemeriksaan tidak memeriksa seluruh populasi.
24
24
Bab IV Penyajian Pendahuluan LHP
25
25
Bab IV Penyajian Pendahuluan LHP
26
26
Bab V Penyajian Gambaran Umum Objek Pemeriksaan
BAB V
PENYAJIAN GAMBARAN UMUM
OBJEK PEMERIKSAAN
27
27
Bab V Penyajian Gambaran Umum Objek Pemeriksaan
a. Panjang jalan adalah + 7.650 km, dengan luas + 40,1 km2 (6,2% dari luas
wilayah DKI Jakarta), dengan pertumbuhan panjang jalan hanya ± 0,01%
per tahun.
b. Jumlah kendaraan bermotor DKI Jakarta sebanyak ± 5,7 juta unit (sumber
Polda Metro Jaya th. 2007), yang terdiri dari kendaraan pribadi sebanyak
± 5,6jt (98% ) dan angkutan umum sebanyak ± 87.976 (2%) pertumbuhan
rata-rata untuk lima tahun terakhir sebesar ± 9% per tahun.
c. Kendaraan pribadi sebanyak 5,6 juta unit tersebut hanya melayani 44%
perjalanan, sedangkan angkutan umum yang hanya 2% harus melayani
56% perjalanan.
Berikut ini adalah contoh latar belakang objek pemeriksaan yang diilustrasikan Contoh penyajian
pada pemeriksaan kinerja atas program penempatan dan perlindungan TKI: latar belakang objek
pemeriksaan
Kebijakan Umum Program TKI
Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam Pasal
27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun pada
kenyataannya, keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri
menyebabkan banyak warga negara Indonesia/TKI mencari pekerjaan ke luar
negeri. Dari tahun ke tahun jumlah mereka yang bekerja di luar negeri
semakin meningkat. Besarnya animo tenaga kerja yang akan bekerja ke luar
negeri dan besarnya jumlah TKI yang sedang bekerja di luar negeri di satu
sisi mempunyai dampak positif, yaitu mengatasi sebagian masalah
penggangguran di dalam negeri, namun terdapat pula sisi negatif, yaitu risiko
kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI.
Penempatan TKI di luar negeri, sebagaimana dimaksud Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri, merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak
dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan
dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap
memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan hukum
serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan nasional.
Berikut ini adalah contoh latar belakang objek pemeriksaan yang diilustrasikan Contoh penyajian
pada pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan pelayanan farmasi pada latar belakang objek
pemeriksaan
Rumah Sakit Umum (RSU):
Gambaran Umum Pelayanan Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi merupakan instalasi dalam Bidang Pelayanan Penunjang di
RSUD Kabupaten Bekasi yang memberikan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik,
yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit
bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah
sakit tersebut.
Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah obat
serta masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan perbekalan
farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat
kesehatan, reagensia, radio farmasi, dan gas medis.
28
28
Bab V Penyajian Gambaran Umum Objek Pemeriksaan
29
29
Bab V Penyajian Gambaran Umum Objek Pemeriksaan
30
30
Bab V Penyajian Gambaran Umum Objek Pemeriksaan
Inkitring
Desa Mandiri Energi
Perekonomian Mikro
(Organisasi)
LPE
PLN
09 e. Stakeholders atau pihak-pihak penting yang terkait dengan lingkungan Informasi mengenai
stakeholders atau
organisasi entitas pihak penting yang
terkait
Stakeholders atau pihak-pihak penting yang terkait adalah pihak-pihak tertentu,
dapat berupa seseorang, kelompok atau organisasi, yang memiliki keterkaitan
kepentingan atas kinerja entitas atau tujuan organisasi. Pemangku kepentingan
dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan, tujuan, dan kebijakan
organisasi.
Pengungkapan stakeholders atau pihak-pihak penting yang terkait
entitas/organisasi bermanfaat untuk memberitahukan pembaca bahwa fokus
pemeriksaan atau tujuan pemeriksaan BPK seperti tercermin pada area kunci
atau sasaran pemeriksaan telah mempertimbangkan keterkaitan dan interaksi
entitas dengan penerima manfaat atau pihak-pihak lain yang memiliki
kepentingan atas kinerja atau capaian tujuan entitas. Dengan demikian
rekomendasi BPK diharapkan telah mempertimbangkan profil risiko entitas
secara komprehensif dan intergratif.
Tools untuk menyajikan interaksi antara organisasi dengan stakeholders atau
pihak-pihak penting yang terkait antara lain Influence-interest grid (Imperial
College London), Power-impact grid (Office of Government Commerce UK
2003), Mendelow's Power-interest grid (Aubrey L. Mendelow, Kent State
University, Ohio 1991), Three-dimensional grouping of power, interest and
attitude (Murray-Webster and Simon 2005) dan The Stakeholder Circle (Bourne
2007).
Contoh sederhana penyajian stakeholders atas pembangunan fasilitas
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro pada Program Stimulus Fiskal Bidang
Energi Tahun 2009, sebagai berikut.
Pemerintah Pusat dan DPR merupakan
pihak perencana kegiatan, anggaran, dan Peme rintah Pusat
DPR
(Ke menterian ESDM,
lokasi penerima program, sementara Keme nko Perekonomian)
Pembangunan Fasilitas
Masyarakat merupakan pihak penerima PLT Mikro Hidro
31
31
Bab V Penyajian Gambaran Umum Objek Pemeriksaan
10 f. Key successful atau key leverage atau critical factors Faktor kunci
keberhasilan
Key successful atau key leverage atau critical factors adalah sejumlah
karakteristik, kondisi, atau variabel yang memiliki dampak langsung dan serius
terhadap efektivitas, efisiensi, dan kelangsungan hidup organisasi, program, atau
proyek. Unsur-unsur tersebut merupakan hal yang sangat penting, sehingga
perlu mendapatkan perhatian yang besar dari organisasi agar tujuan organisasi,
program atau proyek dapat tercapai dengan baik.
Secara sederhana pengertian ketiga istilah tersebut memiliki kesamaan yaitu
pada dimensi faktor atau area yang memiliki signifikansi atau pengaruh terhadap
capaian kinerja entitas. Pemahaman atas faktor-faktor tersebut membantu
Pemeriksa dalam mengidentifikasi Kriteria atau Key Performance Indicators
(KPI) yang sejalan dengan tujuan pemeriksaan.
Pengungkapan faktor-faktor tersebut memberikan gambaran pada Pembaca
bahwa secara komprehensif pemeriksaan BPK telah mempertimbangkan risiko
dan/atau peluang dalam mencapai kinerja atau tujuan organisasi serta
keterbatasan sumber daya organisasi.
Contoh penyajian critical factors:
Agar RS ABC dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan bertaraf
internasional dalam dua tahun mendatang, faktor kunci yang harus
diperhatikan adalah ketersediaan:
1. sumber daya manusia yang berkualitas; dan
2. peralatan medis yang lengkap dan mutakhir.
32
32
Bab V Penyajian Gambaran Umum Objek Pemeriksaan
Tujuan
Entitas/Obrik
33
33
Bab V Penyajian Gambaran Umum Objek Pemeriksaan
17 k. Capaian kinerja
Bagian ini menjelaskan secara singkat uraian Indikator Kinerja Utama (IKU)
atau sasaran strategis/manajerial/operasional yang menjadi dasar akuntabilitas
kinerja entitas/objek yang diperiksa.
Pemeriksa dapat memanfaatkan informasi dalam Laporan Akuntabilitas Instansi
Pemerintah (LAKIP) yang menjadi dokumen pertanggungjawaban kinerja
instansi tersebut. Pengungkapan capaian kinerja bersifat netral dan objektif,
dengan pengertian Pemeriksa belum mempertimbangkan analisis atau temuan.
18 l. Informasi lain mengenai objek pemeriksaan Faktor-faktor di luar
kendali yang
Pemeriksa dapat menambahkan informasi lain yang dianggap perlu untuk memengaruhi
menambah pemahaman pembaca terhadap objek pemeriksaan BPK, misalnya kinerja objek
pemeriksaan
faktor-faktor di luar kendali objek pemeriksaan yang memengaruhi kinerja.
Faktor-faktor di luar kendali objek pemeriksaan menjelaskan mengenai hal-hal
apa saja yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung pada
pemeriksaan namun hal tersebut bukan termasuk objek pemeriksaan. Pemeriksa
perlu menginformasikan kepada pembaca LHP sebagai pengetahuan bahwa
kendala pemeriksaan ada di luar kendali objek pemeriksaan. Berikut contoh
faktor-faktor di luar kendali yang memengaruhi kinerja objek pemeriksaan
misalnya:
1) keterbatasan anggaran;
2) keterbatasan SDM; dan
3) keterlambatan pencairan anggaran.
34
34
Bab VI Penyajian Hasil Pemeriksaan
BAB VI
PENYAJIAN HASIL PEMERIKSAAN
A. Umum
01 SPKN pada Bab Pendahuluan paragraf 25 menyatakan bahwa dalam melaporkan Kewajiban
hasil pemeriksaannya, pemeriksa bertanggung jawab untuk mengungkapkan semua Pemeriksa untuk
mengungkap seluruh
hal yang material atau signifikan yang diketahuinya, yang apabila tidak temuan pemeriksaan
diungkapkan dapat mengakibatkan kesalahpahaman para pengguna LHP, kesalahan dalam LHP
dalam penyajian hasilnya, atau menutupi praktik-praktik yang tidak patut atau tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, pada pemeriksaan
kinerja Pemeriksa perlu mengungkapkan baik capaian maupun temuan negatif
dalam LHP Kinerja.
02 Temuan pemeriksaan terdiri dari temuan negatif dan capaian. Temuan negatif Definisi temuan
merupakan keadaan ketika kondisi tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan, pemeriksaan
berdasarkan PMP
sedangkan capaian merupakan keadaan ketika kondisi sama atau lebih baik daripada
kriteria yang ditetapkan.
03 SPKN menjelaskan bahwa pemeriksa harus melaporkan semua kejadian mengenai
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan ketidakpatutan yang
ditemukan selama atau dalam hubungannya dengan pemeriksaan. Dalam keadaan
tertentu, pemeriksa harus melaporkan adanya unsur penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan tersebut kepada pihak yang berwenang sesuai
dengan prosedur yang berlaku di BPK.
Dalam melaporkan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan atau ketidakpatutan, pemeriksa harus menempatkan temuan
tersebut secara lugas dan jelas dalam perspektif yang wajar. Untuk memberikan
dasar bagi pengguna LHP untuk menilai pengaruh dan konsekuensi temuan
pemeriksaan, maka temuan pemeriksaan tersebut harus dikaitkan dengan populasi
atau jumlah kasus yang diperiksa dan jika mungkin dinyatakan dalam nilai satuan
mata uang.
04 Penyajian temuan kepatuhan dalam LHP Kinerja harus dikaitkan dengan tujuan
pemeriksaan, sehingga temuan tersebut dapat digunakan sebagai dasar penarikan
simpulan dan pemberian rekomendasi pemeriksaan.
05 Apabila Pemeriksa menemukan kelemahan pengendalian internal yang tidak
signifikan, pemeriksa harus menyampaikan kelemahan tersebut melalui surat yang
ditujukan kepada manajemen entitas yang diperiksa. Selanjutnya pemeriksa harus
menyatakan hal tersebut di dalam LHP Kinerja di pengantar bab “Hasil
Pemeriksaan” dengan menyebutkan permasalahan-permasalahan yang disampaikan
dalam surat tersebut.
06 Capaian adalah segala kondisi yang memenuhi atau melebihi kriteria pemeriksaan
yang ditetapkan. Pemeriksa perlu mempertimbangkan relevansi capaian yang
diperoleh entitas dengan tujuan pemeriksaan, dan mengungkapkan hal tersebut
dalam LHP Kinerja di bab “Hasil Pemeriksaan.”
07 Pemeriksa harus menyajikan bukti-bukti pemeriksaan yang cukup, kompeten, dan Bukti-bukti
relevan untuk mendukung temuan pemeriksaan dan capaian objek pemeriksaan. pemeriksaan yang
cukup, kompeten,
Temuan pemeriksaan dan capaian yang dikembangkan dan disajikan secara jelas dan relevan untuk
akan memberikan pemahaman kepada manajemen objek pemeriksaan atas mendukung temuan
permasalahan-permasalahan dan capaian yang relevan dengan tujuan dan lingkup pemeriksaan dan
capaian
pemeriksaan.
35
35
Bab VI Penyajian Hasil Pemeriksaan
36
36
Bab VI Penyajian Hasil Pemeriksaan
37
37
Bab VII Penyajian Temuan Pemeriksaan
BAB VII
PENYAJIAN TEMUAN PEMERIKSAAN
02 Pemeriksa dapat menetapkan lebih dari satu area kunci dalam suatu pemeriksaan Temuan
pemeriksaan
kinerja. Apabila pemeriksa menetapkan lebih dari satu area kunci, maka temuan disajikan terpisah
pemeriksaan disajikan dalam bab yang terpisah untuk masing-masing area kunci. untuk tiap area
kunci
05 Paragraf kondisi dalam capaian menguraikan prestasi entitas yang disajikan secara
proporsional.
38
38
Bab VII Penyajian Temuan Pemeriksaan
39
39
Bab VII Penyajian Temuan Pemeriksaan
Jumlah TKI
No. PPTKIS Selisih
SIP Rekom Paspor
1 PT A 706 1.823 1.117
2 PT B 1.034 1.564 530
3 PT C 3.054 3.675 621
Total 4.794 7.072 2.268
Tabel di atas menunjukan bahwa jumlah TKI yang diajukan
PPTKIS untuk mendapat paspor melebihi jumlah TKI yang
dicantumkan dalam SIP. Jumlah kelebihan tersebut
signifikan.
40
40
Bab VII Penyajian Temuan Pemeriksaan
09 Standar, ukuran, kriteria utama, dan sub kriteria dapat disajikan sebelum penyajian
kondisi sebagai pembuka bahasan temuan pemeriksaan. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran ideal kepada pembaca atas kinerja yang seharusnya dicapai
oleh entitas. Namun demikian, penyajian kriteria juga dapat disajikan setelah
penjelasan mengenai kondisi. Pilihan pemeriksa untuk menempatkan kriteria dalam
temuan mempertimbangkan pesan apa yang akan ditekankan oleh BPK.
10 Bila beberapa unsur kriteria tidak disepakati oleh manajemen objek pemeriksaan, Penyajian kriteria
maka kriteria yang disajikan dalam LHP Kinerja adalah kriteria yang ditetapkan yang tidak
disepakati
oleh BPK. Pemeriksa tidak perlu menampilkan alasan ketidaksepakatan manajemen
objek pemeriksaan, karena hal ini sudah dijelaskan dalam Bab Pendahuluan LHP
Kinerja pada bagian metodologi pemeriksaan. Namun jika pada tanggapan atas
temuan tersebut manajemen objek pemeriksaan mengungkapkan alasan
ketidaksepakatan atas kriteria yang digunakan BPK, maka BPK tetap perlu
menyajikan alasan tersebut pada bagian tanggapan atas temuan pemeriksaan.
Meskipun demikian, bila suatu penugasan pemeriksaan kinerja menggunakan
kriteria yang secara keseluruhan mendapat kesepakatan dari pihak manajemen
entitas dan BPK, maka kondisi tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja
pemeriksaan kinerja BPK. Oleh karena itu, pemeriksa harus dapat menjalin
komunikasi yang efektif dengan entitas sehingga dapat membangun kriteria
pemeriksaan yang disepakati kedua belah pihak.
11 Dalam menuangkan kriteria pada tiap temuan pemeriksaan, pemeriksa perlu Penyajian sumber
menyajikan secara jelas sumber kriteria. kriteria dalam
temuan
pemeriksaan
Berikut adalah contoh penyajian kriteria dalam capaian: Contoh penyajian
kriteria dalam
Proses penyusunan anggaran pada Direktorat “DEF” telah sesuai dengan capaian
Peraturan Pemerintah No. xx Tahun xx tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran, yang menyatakan bahwa proses penganggaran dilakukan secara
berjenjang.
Berikut adalah contoh penyajian praktik terbaik sebagai kriteria dalam temuan Contoh penyajian
praktik terbaik
negatif: sebagai kriteria
Ketiadaan whistle blower policy, menghambat proses pendeteksian kecurangan dalam temuan
negatif capaian
pada entitas XXX. Merujuk pada praktik terbaik Fraud Control System yang
dikembangkan oleh Australian Nation Audit Office (ANAO), Whistleblower
Policy merupakan komponen penting dalam pendeteksian kecurangan.
Whistleblower policy merupakan kebijakan manajemen dalam memberikan
jaminan keamanan bagi pelapor kejadian korupsi dan mempunyai hubungan yang
erat dalam efektivitas fraud reporting system. Dengan adanya jaminan tersebut,
maka pegawai tidak akan merasa takut untuk melaporkan suatu kasus korupsi
dalam organisasi. Kebijakan ini harus dibuat secara formal dan harus diketahui
oleh semua pihak yang berperan dalam proses bisnis organisasi.
41
41
Bab VII Penyajian Temuan Pemeriksaan
sama dengan kriteria yang ditetapkan. pemeriksa harus memiliki bukti yang cukup,
kompeten dan relevan untuk mengidentifikasi “akibat”.
13 ”Akibat” akan lebih mudah dipahami bila dinyatakan secara jelas dan terinci, dan
apabila memungkinkan, dinyatakan dalam angka, misalnya biaya-biaya atas proses,
input, atau fasilitas-fasilitas tidak produktif lainnya.
14 “Akibat” mempunyai dua arti yang tergantung pada tujuan pemeriksaan, yaitu:
a. Apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk mengidentifikasi konsekuensi yang
telah atau akan terjadi karena adanya kondisi yang berbeda dari kriteria yang
telah ditetapkan, “akibat” merupakan ukuran dari konsekuensi tersebut. Akibat
dalam pengertian ini digunakan untuk menekankan perlunya perbaikan.
b. Apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk memperkirakan seberapa luas suatu
program telah menimbulkan perubahan fisik, sosial, atau ekonomi, maka
“akibat” merupakan ukuran mengenai dampak yang telah dicapai oleh program
tersebut. Dalam hal ini, “akibat” adalah seberapa jauh perubahan fisik, sosial,
atau ekonomi dapat diidentifikasi dan dikaitkan dengan program tersebut.
15 Dalam temuan negatif, “sebab” adalah faktor yang menjadi penyebab utama tidak
tercapainya kriteria. Sedangkan dalam capaian, sebab merupakan faktor yang
menyebabkan entitas mencapai atau melebihi kriteria yang telah ditetapkan.
Pemeriksa harus dapat menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan
seksama dalam mengidentifikasi sebab utama suatu permasalahan (akar
permasalahan) berdasarkan bukti yang dikumpulkan. Pemeriksa harus
mempertimbangkan apakah bukti yang ada dapat memberikan argumen yang
meyakinkan dan masuk akal bahwa “sebab” yang diungkapkan merupakan faktor
utama terjadinya perbedaan antara kondisi dan kriteria.
42
42
Bab VII Penyajian Temuan Pemeriksaan
18 “Sebab” mempunyai dua arti, yang tergantung pada tujuan pemeriksaan, yaitu:
a. Apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk menjelaskan mengapa terjadi kinerja
yang buruk atau baik, maka alasan kinerja yang buruk atau baik disebut dengan
“sebab”.
b. Apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk memperkirakan pengaruh program
terhadap perubahan fisik, sosial, atau ekonomi, maka pemeriksa harus mencapai
bukti seberapa jauh program itu menjadi “penyebab” perubahan tersebut.
19 Akibat dan sebab dapat disajikan mengalir dan melebur dalam satu paragraf narasi
temuan, sehingga tidak diharuskan dipisah dan menggunakan kalimat baku seperti
“hal/kondisi ini mengakibatkan….” atau “hal/kondisi ini disebabkan oleh….”
Penggabungan tersebut tetap memperhatikan pencapaian maksud suatu kalimat,
serta memperhatikan penggunaan kalimat efektif.
Berikut adalah contoh penyajian unsur “akibat” dan “sebab” dalam temuan
pemeriksaan.
Contoh 1 (penyajian unsur “akibat” dan “sebab” yang terpisah)
Pelaksanaan fungsi oleh Sub Direktorat Penempatan TKI Penyajian “akibat”
yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsi yang sebenarnya dalam temuan
mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kewenangan
dengan instansi lain. Selain itu, penerbitan surat verifikasi
paspor yang tidak terintegrasi dengan Surat Ijin Pengerahan
(SIP) berpotensi mengakibatkan penempatan TKI ke luar
negeri melebihi ketentuan dalam SIP, sehingga menimbulkan
ketidakadilan dalam proses rekrutmen TKI.
Kondisi tersebut terjadi karena belum ada peraturan Penyajian “sebab”
pelaksanaan dari UU Nomor 39 Tahun 2004 dan SOP yang dalam temuan
mengatur secara detail tata cara penerbitan dokumen
keberangkatan TKI dan sistem database yang sedang
dikembangkan masih belum memenuhi kebutuhan di
lapangan.
43
43
Bab VII Penyajian Temuan Pemeriksaan
22 Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan Tanggapan yang
menolak atau
pemeriksaan dalam LHP, dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak tepat, menerima temuan
maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuan atas tanggapan tersebut pemeriksaan
beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan
objektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa
berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.
44
44
Bab VII Penyajian Temuan Pemeriksaan
Contoh 2
Menanggapi permasalahan tersebut, Menteri ABC menyatakan sependapat
dengan BPK. Hal tersebut terjadi karena anggaran untuk membangun sistem
pelayanan melalui komputer yang terintegrasi belum disetujui oleh Kementerian
Keuangan c.q Ditjen Anggaran, mengingat terjadi duplikasi anggaran dengan
BNP2TKI. Pelayanan dan penerbitan dokumen baik SIP, SIR maupun dokumen
lainnya memang belum dilakukan secara tertib dan terkoordinasi, baik pusat
maupun daerah. Hal ini akan menjadi perhatian dalam rangka penataan
pelayanan secara tertib dan sistematis dan akan dapat diwujudkan bila sistem
pelayanan yang berbasis komputerisasi telah terbangun. Permasalahan ini akan
terus dikoordinasikan dan dicari solusi terbaik demi pelayanan dan perlindungan
terhadap TKI.
Contoh 3
Atas permasalahan tersebut, Direktur Utama PDAM DEF menyatakan:
a. Membenarkan bahwa PDAM DEF belum memiliki master plan dan akan
mengoordinasikan dengan Badan Pengawas Perencanaan.....
45
45
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
BAB VIII
PERUMUSAN DAN PENYAJIAN SIMPULAN DAN
REKOMENDASI PEMERIKSAAN
A. Perumusan Simpulan
01 SPKN mensyaratkan bahwa LHP Kinerja harus memuat simpulan pemeriksaan. Definisi simpulan
Simpulan adalah penafsiran logis terhadap penilaian aspek kinerja objek pemeriksaan
04 Pola penalaran berperan penting dalam proses pemeriksaan kinerja, termasuk dalam Pola penalaran
perumusan simpulan. Metode dan alat bantu (tools) pemeriksaan, pada dasarnya dalam perumusa n
simpulan
dikembangkan untuk mendukung pola penalaran dan kemampuan berpikir logis.
Oleh karena itu, jika ingin meningkatkan kualitas pemeriksaan kinerjanya,
pemeriksa perlu memperhatikan pola penalaran dalam pemeriksaan.
05 Terdapat dua pola penalaran dasar yang memengaruhi proses pemeriksaan kinerja, Penalaran deduktif
yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif merupakan dalam perumusa n
simpulan
proses berpikir dari hal yang umum ke hal-hal yang khusus. Dalam pemeriksaan,
penalaran deduktif lazim digunakan sewaktu merumuskan pertanyaan-pertanyaan
pemeriksaan (berdasarkan tujuan pemeriksaan), menentukan langkah-langkah
pemeriksaan, dan mengumpulkan bukti serta merumuskan temuan.
06 Sementara itu, saat merumuskan simpulan, Pemeriksa menggunakan penalaran Penalaran induktif
induktif. Penalaran induktif adalah proses berpikir dari hal-hal khusus ke hal yang dalam perumusa n
simpulan
umum. Penalaran induktif menarik simpulan umum dari informasi atau fakta-fakta
tertentu atau hasil pemeriksaan. Penalaran ini merupakan sebuah pola pikir
kesisteman yang berupaya untuk melihat sebuah gambar besar dan tidak berfokus
pada komponen individual. Validitas simpulan ditentukan oleh keandalan dan
kelengkapan bukti, serta ketepatan rantai penalaran yang diterapkan untuk
merumuskan simpulan tersebut.
07 Penalaran induktif diterapkan tidak hanya ketika merumuskan simpulan akhir,
melainkan dimulai sejak menganalisis bukti pemeriksaan. Sebagai contoh, ketika
pemeriksa mengumpulkan informasi melalui wawancara terhadap beberapa
responden. Dari beragam jawaban responden, ada kalanya pemeriksa perlu
menyimpulkan suatu pendapat umum. Proses generalisasi ini dapat dilakukan
dengan penalaran induktif. Contoh lain, ketika pemeriksa hendak menarik simpulan
berdasarkan berbagai jenis bukti (misalnya dokumen, observasi, dan wawancara),
pemeriksa juga dapat menggunakan penalaran induktif. Dengan demikian,
penalaran induktif dapat diterapkan dalam proses penyimpulan, pada berbagai fase
pemeriksaan kinerja.
46
46
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
12 Jika simpulan yang diambil adalah “telah memadai” atau “tidak memadai” (kondisi Penjelasan simpulan
“telah memadai”
simpulan 1 (satu) dan 2 (dua)), maka pemeriksa harus benar-benar menyajikan atau “tidak
simpulan yang dapat menjawab tujuan pemeriksaan, yang memenuhi atau tidak memadai”
memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Kondisi yang diambil akan benar-
benar merefleksikan kondisi positif atau negatif sesuai bukti pemeriksaan yang
diperoleh selama penugasan pemeriksaan.
13 Jika simpulan yang diambil secara umum telah memadai namun masih terdapat Penjelasan simpulan
“telah memadai,
sasaran pemeriksaan (kriteria utama) yang tidak memadai sebagaimana kondisi namun” atau “tidak
simpulan 3 (tiga), maka harus dipastikan simpulan yang diambil benar-benar memadai, namun”
menggambarkan kondisi “telah memadai dan tidak memadai untuk sasaran
pemeriksaan (kriteria utama) yang dikecualikan” selama observasi di lapangan.
47
47
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
14 Begitu pula pada kondisi simpulan secara umum tidak memadai namun terdapat
sasaran pemeriksaan (kriteria utama) yang memadai sebagaimana kondisi simpulan
4 (empat), maka harus dipastikan simpulan secara umum tersebut benar-benar
menggambarkan kondisi “tidak memadai dan memadai untuk sasaran pemeriksaan
(kriteria utama) yang dikecualikan” selama observasi di lapangan.
15 Kedua simpulan di atas digunakan apabila penyimpangan yang luas dan signifikan
atas kinerja yang memuaskan (atau tidak memuaskan) ditemukan. Simpulan-
simpulan tersebut harus terdiri dari elemen-elemen esensial sebagai berikut: (1)
simpulan yang disampaikan secara jelas; (2) penempatan yang jelas atas pernyataan
“telah memadai, namun”; atau “tidak memadai, namun” dan (3) alasan yang jelas
mengapa menyatakan “telah memadai, namun”; atau “tidak memadai, namun”.
16 Contoh:
Pengelolaan pelayanan instalasi farmasi RSUD “ABC” telah memadai, namun
diperlukan perbaikan dalam proses monitoring dan evaluasi. Dalam SOP RSUD
“ABC” terkait pengelolaan keluhan pelanggan, belum ada kegiatan monitoring atas
tindak lanjut pengaduan pengguna jasa.
Jika pada suatu kondisi dimana pemeriksa telah melakukan prosedur pemeriksaan
secara memadai termasuk melakukan upaya prosedur alternatif namun Pemeriksa
tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang memadai untuk pengambilan
kesimpulan, pemeriksa dapat melaporkan bukti pemeriksaan yang telah diperoleh
dan keterbatasan tim dalam pemeriksaan. Apabila Badan memutuskan untuk
melaporkan permasalahan tersebut dalam LHP, hal tersebut diungkap sebagai
pembatasan pemeriksaan pada kesimpulan bahwa pemeriksa tidak dapat melakukan
evaluasi atas bagian atau seluruh topik pemeriksaan karena bukti yang diperoleh
kurang memadai. Apabila kekurangan bukti tersebut signifikan, laporan
pemeriksaan dapat menyatakan kesimpulan tersebut sebagai tidak dapat
disimpulkan.
17 Dalam setiap simpulan yang ditarik, pemeriksa tetap menggunakan pertimbangan
profesionalnya, sehingga pemeriksa dapat secara jelas mengomunikasikan jenis-
jenis simpulan yang digunakan.
18 Terdapat dua pendekatan perumusan simpulan pemeriksaan, yaitu kuantitatif dan Pendekatan
kualitatif. Dalam merumuskan simpulan, pemeriksa dapat menggunakan salah satu perumusan simpulan
pemeriksaan
dari kedua pendekatan tersebut atau mengombinasikan keduanya. Apapun
pendekatan yang digunakan, perumusan simpulan melibatkan pertimbangan
profesional (professional judgement) pemeriksa dengan memperhatikan dasar
hukum dan/atau hasil kajian dan/atau hasil penelitian yang valid.
19 Sebagai contoh, mengingat karakteristik dan ketersediaan data, suatu kriteria yang
lebih mudah dinilai dengan secara kuantitatif akan mengarahkan pemeriksa pada
pendekatan kuantitatif dalam perumusan simpulannya. Demikian pula, apabila suatu
kriteria karena karakteristik dan ketersediaan datanya memiliki sifat penilaian
kualitatif, akan mengarahkan pemeriksa pada metode perumusan secara kualitatif.
20 Perumusan simpulan memperhatikan pendekatan yang diambil dalam pemeriksaan
dan tujuan pemeriksaan. Pemeriksa dapat mengombinasikan berbagai alat bantu
analisis dalam merumuskan kesimpulan. Pendekatan perumusan simpulan
pemeriksaan dan alat bantunya harus dirancang serta ditentukan pada tahap
perencanaan dan menjadi dasar penentuan teknik perumusan simpulan.
21 Dalam pendekatan kuantitatif, perumusan simpulan dapat menggunakan alat-alat Pendekatan
bantu berikut, namun tidak terbatas pada, misalnya statistika deskriptif, atau kuantitatif dalam
perumusan simpulan
statistika inferensial, atau kategorisasi melalui pembobotan/ranking, atau penetapan
prioritas atau heirarkis. Contoh penggunaan alat bantu dalam pendekatan kuantitatif
48
48
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
untuk perumusan simpulan dapat dilihat pada Lampiran VIII.1 sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Untuk perumusan simpulan dengan
pendekatan kuantitatif (pembobotan) dapat dilihat pada Lampiran VIII.2 sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini
22 Perumusan simpulan dengan pendekatan kualitatif secara umum Pendekatan
menginterpretasikan fakta yang ada secara komprehensif, menganalisis hubungan kualitatif dalam
perumusan simpulan
antara fakta dengan tujuan entitas yang relevan dengan lingkup dan tujuan
pemeriksaan, serta banyak memanfaatkan pengalaman. Seperti halnya pada
pendekatan kuantitatif, perumusan simpulan secara kualitatif melibatkan banyak
diskusi, argumentasi serta pertimbangan profesional pemeriksa yang mendasarkan
pada dasar hukum atau hasil kajian atau hasil penelitian yang valid.
23 Praktik yang umum diterapkan dalam perumusan simpulan dengan pendekatan Praktik umum
kualitatif adalah sebagai berikut: pendekatan
kualitatif dalam
a. mengklasifikasikan capaian dan temuan pemeriksaan tersebut sesuai dengan sub perumusan simpulan
kriteria dan kriteria utama yang telah ditetapkan pemeriksa; dan
b. menilai signifikansi capaian dan temuan pemeriksaan terhadap pencapaian
tujuan pemeriksaan. Penentuan signifikansi dapat merujuk pada potensi dampak
dari suatu perbaikan pada tata kelola entitas/objek yang diperiksa, peluang
perbaikan kinerja, signifikansi keuangan, dan lain-lain.
24 Beberapa teknik analisis yang dapat digunakan dalam metode perumusan simpulan Teknik analisis
secara kualitatif antara lain adalah hubungan kausalitas (cause and effect dalam pendekatan
kualitatif
relationship) dan diagram Ishikawa (fish bone diagram). Contoh aplikasi kedua
teknik tersebut dapat dilihat pada Lampiran VIII.3 sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Keputusan ini.
25 Detail teknik perancangan dan perumusan simpulan pemeriksaan tidak perlu Dokumentasi proses
diungkapkan dalam LHP, namun didokumentasikan dalam KKP. perumusan simpulan
B. Penyajian Simpulan
26 LHP harus memuat simpulan. Simpulan disajikan setelah pembahasan capaian dan Simpulan
menyeluruh dalam
temuan dalam Bab “Hasil Pemeriksaan” dan dalam Ikhtisar Eksekutif. Ketika suatu LHP
LHP memiliki lebih dari satu simpulan, pemeriksa dapat pula menyusun suatu bab
tersendiri untuk menyajikan simpulan-simpulan tersebut.
27 Sebelum menyajikan simpulan, untuk menggambarkan hasil pemeriksaan secara Simpulan bersifat
persuasif
objektif dan berimbang, pemeriksa perlu mengungkapkan dan mempertimbangkan
capaian maupun temuan pemeriksaan yang menjadi dasar penarikan simpulan.
Simpulan untuk pemeriksaan berorientasi proses diilustrasikan sebagai berikut:
Simpulan
pemeriksaan
Pemerintah Kota (Pemkot) “ABC” telah melakukan upaya pencegahan dan berorientasi proses
pemberantasan korupsi yang memadai di lingkungan organisasinya. Beberapa
upaya tersebut adalah pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
(KPPT), penandatanganan pakta integritas, serta penyediaan sarana pengaduan
bagi masyarakat. Pembentukan KPPT telah menciptakan proses pelayanan
perizinan yang lebih sederhana. Di sisi lain, penandatanganan pakta integritas
oleh pejabat struktural merupakan suatu bentuk penegasan tanggung jawab
mereka agar berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi
di lingkungan organisasi. Dalam rangka meningkatkan sistem pelaporan korupsi,
Pemkot “ABC” juga telah membangun sarana penampungan pengaduan
masyarakat secara elektronik berupa Pesan Singkat Penduduk.
49
49
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
Selain upaya di atas, terdapat beberapa area dalam sistem pencegahan dan
pemberantasan korupsi Pemkot “ABC” yang membutuhkan perbaikan, yaitu:
1. Pemkot”ABC” belum melakukan penilaian risiko korupsi dalam organisasi.
2. Pemkot “ABC” belum merancang standar kode etik dan standar disiplin
pegawai untuk pengendalian korupsi.
3. Implementasi Pesan Singkat Penduduk sebagai sebuah sistem pelaporan
korupsi belum efektif.
4. Pemkot “ABC” belum merancang kebijakan perlindungan terhadap pelapor
tindak pidana korupsi (whistle blowing policy)
5. Pemkot “ABC” belum mempunyai mekanisme tindak lanjut yang memadai
atas kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam aktivitas pencegahan,
pendeteksian, dan respon terhadap korupsi.
Simpulan
Simpulan untuk pemeriksaan berorientasi hasil diilustrasikan sebagai berikut: pemeriksaan
berorientasi hasil
Hasil pemeriksaan BPK-RI mengungkapkan temuan-temuan pemeriksaan yang
signifikan mengenai kelemahan kebijakan dan efektivitas pengalokasian
anggaran, pemilihan program/kegiatan stimulus belanja infrastruktur yang dapat
menghambat pencapaian tujuan program stimulus fiskal tahun 2009, sebagai
berikut:
1. Temuan terkait Kelemahan Kebijakan.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur penanganan atau
penanggulangan jika terjadi krisis ekonomi belum dapat menjamin kepastian
hukum.
2. Temuan pemeriksaan terkait efektivitas pengalokasian anggaran, pemilihan
program/kegiatan dan pencapaian tujuan program stimulus belanja
infrastruktur.
a. Pemilihan program kegiatan stimulus fiskal infrastruktur kurang
mendukung tercapainya tujuan penyerapan tenaga kerja.
b. Alokasi dana stimulus fiskal infrastruktur kurang mendukung tercapainya
tujuan penyerapan tenaga kerja.
c. Waktu penganggaran stimulus fiskal infrastruktur kurang mendukung
tercapainya tujuan stimulus fiskal.
d. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi stimulus fiskal infrastruktur belum
mendukung tercapainya tujuan penyerapan tenaga kerja.
e. Penetapan sanksi bagi kementerian yang tidak sepenuhnya melaksanakan
belanja stimulus fiskal infrastruktur tidak menggunakan dasar tujuan
penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan hal tersebut, BPK-RI menyimpulkan bahwa walaupun secara umum
perekonomian Indonesia pada tahun 2009 tetap tumbuh sebesar 4,5% di tengah
krisis keuangan dunia, pengalokasian anggaran dan pemilihan program/kegiatan
stimulus fiskal infrastruktur tahun 2009, yang merupakan satu bagian dari
kebijakan stimulus fiskal pemerintah, belum sepenuhnya efektif untuk
meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengatasi PHK.
C. Perumusan Rekomendasi
28 Rekomendasi merupakan saran, arahan, atau masukan kepada entitas yang diperiksa Definisi
rekomendasi
untuk memperbaiki kelemahan atau permasalahan terkait lingkup pemeriksaan
seperti sistem, proses, perilaku organisasi, maupun kepemimpinan dari entitas, guna
meningkatkan kinerja entitas.
50
50
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
memperbaiki apabila:
a. memberikan nilai tambah;
b. mampu menjawab tujuan pemeriksaan;
c. diarahkan untuk menghilangkan sebab utama dari masalah yang ditemukan,
sehingga apabila rekomendasi ditindaklanjuti maka permasalahan yang sama
tidak terjadi lagi;
d. berorientasi pada tindakan nyata dan spesifik;
e. ditujukan kepada pihak yang mempunyai wewenang untuk bertindak;
f. dapat dilaksanakan; dan
g. apabila dilaksanakan, biayanya memadai atau memperhatikan faktor cost and
benefit.
30 Rekomendasi dirancang pada tahap perencanaan dalam P2 Terinci dan dirumuskan Rancangan
pada tahap pelaporan dalam LHP. Rancangan pemeriksaan perlu rekomendasi pada
tahap perencanaan
mempertimbangkan pada pihak mana saja Rekomendasi BPK akan disampaikan dan
pihak-pihak mana saja yang perlu melakukan tindakan perbaikan. Rancangan
rekomendasi termasuk mempertimbangkan kendala yang dihadapi organisasi,
strategi perbaikan kinerja entitas di masa depan, kemungkinan penerapannya secara
strategis, manajerial dan/atau operasional, serta pola bahasa dan strategi komunikasi
yang paling efektif.
31 Sebagai contoh adalah perancangan rekomendasi yang memperhatikan empat
rintangan untuk perubahan dalam suatu organisasi. Keempat rintangan tersebut
adalah rintangan kognitif, rintangan sumber daya, rintangan motivasional, dan
rintangan politik. Dengan demikian, pemeriksa merancang rekomendasinya
berdasarkan urutan/prioritas untuk mengatasi keempat rintangan tersebut sesuai
dengan tujuan pemeriksaan dan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki
entitas.
32 Yang dimaksud dengan rintangan kognitif adalah cara pandang entitas yang bersifat Pertimbangan
linier yang seakan berlaku umum terhadap masalah yang mereka hadapi. rintangan dalam
penyusunan
Sedangkan rintangan sumber daya merupakan keterbatasan sumber daya yang rekomendasi
dimiliki entitas. Kedua rintangan ini akan berpengaruh terhadap rintangan
motivasional, dimana rintangan ini disebabkan oleh tidak adanya motivasi yang
memadai dari entitas untuk melakukan perubahan. Terakhir rintangan politik yaitu
rintangan yang timbul karena pihak-pihak yang terkait dengan entitas merasa
terancam karena perubahan yang akan dilakukan oleh entitas.
33 Perancangan rekomendasi pada tahap perencanaan pemeriksaan dapat dilakukan Perancangan
dengan menjabarkan unsur-unsur: rekomendasi pada
tahap perencanaan
a. pertanyaan pemeriksaan;
b. kriteria dan informasi yang dibutuhkan;
c. desain strategi sumber informasi;
d. metode pengumpulan bukti;
e. metode analisis data;
f. batasan pemeriksaan dan analisis;
g. perkiraan temuan;
h. perkiraan penyebab
51
51
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
52
52
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
D. Penyajian Rekomendasi
38 Rekomendasi yang signifikan dan mendesak untuk ditindaklanjuti selain disajikan Rekomendasi
signifikan dan
dalam LHP, disajikan pula pada Ikhtisar Eksekutif. Rekomendasi dapat pula mendesak
disajikan kembali pada suatu bab tersendiri. Penyajian kembali tersebut dapat
menggunakan pengelompokan yang berbeda, misalnya berdasarkan pihak yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan rekomendasi tersebut. Penyajian
rekomendasi dalam bab tersendiri dapat memberikan penekanan bahwa rekomendasi
adalah hal penting yang harus diperhatikan oleh pembaca laporan.
Berikut adalah contoh penyajian rekomendasi: Contoh penyajian
rekomendasi
BPK merekomendasikan kepada Direktur RSUD “ABC” untuk:
1. Menetapkan Struktur Organisasi yang mengatur Unit Pelayanan Rawat Inap
dengan mempertimbangkan adanya bagian-bagian khusus yang bertanggung
jawab atas pelayanan informasi rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan
pengaduan, dan pengendalian mutu pelayanan.
2. Menetapkan Penanggung Jawab Unit Pelayanan Rawat Inap yang bertugas
mengendalikan keseluruhan kegiatan pelayanan rawat inap.
53
53
Bab VIII Perumusan dan Penyajian Simpulan dan Rekomendasi Pemeriksaan
Sebagai contoh penyajian tanggapan entitas adalah sebagai berikut: Contoh penyajian
tanggapan entitas
Contoh 1
Menanggapi permasalahan tersebut, Kepala UPT P3TKI menyatakan sedang
merintis penyediaan dan pengoperasian IPK (Informasi Pasar kerja) yang ada di
setiap kabupaten/kota. Namun demikian, biaya operasional untuk menjaga
kontinuitas belum didukung oleh pemerintah kabupaten/kota.
Contoh 2
Menanggapi permasalahan tersebut, Kemenakertrans menyatakan sependapat
dengan BPK. Hal tersebut terjadi karena anggaran untuk membangun sistem
pelayanan melalui komputer yang terintegrasi belum disetujui oleh Kementerian
Keuangan c.q Ditjen Anggaran mengingat terjadi duplikasi anggaran dengan
BNP2TKI. Pelayanan dan penerbitan dokumen baik SIP, SIR, maupun dokumen
lainnya memang belum dilakukan secara tertib dan terkoordinasi baik pusat
maupun daerah. Hal ini akan menjadi perhatian untuk penataan pelayanan secara
tertib dan sistematis. Ini dapat terwujud bila sistem pelayanan yang berbasis
komputerisasi telah terbangun. Permasalahan ini akan terus dikoordinasikan dan
dicari solusi terbaik demi pelayanan dan perlindungan terhadap TKI.
Contoh 3
Atas permasalahan tersebut, Direktur Utama PDAM ”ABC” menyatakan:
1. Membenarkan bahwa PDAM ”ABC” belum memiliki master plan dan akan
mengoordinasikan dengan Badan Pengawas mengenai perencanaan
pembuatannya.
54
54
Bab IX Penutup
BAB IX
PENUTUP
karena itu, pemantauan atas Juknis ini akan dilakukan oleh Tim Pemantauan Juknis
terkait. Selain itu, masukan atau pertanyaan terkait Juknis ini dapat disampaikan
kepada:
KETUA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
WAKIL KETUA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
55
55
Lampiran
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan, BPK telah melakukan pemeriksaan kinerja atas (objek pemeriksaan). Pemeriksaan dilakukan
dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) tahun 2007. (Informasi lain
yang relevan yang mendasari pelaksanaan pemeriksaan, seperti surat permintaan dari DPR dapat
ditambahkan dalam paragraf ini).
Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini kami sampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) kinerja
BPK atas objek pemeriksaan dimaksud.
Sesuai Pasal 20 ayat (3) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara, BPK telah menyampaikan LHP tersebut kepada (entitas yang
diperiksa) untuk memperoleh jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas
rekomendasi BPK yang disampaikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil
pemeriksaan ini diterima.
Lampiran
(Pemberi Tugas)
Tembusan:
1. ..................
2. ..................
3. ..................
4. ..................
Dst.
KETUA
WAKIL KETUA, BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ttd.
SAPTO AMAL DAMANDARI
HARRY AZHAR AZIS
Salinan sesuai dengan aslinya
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum
Pemeriksaan Keuangan Negara,
Lampiran
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
Nama
NIP
KETUA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
WAKIL KETUA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
IKHTISAR EKSEKUTIF
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KINERJA PENEMPATAN
DAN PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI 3
3
Contoh Ikhtisar Eksekutif telah diubah dari sumber aslinya untuk menyesuaikan dengan metode penulisan Ikhtisar
Eksekutif dalam Juknis Penulisan LHP Kinerja dan metode penulisan dalam Juknis Selingkung.
Lampiran
BPK menemukan 7 (tujuh) masalah pokok yang dapat mengganggu keberhasilan Temuan
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. signifikan -
temuan negatif
Pertama, Rekrutmen TKI belum didukung proses yang valid dan transparan
sehingga tidak ada jaminan kepastian, keadilan, dan perlindungan bagi TKI.
Rekrutmen TKI yang seharusnya dimulai sejak pemetaan kondisi dan dasar hukum
ketenagakerjaan negara tujuan penempatan TKI, belum dilaksanakan sepenuhnya
untuk menjamin aspek perlindungan dan rasa aman bagi TKI. Kondisi tersebut
terbukti dari penyiapan perekrutan dan penempatan TKI yang ternyata sebagian
dilakukan untuk negara tujuan penempatan yang tidak memiliki MoU dan perundang-
undangan yang menjamin perlindungan tenaga kerja.
Selain itu, sistem perekrutan calon TKI tidak menjamin bahwa biaya pengurusan
dokumen dan syarat-syarat penempatan serta potongan gaji kepada TKI telah
dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Masih sering terjadi besarnya potongan gaji TKI lebih tinggi daripada komponen
biaya penempatan maksimal (cost structure) TKI yang ditetapkan pemerintah. Biaya
pengurusan dokumentasi seperti biaya rekom paspor dari Disnaker Kabupaten/Kota,
biaya paspor di Kantor Imigrasi, biaya SKCK di Kantor Kepolisian, biaya PAP/Iuran
APJATI di APJATI, biaya/premi asuransi dan biaya fee PL dan agensi rata-rata
menjadi beban yang wajib dikeluarkan oleh PPTKIS yang nantinya akan
membebankan kepada TKI melalui potongan gaji. Kondisi tersebut mengakibatkan
TKI harus menanggung biaya penempatan yang lebih tinggi dari seharusnya,
mengalami pemotongan gaji lebih lama dan memperoleh gaji lebih sedikit. Sistem
rekrutmen calon TKI juga tidak menjamin bahwa mekanisme perekrutan berjalan
sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Sebagian besar perekrutan TKI tidak melalui
bursa tenaga kerja yang ada pada dinas tenaga kerja kabupaten/kota, tetapi melalui
sponsor/petugas lapangan (calo). Selain itu, masih ditemukan juga perekrutan TKI
tanpa job order atau menggunakan job order yang telah kedaluwarsa. Beberapa
PPTKIS mengirim TKI ke luar negeri melebihi jumlah TKI yang disetujui untuk
direkrut dan merekrut CTKI yang tidak memenuhi syarat. Kondisi-kondisi tersebut
menimbulkan potensi TKI bermasalah di kemudian hari. Banyaknya kondisi-kondisi
yang tidak ideal tersebut belum secara optimal dijadikan bagian dari monitoring dan
evaluasi pemerintah untuk perbaikan. Sejauh ini monitoring dan evaluasi yang
dilakukan pemerintah tidak bisa menjamin kebijakan penyiapan dan pengelolaan
perekrutan CTKI menjadi lebih baik dan efektif. Hal-hal tersebut diatas menjadikan
proses rekrutmen yang selama ini berjalan belum valid dan transparan sehingga tidak
ada jaminan kepastian, keadilan dan perlindungan bagi TKI.
Kedua, Penyiapan tenaga kerja yang sehat dan mampu kurang didukung
kebijakan yang tegas, sistem pelatihan, dan pemeriksaan kesehatan yang
terintegrasi, serta pengawasan yang periodik dan konsisten.
Dan seterusnya .............................................................................................................
Tanpa mengurangi penghargaan BPK terhadap upaya dan keberhasilan Pemerintah Simpulan
dalam penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, pemeriksaan kinerja BPK-RI Pemeriksaan
menyimpulkan bahwa pengelolaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
di tahap prapenempatan, masa penempatan, dan purnapenempatan belum efektif
dalam aspek perencanaan, pengorganisasian sumber daya, pelaksanaan, dan
pengendalian.
Lampiran
BPK merekomendasikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kepala Rekomendasi
BNP2TKI baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangan BPK
masing-masing untuk segera:
1. Melaksanakan moratorium (penghentian pengiriman sementara) TKI informal ke
negara yang belum memiliki peraturan yang melindungi TKI dan/atau perjanjian
tertulis (MoU) dengan Pemerintah RI.
2. Menetapkan dan melaksanakan standar baku penyiapan, pengelolaan, dan
monitoring/evaluasi perekrutan TKI.
3. Menetapkan standardisasi perizinan lembaga pengujian kesehatan calon TKI
untuk menjamin validitas sertifikasi kesehatan calon TKI.
4. Menyelenggarakan sistem informasi TKI terpadu yang andal dan dapat diakses
Perwakilan RI di luar negeri.
5. Menetapkan program pembinaan/monitoring pada Atase Tenaga Kerja yang
terarah serta penyediaan prasarana, SDM, dan dana yang cukup dan cepat dalam
upaya perlindungan dan pembinaan TKI.
6. Memperbaiki regulasi penempatan TKI yang lebih menekankan pendekatan
perlindungan TKI khususnya regulasi prapenempatan dan menetapkan
mekanisme penanganan kasus TKI pada Perwakilan RI di luar negeri yang
terstruktur secara efektif.
7. Mengevaluasi secara menyeluruh mekanisme pendataan, mekanisme
pemulangan, mekanisme penanganan kasus, dan pengajuan klaim asuransi TKI
pada bandara-bandara internasional tempat kedatangan TKI.
8. Mengenakan sanksi secara tegas dan konsisten kepada PPTKIS, BLKLN,
lembaga pengujian kesehatan calon TKI, LSP, dan perusahaan/konsorsium
asuransi TKI serta pihak lain yang terkait, yang melanggar ketentuan dan/atau
standar yang telah ditetapkan dalam pelayanan kepada TKI.
9. .....
Dan seterusnya
“Atas temuan simpulan dan rekomendasi yang diberikan oleh BPK, Kemenakertrans Tanggapan
menyampaikan menerima keseluruhan temuan dan simpulan BPK, dan akan Entitas
menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang diberikan”.
Catatan:
Respon manajemen entitas atas simpulan dan rekomendasi BPK dapat berupa
persetujuan seluruhnya, sebagian, atau tidak menyetujui semuanya.
KETUA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
WAKIL KETUA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
Peranan Perwakilan RI dalam Mengawasi Mitra PPTKIS di Negara Penempatan Belum Optimal
BPK merekomendasikan pemerintah d.h.i. Menteri Tenaga Kerja dan Rekomendasi BPK
Transmigrasi melakukan......dst
KETUA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
WAKIL KETUA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
Keterbatasan sumber daya operasi mengakibatkan PDAM Kabupaten Singasari hanya mampu
memenuhi 72% dari total permintaan konsumen yang diterima untuk menyediakan air bersih.
Contoh 2:
Data yang diperoleh BPK menunjukkan bahwa rata-rata jam penggunaan internet di sekolah
menengah di Kab. XYZ dalam periode Januari-Juni 20xx adalah sebesar 45%.
B. Statistika Inferensial
Statistika inferensial atau statistik induktif adalah bagian dari statistik yang mempelajari mengenai
penafsiran dan penarikan kesimpulan yang berlaku secara umum dari data yang telah tersedia.
Statistik inferensi berhubungan dengan pendugaan populasi dan pengujian hipotesis dari suatu data
atau keadaan atau fenomena. Statistik inferensi berfungsi untuk meramalkan dan mengontrol
keadaan atau kejadian.
Lampiran
1. Menilai dampak tingkat partisipasi petani di Kecamatan Luhur dalam program pelatihan
yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian terhadap tingkat produktivitas hasil pertanian di
kecamatan tersebut.
2. Menilai keberhasilan program swasembada daging untuk menurunkan harga daging dan
angka impor daging
Penarikan kesimpulan pada statistik inferensi merupakan generalisasi dari suatu populasi
berdasarkan data (sampel) yang ada.
Didasarkan atas ruang lingkup bahasannya, maka statistik inferensi mencakup:
a. probabilitas atau teori kemungkinan;
b. distribusi teoretis;
c. sampling dan distribusi sampling;
d. pendugaan populasi atau teori populasi;
e. uji hipotesis;
f. analisis korelasi dan uji signifikansi, dan
g. analisis regresi untuk peramalan.
Dengan demikian, statistik inferensi sebenarnya merupakan kelanjutan dari statistik deskriptif.
Contoh penentuan nilai prioritas dan kriterianya dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:
Nilai Kriteria Penilaian
1 Kriteria audit X sama penting dibanding dengan kriteria audit Y
3 Kriteria audit X sedikit lebih penting dibanding dengan kriteria audit Y
5 Kriteria audit X lebih penting dibanding dengan kriteria audit Y
7 Kriteria audit X sangat penting dibanding dengan kriteria audit Y
9 Kriteria audit X jauh sangat penting dibanding dengan kriteria audit Y
2,4,6,8 *) nilai tengah-tengah
X= Kriteria audit A, B, C, D
Y= Kriteria audit A, B, C, D
*) Pengertian nilai tengah-tengah adalah Jika kriteria audit A sedikit lebih penting dari
kriteria audit B maka kita seharusnya memberikan nilai 3, namun jika nilai 3 tersebut
dianggap masih terlalu besar dan nilai 1 masih terlalu kecil maka nilai 2 yang harus kita
berikan untuk prioritas antara kriteria audit A dengan kriteria audit B.
B 2 1 1/3 1
Audit
C 5 3 1 ½
D 3 1 2 1
Cara mengisinya adalah dengan menganalisis prioritas antara kriteria audit baris (horisontal)
dibandingkan dengan kriteria audit kolom (vertikal). Dalam prakteknya kita hanya perlu
menganalisis prioritas kriteria audit yang terdapat dibawah pada garis diagonal (kotak
dengan warna dasar putih) yang ditunjukan dengan warna merah atau diatas garis diagonal
yang ditunjukan dengan kotak warna biru.
Hal ini sesuai dengan persamaan matematika yang menyebutkan jika A(baris) :B (kolom)=
X, maka B : A = 1/X. Contoh: jika kriteria audit B (baris) : kriteria audit A (kolom) = 2,
maka prioritas kriteria audit A (baris) : kriteria audit B (kolom) = ½ (lihat rumus persamaan
perbandingan matematika diatas).
Sehingga prioritas antar setiap kriteria audit adalah sebagai berikut.
1) kriteria audit A : kriteria audit A = 1,
2) kriteria audit C : kriteria audit A = 5, artinya kriteria audit C lebih penting daripada
kriteria audit A;
3) kriteria audit C : kriteria audit B = 3, artinya kriteria audit C sedikit lebih penting
dibanding kriteria audit B;
4) kriteria audit D : kriteria audit A = 3, artinya kriteria audit D sedikit lebih penting
dibanding kriteria audit A;
5) kriteria audit D : kriteria audit B = 1, artinya kriteria audit D dan kriteria audit B sama
penting;
6) kriteria audit D : kriteria audit C = 2, artinya kriteria audit D sedikit lebih penting
daripada kriteria audit C.
Lampiran
c. Tentukan bobot pada tiap kriteria audit. Nilai bobot ini berkisar antara 0 – 1. dan total
bobot untuk setiap kolom adalah 1. Cara menghitung bobot adalah dengan membagi angka
pada setiap kotak dengan penjumlahan semua angka dalam kolom yang sama. Contoh bobot
dari (kriteria audit A, kriteria audit A) = 1/ (1+2+5+3) = 0.090, (kriteria audit B,
kriteria audit A) = 2 / (1+2+5+3) = 0.181. Dengan perhitungan yang sama bobot prioritas
tabel kriteria audit di atas menjadi:
Kriteria Audit
Nilai Bobot
A B C D
A 0,091 0,091 0,057 0,118 0,089 8,9%
Kriteria
Audit
Selanjutnya adalah mencari nilai bobot untuk masing-masing kriteria audit. Caranya adalah
dengan melakukan penjumlahan setiap nilai bobot prioritas pada setiap baris tabel dibagi
dengan jumlah kriteria audit. Sehingga diperoleh bobot masing-masing kriteria audit adalah:
1) kriteria audit A = (0.091 + 0.092 + 0.057 + 0.118) / 4 = 0.089 (8.9%)
2) kriteria audit B = (0.182 + 0.182 + 0.094 +0.353) / 4 = 0.203 (20.3%), dengan
perhitungan yang sama kriteria audit C, kriteria audit D
3) kriteria audit C = 0.365 (36.5%)
4) kriteria audit D = 0.343 (34.3%)
Perhitungan secara manual akan lebih mudah jika jumlah kriteria audit yang dimiliki hanya
sedikit. Namun jika jumlah kriteria audit sudah lebih dari 10. maka perhitungan bobot
menggunakan software akan jauh lebih mudah. Terdapat beberapa software yang dapat
dimanfaatkan, antara lain Expert Choice, Decision Lens, TESS, Web-HIPPRE.
Proses yang paling menentukan dalam menentukan bobot kriteria audit dengan menggunakan
AHP adalah menentukan besarnya prioritas antar kriteria audit. Oleh karena itu tim Pemeriksa
dapat menggunakan bantuan antara lain dengan memperoleh pendapat dari pihak manajemen
entitas, para ahli atau pakar pada bidang yang relevan.
KETUA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
WAKIL KETUA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
A. Pemeriksaan Kinerja Efektivitas Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana
Penyesuaian (DP) TA 2010 dan 2011
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai apakah penganggaran DAK dan DP hasil optimalisasi
telah efektif. Sub tujuan pemeriksaan atas efektivitas penganggaran DAK adalah untuk menilai:
1. Apakah perencanaan kegiatan DAK dalam RKP telah sesuai dengan RPJM dan memiliki tujuan
dan sasaran yang jelas dan terukur;
2. Apakah anggaran DAK telah dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR secara akuntabel,
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan, dan didukung dasar hukum yang jelas;
3. Apakah DAK dialokasikan kepada daerah yang tepat, dalam jumlah yang tepat, dan ditetapkan
secara tepat waktu;
4. Apakah alokasi DAK telah didukung dengan Petunjuk Teknis yang ditetapkan secara tepat
waktu; dan
5. Apakah ketepatan alokasi dan pelaksanaan kegiatan DAK telah dilakukan pemantauan dan
evaluasi dengan baik dan hasilnya dimanfaatkan untuk alokasi tahun berikutnya.
Sub tujuan pemeriksaan atas efektivitas penganggaran DP adalah untuk menilai:
1. Apakah kegiatan DP telah ditetapkan dalam RKP hasil pembahasan dengan DPR serta memiliki
tujuan dan sasaran yang jelas dan terukur;
2. Apakah anggaran DP telah dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR secara akuntabel,
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan, dan didukung dasar hukum yang jelas;
3. Apakah DP dialokasikan kepada daerah yang tepat, dalam jumlah yang tepat, dan ditetapkan
secara tepat waktu;
4. Apakah Alokasi DP telah didukung dengan aturan pelaksanaan yang memadai; dan
5. Apakah ketepatan alokasi dan pelaksanaan kegiatan DP telah dilakukan pemantauan dan
evaluasi dengan baik dan hasilnya dimanfaatkan untuk alokasi tahun berikutnya.
Lingkup pemeriksaan meliputi:
1. Kegiatan perencanaan DAK dan DP
2. Kegiatan penganggaran DAK dan DP mulai dari penyusunan RAPBN/RAPBN-P, pembahasan
RAPBN/RAPBN-P, dan penetapan APBN/APBN-P
3. Kegiatan alokasi DAK dan DP kepada pemerintah daerah
4. Kegiatan pengaturan pelaksanaan DAK dan DP
5. Kegiatan pemantauan dan evaluasi DAK dan DP
Metode Penarikan Simpulan adalah dengan cara kuantitatif (scoring/pembobotan) sebagai berikut:
1,00 s/d 1,50 Kinerja Belum Berjalan
1,51 s/d 2,00 Kinerja Belum Efektif
2,01 s/d 2,50 Kinerja Kurang Efektif
2,51 s/d 3,00 Efektif
Lampiran
Metode pembobotan adalah dengan memberi nilai untuk masing-masing kriteria utama, dan
membagi bobot tersebut ke seluruh sub kriteria dan sub-sub kriteria. Selanjutnya skor ditentukan
dengan menghitung rata-rata (total nilai dibagi dengan jumlah kriteria yang digunakan):
Bila kriteria belum terpenuhi, maka akan memperoleh skor 1
Bila sebagian kondisi sudah terpenuhi, maka akan memperoleh skor 2
Bila kondisi sudah sesuai dengan kriteria, maka akan memperoleh skor 3
Simpulan pemeriksaan adalah bahwa kinerja kurang efektif untuk DAK dan belum efektif untuk
DP hasil optimalisasi.
B. Pemeriksaan Kinerja Pelayanan Farmasi RSUD Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung Tahun
Anggaran 2012
Tujuan pemeriksaan adalah menilai efektifitas pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Dr Iskak
Kab.Tulungangung.
Sasaran pemeriksaan adalah Pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Dr Iskak Tulungagung.
Metode Penarikan Simpulan adalah dengan cara kuantitatif (scoring/pembobotan) sebagai berikut:
0 s/d 25,00 Tidak Efektif
25,01 s/d 50,00 Kurang Efektif
50,01 s/d 75,00 Cukup Efektif
75,01 s/d 100 Efektif
Metode pembobotan adalah dengan memberi nilai untuk masing-masing kriteria utama, dan
membagi bobot tersebut ke seluruh subkriteria dan sub-sub kriteria. Bila kriteria sama-sekali tidak
terpenuhi, maka akan mendapat bobot 0. Bila kondisi belum sesuai kriteria namun unsur-unsur
telah ada (beberapa syarat yang mendekati kriteria), maka akan mendapat skor 0,5. Bila kondisi
sesuai kriteria, maka akan mendapat skor penuh/ maksimal.
Simpulan pemeriksaan adalah bahwa pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Dr Iskak Kab.
Tulungagung Kurang Efektif dengan total nilai sebesar 42,62%.
C. Pemeriksaan Kinerja Pelayanan Informasi statistik atas Kegiatan Survei Harga Konsumen
Tahun Anggaran 2011 dan 2012
Tujuan pemeriksaan adalah menilai efektivitas kegiatan survei harga konsumen pada Deputi
Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS.
Sasaran pemeriksaan mencakup:
a. Perencanaan kegiatan survei harga konsumen
b. Pelaksanaan kegiatan survei harga konsumen
c. Pelaporan kegiatan survei harga konsumen dan pendistrusiannya
d. Evaluasi kegiatan survei harga konsumen oleh aparat pengawas intern
Tim menggunakan metode kuantitatif dalam perumusan simpulan. Langkah perumusan simpulan
tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
a. Tim menyusun pembobotan/scoring atas pemenuhan kriteria pemeriksaan secara keseluruhan.
Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut:
0 – 49 tidak efektif
50 – 64 kurang efektif
65 – 79 cukup efektif
80 – 94 efektif
95 – 100 Sangat efektif
Lampiran
b. Tim memberikan bobot untuk masing-masing kriteria utama, dan membagi bobot tersebut ke
seluruh sub kriteria.
Pemeriksaan ini terdiri dari empat kriteria utama, masing-masing kriteria utama tersebut
memiliki sub kriteria. Pembobotan untuk masing-masing kriteria utama dan sub kriteria dapat
dilihat pada tabel berikut:
Kriteria/ Sub kriteria Bobot
BPS telah merencanakan kegiatan harga konsumen dengan memadai 30
Kebijakan berupa peraturan dan prosedur/pedoman telah ditetapkan, tidak 6
bertentangan antara satu dengan yang lain, mempertimbangkan prinsip
pengendalian internal yang baik dan dapat diterapkan
Anggaran kegiatan telah ditetapkan secara memadai dan rasional. 5
Sistem informasi telah disiapkan dan mempertimbangkan pengendalian internal. 4
Pengelolaan Sumber Daya manusia (SDM) telah dilakukan secara memadai 5
Sarana dan prasarana yang diperlukan telah disiapkan dan didistribusikan secara 5
memadai.
Terdapat analisa kebutuhan anggaran, SDM, sarana dan prasarana, yang memadai 5
BPS telah melaksanakan kegiatan survei harga konsumen sesuai perencanaan 30
Anggaran kegiatan telah direalisasikan, dipertanggungjawabkan, dan 9,5
ditatausahakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pengumpulan, pengolahan, dan penyampaian data telah dilakukan sesuai 11
pedoman yang berlaku.
Sistem informasi mendukung pelaksanaan kegiatan secara optimal 9,5
Kegiatan survei harga konsumen telah dilaporkan dan didistribusikan dengan 20
memadai
Laporan survei sudah sesuai dengan prosedur/pedoman yang ditetapkan. 6,5
Pelaporan survei HK tidak melewati batas waktu yang telah ditetapkan dalam 6,5
ketentuan yang berlaku.
Pengguna telah mendapatkan pelaporan survei secara periodik dan 7
memanfaatkannya
Kegiatan survei harga konsumen telah dievaluasi secara memadai 20
Mekanisme evaluasi dan pengukuran kinerja kegiatan HK telah ditetapkan secara 6,5
memadai.
Kegiatan survei HK telah di evaluasi secara memadai oleh unit pengawasan 6,5
intern.
Hasil evaluasi dan penilaian kinerja telah ditindaklanjuti subject matter terkait 7
guna perbaikan kinerja kegiatan
c. Tim memberikan nilai untuk hasil pemeriksaan pada setiap sub kriteria dengan ketentuan
sebagai berikut.
100, jika hasil pemeriksaan telah memadai dalam memenuhi sub kriteria
80, jika hasil pemeriksaan cukup memadai dalam memenuhi sub kriteria
50, jika hasil pemeriksaan kurang memadai dalam memenuhi subkriteria dan berpotensi
menggangu pencapaian tujuan kegiatan
20, jika hasil pemeriksaan tidak memadai dan mengganggu pencapaian tujuan kegiatan
0, jika hasil pemeriksaan menunjukkan sub kriteria tidak terpenuhi sama sekali
d. Tim menentukan nilai hasil pemeriksaan atas masing-masing sub kriteria dengan mengalikan
bobot sub kriteria dengan nilai hasil pemeriksaan.
Lampiran
e. Tim mengompilasi seluruh nilai untuk masing-masing sub kriteria dengan menjumlahkan
seluruh nilai sub-sub kriteria.
f. Tim menentukan nilai hasil pemeriksaan dengan menjumlahkan seluruh nilai sub kriteria.
g. Tim menentukan simpulan.
h. Simpulan pemeriksaan adalah bahwa kinerja kegiatan pelayanan informasi statistik atas
kegiatan survei harga konsumen Cukup Efektif.
D. Pemeriksaan Kinerja Kegiatan Peningkatan Ekspor Pada Tim Nasional Peningkatan Ekspor
Dan Peningkatan Investasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian Dan
Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah TA 2011 Dan 2012
Tujuan pemeriksaan adalah menilai efektifitas kegiatan Peningkatan Ekspor pada Tim Nasional
Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah TA 2011 dan 2012.
Sasaran pemeriksaan meliputi:
a. Kinerja Timnas PEPI dalam rangka peningkatan ekspor dan kinerja Pokja Peningkatan Ekspor
Timnas PEPI.
b. Tugas dan fungsi Timnas PEPI pada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian
dan Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka peningkatan ekspor.
Metode Penarikan Simpulan dengan cara kuantitatif (scoring/pembobotan) adalah sebagai berikut:
Metode pembobotannya adalah pertama dengan memberi bobot untuk masing-masing kriteria utama
yaitu :
No Kriteria Timnas PEPI Pokja Kementerian Kementerian
Kemenko Peningkatan Perindustrian Koperasi dan
Perekonomian Ekspor UKM
Kementerian
Perdagangan
1 Apakah sumber daya 35 35 15 15
telah memadai untuk
mendukung kegiatan
peningkatan ekspor ?
2 Apakah kegiatan 15 35 25 25
peningkatan ekspor
telah direncanakan
dengan baik?
3 Apakah kegiatan 15 35 25 25
peningkatan ekspor
telah dilaksanakan
dengan baik?
4 Kegiatan peningkatan 15 35 25 25
ekspor telah dievaluasi
dengan memadai.
Lampiran
Untuk mendapatkan penilaian akhir maka rumus yang digunakan adalah nilai yang didapatkan per
masing sub kriteria dikalikan dengan pembobotan untuk masing-masing kriteria utama seperti terlihat
di penjelasan.
Simpulan yang dirumuskan adalah bahwa kinerja Kegiatan Peningkatan Ekspor Pada Timnas Pepi,
Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan UKM adalah
Cukup Efektif (Dengan Nilai 75,08).
KETUA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
WAKIL KETUA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
Masalah
Kebijakan
Sistem
Kepatuhan
Dalam mapping tersebut digunakan pendekatan dengan 3 dimensi/masalah (sisi vertikal) yaitu
kebijakan, sistem, dan kepatuhan, sedangkan sisi horizontal dilihat dari aspek pengelolaan yang
baik atau good management model yaitu perencanaan, pengorganisasian sumber daya,
pelaksanaan, dan pengendalian. Tiga dimensi tersebut yang menjadi dasar “penyebab”
permasalahan untuk dirumuskan kesimpulan.
Simpulan pemeriksaan yang dihasilkan dari pendekatan di atas berbunyi:
“Hasil pemeriksaan BPK atas kinerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
menyimpulkan bahwa penempatan TKI di luar negeri tidak didukung secara penuh dengan
kebijakan yang utuh, komprehensif dan transparan untuk melindungi hak-hak dasar TKI dan
kesempatan yang sama bagi setiap pemilik kepentingan. Hal ini juga tidak didukung dengan sistem
yang terintegrasi dan alokasi sumber daya yang memadai guna meningkatkan kualitas penempatan
dan perlindungan TKI di luar negeri. Ketidakjelasan kebijakan dan lemahnya sistem penempatan
dan perlindungan TKI memberikan peluang terjadinya penyimpangan sejak proses rekrutmen,
pelatihan dan pengujian kesehatan, pengurusan dokumen, proses penempatan di negara tujuan
sampai dengan pemulangan TKI ke tanah air. Kompleksitas masalah tersebut mengakibatkan
efektivitas penempatan dan pelindungan TKI di luar negeri tidak tercapai secara optimal.”
Selanjutnya ruas-ruas dari backbone merupakan ruas-ruas proses pengawasan utama dari Badan
Pengawas “ABC”. Ruas-ruas pengawasan ini merupakan suatu rangkaian proses bisnis yang
dilakukan oleh Badan Pengawas “ABC” dalam fungsinya sebagai lembaga yang digambarkan
sebagai berikut:
a. Proses Analisis Data dan Penggunaan Hasil Analisis (Data Analysis and Usage)
Data dan informasi yang masuk diteruskan ke Bagian Analisis Keuangan untuk dilakukan
analisis Laporan Keuangan, laporan portofolio investasi, laporan aktuaris, laporan teknis
dan laporan berkala lain, analisis laporan perubahan arahan investasi, analisis informasi
yang diperoleh dari media massa atau sumber - sumber lain.
c. Proses Pemeriksaan dan Kepatuhan serta Pengawasan Tata Kelola (governance / audit
and compliance)
Ruas selanjutnya adalah Proses Pemeriksaan dan Kepatuhan serta Pengawasan Tata Kelola.
Peraturan perundangan dan keputusan Ketua Badan Pengawas “ABC” menjadi keharusan
untuk dipatuhi dan diikuti, segala hal yang tidak sesuai dengan aturan akan menjadi
kelemahan pengawasan.
d. Proses Pemberian Sanksi dan Penegakan Hukum (sanction and enforcement)
Melalui ruas proses ini, Badan Pengawas “ABC” melakukan kegiatan-kegiatan evaluasi dan
monitoring hasil pemeriksaan langsung. Proses kegiatan ini akan menentukan langkah-
langkah yang diambil oleh Badan Pengawas “ABC”.
3. Identifikasi Penyebab
Langkah berikutnya adalah memfokuskan pada penyebab utama untuk mencari penyebab-
penyebab tambahan yang ada pada setiap kategori faktor penyebab. Pada kategori penyebab
utama seperti metode, personil, manajemen, pengukuran, material, dan mesin ataupun kategori
lainnya, harus diyakini bahwa prosedur dan pemahaman yang dilakukannya telah memberikan
informasi yang cukup untuk mengidentifikasikan akar penyebab dari suatu permasalahan. Hasil
dari pengidentifikasian penyebab tersebut adalah sebuah diagram fish bone sebagai berikut:
Pada penarikan simpulan dengan menggunakan fish bone diagram, Pemeriksa memodifikasi garis
horizontal fish bone diagram yang menuju arah effect dengan ruas-ruas yang menunjukkan proses
bisnis dalam fungsi Pengawasan Badan Pengawas “ABC”. Ruas-ruas tersebut disusun dari sisi
kiri bagan ke sisi kanan bagan, dimana semakin ke arah sisi kanan maka semakin dekat pula
Lampiran
dengan fungsi pengawasan yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Diagram tersebut juga
membagi dua daerah, yaitu daerah risiko tinggi dan risiko rendah. Risiko Tinggi merupakan
wilayah yang dekat dengan fungsi utama pengawasan, sedangkan risiko rendah merupakan
wilayah yang tidak terlalu signifikan dalam menentukan fungsi pengawasan di Badan Pengawas
“ABC” tersebut.
Diagram fish bone ini merupakan tool yang digunakan dalam penarikan simpulan atau penarikan
masalah secara kualitatif. Namun demikian bila kita mengikuti alur berpikir dari LHP Kinerja
Badan Pengawas “ABC” ini kita harus mendefinisikan ruas-ruas proses bisnis dari tujuan
pemeriksaan tersebut dan kemudian harus menempatkan temuan-temuan pemeriksaan yang
disebut sebagai sebab atau cause ke dalam kategori yang tepat, sehingga didapatkan kesimpulan
yang sesuai. Selanjutnya membagi area risiko yang nanti digunakan sebagai dasar penarikan
simpulan, apakah termasuk efektif, kurang efektif, belum efektif, atau tidak efektif.
Simpulan pemeriksaan yang dihasilkan berbunyi: “Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa
Badan Pengawas ‘ABC’ belum efektif dalam melaksanakan fungsi pengawasannya.”
KETUA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
WAKIL KETUA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
Referensi
Asian Organization of Supreme Audit Institutions, 2000, Performance Auditing Guidelines, ASOSAI.
International Organizations of Supreme Audit Institutions, 2004. Standards and guidelines for
performance auditing based on INTOSAI’s Auditing Standards and practical experience,
INTOSAI.
Rai, Agung, 2008, Audit Kinerja: Teori dan Aplikasi pada Sektor Publik, Jakarta.
Sampurna, Agung Firman, 2008, Menangani Krisis Dengan Kepemimpinan Samudra Biru, Dialogue,”
Jurnal Ilmu Administras Dan Kebijakan Publik, Vol. 5, No.1, Januari 2008: 20-34
Tim Penyusun
Tim Penyusun
Petunjuk Teknis Penyusunan LHP Kinerja
1. Bambang Pamungkas
2. Bahtiar Arif
3. Hery Subowo
4. B. Dwita Pradana
5. Gunarwanto
6. Dwi Sabardiana
7. Andi Wibowo
8. Hery Wahyu Wibowo
9. Denny Wahyu Sendjaja
10. G. Yorrie Rismanto Adi
11. Sandra Willia Gusman
12. Dwi Afriyanti
13. Harpanto Guno Sabanu
14. Nico Andrianto
15. Elina
16. Budiman Sihaloho
17. Ariesta Tohir Wijaya
18. Yosie