Anda di halaman 1dari 25

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KELOMPOK

PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP


KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI INDONESIA.

MAKALAH

Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Kebijakan Administrasi Perpajakan

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Gunadi M.Sc, Ak., Dr.Milla Sepliana Setyowati S.Sos.,
M.Ak., Dr.Ning Rahayu M.Si.

Oleh:

RIKI TENARDI 1806171822


ANITA CAROLINA 1806256710
EKA SUSIA JUSTIKA 1806256875

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


PROGRAM PASCASARJANA
PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN
JAKARTA
2019
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara yang sedang berkembang.
Dengan 17.000 pulau dan 261 juta penduduk yang dimilikinya, Indonesia menjadi negara
yang kaya akan keberagaman dan sumber daya. Memiliki potensi sumber daya yang besar
baik alam maupun manusia, ternyata tidak serta merta membuat Indonesia bisa dengan
mudah terlepas dari berbagai permasalahan. Seperti permasalahan pendidikan, kemiskinan,
dan lain sebagainya. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan dan
polemik ini adalah dengan Pajak. Pajak sendiri adalah merupakan sumber utama pendapatan
suatu Negara. Oleh sebab itu, pajak menjadi faktor yang paling penting bagi keuangan
Negara dan merupakan jaminan dalam keberlangsungan pembangunan nasional secara
mandiri tanpa mengandalkan bantuan modal dari pihak asing.

Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara. Pajak yang menurut pandangan ekonomi merupakan perpindahan
sumber daya dari sektor swasta ke sektor pemerintah yang digunakan untuk tujuan yang
dianggap berharga oleh pemerintah sampai saat ini. Berbagai pengeluaran negara ditujukan
untuk pendidikan, kesehatan, kemiskinan, atau infrastruktur. Faktor tersebut merupakan
implemetasi dari pembangunan nasional dan untuk melaksanakan pembangunan nasional ini
dibutuhkan dana yang tidak sedikit, dan ditopang melalui peneriman pajak oleh karena itu,
pajak sangat dominan dalam menopang pembangunan nasional.

Pemungutan pajak tercantum dalam UUD 1945 yang dalam tataran pelaksanaannya
melalui pembentukan undang-undang. Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 tahun
2007, yaitu pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Hal ini dimaksudkan dalam aspek hukum melahirkan suatu norma yang
disepakati dan dipatuhi bersama.

Namun demikian dalam pemungutan pajak banyak aspek yang mempengaruhi target-target
yang akan dicapai, seperti laju pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, serta asumsi harga
dan produk minyak mentah. Oleh karena itu, perlu strategi melalui perluasan basis pengenaan
pajak, intensifikasi, dan penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesadaran membayar pajak.

1
Salah satu strategi dalam pemungutan pajak di Indonesia adalah dengan memakai sistem
self assessment. Perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment yang memberikan
kepercayaan kepada wajib Pajak untuk mendaftarkan diri, menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak terhutangnya. Oleh karena itu, Negara mempunyai hak untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Kepatuhan pajak merupakan faktor
terpenting dalam sistem perpajakan bahkan apapun sistem dan administrasi pajak yang
digunakan, jika kepatuhan itu dapat diwujudkan, maka penerimaan pajak akan tinggi.
Otoritas pajak harus mampu membangun suatu tax compliance strategy yang reasonable dan
didasarkan pada asumsi bahwa pembayar pajak cenderung akan menghindar untuk membayar
pajak jika memiliki peluang.

Secara umum kemampuan Negara untuk menghimpun pendapatan masih dapat


ditingkatkan, terutama dari aspek perpajakan. Upaya meningkatkan pendapatan Negara baik
dari pungutan pajak, bea cukai, serta dari penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga
kini masih menghadapi berbagai masalah maupun kendala. Dibidang perpajakan, kendala
yang dihadapi Direktorat Jendral Pajak, disamping rendahnya kesadaran wajib pajak adalah
kurangnya akses informasi terhadap transaksi keuangan yang dilakukan baik transaksi
melalui lembaga perbankan maupun lembaga keuangan non perbankan lainnya. Rendahnya
kesadaran wajib pajak dapat diidentikasi dari bentuk ketidakpatuhan wajib pajak, antara lain
tidak mendaftrakan diri, tidak menyampaikan SPT, tidak jujur melaporkan kewajiban
perpajkannya, dan menunggak pembayaran pajak. Sementara itu, pemanfaatan teknologi
berbasis elektronik (e-system) untuk mendukung pelayanan dan pengawasan wajib terhadap
wajib pajak, seperti e-register, e-filling, dan e-SPT juga belum sepenuhnya dipahami
masyarakat.

Kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya masih rendah, baik untuk
melaporkan surat pemberitahuan maupun membayar pajak. Kondisi ini pun membuat
penerimaan negara menjadi tidak maksimal. Penerimaan negara 75% berasal dari pajak. Jika
penerimaan bisa melebihi porsi itu, pembangunan di Indonesia bisa lebih optimal dan tercipta
keadilan bagi semua lapisan masyarakat.

Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui


peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak berdasarkan undang-undang yang akan mereka
bayar maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka. Penguasaan
terhadap peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan kewajiban

2
perpajakan. Wajib pajak akan berusaha menjalankan kewajibannya agar terhindar dari sanksi-
sanksi yang berlaku dalam peraturan perpajakan.

Bagi wajib pajak yang sudah mengetahui dan memenuhi ketentuan undang-undang
perpajakan dapat langsung datang ke kantor pelayaanan pajak (KPP) untuk melapor. Akan
tetapi, masih banyak masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai karyawan swasta maupun
negeri, khususnya wajib pajak orang pribadi, belum mengetahui tentang pelaporan pajak.
Potensi Perpajakan Indonesia sangatlah besar, namun belum tergarap optimal.

Berdasarkan catatan pajak.go.id hingga tahun 2015, penduduk Indonesia yang bekerja
yaitu 120,8 juta, namun wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang menyampaikan surat
pemberitahuan tahunan (SPT) hanya sebanyak 10.269.162 WP OP yang terdiri dari 9.431.934
WP OP karyawan dan 837.228 WP OP non karyawan. Hal ini menunjukkan tingkat
kepatuhan WP OP (dilihat dari penyampaian SPT) hanya sebesar 63,22% WP OP karyawan
dan 40,75% WP OP non karyawan, yang lebih memprihatinkan, dari jumlah WP OP yang
menyampaikan SPT hanya 794.418 WP OP bayar.

Upaya peningkatan kesadaran dan kepedulian harus menjadi perhatian yang utama. Salah
satu wujud kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membayar pajak adalah dengan cara
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang ada, apabila memperoleh atau menerima penghasilan. Oleh karena itu,
pengetahuan pajak penting dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan. Apabila wajib pajak
memandang bahwa hak dan kewajibannya sebanding dalam artian bahwa adanya
keseimbangan antara kewajibannya sebagai wajib pajak dan hak-hak yang dapat diperolehnya

3
maka wajib pajak cenderung lebih patuh dalam hubungannya dengan perlakuan terhadap
setiap wajib pajak.

Seperti yang telah tertera diatas bahwa administrasi perpajakan di Indonesia tidak serta
merta berjalan dengan mulus. Self assessment yang semula diharapkan memberi dampak
positif atas penerimaan pajak dengan memberi kebebasan wajib pajak menghitung dan
melaporkan sendiri kewajibannya ternyata masih menemukan kendala. Beberapa kendala
yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah kurangnya pengetahuan wajib
pajak atas prosedur administrasi seperti pembuatan NPWP dan pelaporan SPT, adanya
kebijakan menerbitkan NPWP secara jabatan yang membuat kemungkinan satu penduduk
dapat memiliki NPWP lebih dari satu, dan kurangnya kesadaran wajib pajak atas
kewajibannya kelengkapan administrasi perpajakan di Indonesia.

Dengan kendala tersebut kami akan memaparkan administrasi perpajakan di Indonesia


dengan menitikberatkan pada NPWP dan pelaporan SPT Tahunan serta membandingkan sisi
kelembagaan dan administrasi yang dimiliki Indonesia, Malaysia sebagai negara tetangga,
dan Amerika sebagai maju. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan proses administrasi
perpajakan di Indonesia dan membandingkan dengan negara lain, dari proses pendaftaran
sampai pelaporan serta problematika di dalam praktek lapangan.

TINJAUAN LITERATUR
Kebijakan Administrasi Pendaftaran Wajib Pajak
Identifikasi dan pendaftaran wajib pajak merupakan hal yang sangat penting dalam
adminstrasi pajak yang efisien, dan tanpa dipungkiri bahwa pengidentifikasian dan
pendaftaran ini merupakan salah satu program yang memiliki prioritas paling tinggi
sehingga tanpa dijalankan program identifikasi dan pendaftaran wajib pajak ini, program-
program yang lain tidak akan bisa memiliki kepastian dan efektifitas.
Sebuah administrasi pajak yang benar sebaiknya dimulai secara fundamental dari
pemrosesan suatu daftar yang dimana daftar ini berisikan data-data berupa wajib pajak
terbesar dan potensial sehingga dapat mempermudah untuk menemukannya dalam waktu
yang singkat dan se-efektif mungkin. Data-data yang berupa kegiatan wajib pajak,
susunan keluarga, properti wajib pajak yang disewakan atau yang menghasilkan, lokasi
properti tersebut, dan lainnya.
Seperti yang sudah dijelaskan pada awal-awal bahwa proses administrasi berupa
identifikasi dan pendaftaran wajib pajak merupakan prioritas tinggi yang apabila proses

4
ini tidak dijalankan dengan baik maka program-program yang lain tidak akan berjalan
searah. Hal ini diharapkan bahwa identifikasi dan pendaftaran wajib pajak tidak hanya
diarahkan untuk pencapaian tujuan kenaikan dari sudut pandang pendapatan (tax ratio).
Tetapi juga, hal ini berkaitan dengan peningkatan kepatuhan wajib pajak dengan membuat
semua masyarakat yang memiliki kewajiban melakukan pembayaran pajak karena adanya
hukum yang mengatur dan juga mencegah untuk wajib pajak yang telah jujur melakukan
kewajiban pajaknya tidak melihat bahwa adanya ketimpangan sosial antara wajib pajak
yang telah terdaftar dengan yang belum.
Adanya kebijakan berupa pemberian Taxpayer Identification Number (TIN) sebagai
identitas bagi wajib pajak tidak lepas dari banyak alasan yang mendasarinya. Salah satu
alasan pemberian TIN adalah pembayar pajak yang sangat potensial merupakan mereka
yang tidak ingin membayar pajak, entah itu terlepas dari ketidaktahuan wajib pajak
mengenai hukum atau karena wajib pajak belum memiliki penghasilan diatas batas
pengenaan pajak. Tetapi walaupun dengan adanya pengetahuan tentang hukum pajak dan
pengenaan pajak atas penghasilan, banyak wajib pajak yang memilih dengan sengaja
untuk tidak mematuhi hukum pajak dengan maksud menghindari pajak. Indonesia sendiri
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 mengenai Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (selanjutnya akan disebut KUP) menjelaskan bahwa setiap Wajib Pajak
yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri
untuk mendapatkan Taxpayer Identification Number yaitu Nomor Pokok Wajib Pajak.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sendiri adalah nomor yang diberikan kepada
wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. Jika kewajiban mengenai untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan
NPWP terdapat pada UU KUP berbeda penjelasan mengenai persyaratan subjektif dan
objektif yang terdapat pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 2.
Tidak jauh berbeda dengan negara Azerbaijan yang menyatakan dalam pasal 13.2.5.3
di dalam peraturan mengenai kode pajak Republik Azerbaijan yang menyatakan bahwa
Wajib Pajak adalah setiap orang yang harus membayar pajak dari subjek perpajakan yang
ditentukan sesuai dengan kode pajak, dan dalam pasal 34.6 dalam peraturan yang sama
menjelaskan bahwa Wajib Pajak yang memenuhi pasal 13.2.5.3 diberikan Taxpayer
Identification Number (TIN), yang merupakan nomor unik di wilayah Republik
Azerbaijan, untuk setiap wajib pajak dan untuk semua pajak, termasuk di dalamnya untuk
pembayaran yang berkaitan dengan pengangkutan barang melintasi perbatasan pabean

5
Republik Azerbaijan. Penjelasan yang sama juga di Oludayo dan Olatunji dalam
jurnalnya menjelaskan bahwa Tax Identification Number (TIN) di negara Nigeria
merupakan nomor unik yang dialokasikan dan dikeluarkan oleh Federal Inland Revenue
Services sebagai sarana untuk mengidentifikasi seseorang (Perorangan atau Perusahaan)
sebagai wajib pajak yang terdaftar di Nigeria. Menurut Ebifuro, Mienye, dan Odubo
(dalam Oludayo dan Olutunju, 2018:37), TIN membantu untuk mempercepat proses
sebuah informasi untuk mengetahui pembayar pajak dan juga untuk mengetahui
kepatuhan, kesadaran, dan kenaikan pendapatan pajak) hal ini diperkuat oleh Jocet (dalam
Oludayo dan Olutunju, 2018:37) yang kesimpulannya mengatakan bahwa TIN
mendorong harmonisasi dan koordinasi sistem identifikasi wajib pajak yang didasarkan
pada sistem komputerisasi. Jocet menyatakan lebih lanjut bahwa TIN dapat menjembatani
kesenjangan antara informasi wajib pajak dan riwayat pembayaran mereka, sehingga
meningkatkan tingkat kepatuhan.

Taxpayer Declarations/ Tax Returns


Taxpayer Declarations atau menurut beberapa negara seperti Amerika Serikat dan
Kanada menyebutnya sebagai Tax Returns sejatinya merupakan suatu kewajiban yang
harus dilakukan oleh wajib pajak sebuah negara ketika mendapatkan TIN. Taxpayer
Declarations/Tax Returns yang biasanya tertuang dalam sebuah surat (forms) merupakan
formulir yang digunakan untuk pembayar pajak (orang pribadi maupun perusahaan) dan
organisasi bebas pajak untuk melaporkan informasi keuangan ke instansi pajak (Kantor
Pelayanan Pajak di Indonesia atau Internal Revenue Service di Amerika Serikat).
Biasanya forms ini digunakan untuk melaporkan pendapatan serta menghitung pajak yang
harus dibayarkan kepada pemerintah dan sebagai sarana untuk mengungkapkan informasi
lain.

Prinsip deklarasi wajib pajak sebenarnya lebih menitikberatkan kepada self-


assessment dan non-self assessment. Masing-masing dari sistem memiliki kelebihan dan
kekurangan. Non-self assessment memang menawarkan kemudahan dan kenyamanan
kepada wajib pajak karena seluruh kewajiban perpajakannya semuanya dihitung oleh
biro pajak (fiskus). Ini mungkin dapat diterapkan dan penting bagi negara-negara yang
dimana penduduknya memiliki pendidikan rendah, tetapi diharuskan melaporkan
kewajibannya. Sebenarnya, dengan mempercayakan kepada pemerintah dalam
melakukan perhitungan pajak, hal ini juga dapat membuat pemerintah untuk dapt
melakukan implementasi peraturan baru yang lebih rumit daripada ketika peraturan yang

6
rumit itu di implementasikan oleh wajib pajak. Namun, meskipun wajib pajak
dibebaskan dari kerumitan dalam perhitungan pajak, wajib pajak tetap diharuskan
memberikan informasi berupa data-data keuangan seperti jumlah penghasilan. Tetapi, hal
ini tidak tepat apabila data-data keuangan tersebut diberikan oleh wajib pajak perusahaan
yang memiliki tingkat kerumitan yang tinggi, sehingga yang terjadi adalah fiskus
menerapkan perhitungan hanya berdasarkan aturan dan tarif yang relevan tanpa melihat
secara detail potensi-potensi perpajakan yang terdapat dalam data-data keuangan
tersebut, karena adanya penghematan waktu dan usaha tambahan yang tidak sedikit.

Self assessment memiliki sejumlah keuntungan sendiri khususnya bagi fiskus.


Pertama, penilaian ini memungkinkan wajib pajak untuk menyerahkan pembayarannya
secara bersamaan dengan pelaporannya. Sehigga pengumpulan pajak memiliki waktu
yang cepat. Lalu, fiskus juga terhindar dari besarnya volume pekerjaan yang tinggi
seperti penundaan karena lamanya waktu perhitungan tetapi juga dapat membuat fiskus
melakukan pekerjaan lain yang produktif seperti verifikasi keakuratan antara informasi
data keuangan dengan laporan deklarasi yang disampaikan. Dengan self assessment ini
dapat membuat wajib pajak lebih sadar akan peraturan perpajakan dan dapat digunakan
untuk mempelajari ketidakadilan sistem perpajakan, untuk menciptakan struktur
perpajakan yang sehat dan adil, sehingga peningkatan kesadaran seperti itu mungkin
memiliki konsekuensi yang penting dan positif.

Self assessment sendiri sudah diterapkan di Indonesia. Taxpayer Declarations atau


Taxpayer Returns yang biasa sering disebut sebagai Surat Pemberitahuan (selanjutnya
disebut SPT). SPT dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah surat yang oleh
wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak,
objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban melaporkan ini
merupakan kewajiban perpajakan setelah wajib pajak mendapatkan NPWP. Surat
pemberitahuan (SPT) terdiri atas SPT Masa yang dilakukan setiap bulan atau beberapa
bulan dan SPT Tahunan yang dilaksanakan setiap tahun.
Secara garis besar kewajiban setelah memperoleh NPWP atau PKP adalah :
1. Kewajiban menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri (MPS)
dan
2. Kewajiban menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya orang (pihak)
lain (MPO) yaitu berupa pemotongan dan pemungutan pajak.

7
Secara garis besar kewajiban dan formulir yang digunakan untuk melaksanakan
kewajiban pajak tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Jenis Wajib Pajak Kewajiban Jenis Formulir Pelaporan


Pajak
1 Orang Pribadi :
- Karyawan/non-usahawan MPS - SPT Tahunan Orang Pribadi
(form 1770S atau SS)
- Usahawan MPS - SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi (form 1770)
- SPT Masa PPh 25 (angsuran
pajak)
- SPT Masa PPN (apabila
PKP)
MPO - SPT Masa PPh 21 dan 26
- SPT Masa PPh 22
- SPT Masa PPh 23 dan 26
- SPT Masa PPh Final (Pasal
4(2), 15).
2 Badan : MPS - SPT Tahunan PPh Badan
(form 1771)
- SPT Masa PPh 25 (angsuran
pajak)
- SPT Masa PPN (apabila
PKP)
MPO - SPT Masa PPh 21 dan 26
- SPT Masa PPh 22
- SPT Masa PPh 23 dan 26
- SPT Masa PPh Final (Pasal
4(2), 15).

Negara Amerika Serikat sendiri memiliki cukup banyak formulir Taxpayer Returns
nya, tetapi yang diambil hanya 3 formulir teruntuk wajib pajak orang pribadi. Formulir
1040EZ merupakan formulir yang memiliki bentuk paling sederhana bentuknya.
Semakin sederhana maka semakin kecil kemungkinan kesalahan yang mungkin
menyebabkan penundaan dalam restitusi.

Formulir 1040 1040A 1040EZ


Persyaratan - Penghasilan atau - Penghasilan atau - Single atau
gabungan lebih gabungan di Menikah.
dari $ 50.000. bawah $ 50.000.
- Di bawah usia 65
- Pengurangan - Distribusi capital tahun.
Khusus. gain, tetapi tidak
ada capital gain - Tidak ada
- Penghasilan atau kerugian tanggungan.
wirausaha. lainnya.

8
- Penghasilan
- Penghasilan dari - Hanya IRA atau bunga di bawah $
penjualan properti penyesuaian 400.
pinjaman siswa
dengan - Penghasilan atau
penghasilan Anda gabungan
pendapatan di
- Anda tidak bawah $ 50.000
merinci
pengurangan

PEMBAHASAN
Impelementasi Administrasi Pajak di Indonesia
Prosedur Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
Salah satu sumber pembiayaan negara dengan porsi yang paling besar adalah berasal
dari pajak. Definisi pajak yang terdapat dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan menyebutkan bahwa Pajak adalah Kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh Orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
Kontribusi Pajak di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara semakin
meningkat, hal ini menunjukan bahwa Pajak menjadi tumpuan dalam anggaran
pembangunan, sehingga Pemerintah terus menerus berusaha untuk meningkatkan
pendapatan negara melalui pajak .
Pembayaran pajak merupakan kewajiban setiap warga negara sebagai perwujudan
peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Pada
pelaksanaannya pengelolaan pajak di di Indonesia belum dikelola secara optimal, tingkat
kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih tergolong lemah, hal ini disebabkan karena
masih banyak masyarakat menganggap bahwa membayar pajak adalah hal yang berat
untuk dilakukan.
Dalam meningkatkan penerimaan pajak Direktorat Jenderal Pajak melakukan
ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak. Ekstensifikasi ditempuh dengan
meningkatkan jumlah wajib pajak aktif sedangkan intensifikasi dilakukan dengan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak, pembinaan kualitas aparatur perpajakan dan
pelayanan prima kepada wajib pajak, pembinaan kepada wajib pajak, pengawas
adminsitratif, pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pasif dan aktif serta penegakan

9
hukum. Bagi Institusi perpajakan penerimaan pajak sangat bergantung pada tingkat
kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak dan melaporkan pajak,
sehingga Direktorat Jenderal Pajak gencar untuk melakukan sosialiasi terkait perpajakan
termasuk kewajiban untuk mempunyai NPWP.
NPWP merupakan Identitas wajib pajak dalam sistem administrasi perpajakan yang
dipergunakan dalam melaksanakan hak dan kewajiban sehingga NPWP hanya diberikan
satu NPWP untuk satu wajib pajak, selain itu NPWP juga berfungsi untuk memonitoring
ketertiban dalam melakukan pembayaran pajak dan pelaksanaan administrasi perpajakan.
Dalam hubungannya dengan kewajiban perpajakan wajib untuk mencantumkan NPWP
dan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP berdasarkan peraturan perpajakan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perpajakan.
Didalam Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 menganut
diskriminatof terhadap penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP, dimana wajib
pajak orang pribadi dan badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif pajak
penghasilan lebih tinggi dari pada yang memiliki NPWP.
Sosialisasi terkait nomor pokok wajib pajak sangat gencar dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Dalam Undang Undang KUP pada pasal 2 dijelaskan bahwa yang telah
yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan harus
mendaftarakan diri untuk memiliki NPWP ke Direktorat Jenderal pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak .
Persyaratan Subjektif dan Objektif untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
adalah:
a. Persyaratan Subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan persyaratan sebagai
subjek pajak sebagaimana terdapat dalam Undang Undang no 7 tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang
Undang nomor 36 tahun 2008.
b. Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang memperoleh
penghasilan atau mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan/
pemungutan sesuai dengan Undang Undang no 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang nomor 36
tahun 2008.

Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak nomor PER – 20/PJ/2013 dan Peraturan Dirjen
Pajak nomor 38/PJ/2013 yang mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP adalah :

a. Wajib Pajak orang pribadi , termasuk wanita kawin yang dikenai Pajak secara
terpisah karena :

10
 Hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim.
 Menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta.
 Memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau
tidak terdapat perjanjian pemishaan Penghasilan dan harta, yang tidak
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan
diatas penghasilan tidak kena pajak.
b. Wajib pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan / atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan perpajakan , termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan / atau
operator dibidang hulu minyak dan gas bumi.
c. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong dan /
atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang undangan dan / atau
pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan,
termasuk bentuk kerjasama operasi.
d. Bendaharawan yang ditunjuk sebagai pemotong dan atau pemungut pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang undangan.
Terhadap wanita kawin yang tidak menghendaki untuk melaksanakan kewajiba
perpajakan yang terpisah dari suaminya, harus melakukan seluruh kewajiban
perpajakannya menggunakan NPWP suami, dan hal tersebut juga berlaku untuk anak
yang belum dewasa namun telah memperoleh penghasilan.
Seiring dengan semakin berkembangnya tehnologi Direktorat Jenderal Pajak
melakukan reformasi terhadap prosedur pendaftaran NPWP, beberapa tahun lalu wajib
pajak yang ingin memiliki NPWP harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
domisili, namun sekarang wajib pajak pajak dengan mudah untuk mengajukan
permohonan NPWP melalui DJP Online.

Kebijakan Penerbitan NPWP secara jabatan


Dalam Undang Undang Nomor 16 tahun 2000 pada pasal 2 ayat 4 disebutkan bahwa
Direktorat Jenderal pajak dapat menerbitkan NPWP dan atau PKP secara jabatan apabila
wajib pajak oang pribadi dan atau badan tidak melakukan kewajiban perpajakan
sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang undangan yang dmulai sejak wajib

11
pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan perpajakan paling lama 5 tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan
atau dikukuhkan sebagai PKP.
Pemberian NPWP maupun stattus PKP secara jabatan merupakan tindakan yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal pajak tidak mendaftarakan diri untuk siberikan NPWP
atau tidak melaporkan usahannya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, bila
berdasarkan data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal pajak ternayata wajib pajak
memenuhi syarat untuk memiliki NPWP dan atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak, maka Direktorat Jenderal pajak akan memberikan secara paksa karena wajib pajak
tidak melaksanakan kewajibannya. Selain dikukuhkan secara jabatan wajib pajak yang
bersangkutan yang secara sengaja tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya tidak
mendaftarkan diri atau menyalah gunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau
pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan negara diancam dengan pidana penjara
paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak yang tidak atau terutang.
Direktorat Jenderal dalam meningkatkan jumlah wajib pajak salah satu kebijakan
yang telah dilakukan adalah dengan Pemberian NPWP masal secara jabatan dan
kebijakan pemberian NPWP secara tersebut berdasarkan hasil risset yang telah dilakukan
terdapat kendala sebagai berikut :
a. Ketidak tahuan wajib pajak atas kewajiban perpajakannya
b. Wajib pajak merasa engan karena birokrasi yang berbelit
c. Wajib pajak memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataan
d. Wajib pajak tidak merasakan langsung efek dari memiliki NPWP
e. Surat pemberitahuan atau himbauan yang dikirim melalui pos kembali dan
menyulitkan untuk menelusuri keberadaan wajib pajak.
f. Pandangan negatif dari wajib pajak bahwa mengurus kewajiban perpajakan itu
sulit dan berbelit belit.
Dibalik permasalahan dari sisi Direktorat Jenderal pajak terhadap penerbitan NPWP
secara jabatan , permasalahan yang tidak kalah pelik adalah terkait dengan kewajiban
wajib pajak yang memperoleh NPWP jabatan antara lain adalah :
a. Satu wajib pajak dapat memperoleh lebih sari satu NPWP sehingga akan
menyulitkan wajib pajak pada saat melaporkan kewajibannya.
b. Orang pribadi tidak mengetahui bahwa dirinya telah mempunyai NPWP sehingga
menyebabkan dapat diterbitkannya Surat tagihan Pajak (STP) karena tidak
melaksanakan kewajibannya untuk melaporkan SPT orang pribadi.

12
Pada saat ini ektensifikasi wajib pajak dilakukan pemerintah dengan bekerja sama
dengan instansi diluar Direktorat Jenderal pajak misalnya saja dalam proses pembelian
kendaraan pihak pembeli harus memiliki NPWP, pembukaan rekening bank harus
memiliki NPWP, hal ini harus diiringi dengan kebijakan untuk melakukan sosialisasi akan
kewajiban wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga tidak
menimbulkan sanksi bagi wajib pajak.

Permasalahan terkait Nomor Pokok Wajib Pajak di Indonesia dan Tingkat


kesadaran memiliki NPWP masih sangat rendah.
Salah satu isue seputar NPWP yang yang cukup menarik perhatian masyarakat
Indonesia, adalah bawah masih banyak orang kaya di Indonesia yang tidak memiliki
NPWP, berdasarkan pendapat dari salah satu pengamat ekonomi menyatakan bahwa
masih terdapat sekitar 50 juta orang kaya di Indoensia yang belum memiliki NPWP,
walaupun Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meinimalkan hal tersebut
,salah satunya adalah dengan meluncurkan kebijakan tax amnesty pada tahun 2016 yang
pada sasarnya untuk memperbaiki basis data perpajakan di Indonesia. Hal ini menunjukan
bahwa kebijakan pajak yang diluncurkan untuk menjaring wajib pajak yang sudah
menuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk memiliki NPWP masih terdapat
kelemahan sehingga banyak yang lolos dari kebijakan tersebut.

Penyalahgunaan NPWP
Terkait dengan penyalahgunaan NPWP yang sering terjadi pada masyaraat awam
adalah tidak mengerti akan fungsi NPWP , sehingga NPWP dapat dengan mudah
dipinjamkan kepada pihak lain untuk melakukan transaksi dan tidak menyadari
konsekuensi dari penggunaan NPWP dalam suatu transaksi. Dalam beberapa kasus
penyalahgunaan NPWP dipergunakan untuk menghindari pengenaan tarif yang lebih
tinggi bagi lawan transaksi yang tidak memiliki NPWP sebagaimana yang terdapat dalam
no 36 tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas Undnag Undang nomor 7 Tahun 1983
tentang pajak penghasilan yang menerapkan tarif PPh yang lebih tinggi untuk lawan
transaksi yang tidak memiliki NPWP. Ketentuan pengenaan tarif PPh yang lebih tinggi
bagi pihak yang tidak memiliki NPWP disiasati oleh beberapa pihak yang tidak
bertanggung jawab untuk mempergunakan NPWP pihak lain , sehingga data yang
terekam dalam sistem di Direktorat Jenderal pajak NPWP yang disalah gunakan tersebut
telah melakukan transaksi, dan hal ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan

13
Direktorat Jenderal Pajak akan menyampaikan surat tagihan pajak kepada pihak yang
NPWPnya disalah gunakan , untuk beberapa kasus atas NPWP yang disalah gunakan
Direktorat Jenderal pajak tetap melakukan tindakan penagihan sehingga pada akhirnya
dilakukan tindakan penyitaan harta.
Terkait dengan kondisi tersebut , Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal pajak
harus memilik kebijakan yang menghindarkan dari penyalahgunaan NPWP.

Pelaporan Kewajiban Perpajakan


Sesuai dengan prinsip sel assesment, wajib pajak harus menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak terutang sendiri ke KPP tempat
wajib pajak terdaftar. Penyampaian surat pemberitahuan (SPT) merupakan bentuk
pertanggung jawaban atas kewajiban yang telah dipenuhinya dalam satu masa pajak atau
tahun pajak atau bagian dari tahun pajak.
Fungsi SPT
1. Bagi wajib pajak funsgi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan tentang :
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan / atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau
bagian tahun pajak
b. Laporan tentang pemenuhan penghasilan yang merupakan objek pajak dan /
atau bukan objek
c. Harta dan kewajiban
d. Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan /
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak.
2. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggung jawabankan penghitungan jumlah PPN dan
PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaprokan tentang :
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap pajak keluaran
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
pengusaha kena pajak dan / atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak,
yang ditentukan oleh ketentuan peratuaran perundang undangan perpajakan
yang berlaku.

14
3. Bagi pemotong / pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggunjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut
dan disetorkan.

Mekanisme Penyampaian SPT


Pelaporan SPT secara umum dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dengan banyak cara,
pelaporan SPT Tahunan PPh tidak bersifat kaku atau harus dilaporkan sendiri oleh Wajib
Pajak yang bersangkutan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak
untuk melaporkan SPT Tahunan PPh orang pribadi. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 8
ayat 1 PMK 243 Tahun 2004 jo pasal 2 ayat Perdirjen nomor 01 tahun 2016. Wajib Pajak
dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh orang pribadi secara langsung ke KPP Wajib Pajak
terdaftar atau KPP selain tempat wajib pajak yang lebih dikenal dengan istrilah drop box.
Seiring dengan semakin berkembangnya tehnologi Diretorat Jenderal pajak mewajibkan
wajib pajak dalam menyampaikan kewajiban perpajakan dengan mempergunakan e-filling.
Pemanfaatan teknologi dalam pelaporan perpajakan merupakan salah satu cara untuk
menghemat waktu dalam hal pemenuhan kewajiban. Ibrahim Idawati (2014) menjelaskan
bahwa rata-rata waktu yang dihabiskan oleh responden di negara Malaysia dalam memenuhi
kewajiban pajak penghasilan mereka adalah sekitar 11,7 jam per responden, penggunaan
efilling menghabiskan 9,84 jam, sedangkan pelaporan manual memakan waktu 13,24 jam.
Yang berarti dengan penggunaan efilling menghemat waktu sekita 3,4 jam waktu atau
penghematan sekitar 26%. Untuk dapat melaporkan melalui e-filling wajib pajak diharuskan
mempunyai Electronic Filling Identification Number (E-fin) dan memperoleh sertifikat
digital dari Direktorat Jenderal Pajak yang pengajuan melalui kantor Pelayanan Pajak
setempat.
E-filling merupakan cara penyampaian SPT secara elektronik sebagaimana diatur dalam
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak nomor PER-03/ PJ/2015 tentang penyampaian Surat
Pemberitahuan elektronik. Pada awalnya tentang penggunaan e-fillling terdapat dallam
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER 1/PJ/2014 tentang Tatacara Penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770
S atau 1770 SS secara e-filling melalui website Direktorat Jenderal Pajak.
Kelebihan penggunaan e-flling adalah
a. Semakin mempermudah wajib pajak orang pribadi dalam mengisi SPt Tahunan ,
karena aplikasi e-filling menyediakan menu untuk dapat memilih formulir pelaporan
apakah melali menu formulir atau menggunakan menu wizard. Aplikasi e-filling akan

15
membuat wajib pajak yang akan melaporkan SPT nya dapat mengikuti langkah
panduan tahap demi tahap sejak awal sampai dengan akhir, sehingga wajib pajak yang
awam sekalipun akan merasa nyaman dab benar dalam menggunakan e-filling karena
tidak khawatir akan salah mengisi.
b. Semakin mempermudah wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan , karena wajib
pajak tidak perlu lagi antri di Kantor Pelayanan Pajak, pelaporan secara e-filling
mempunyai arti telah menyampaikan SPTnya secara online dan real time, karena
setelah selesai mengisi langkah terakhir SPT Tahunan melalui e-filling maka wajib
pajak tinggal mengirim SPT Tahunan PPh dengan memilih menu kirim dan Direktorat
Jenderal Pajak akan langsung mengirimkan tanda terima pelapoan melalui e-filling.
c. Pelaporan melalui e-filling dapat dilakukan kapan pun dan dimanapun selama 24 jam

Tingkat Kepatuhan Wajib pajak


Berdasarkan data bahwa jumlah pelaporan SPT Tahunan yang dilaporkan pada tahun
2017 mengalamai kenaikan dibandingkan tahun 2016, jumlah SPT yang diterima baik
secara elektronik maupun melalu manual mencapau 9.7 juta wajib pajak , sementara pada
tahun 2016 tercatat bahwa pelaporan SPT mencapai 9.45 juta, namun sayangnya kenaikan
tersebut tidak seiring dengan rasio kepatuhan pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak
karena Wajib pajak yang terdaftar dan memiliki NPWP mencapai angka 16,6 juta tetapi
SPT yang diterima hanya mencapai 9,7 juta. Terkait dengan rasio tingkat kepatuhan yang
mencapai 58,47 % . Beberapa penyebab rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam
melaporkan kewajiban pajaknya antara lain adalah
1. Pembuatan NPWP untuk keperluan mendaftar pekerjaan, kondisi ini menyebabkan
permintaan untuk membuat NPWP tinggi namun apabila pemilik NPWP tidak
diterima bekerja dan pemilik NPWP tidak mengetahui kewajiban yang timbul apabila
memiliki NPWP.
2. Pemberian NPWP untuk usaha yang belum stabil omsetnya, pada saat usahanya
tersebut memperoleh penghasilan , wajib pajak masih melaporkan penghasilannya,
namun ketika usahanya turun bahkan tutup maka wajib pajak tidak lagi melaporkan
kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Peraturan Perpajakan terdapat mekanismen
penghapusan NPWP namun karena prosedurnya melali proses pemeriksaan banyak
wajib pajak yang pada akhirnya tidak mengurus penghapusan NPWP .
3. Masih banyak wajib pajak yang belum familiar terhadap kewajiban perpajakan atas
NPWP yang telah diterbitkan.

16
4. Adanya faktor melalaikan faktor pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak
seperti ketidakpedulian (ignorance), kesalahan (error), dan kealpaan (negligence).
Upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak adalah
memperketat proses permohonan NPWP sehingga tidak terjadi kondisi permintaan NPWP
untuk melengkapi sayarat administrasi yang pada akhirnya tidak dapat melakukan kewajiban
perpajakannya dan perlu adanya kerjasaman dengan isntasi lain terkait persaratan tenderd
atau persyarata lainnya yang harus melampirkan bukti telah melaporkan kewajiban
perpajakannya.

Perbandingan Administrasi Perpajakan Antar Negara

Kinerja dan kapasitas administasi perpajakan kerap menjadi sorotan publik terutama
setelah bergulirnya reformasi perpajakan termasuk modernisasi organisasi perpajakan yang
bekaitan dengan peningkatan besaran insentif yang diberikan kepada para aparat pajak. Hal
ini juga menjadi sangat krusial sebelum memasuki babak awal otonomisasi menuju lembaga
semi otonom penghimpun penerimaan negara yang kerap menjadi perbincangan terutama
bagi pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia perpajakan. Bab ini akan membahas peran
administrasi perpajakan, bagaimana kapasitas administrasi perpajakan di Indonesia saat ini
sebagai bentuk organisasi serta perbandingan administrasi perpajakan di Malaysia.

Administrasi perpajakan harus berjalan secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa
sistem perpajakan berjalan sesuai dengan prinsip equity, economics and effiencient. Jika
kebijakan pajak dan hukum pajak telah terbentuk maka akan menghasilkan kalkulasi atas
potensi penerimaan pajak, namun yang menentukan seberapa besar potensi tersebut menjadi
penerimaan ril tergantung pada efektifitas dan efisiensi performa administrasi perpajakan.

Performa administrasi perpajakan dalam suatu negara sangat memengaruhi pencapaian


target atas penerimaan pajak negara. Total populasi di suatu negara, angkatan kerja dan
jumlah petugas/staf administrasi perpajakan serta staf pendukung dalam kegiatan
pemungutan pajak sangat menentukan performa administrasi perpajakan. Berikut informasi
perbandingan total populasi, angkatan kerja dan jumlah petugas administrasi perpajakan di
Indonesia dan Malaysia.

17
sumber: Asia Development Bank, 2014

Dalam hubungannya dengan kelembagaan sebagai bagian dari atau berhubungan dengan
Kementerian Keuangan, ada beberapa tipe kelembagaan organisasi administrasi perpajakan.
Dalam pelaksaannya, terdapat beberapa model kelembagaan dimana administrasi perpajakan
diberikan otonomi untuk oleh Kementerian Keuangan dalam pelaksanaan pemungutan pajak.
Beberapa pertimbangan sehingga diberikan otonomi kepada administrasi perpajakan sebagai
berikut:

1. Badan semi otonom cenderung lebih netral dari kepentingan politik dan intervensi
dari pihak luar.

2. Rekrutmen dan model pembagian kerja serta penugasan disesuaikan dengan


kebutuhan organsasi dan tidak harus sesuai dengan model umum yang diterapkan oleh
lembaga lain dibawah kementerian keuangan.

3. Reformasi organisasi lebih fleksibel seperti pengadaan unit spesialisasi terutama bagi
petugas yang berfungsi sebagai auditor.

4. Alokasi dana lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan seperti pemantauan informasi
transaksi.

Secara umum, klasifikasi otonomi kelembagaan administrasi perpajakan sebagai berikut:

Di Indonesia kelembagaan perpajakan atau Direktorat Jenderal Pajak masih dibawah


naungan Kementerian Keungan. Lain halnya di Malaysia, otoritas pemungut pajak di negeri
jiran itu disebut Lembaga Hasil Dalam Negeri, dimana lembaga ini berafiliasi dengan
Kementerian Keuangan Malaysia. Struktur dewan komisarisnya diisi oleh Menteri Keuangan.
Artinya, badan ini independen secara organisasi, tapi masih bisa berkoordinasi dengan

18
otoritas anggaran negara. Pegawainya pun bukan berstatus Pegawai Negeri Sipil, tetapi
Pegawai LHDN.

Jika kelembagaan perpajakan antara Indonesia dengan Malaysia terdapat perbedaan, lain
halnya dengan administrasi perpajakannya. Terdapat kesamaan dalam administrasi
perpajakan dikedua negara tersebut. Di Indonesia beberapa tahun lalu wajib pajak yang ingin
memiliki NPWP harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili , namun sekarang
wajib pajak pajak dengan mudah untuk mengajukan permohonan NPWP melalui DJP Online.

sumber: http//www.pajak.go.id

Berikut ini adalah cara daftar NPWP online bagi wajib pajak:

1. Buat akun baru di ereg pajak (https://ereg.pajak.go.id)

2. Isi kolom-kolomnya dan ikuti petunjuknya. Jangan lupa untuk memeriksa email Anda
dan klik tautan aktivasi yang dikirimkan.

3. Lengkapi dokumen pendukung seperti KTP, Paspor, Dokumen ijin usaha, dll.

4. Kirim berkas elektronik.

Setelah mengikuti alur diatas, wajib pajak akan menerima NPWP dalam kurun waktu 1x24
jam.

Malaysia mempunyai konsep serupa dengan Indonesia. Tax reference di malaysia dapat
diperoleh dengan mendaftar online pada Lembaga Hasil Dalam Negeri.

19
sumber: http://www.hasil.gov.my

Berikut ini adalah cara daftar “Nombor Cukai Pendapatan” online bagi tax payer di Malaysia:

1. Buat akun baru di ereg pajak http://edaftar.hasil.gov.my/

2. Isi kolom-kolomnya dan ikuti petunjuknya. Jangan lupa untuk memeriksa email Anda
dan klik tautan aktivasi yang dikirimkan.

3. Lengkapi dokumen pendukung seperti Id Card, Paspor, dll.

4. Kirim berkas elektronik.

Selain kepemilikan NPWP, pelaporan SPT dikedua negara ini juga mempunyai kemiripian.

sumber: https://djponline.pajak.go.id/

Tata cara pelaporan spt online adalah sebagai berikut:

1. Setelah Anda memiliki EFIN & Akun, Login kembali ke situs DJP Online
melalui: https://djponline.pajak.go.id/ , masukkan nomor NPWP, dan password yang
telah didaftarkan.

20
2. Untuk mengisi SPT Tahunan, klik tombol tulisan atau logo e-Filing.

3. Lalu ikuti langkah selanjutnya.

4. Setelah mengikuti semua proses, wajib pajak akan menerima bukti telah berhasil
Lapor SPT Pajak Tahunan secara elektronik melalui aplikasi efiling Pajak yang
dikirimkan ke email wajib pajak.

Sama halnya di Indonesia, malaysia pun memakai aplikasi e-filing pada situs Lembaga
Hasil Dalam Negeri onlinenya. Tidak terdapat banyak perbedaan untuk cara pelaporan
income tax online di Malaysia atau SPT di Indonesia, hanya saja E-Fin yang digunakan
sebagai PIN dalam E-filing di Indonesia harus diajukan ke KPP setempat berbeda dengan
Malaysia. Nomor Permohonan atau E-Fin di Malaysia dapat diakses secara online hanya
dengan mengikuti prosedur yang tertera di website http://www.hasil.gov.my . Salah satu
prosedurnya adalah scan bagian depan kartu identitas kependudukan Malaysia. Nomor
permohonan ini bisa didapatkan wajib pajak paling lama satu minggu. Setelah mendapatkan
Nomor Permohonan, wajib pajak akan mendapatkan PIN dari LHDN dan dapat langsung
digunakan untuk login di efiling LHDN official website.

Lain di Indonesia dan Malaysia, United States mempunyai IRS The Internal Revenue
Service (IRS) sebagai lembaga pajaknya. IRS adalah bagian dari Badan Departement
Keuangan Federal Amerika Serikat. Yang bertugas memungut semua pajak, dan memonitor
serta mengawasi penerimaan pajak. US mempunyai kriteria sendiri dalam hal pemberian
Identittas Perpajakan. IRS membagi 3 kelompok Identitas wajib pajak di Negara tersebut.

1. Social Security Number adalah identitas wajib pajak warga Negara asli US
2. Empeloyer Id Number adalah identitas wajib pajak Bisnis
3. Individual Taxpayer ID Number adalah identitas wajib pajak yang bukan termasuk
warga Negara atau pelaku bisnis di Negara tersebut.

Cara mendapatkan ketiga identitas ini juga tidaklah sulit. Wajib pajak dapat mengakses
https://www.irs.gov dan mengikuti prosedur registrasi sesuai yang tertera di website. Selain
perbedaan mencolok mengenai Tax Identify Number, US juga memiliki perbedaan dalam hal
tax return atau pengembalian pajak. Tax return merupakan pengembalian pajak. Indonesia
menerapkan System Tax Return dengan cara pengembalian barang publik seperti jalan raya,
jembatan dll. Sedangkan di Amerika, pengembalian pajak secara langsung dalam banyak
bentuk contohnya dalam asuransi pendidikan kepada anak.

21
Dari penjabaran sisi kelembagaan dan administrasi perpajakan kedua negara tersebut
terlihat bahwa Malaysia lebih unggul dari Indonesia. Dengan kelembagaan yang mandiri
tetapi masih berkoordinasi dengan Kementeriaan Keuangannya membuat LHDN dapat
berjalan lebih independent dan lebih leluasa dalam pencapaian target pajak yang ditetapkan.
Begitupun disisi administrasi, walaupun tidak banyak perbedaan tetapi LHDN lebih
memudahkan wajib pajak dengan mempermudah proses pelaporan pajak tanpa mendatangi
kantor pajak untuk mendapatkan pin atau Efin hanya dengan menyantumkan nomor
kependudukan yang tertera di Kartu Tanda Penduduk Malaysia atau My Kad pada website
resmi registrasi pajak Malaysia. Hal ini tentu lebih memudahkan wajib pajak melapor
kewajibannya. Di Amerika, lembaga perpajakannya atau IRS telah berdiri sendiri dan tidak
dibawah naungan Kementerian Keuangannya. Disisi administrasinya pun, Amerika jauh lebih
tertata rapi karena menerapkan pengelompokan ditiap jenis subjek pajaknya.

Kesimpulan

1. Tax Identification Number atau di Indonesia disebut sebagai NPWP masih terdapat
kendala dalam implementasinya . Permasalahan administrasi perpajakan berkaitan
dengan NPWP adalah adanya penyalahgunaan identitas satu ini sebagai sarana untuk
menghindari pengenaan tarif pajak lebih tinggi tetapi teruntuk wajib pajak yang
berbeda. Dalam hal tertib administrasi, wajib pajak yang memiliki kekayaan luar
biasa cenderung tidak memiliki NPWP sehingga untuk mendapatkan data berupa
wajib pajak yang potensial semakin sulit untuk dilakukan yang berimplikasi kepada
kurangnya penerimaan perpajakan.
2. Selanjutnya, dalam hal ketimpangan antara jumlah Wajib Pajak yang mempunyai
NPWP dengan jumlah Surat Pemberitahuan yang dilaporkan tidak sebanding. Hal ini
disebabkan dalam beberapa masalah terkait adanya hal penerbitan NPWP yang hanya
untuk memenuhi persyaratan administrasi namun dalam kenyataannya tidak lagi
memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak. Sehingga, wajib pajak tersebut
seharusnya tidak diharuskan untuk melaporkan SPT karena tidak mempunyai
penghasilan dan juga tidak adanya pengetahuan untuk melaporankan kewajiban
perpajakannya. Sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap mekanisme pemberian
NPWP untuk Wajib Pajak yang belum memenuhi syarat sebagai subjek pajak dapat
diminimalkan.

Rekomendasi

22
1. Sebelum adanya reformasi administrasi dengan adanya perubahan penggunaan
teknologi, Tax Costs yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk memiliki NPWP
sangat tinggi. Kondisi sekarang yang dimana proses administrasi cenderung memakai
media online dirasa sudah cukup efisien untuk mengurangi Tax Costs tersebut.
Sehingga, yang harus diperbaiki adalah sekarang bagaimana sebuah teknologi sebagai
sarana admnistrasi dapat diatur untuk menyeleksi secara ketat wajib pajak yang hanya
“sekedar” ingin memiliki NPWP.
2. SIN (Single Identitiy Number) merupakan solusi yang dianggap tepat untuk mengatur
khususnya penyebaran NPWP. SIN diharapkan dapat terhubung antara Nomor Induk
Kependudukan, Paspor, SIM, Akun Bank, bahkan No Ponsel untuk dapat mengetahui
semua hal yang berkaitan dengan penghasilan wajib pajak. Semakin banyaknya
instrumen-instrumen yang dipakai sebagai basis data perpajakan, maka semakin
meningkatnya tingkat kepatuhan wajib pajak karena kemudahan dalam pencarian
basis data wajib pajak yang membuat wajib pajak tidak dapat menghindar ketika
tingkat kepatuhannya diperiksa.
3. Perlu adanya kebijakan untuk melakukan verifikasi terkait penerbitan NPWP hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi pembuatan NPWP yang bertujuan hanya untuk
memenuhi persyaratan administrasi saja namun pada akhirnya tidak dapat melaporkan
kewajiban perpajakannya.

Daftar Referensi
Buku
Patrick L. Kelly and Oliver Oldman.“Reading on Income Tax Administration”, The
Foundation Press Inc., 1973.
Cedric Sandford, Michael Godwin, and Peter Hardwick,”Administrative And Complience
Costs Of Taxation”, Fiscal Publications 1989.
Budi, Prianto. Buku Pintar Pajak. Jakarta:Pratama Indomitra, 2015.
Santoso, Iman dan Rahayu, Ning. “Corporate Tax Management”. Jakarta:Observation &
Research of Taxation (ortax) 2013.
Jurnal
Oludayo, Awe Johnson and Olatunji, Olaoye Clement. “Impact of Taxpayer Identification
Number on Revenue Generation in Ekiti State”. European Journal of Accounting,
Auditing and Finance Research 6:5 (2018): 35-46.
Pabilona, Jocet Consisa. “Taxpayer Identification Number (TIN) Its Development and
Importance in Tax Administration. NTRC Tax Research Journal 26:6 (2014): 1-14.

23
Ibrahim, Idawati. “The compliance time costs of Malaysian personal income tax system:E-
Filers vs manual-filers. International Conference on Accounting Studies, Malaysia.
2014.
Fasmi, Lasnofa dan Misra, Fauzan. “Modernisasi sistem administrasi perpajakan dan tingkat
kepatuhan pengusaha kena pajak”. Jurnal Akuntansi Multiparadigma 5:1 (2014): 76-87
Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 6 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.

Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1993 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan
Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak. Sebagaima
telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013.

Media Cetak
Burnama, Indrajaya. (2016). E-Filing-ku sayang, e-Filing-ku Malang. Indonesian Tax
Review, Vol IX ed 09, 20-33.
Aji, Herman Susilo. (2016). NPWP, Sarana Bersama Membangun Bangsa. Indonesian Tax
Review, Vol IX ed 05, 56-65.
Media Elektronik
www.hasil.gov.my
ereg.pajak.go.id
djponline.pajak.go.id
www.irs.gov
www.oecd.org

24

Anda mungkin juga menyukai