Anda di halaman 1dari 13

Model-model Perjanjian Penghindaran

Pajak Berganda

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Perpajakan Internasional

Disusun Oleh:

1. Annisa’ (1610247988)
2. Orie Marsontio (1610248112)

Dosen Pembimbing :

Pak Andreas

Jurusan Magister Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Riau
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG MASALAH

Kegiatan antar negara atau lebih dibidang perekonomian menyebabkan timbulnya


Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang bertujuan untuk menghindari konflik
ketentuan perjakan antar negara yang bersangkutan. Setiap negara memiliki wewenang untuk
menentukan kebijakan perpajakannya. Kewenangan negara inilah yang ditawarkan untuk
dimodifikasi atau direkonsiliasi saat negara bermaksud melakukan perikatan dalam suatu P3B.
Kebijakan P3B merupakan bagian dari kebijakan domestik suatu negara. Dalam dunia
perpajakan internasional dikenal dua model penghindaran pajak berganda, yaitu OECD Model
dan UN Model. Namun, Indonesia memiliki model P3B tersendiri, yang merupakan gabungan
dari kedua model (OECD dan UN). Ketiga model P3B ini akan dibahas lebih lanjut.

I.II RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah penyusunan makalah pada mata kuliah perpajakan internasional pada
bab pembahasan model-model perjanjian penghindaran pajak berganda ini adalah sebagai
berikut:

a. Bagaimana OECD model?


b. Bagaimana UN model?
c. Bagaimana fungsi OECD model dan UN model?
d. Bagaimana text OECD model?
e. Bagaimana P3B sebagai sumber hukum?

I.III TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penyusunan makalah pada mata kuliah perpajakan internasional pada


bab pembahasan model-model perjanjian penghindaran pajak berganda ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui OECD model
b. Untuk mengetahui UN model
c. Untuk mengetahui fungsi OECD model dan UN model
d. Untuk mengetahui text OECD model
e. Untuk mengetahui P3B sebagai sumber hukum
BAB II

PEMBAHASAN

II.I OECD MODEL

OECD Model dimaksudkan sebagai panduan bagi suatu negara yang akan mengadakan
perjanjian penghindaran pajak berganda. OECD Model diterbitkan pertama kali pada tahun
1928. Oleh karena OECD Model 1928 tersebut sifatnya kurang komprehensif, maka dalam tahun
1929, Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations), mendirikan komite fiskal yang
dinamakan Fiscal Committee untuk mengembangkan model perjanjian penghindaran pajak
berganda secara komprehensif. Dalam kongresnya di Meksiko pada tahun 1940 dan 1943, Fiscal
Committee menghasilkan draft perjanjian penghindaran pajak berganda yang dinamakan dengan
"Mexico Draft". Substansi dari draft Meksiko adalah memberikan pemajakan sebanyak mungkin
kepada negara sumber penghasilan atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi lintas batas
negara. Tentunya draft Meksiko tersebut sangat menguntungkan negara-negara berkembang.
Akan tetapi, pada tahun 1946, draft Meksiko tersebut diubah yang hasil perubahannya
dinamakan sebagai "London Draft". Dalam draft London, hak pemajakan terhadap penghasilan
dari transaksi lintas batas negara sebanyak mungkin diberikan kepada negara domisili.

Dalam kurun waktu 1946 - 1955, prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh draft Meksiko
dan draft London dijadikan sebagai acuan oleh berbagai negara dalam melakukan perjanjian
penghindaran pajak berganda. Kurang lebih terdapat 70 (tujuh puluh) perjanjian penghindaran
pajak berganda ditandatangani oleh berbagai negara dalam kurun waktu tersebut. Akan tetapi,
masih terdapat beberapa permasalahan dalam draft Meksiko dan draft London yang masih
menjadi ganjalan dalam melakukan perjanjian penghindaran pajak berganda. Untuk itu, pada
tahun 1956, Organization for European Economic Cooperation (OEEC) mendirikan komite
fiskal yang diberi nama Fiscal Committee yang bertugas untuk membuat draft perjanjian
penghindaran pajak berganda yang dapat diterima oleh semua anggota OEEC. Selama tahun
1958 sampai tahun 1961, komite fiskal tersebut membuat laporan interim dalam rangka
penyusunan model perjanjian penghindaran pajak berganda yang baru.
Dalam tahun 1960, OEEC berubah menjadi OECD. Di tahun 1963, OECD menerbitkan
untuk pertama kalinya model penghindaran pajak berganda (OECD Model tahun 1963). Model
perjanjian penghindaran pajak berganda yang diterbitkan di tahun 1963 ini, sama
seperti draft London, memberikan prioritas hak pemajakan sebanyak mungkin kepada negara
domisili. Hal ini mencerminkan kepentingan anggota OECD yang merupakan negara-negara
maju yang menjadi tempat domisili aliran modal.

Pada awal tahun 1970-an, perekonomian dunia mengalami pertumbuhan sehingga


dirasakan OECD Model 1963 tidak dapat mengantisipasi permasalahan pemajakan yang semakin
kompleks akiba semakin berkembangnya perekonomian dunia. Oleh karena itu, pada tahun
1977, Committee on Fiscal Affairs dari OECD menerbitkan revisi atas OECD Model tahun 1963.

Setelah itu, secara periodik, OECD Model selalu diperbarui untuk menyesuaikan dengan
perkembangan perekonomian yaitu di tahun 1994, 1995, 1997, 2000, 2003, 2005 dan 2008. Pada
saat ini (2009), anggota dari OECD sebanyak 30 (tiga puluh) negara sebagai berikut: Australia,
Austria, Belgia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani,
Hungaria, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Korea, Luxemburg, Meksiko, Belanda, Selandia
Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris dan
Amerika Serikat.

II.II UN MODEL

Model perjanjian penghindaran pajak berganda yang dikembangkan oleh OECD lebih
memberikan prioritas hak pemajakan kepada negara-negara maju atas penghasilan yang
diperoleh dari transaksi lintas batas negara. Hal ini tidak mengherankan karena negara-negara
merupakan tempat asalnya modal, teknologi dan sumber daya manusia. Oleh karena itu, mereka
berkeinginan agar sebagian besar hak pemajakan diberikan kepada negara mereka atau negara di
mana modal, teknologi, dan sumber daya manusia tersebut berasal.

Di lain pihak, negara berkembang, sebagai negara tempat tujuan investasi modal,
teknologi, dan sumber daya manusia menjalankan kegiatan bisnisnya tentu sangat dirugikan
kalau hanya diberikan sebagian kecil hak pemajakan. Untuk itu, dalam rangka untuk
memberikan hak pemajakan yang lebih besar lagi kepada negara-negara berkembang, pada tahun
1968, Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) mendirikan Ad Hoc Group of Experts on
Tax Treaties between Developed and Developing Countries untuk membuat model perjanjian
penghindaran pajak berganda yang lebih memihak negara-negara berkembang. Sejak tahun
1980, Ad Hoc Group tersebut dikenal dengan nama Ad Hoc Group of Experts on International
Cooperation in Tax Matters.

Sebagai tindak lanjut dari dibentuknya Ad Hoc tersebut, pada tahun 1980 diterbitkanlah
model perjanjian pernghindaran pajak berganda antara negara maju dan negara berkembang
untuk pertama kalinya (UN Model). UN Model yang diterbitkan di tahun 1980 tersebut sebagian
besar mengikuti OECD Model tahun 1977. Walaupun UN Model mengikuti OECD Model, tetapi
dalam pasal-pasal UN Model, hak pemajakan lebih banyak diberikan kepada negara berkembang
atau negara-negara tempat tujuan investasi, teknologi, dan sumber daya manusia (negara
sumber).

Dalam rangka untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian dan permasalahan


hukum pajak yang semakin kompleks, OECD secara terus menerus memperbarui model
perjanjian yang telah mereka buat. Tidak seperti OECD model, UN Model hanya baru sekali
melakukan penyesuaian yaitu pada tahun 2001.

Diluar OECD Model dan UN Model, terdapat pula model perjanjian penghindaran pajak
berganda yang didasarkan atas pengelompokan sebagai berikut:

1. Berdasarkan kepentingan suatu Negara


Misalnya US Model (diterbitkan di tahun 1996 dan diperbarui terakhir kali pada tanggal 15
November 2006) dan beberapa negara lainnya seperti Malaysia (2000), Meksiko (2000), dan
Peru (2001);
2. Berdasarkan kawasan negara tertentu (multilateral treaty)
Misalnya Nordic Multilateral Income and Capital Tax Convention (Nordic Convention)
yang terdiri atas Denmark, Finlandia, Eslandia, Norwegia, dan Swedia. Nordic
Convention ini ditandatangani di Helsinki pada tanggal 23 September 1996 dan
diberlakukan secara efektif (effective date) pada 1 Januari 1998. Contoh lain, yaitu Caricom
Agreement (1994) yang terdiri dari negara-negara sebagai berikut: Antigua dan Babuda,
Belize, Dominika, Grenada, Guyana, Jamaika, Montserrat, St. Kitts dan Nevis, St. Lucia, St.
Vincent dan Grenadines, serta Trinidad dan Tobago. Hal yang menarik dalam
model Caricom ini adalah seluruh hak pemajakan diberikan secara eksklusif hanya kepada
negara sumber;
3. Berdasarkan Formula yang dikembangkan dalam model perjanjian
Misalnya perjanjian pemajakan atas penghasilan dari pengoperasian pesawat terbang dalam
lalu lintas internasional dan perjanjian atas bantuan administrasi (Administrative Assistance
Convention).

II.III FUNGSI OECD MODEL DAN UN MODEL

OECD Model maupun UN Model, merupakan suatu acuan atau referensi bagi masing-
masing negara yang akan melakukan perjanjian dalam rangka penghindaran pajak berganda.
Atau dengan kata lain, sebagai “starting point” bagi masing-masing negara yang hendak
melakukan negosiasi. OECD Model maupun UN Model bukan merupakan instrumen yang harus
dipergunakan dalam melakukan negosiasi perjanjian penghindaran pajak berganda. Jadi,
tergantung masing-masing negara apakah bersedia atau tidak menggunakan model yang telah
disusun oleh OECD maupun UN.

Dalam OECD Model, ketika suatu negara anggota dari OECD mempunyai pandangan
yang berbeda terhadap suatu pasal tertentu atau terhadap suatu penjelasan (commentaries) yang
diberikan atas suatu pasal tertentu dapat memberikan pernyataan yang dimuat dalam OECD
Model. Istilah untuk menyatakan pandangan atau tanggapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Reservation
Merupakan pernyataan yang dibuat oleh suatu negara untuk menyatakan pandangan atau
pendapat yang berbeda terhadap ketentuan yang diatur dalam suatu pasal tertentu;
2. Observation
Merupakan pernyataan yang dibuat oleh suatu negara untuk menyatakan pandangan atau
pendapat yang berbeda terhadap penjelasan yang diberikan terhadap suatu pasal tertentu.

II.IV TEXT OECD MODEL

Sebagai suatu model perjanjian penghindaran pajak berganda, OECD Model memiliki
struktur sebagai berikut ini:

1. Introduction;
2. Model Perjanjian terhadap pemajakan atas penghasilan dan modal (text);
3. Commentaries;
4. Posisi dari negara-negara anggota OECD ketika mempunyai:
a. Pandangan yang berbeda terhadap pasal-pasal tertentu (reservation); dan/atau
b. Pandangan yang berbeda terhadap commentaries atas pasal-pasal tertentu (observation)
5. Posisi dari negara-negara bukan anggota OECD

Text dari OECD Model sebagai sebuah model perjanjian penghindaran pajak berganda
terdiri dari 7 Bab dan 31 pasal seperti yang terdapat dalam OECD model tahun 2008 sbb:

OECD MODEL TAX CONVENTION ON INCOME AND ON CAPITAL

Chapter 1. Scope of the Convention


Article 1. Persons Covered
Article 2. Taxes Covered

Chapter 2. Definitions
Article 3. General Definitions
Article 4. Resident
Article 5. Permanent Establishment

Chapter 3. Taxation of Income


Article 6. Income from Immovable Property
Article 7. Business Profits
Article 8. Shipping, Inland Waterways Transport and Air Transport
Article 9. Associated Enterprises
Article 10. Dividends
Article 11. Interest
Article 12. Royalties
Article 13. Capital Gains
Article 14. (Deleted)
Article 15. Income from Employment
Article 16. Directors' Fees
Article 17. Artistes and Sportsment
Article 18. Pensions
Article 19. Government Service
Article 20. Students
Article 21. Other Income

Chapter IV. Taxation of Capital


Article 22. Capital

Chapter V. Methods for Elimination of Double Taxation


Article 23A. Exemption Method
Article 23B Credit Method

Chapter VI. Special Provisions


Article 24. Non-Discrimination
Article 25. Mutual Agreement Procedure
Article 26. Exchange of Information
Article 27. Assistance in the Collection of Taxes
Article 28. Members of Diplomatic Missions and Consular Posts
Article 29. Territorial Extension

Chapter VII. Final Provision


Article 30. Entry into Force
Article 31. Termination

II.V P3B SEBAGAI SUMBER HUKUM

Suatu perjanjian penghindaran pajak berganda akan dianggap sebagai sumber hukum
disuatu negara harus melalui proses ratifikasi atau pengesahan. Proses ratifikasi ini dilakukan
atas dasar ketentuan hukum perjanjian internasional di masing-masing negara yang mengadakan
perjanjian. Di banyak negara, proses ratifikasi perjanjian penghindaran pajak berganda harus
melalui persetujuan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Ketika perjanjian penghindaran
pajak berganda sudah diratifikasi oleh suatu negara maka harus diberitahukan kepada negara
mitranya. Apabila masing-masing negara telah meratifikasi perjanjian penghindaran pajak
berganda tersebut maka dapat dikatakan bahwa telah terdapat proses pertukaran nota ratifikasi.

Pada umumnya, ratifikasi perjanjian penghindaran pajak berganda di banyak negara


dilakukan melalui persetujuan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen seperti yang dilakukan
oleh negara Kanada, Inggris, Amerika Serikat, Belgia, Luxemburg, Jerman, Austria, Meksiko,
Belanda, Finlandia, Yunani, Spanyol, Swedia, dan Norwegia. Sedangkan di Indonesia,
berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU No.24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, proses
ratifikasi perjanjian penghindaran pajak berganda tidak melalui persetujuan oleh DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), tetapi cukup dilakukan dengan penerbitan Keputusan Presiden yang
kemudian diberitahukan kepada DPR. Pengesahan perjanjian penghindaran pajak berganda yang
tidak melalui persetujuan DPR ini sebenarnya bertentangan dengan Pasal 11 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyataka perang, membuat perdamaian,
dan perjanjian dengan negara lain.

Apabila terdapat benturan antara perjanjian penghindaran pajak berganda dan undang-
undang pajak domestik terhadap ketentuan yang mengatur hal-hal yang sama maka yang
diberlakukan adalah ketentuan yang terdapat dalam perjanjian penghindaran pajak berganda.
Alasan yang bisa dikemukakan di sini adalah:

1. Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak internasional yang


mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang tunduk dengan hukum
perjanjian internasional. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda harus dilaksanakan dengan niat baik
(good faith)
2. Perjanjian pernghindaran pajak berganda pada dasarnya merupakan rekonsiliasi antara
ketentuan perundang-undangan domestik masing-masing negara yang mengadakan
perjanjian. Selain itu, tujuan dari perjanjian penghindaran pajak berganda adalah untuk
membatasi ketentuan yang terdapat dalam perundang-undangan pajak domestik masing-
masing negara. Oleh karena itu, ketika masing-masing negara mengadakan perjanjian
penghindaran pajak berganda, dapat diasumsikan, mereka telah sepakat bahwa hak
pemajakan mereka berdasarkan ketentuan perundang-undangan domestik dibatasi oleh
perjanjian penghindaran pajak berganda.
3. Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah bentuk kompromi masing-masing negara
yang mengadakan perjanjian. Oleh karena merupakan sebuah kompromi, apabila terjadi
benturan ketentuan, tentunya perjanjian penghindaran pajak berganda yang lebih
diutamakan.
4. Perjanjian penghindaran pajak berganda pada dasarnya merupakan ketentuan yang
bersifaspesialis (leges speciales) terhadap ketentuan umum perpajakan dari negara yang
mengadakan perjanjian (lex generalis). Jadi, berdasarkan prinsip “lex specialis derogat
legi generali”, kedudukan perjanjian penghindaran pajak berganda berada di atas
ketentuan perpajakan domestik.

Ketentuan pajak domestik yang terbit belakangan tidak boleh meng”override” ketentuan
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda yang telah disepakati sebelumnya. Prinsip ini
dikenal dengan nama “lex posterior generalis non derogat legi priori speciali”. Akan tetapi, di
Amerika Serikat, hukum pajak federal yang diterbitkan setelah perjanjian penghindaran pajak
berganda dapat meng”override” perjanjian penghindaran pajak berganda yang telah diberlakukan
oleh Amerika Serikat (treaty override). Hal ini di Amerika Serikat dikenal dengan later in time.
BAB III

PENUTUP

Ada dua model metode perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang berlaku
dalam perpajakan internasional, yaitu Model OECD dan Model UN. Model OECD merupakan
model yang dirumuskan oleh OECD yang terdiri atas negara-negara maju, sehingga tidak
mengherankan kalau isi atau konsep dari model ini akan menguntungkan negara-negara industri
maju. Selanjutnya ada Model UN yang dikembangkan untuk memperjuangkan kepentingan
negara-negara berkembang, sehingga prinsip revenue oriented yang dianut oleh kebanyakan
negara berkembang terlihat jelas dalam model ini. Kedua model ini menjadi acuan bagi negara-
negara dalam melaksanakan maupun menyusun ketentuan perpajakan internasional mereka
sendiri. Model metode P3B yang digunakan oleh Indonesia merupakan gabungan dari kedua
Model OECD dan UN yang telah dimodifikasi sehingga sesuai dengan ketentuan perpajakan
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

 Darussalam, John Hutagaol, dan Danny Septriadi. 2010. Konsep dan Aplikasi Perpajakan
Internasional. Jakarta: Danny Darussalam Tax Center.

Anda mungkin juga menyukai