Anda di halaman 1dari 14

A.

Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Sustainability Reporting)

Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, perusahaan tentu berinteraksi dengan


lingkungan sekitarnya. Menurut Utama (2008) perusahaan dalam melakukan bisnis pasti akan
mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar, baik secara positif maupun negatif. Selama
melaksanakan proses bisnis tersebut, sedikit banyak perusahaan akan menggunakan sumber
daya alam yang tersedia. Penggunaan sumber daya alam tersebut seringkali menimbulkan
dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan, hal inilah yang mulai mendapat perhatian
khusus dari berbagai pihak, terlebih dampak atas keseimbangan lingkungan. Seperti yang kita
ketahui, perusahaan memiliki tujuan yakni mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya,
namun dalam operasinya seharusnya tidak demikian, lebih dari itu tanggung jawab atas
segala dampak yang ditimbulkan bagi sosial dan lingkungan juga harus diperhatikan.
Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan implementasi konsep Good
Corporate Governance (GCG) untuk memenuhi tuntutan pemangku kepentingan akan
transparansi dan akuntabilitas perusahaan (Utama, 2008). Salah satu tujuan pelaksanaan
Good Corporate Governance adalah menciptakan kesadaran dan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan sekitar perusahaan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang. Salah satu wujud penerapan
GCG adalah pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Pengungkapan CSR
terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan atau Sustainable development.
Sustainable development adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb)
yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan" (menurut Laporan Brundtland dari PBB, 1987).
Pengungkapan pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan suatu perusahaan
dapat kita lihat dari laporan keberlanjutan (sustainability report). Laporan keberlanjutan kian
menjadi tren dan kebutuhan bagi perusahaan untuk menginformasikan praktek kinerja
ekonomi, sosial dan lingkungannya sekaligus kepada seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders) perusahaan (Chariri, 2009). Menurut Adhima (2013) mekanisme pelaporan
keberlanjutan mempunyai beragam fungsi:
 Bagi perusahaan, laporan keberlanjutan dapat berfungsi sebagai alat ukur pencapaian
target kerja dalam konsep Triple Bottom Line (TBL). Konsep TBL adalah konsep pada
laporan keberlanjutan yang berfokus pada tiga aspek kinerja yaitu ekonomi (economic),
lingkungan (environmental) dan sosial (social).
 Bagi investor, laporan keberlanjutan berfungsi sebagai alat kontrol atas capaian kinerja
perusahaan sekaligus sebagai media pertimbangan investor dalam mengalokasikan
sumber daya finansialnya terutama dalam lingkup sustainable and responsible investment
(SRI).
 Bagi pemangku kepentingan lainnya sebagai tolak ukur untuk menilai kesungguhan
komitmen perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan.
Dalam pelaporannya, pengungkapan laporan keberlanjutan mengacu pada standar
Global Reporting Initiative (GRI). Berdasarkan GRI, prinsip dalam menentukan konten
laporan yaitu pelibatan pemangku kepentingan, konteks keberlanjutan, materialitas dan
kelengkapan. Selain itu prinsip untuk menentukan kualitas laporan yaitu keseimbangan,
komparabilitas, akurasi, ketepatan waktu, kejelasan, dan keandalan (GRI, 2013).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai salah satu regulator telah mengadopsi laporan
keberlanjutan sebagai salah satu kewajiban emiten dalam melaporkan pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan. Hal ini diatur dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan
Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
Dijelaskan, emiten dapat mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social responsibility report) dalam laporan tahunan atau laporan
tersendiri yang disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan kepada OJK. Dalam ajang
(Annual Report Award) ARA, regulator penggagas event secara bertahap membuat kriteria
yang menempatkan laporan keberlanjutan sebagai instrumen informasi yang memberikan
nilai tambah dengan bobot sebesar 5 persen dalam klasifikasi informasi lain-lain.
Istilah laporan keberlanjutan (Sustainability Report) sendiri muncul pertama kali pada
kriteria penilaian ARA 2010 yang disusun secara terpisah. Selanjutnya ketentuan penyusunan
laporan keberlanjutan yang disusun berdasarkan standar pelaporan yang berlaku secara
internasional (GRI: Sustainability Reporting Guidelines) diterbitkan pada kriteria penilaian
ARA 2011 sampai sekarang. Dalam Sustainability Report, penyusunan laporan menggunakan
standar pelaporan yang berlaku secara internasional, diantaranya yang lazim digunakan
adalah:
 Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington
yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL);
 Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan
yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini;
 Verite, acuan pemantauan;
 Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000;
 Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000;
 Dan lain-lain.
Standar penyusunan laporan keberlanjutan yang ditentukan oleh panitia ARA dalam
kriteria penilaian dan diadopsi oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia salah satunya
adalah Global Reporting Initiative (GRI). Pengungkapan sustainability report yang sesuai
dengan GRI (Global Reporting Initiative) harus memenuhi beberapa prinsip. Prinsip-prinsip
ini tercantum dalam GRI-G3 Guidelines, yaitu keseimbangan, dapat dibandingkan, akurat,
urut waktu, kesesuaian dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun pengungkapan standar
dalam Sustainability report menurut GRI-G3 Guidelines terdiri dari:
1. Ekonomi yaitu menyangkut dampak yang dihasilkan perusahaan pada kondisi ekonomi
dari stakeholders dan pada sistem ekonomi di tingkat lokal, nasional, dan global.
2. Lingkungan yaitu menyangkut dampak yang dihasilkan perusahaan terhadap makhluk di
bumi, dan lingkungan sekitar termasuk ekosistem, tanah, udara, dan air.
3. Hak Asasi Manusia, yaitu adanya transparansi dalam mempertimbangkan pemilihan
investor dan pemasok/kontraktor. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
4. Masyarakat, yaitu memusatkan perhatian pada dampak organisasi terhadap masyarakat
dimana mereka beroperasi, dan mengungkapkan bagaimana risiko yang mungkin timbul dari
interaksi dengan lembaga sosial lainnya.
5. Tanggung jawab produk, yaitu berisi pelaporan produk yang dihasilkan perusahaan dan
layanan yang secara langsung mempengaruhi pelanggan, yaitu kesehatan dan keamanan,
informasi, pelabelan, pemasaran dan privasi.
6. Sosial, yaitu berisi kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan, apa saja yang sudah
dilakukan dan bagaimana kegiatan tersebut dilakukan.
Untuk mengapresiasi perusahaan-perusahaan yang sudah mengungkapkan laporan
keberlanjutan maka di Indonesia diadakan penghargaan Indonesia Sustainability Report
Award (ISRA) (yang sekarang berubah menjadi Sustainability Report Award (SRA)) yang
dilaksanakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan National Center for Sustainability Reporting
(NCSR) pada tahun 2005. Terdapat 3 (tiga) kriteria yang sering dipakai sebagai penilaian
ajang penghargaan ISRA antara lain :
1. Kelengkapan (Completeness), meliputi: profil perusahaan, dampak penting, kebijakan
sosial/lingkungan, komitmen manajemen, target dan tujuan kebijakan sosial/lingkungan,
layanan produk dan jasa, kebijakan pengadaan bahan baku dan isu-isu yang terkait
dengannya, kebijakan pelaporan dan pembukuan, dan hubungan antara pelaporan
sosial/lingkungan dengan masalah pembangunan yang berkelanjutan (sustainability
development), sistem manajemen (management system) serta tata kelola perusahaan
(corporate governance).
2. Kepercayaan (Credibility), meliputi: pencapaian utama saat ini, penyebutan anggota tim
yang bertanggung jawab untuk isu sosial/ekonomi, sistem manajemen dan integrasinya
ke kegiatan usaha, perencanaan ketidakpastian dan manajemen risiko, proses audit
internal, ketaatan (compliance) atau ketidaktaatan terhadap peraturan, data-data
mengenai dampak sosial/ekonomi, data-data keuangan konvensional yang berhubungan,
laporan keuangan sosial/lingkungan dan full cost accounting, akreditasi atau sertifikasi
ISO, penjabaran mengenai interaksi dengan pihak terkait atau proses dialog,
pemanfaatan masukan dari pihak-pihak yang terkait, serta pernyataan dari pihak ketiga
3. Komunikasi (Communication), meliputi: tata letak dan penampilan, kemudahan
dipahami, dibaca dan proporsional uraian tiap bagian, mekanisme komunikasi dan
umpan balik (feedback), ringkasan pelaporan (executive summary), tersedia petunjuk
kemudahan untuk membaca laporan, pemanfaatan sarana intranet & internet, acuan bagi
website dan pelaporan lain, dan hubungan antar pelaporan, kesesuaian grafik, gambar
dan foto dengan narasi, dan integrasi dengan laporan keuangan (financial statement).
Sebagai contoh penerapan sustainability report ini, kami mengambil sustainability
report PT Wijaya Karya (Persero) Tbk tahun 2016, yang isi (content)nya adalah sebagai
berikut :
1. Sekilas Perusahaan
Kantor pusat PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) berlokasi di DKI Jakarta,
Indonesia. WIKA berdiri pada tahun 1960 dan hingga kini merupakan perusahaan EPC dan
investasi terbesar di Indonesia. Jenis produk dan jasa yang dihasilkan WIKA yaitu
engineering, procurement, & construction (EPC). WIKA beroperasi dan melayani pasar di
Indonesia dan internasional, yaitu di 6 negara: Timor Leste, Malaysia, Aljazair, Myanmar,
Filipina, dan Arab Saudi. Pemerintah dan masyarakat luas, termasuk institusi pendidikan dan
sektor swasta, adalah penerima manfaat dari kegiatan WIKA.
2. Deskripsi Tema - Memaknai Keberlanjutan
Bagi WIKA, keberlanjutan adalah sinergi di setiap aspek dan fungsi untuk
menghasilkan kinerja dengan tujuan agar bisnis tetap berlanjut, dan mampu menghasilkan
output pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pedoman keberlanjutan WIKA tertuang
dalam Misi WIKA poin ke-3, yang menyebutkan bahwa “Menjalankan praktik etika bisnis
untuk menjadi warga usaha yang baik dan memelihara keberlanjutan perusahaan”. Sejalan
dengan Misi tersebut, pelaksanaan bisnis yang diterapkan WIKA selama ini selalu
mempertimbangkan nilai-nilai keberlanjutan.
3. Tentang Laporan Keberlanjutan
Informasi yang disajikan dalam Laporan Keberlanjutan WIKA tahun 2016 memuat data
dan informasi yang dikumpulkan dalam satu tahun mulai 1 Januari - 31 Desember 2016.
Dalam laporan ini, WIKA tidak mengubah dasar periode laporan. Demikian juga, tidak ada
perubahan cakupan dan batasan aspek keberlanjutan yang disampaikan, namun perubahan
terdapat pada aspek material yang dipilih.
4. Tata Kelola Perusahaan
Untuk meningkatkan kinerja, pada tahun 2016, WIKA menyesuaikan beberapa Fungsi
dan Biro. Biro GCG, Biro CSR, dan Biro Humas bersinergi di bawah Biro Corporate
Relations (CR). Dari Biro CSR, perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program CSR dan
PKBL dipertanggungjawabkan ke Sekretaris Perusahaan, untuk disampaikan kepada Direksi
melalui Direktur Keuangan. Pelaksanaan tanggung jawab sosial diwujudkan dalam Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sesuai peraturan Menteri BUMN No.PER-
09/MBU/07/2015. Pemenuhan tanggung jawab sosial yang meliputi aspek ekonomi,
lingkungan maupun sosial wajib dilaporkan kepada Kementerian BUMN dalam Laporan
Tahunan PKBL. Pelaksanaan kegiatan CSR berbasis pada pilar CSR WIKA yaitu WIKA
Pintar, WIKA Peduli, WIKA Sehat, dan WIKA Hijau.
Wika Pintar. Realisasi program beasiswa di tahun 2016 disalurkan kepada 178 pelajar,
yang terdiri dari 55 siswa SD, 43 siswa SMP, 25 siswa SMA, dan 55 mahasiswa dari
Perguruan Tinggi. Total dana untuk program ini senilai Rp478.200.000.
Wika Peduli. Bentuk kepedulian WIKA yakni: a. Bantuan untuk korban banjir di Garut;
b. Bantuan untuk korban gempa di Aceh; c. Pembangunan tempat ibadah di antaranya; ; Jawa
Tengah, Jawa Barat, Sumatra Utara, dan Bali; d. Pembagian sembako di lokasi operasional
WIKA yaitu di Kantor Pusat & Kawasan Industri WIKA di Cileungsi, Bogor.
Wika Hijau. Di tahun 2016, WIKA tidak menambah penanaman pohon, namun pohon
yang sudah ditanam lebih diperhatikan tingkat pertumbuhan dan kesuburannya. Hasil
pemeliharaan pohon sengon di Desa Binaan Pamijahan mencatat ada 121.520 pohon hidup
dan tumbuh subur.
Wika Sehat. Beberapa realisasi program ini yaitu: a. Aksi donor darah setiap 3 bulan
sekali; b. Bantuan sarana dan prasarana bagi desa binaan di Desa Cibunian, Kecamatan
Pamijahan, Bogor, berupa bantuan MCK & perbaikan jalan di area kebun sengon WIKA.
5. Aspek Material
Lima komponen pada aspek material laporan ini:
 Kinerja ekonomi dan perubahan iklim
Selama tahun 2016, kinerja ekonomi WIKA masuk dalam kategori baik. Perolehan
proyek melebihi nilai yang ditargetkan. WIKA mendapatkan dana dari rights issue, sehingga
mampu menopang jalannya bisnis. Namun demikian, WIKA sadar bahwa dampak perubahan
iklim dapat mempengaruhi kinerja ekonomi karena memperlambat proses pembangunan
infrastruktur. Oleh karena itu, untuk menjaga perubahan iklim, WIKA ikut melestarikan
lingkungan melalui kegiatan CSR, salah satunya menanam pohon sengon yang dilakukan
oleh Biro CSR.
 Dampak ekonomi tidak langsung
Aspek ini menjadi material di tahun ini karena dampak ekonomi tidak langsung
perlu diukur untuk memastikan bahwa pemangku kepentingan merasakan nilai tambah dari
hasil kegiatan pemberdayaan masyarakat. Aspek ini mendukung pencapaian tujuan SDGs ke-
1 yaitu pengurangan kemiskinan, tujuan ke-6 yakni air bersih dan sanitasi, dan tujuan ke-8
yang mendukung penciptaan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.
 Keamanan dan integritas konstruksi
WIKA sangat menghargai kelangsungan hidup setiap insan. Oleh sebab itu, WIKA
mempertanggungjawabkan keamanan mulai dari awal konstruksi hingga hasil akhir. Untuk
menjaga integritas, WIKA telah membangun sistem manajemen dan human capital yang
unggul. Menjaga keamanan dan integritas setiap pengerjaan proyek sangat penting bagi
WIKA karena menjadi dasar kelancaran semua kegiatan operasi serta kepercayaan pemberi
kerja. Untuk itulah, kinerja ini dipantau langsung oleh manajer proyek yang bertanggung
jawab kepada General Manajer Operasional.
 Pengembangan Masyarakat
Kegiatan ini terealisasi melalui program CSR WIKA, khususnya pada
pengembangan masyarakat di desa binaan. Strategi untuk mencapai keberhasilan program
yaitu dengan membentuk Tim CSR WIKA yang bekerja langsung di lokasi desa binaan untuk
memberikan pelatihan dan pendampingan. Pembangunan sarana prasarana dan peralatan juga
dipersiapkan untuk menunjang kelancaran program hingga masyarakat dapat mandiri. Biro
CSR WIKA bertanggung jawab atas pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di desa
binaan, dan hasilnya disampaikan kepada Sekretaris Perusahaan, untuk kemudian dilanjutkan
ke Direktur Keuangan. WIKA memiliki target membantu petani desa binaan untuk
menghasilkan pendapatan Rp70.000/hari atau Rp25,5 juta /tahun/ petani.
Hasil evaluasi tahun 2016 menunjukkan bahwa keahlian bertani dari masyarakat
yang bergabung manjadi petani sengon meningkat, taraf hidup meningkat sekitar 20% dan
ada kestabilan pendapatan petani selama 3 (tiga) tahun pelaksanaan program. Hal lain yang
penting adalah terciptanya kemandirian untuk mengatur keuangan dan berkebun. Selama
periode Juli 2015-Januari 2017, jahe merah yang ditanam di sela-sela kebun sengon dipanen
sebanyak 14 ton. Pada program penggemukan sapi, keberhasilan yang dicapai berupa
penggemukan 20 ekor sapi bakalan yang telah dipasarkan pada Hari Raya Idul Adha 2016
dengan rata-rata keuntungan mencapai Rp1.500.000,- per ekor.
 Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
Kunci keberhasilan di setiap proyek yang dikerjakan WIKA terletak pada sistem,
peralatan, penggunaan bahan material, dan kompetensi pekerja. Bagi pekerja, keselamatan
dan kesehatan kerja menjadi hal yang utama. Untuk itu, WIKA menerapkan sistem
manajemen safety, health, & environment (SHE) yang handal, serta menyediakan semua
keperluan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Tanggung jawab kinerja K3 berada di
bawah Departemen SHE, yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Human Capital
dan Pengembangan Usaha. Setiap tahun, target WIKA adalah mencapai nihil kecelakaan fatal
dan hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pejabat yang berwenang, namun seluruh
insan WIKA.
6. Pencapaian dan Penghargaan WIKA
WIKA kembali masuk dalam jajaran Indeks 25 Perusahaan Sustainable and
Responsible Investment Index Keanekaragaman Hayati Indonesia (SRI KEHATI) periode
November 2015 – April 2016. Apresiasi ini telah berhasil dipertahankan sejak tahun 2014.
B. Dampak UU Akuntan Publik terhadap Perkembangan Profesi

Seiring menigkatnya kebutuhan pengguna jasa akuntan publik, terutama kebutuhan


kualitas informasi keuangan yang digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan
keputusan. maka, akuntan publik dituntut untuk terus meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme. Rektor Universitas Widyatama Islahuzzaman mengatakan, jumlah akuntan
profesional di Indonesia secara spesifiknya saja tidak mencapai 70 ribu akuntan di seluruh
Indonesia, (https://bandung.merdeka.com).

Untuk dapat berkarir menjadi akuntan publik tentu salah satunya merupakan lulusan
akuntansi. Secara garis besar bidang pekerjaan yang dapat dijalankan seorang akuntan dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan
pendidik, dan akuntan pemerintah. Diresmikannya Undang Undang No.5 tahun 2011,
kedudukan, hak dan kewajiban Akuntan Publik menjadi semakin jelas. UU Akuntan Publik
ini mengatur tentang regulasi profesi, asosiasi profesi, perizinan, hak dan kewajiban,
tanggung jawab, sanksi serta aturan-aturan lainnya. Undang Undang ini menjadikan profesi
akuntan publik menjadi semakin terhormat.

Dengan diberlakukannya UU Akuntan Publik yaitu sejak bulan Desember 2011, tentu
mahasiswa akuntansi mempunyai ekspektasi hal-hal baik yang akan terjadi di masa
mendatang. Namun demikian, dampak UU Akuntan Publik sepertinya memberikan pengaruh
yang kecil terhadap minat menjadi akuntan publik dikarenakan minimnya pemahaman yang
komprehensif terhadap UU tersebut hal ini dapat dilihat dari banyaknya lulusan akuntansi
yang lebih memilih bekerja diperusahaan.
Adapun manfaat UU Akuntan Publik ini ialah:
1. Kepastian hukum sekaligus perlindungan terhadap profesi akuntan public di Indonesia
sudah terjamin
2. Baik entitas yang menggunakan jasa akuntan public dan akuntan public itu sendiri
akan mendapatkan penjelasan lebih mengenai apa saja hak dan kewajiban akuntan
public
3. Adanya kerjasama yang kooperatif antara akuntan dan entitas pengguna jasa akuntan
public yang akan menghasilkan kerjasama yang saling memuaskan dari kedua pihak
karena telah dijelaskan tentang hak dan kewajiban dari akuntan public namun tetap
menjaga independensi dan bebas dari benturan kepentingan
4. Dengan adanya undang-undang ini diharapkan akan membantu terciptanya
perekonomian nasional yang sehat dan transparan.
Dampak UU ini adalah akuntan publik mulai berhati-hati dalam melaksanakan
penugasan dan memberikan opininya. Hal ini disebabkan adanya aturan pidana bagi pelaku
tindak pidana yang tercantum dalam UU akuntan publik. Dengan demikian akuntan publik
akan terpacu untuk bertindak secara lebih profesional dan independen dalam menjalankan
profesinya. Di sisi lain penerapan sanksi pidana dalam UU akuntan publik juga dimaksudkan
untuk melindungi profesi akuntan publik, yaitu adanya kepastian hukum berkaitan dengan
adanya rumusan-rumusan yang jelas tentang bentuk-bentuk yang termasuk dalam kategori
tindakan pidana yang dilakukan oleh akuntan publik. Setidaknya dengan adanya Undang-
Undang ini dapat meminimalisir akuntan publik gadungan atau palsu yang dapat beroperasi
di Indonesia.
Lebih lanjut, adanya aturan terkait rerizinan untuk Akuntan Publik Asing diatur pada
UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik pada pasal 7. Dikhawatirkan Akuntan Publik
Indonesia akan dijajah dibumi sendiri mengingat jumlahnya yang tidak sebanding dengan
negara tetangga. Dan juga hal yang perlu diwaspadai yaitu Akuntan publik asing tersebut
dapat mengakses aspek strategis dan kerahasiaan Negara melalui pemberian jasa kepada
instansi pemerintahan.
Selain itu, persyaratan untuk menjadi akuntan publik menurut ketentuan pasal 6 huruf
a UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik yang disederhanakan. Berarti gelar CPA
(certified public accountant) dapat diberikan kepada siapa saja yang lulus ujian CPA tanpa
memandang dia lulusan jurusan apapun (tidak harus dari jurusan akuntansi). Berarti mereka
yang bukan lulusan akuntansi tetapi lulus ujian CPA sudah bisa menjadi akuntan. Memang
ironis tetapi itulah kenyataannya.

C. Pendidikan Akuntansi dan Gelar CPA di Indonesia


Tujuan pendirian IAI (Pasal 3 Akta Pendirian IAI) ialah; membimbing perkembangan
akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan dan; mempertinggi mutu pekerjaan
akuntan. Adapun salah tujuan strategis IAI 2014-2018 adalah terwujudnya IAI sebagai
organisasi yang menjaga integritas dan profesionalisme akuntan. Tujuan ini terdapat empat
sub-bagian, yakni:
1. Menata profesionalisme Akuntan
2. Meningkatkan akseptansi entitas terhadap pemegang CA
3. Memperluas industri jasa akuntansi
4. Pengembangan pendidikan akuntansi
Sasaran pengembangan pendidikan akuntansi ialah:
1. Pengembangan pendidikan akuntansi yang dapat menghasilkan akuntan profesional
yang berkualitas, beretika dan mampu bersaing secara global
2. Peningkatan kualitas riset Akuntansi.
3. Peningkatan kualitas pendidik Akuntansi.
4. Terbentuknya lembaga akreditasi mandiri Akuntansi.
Dalam pengembangan blue print pendidikan akuntansi, beberapa isu sentral
yang perlu dikaji adalah :
1) munculnya Undang-Undang Akuntan Publik (UU-AP) dan diikuti dengan Undang-
Undang Pelaporan Keuangan (saat sekarang masih merupakan perancangan draf RUU).
Berkaitan dengan UU-AP, kompetensi akuntan yang dihasilkan oleh institusi pendidikan
akuntansi akan semakin menjadi sorotan, terlebih pada sertifikasi profesi akuntan publik
yang memungkinkan berasal dari lulusan program sarjana dan D IV bidang non
akuntansi.
2) Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2010) telah menyatakan perlunya suatu
perombakan dalam pendidikan karena pergeseran kondisi lingkungan menuju techno-
culture dan techno-science. Ini berarti perlunya suatu pergeseran paradigma pendidikan
akuntansi dalam memenuhi tuntutan global, baik yang bersumber dari nilai-nilai
global/universal maupun kebutuhan lokal yang bersumber dari nilai-nilai atau kearifan
lokal.
3) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga sedang intensif menerapkan pendidikan
karakter dalam semua jenjang pendidikan.

Certified Public Accountant (CPA) di Indonesia


Certified Public Accountant of Indonesia, disingkat CPA of Indonesia atau CPA,
merupakan sebutan (designation) sertifikasi tertinggi profesi akuntan publik di Indonesia.
Sertifikasi akuntan publik diselenggarakan sesuai dengan payung hukum undang-undang
nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan peraturan pelaksanaan melalui Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2011 tentang penetapan Institut Akuntan Publik
Indonesia sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Publik, sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang nomor 5 tahun 2011, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008.
Sertifikasi CPA of Indonesia merupakan sertifikasi berbasis kompetensi individu.
Kompetensi mencakup pengetahuan teoritis bidang yang diperlukan untuk berpraktek sebagai
akuntan publik; termasuk berbagai ilmu akuntansi, auditing, pengendalian internal, sistim
informasi, perpajakan, ekonomi makro dan mikro, manajemen keuangan dan hukum bisnis
secara umum, yang memungkinkan mereka melakukan akumulasi dan evaluasi informasi
dalam menjalankan profesi sebagai akuntan publik; standar profesi, etika profesi, serta
keahlian dan pengalaman dalam mempraktikan pengetahuan bidang yang diperlukan.
Sejak diterbitkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tetang Akuntan Publik syarat
menjadi atau ingin mengikuti Ujian CPA tidak harus lagi beregister Akuntan Negara
(Lulusan kuliah PPAk Bersertifikat akuntan ) dan dapat diikuti oleh hampir semua disiplin
ilmu tidak khusus buat Jurusan Akuntansi. Tujuan supaya makin terbuka luas untuk siapapun
untuk jadi Akuntan Publik dikarenakan Indonesia masih kekukarang Akuntan Publik
Bersertifikat (CPA).
Proses pendaftaran ujian sertifikasi CPA dilakukan secara online yang disajikan oleh
Dewan Sertifikasi Institut Akuntan Publik Indonesia sehubungan dengan proses ujian
sertifikasi akuntan publik berbasis komputer, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari proses penerbitan sertifikat CPA of Indonesia. Proses pendaftaran secara online disajikan
untuk memberikan kemudahan dan fleksibilitas bagi calon peserta ujian untuk mendaftar
ujian tanpa batasan ruang dan waktu.
Keberadaan CPA Test Center akan mempermudah para sarjana akuntan untuk ikut
uji sertifikasi tanpa harus pergi ke kota lain. CPA Tes Center juga menjawab tantangan
kebutuhan tenaga akuntan publik bersetifikat khusus di wilayah dan sekitarnya yang
berkeinginan memproleh sertifikat CPA sebagai salah satu syarat membuka praktek kantor
akuntan publik.
Ketua Dewan Sertifikasi (Institut Akuntan Publik Indonesia) IAPI, Suhartono
mengatakan, pihaknya membuka kerja sama dengan berbagai kampus di Indonesia. Hingga
saat ini di Indonesia yang terdafatar pada IAPI ada 32 CPA Test Center diberbagai perguruan
tinggi. IAPI sendiri merupakan lembaga sertifikasi yang diakui secara nasional dan Asian.
Daftar Pustaka

 Laporan Keberlanjutan 2016 PT Wijaya Karya, Tbk.


 Agustina, Astri. 2017. Jumlah akuntan profesional di Indonesia minim. Diambil dari:
https://bandung.merdeka.com/halo-bandung/jumlah-akuntan-profesional-di-indonesia-
minim-1707218.html (30 Januari 2018)
 Tarigan, Josua dan Hatane Semuel. 2014. Pengungkapan Sustainability Report dan
Kinerja Keuangan. Jurnal Universitas Kristen Petra.
 Utama 2008
ISU KONTEMPORER

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pelaporan Akuntansi Keuangan (PAK)

Disusun Oleh:

1. Annisa’ (1610247988)
2. Arpita (1610248157)
3. Nathalia Sihombing (1610247997)

Dosen Pembimbing :

Dr. Novita Indrawati, S.E, M.Si, Ak, CA

Jurusan Magister Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Riau
2018

Anda mungkin juga menyukai