Anda di halaman 1dari 20

SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN

SUMMARY ARTICLE DAN PENGEMBANGAN PENELITIAN

OLEH:
KELOMPOK 3

Ni Wayan Risna Swardani (1881611054)


Ida Ayu Devi Candra Pradnyani (1881611058)
Ni Wayan Nova Apsari (1881611072)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
SUMMARY ARTICLE

Judul : Dividend Policy, Corporate Governance and the Managerial


Entrenchment Hypothesis: An Empirical Analysis
Penulis : Jorge Farinha

1. Latar Belakang Penelitian

Penelitian ini menjelaskan analisis empiris penjelasan teori agensi untuk


distribusi cross-sectional pembayaran dividen di Inggris. Perspektif ini menegaskan
bahwa pembayaran tunai kepada pemegang saham dapat membantu mengurangi konflik
keagenan, baik dengan meningkatkan frekuensi modal eksternal dan pemantauan oleh
bankir investasi dan investor (Easterbrook, 1984), atau dengan menghilangkan arus kas
bebas (Jensen, 1986). Meskipun teori-teori lain telah diusulkan untuk menjelaskan
kebijakan dividen cross-sectional (terutama yang didasarkan pada pensinyalan dan klien
pajak), literatur empiris yang ada menemukan bahwa perilaku dividen yang diamati
konsisten dengan lebih dari satu teori tunggal, dan karena itu biasanya gagal untuk
mengabaikan penjelasan alternatif.
Namun, hipotesis entrenchment manajerial yang diambil dari literatur agensi
memaparkan penjelasan berbeda mengenai kebijakan dividen cross-sectional. Konsisten
dengan hopitesis tersebut, makalah ini menemukan bukti hubungan kuat berbentuk U
antara pembayaran dividen dan insider ownership di Inggris. Secara khusus, temuan ini
menunjukkan bahwa setelah tingkat entrenchment kritis diperkirakan di wilayah 30%,
koefisien insider ownership berubah dari negatif ke positif. Selain itu, hasil analisis
menunjukkan bahwa kendali direktur atas saham yang tidak menguntungkan dikelola
atas nama orang lain (biasanya dana pensiun perusahaan, perwalian amal, atau rencana
kepemilikan saham karyawan ) juga dapat mengarah pada entrenchment manajerial.

2. Tinjauan Literatur dan Motivasi Penelitian


2.1 Pandangan Teori Agensi Tentang Kebijakan Dividen
Easterbrook (1984) berpendapat bahwa dividen berperan dalam mengendalikan
masalah keagenan dengan memfasilitasi pemantauan pasar modal primer atas aktivitas
dan kinerja perusahaan. Alasannya adalah bahwa pembayaran dividen yang lebih tinggi
meningkatkan kemungkinan bahwa perusahaan harus menjual saham biasa di pasar

1
modal primer. Studi oleh Baghat (1986), Smith (1986), Hansen dan Torregrosa (1992),
dan Jain dan Kini (1999) telah mengakui pentingnya pemantauan oleh bankir investasi
dalam masalah ekuitas baru. Fluck (1998), dan Myers (2000) juga menyajikan model
teori perilaku agensi di mana manajer membayar dividen untuk menghindari tindakan
pendisiplinan oleh pemegang saham.
Selain itu, Jensen (1986) melihat pembayaran dividen yang diharapkan dan
berkelanjutan membantu menghilangkan uang tunai yang mungkin terbuang sia-sia
dalam memaksimalkan nilai proyek, sehingga mengurangi tingkat investasi berlebih
oleh para manajer. Dalam model Rozeff (1982), kebijakan dividen yang optimal adalah
hasil dari trade off antara biaya agensi ekuitas dan biaya transaksi. Analisis kebijakan
dividen oleh Crutchley dan Hansen (1989) juga menunjukkan hasil yang konsisten
dengan kebijakan dividen yang bertindak sebagai pemantauan perusahaan dan dengan
efek substitusi antara pembayaran dividen dan duamekanisme control lainnya yaitu,
kepemilikan manajerial, dan leverage.

2.2 Hipotesis entrenchment manajerial


Mengikuti Jensen dan Meckling (1976), ketika manajer memegang sedikit
ekuitas dan pemegang saham terlalu tersebar untuk mengambil tindakan terhadap
maksimalisasi perilaku yang tidak bernilai, insider ownership dapat menggunakan aset
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, seperti menghindari dan
menggunakan secara berlebih. Ketika insider ownership meningkat, biaya agensi dapat
dikurangi karena manajer menanggung bagian lebih besar dari biaya ini. Morck et al
(1988) dan McConnel dan Servaes (1990) menemukan hubungan terbalik berbentuk U
antara kepemilikan oleh orang dalam dan kinerja perusahaan sesuai dengan keberadaan
entrenchmen manajerial di atas tingkat kepemilikan kritis.
Hipotesis entrenchment yang diambil dari literatur agensi ini sangat menarik
karena memiliki konsekuensi untuk kebijakan dividen yang berbeda dari teori bersaing
lainnya tentang perilaku dividen. Secara khusus, prediksinya adalah bahwa di bawah
tingkat kepemilikan orang dalam dan kebijakan dividen dapat dilihat sebagai perangkat
pengganti tata kelola perusahaan, karena itu mengarah pada hubungan negatif antara
kedua variabel ini. Namun, setelah tingkat pengikatan kritis seperti itu, ketika
peningkatan kepemilikan oleh orang dalam dikaitkan dengan tambahan, terkait dengan
biaya-biaya agensi, kebijakan dividen dapat menjadi kekuatan pemantauan kompensasi

2
dan, karenanya, hubungan positif dengan kepemilikan orang dalam akan diamati.
Prediksi ini berbeda dengan pemberian sinyal, klien pajak atau teori bersaing lainnya
untuk perilaku dividen dan tidak memprediksi hubungan berbentuk U antara
kepemilikan orang dalam dan kebijakan dividen.

3. Desain Penelitian
3.1 Spesifikasi Model Umum
Model umum yang ditentukan untuk analisis ini diwakili oleh regresi cross-
sectional persamaan-tunggal antara pembayaran dividen dan serangkaian variabel yang
terkait dengan argumen trade-off Rozeff (1982). Pertukaran ini adalah antara manfaat
marjinal dari pembayaran dividen (pengurangan biaya agensi) dan biaya marjinal
masing-masing (peningkatan dalam apa yang disebut "biaya transaksi").

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis 1: Distribusi cross-sectional pembayaran dividen, semuanya konstan,
berhubungan negatif dengan kepemilikan orang dalam yang
menguntungkan di bawah tingkat kepemilikan, dan berhubungan positif
di atas tingkat itu.
Hipotesis 2: Untuk tingkat kepemilikan orang dalam yang menguntungkan (di bawah
titik kritis) yang rendah, pembayaran dividen memiliki hubungan
berbentuk-U dengan kepemilikan orang dalam secara keseluruhan
(menguntungkan dan tidak menguntungkan), semuanya konstan, seperti
yang diprediksi dalam Hipotesis 1 untuk kepemilikan yang
menguntungkan, dengan titik balik di atas tingkat kepemilikan yang
menguntungkan.
Hipotesis 3: Kepatuhan terhadap Cadbury (1992) Code of Best Practice tidak
memiliki dampak pada pembayaran dividen, semuanya konstan.

3.3 Model Formal dan Variabel Yang Digunakan


Analisis cross-sectional dalam makalah ini dilaporkan untuk tahun 1991 dan
1996. Menggunakan dua periode memberikan pemeriksaan ketahanan pada hasil yang
diperoleh selama satu tahun. Hal ini juga memungkinkan kontrol untuk kemungkinan

3
perubahan struktural, terutama yang berpotensi timbul dari debat ketat tata kelola
perusahaan akademik dan publik di Inggris sejak awal tahun sembilan puluhan. Interval
lima tahun antara dua bagian lintas dianggap karena pembangunan beberapa variabel,
terutama ukuran pembayaran dividen, diperlukan perhitungan selama lima tahun.
Model mode empiris yang digunakan dalam analisis dapat digambarkan sebagai
berikut:

Keterangan:
β : Koefesien regresi
i : Indeks perusahaan tahun ke-i
j : Indeks sektor
n : Jumlah sektor variabel dummy ( Menggunakan 2 digit kode AIC)
ε : eror
Variabel dependen, MNPAY adalah rasio pembayaran dividen, dibangun sebagai
rasio rata-rata lima tahun dari total dividen tahunan biasa yang dinyatakan (interim plus
final) terhadap laba setelah pajak (sebelum pos luar biasa). Kepemilikan orang dalam
yang menguntungkan, INSBEN, didefinisikan sebagai persentase saham perusahaan
yang dikendalikan secara langsung atau tidak langsung oleh manajer perusahaan,
keluarga mereka atau kepercayaan keluarga (sebagaimana diungkapkan dalam laporan
tahunan perusahaan). Pertumbuhan masa lalu (GROW1), didefinisikan sebagai tingkat
rata-rata geometris dari pertumbuhan total aset perusahaan selama lima tahun terakhir.
Peluang pendapatan masa depan (GROW2), diukur sebagai rasio pasar terhadap nilai
buku ekuitas. Dimasukkannya DEBT, nilai buku dari total utang yang dikempiskan oleh
nilai pasar ekuitas terutama dimotivasi oleh peran pemantauan potensial pada manajer.
Varian total pengembalian saham perusahaan, VARIAB, biaya transaksi masalah baru
dalam bentuk biaya underwriting biasanya lebih besar untuk perusahaan yang berisiko.
CASH, didefinisikan sebagai rata-rata lima tahun kas dan setara kas sebagai persentase
dari aset perusahaan mewakili, atau berkorelasi dengan, arus kas bebas perusahaan
dalam pengertian Jensen (1986) dan terkait biaya agensi, pembayaran dividen yang

4
diharapkan akan lebih tinggi.
Dispersion Pemegang Saham (DISPERS), merupakan ukuran difusi kepemilikan
saham. INSTIT mengukur total kepemilikan blockholder institusional atas saham
perusahaan. Mengikuti Winter (1977), Fama (1980) dan Weisbach (1988), persentase
dari tidak ada eksekutif di dewan perusahaan, NONEXPCT, juga dimasukkan untuk
menjelaskan kemungkinan bahwa direktur luar tersebut dapat bertindak sebagai monitor
manajemen. IACT adalah variabel kontrol yang didefinisikan sebagai jumlah kumulatif
5 tahun (1987-91 atau 1992-96) dari jumlah yang diperlihatkan dalam akun perusahaan
sebagai Perpajakan Pajak Perusahaan Maju (ACT) yang dapat dipulihkan, dikurangi
dengan total aset. Ukuran perusahaan variabel kontrol (SIZE) didefinisikan sebagai log
kapitalisasi pasar. LANALYST adalah log dari jumlah analis (ANALISA) mengikuti
perusahaan tertentu (seperti yang diambil dari I / B / E / S). ROA, didefinisikan sebagai
rasio rata-rata antara laba setelah pajak sebelum pos luar biasa dan total aset yang
dihitung selama periode 5 tahun (1987-91 atau 1992-96). Variabel independen akhir
adalah CADBURY, yang terdiri dari istilah dummy yang mengambil nilai 1 jika
perusahaan menyatakan kepatuhan penuhnya, dalam regresi 1996, dengan Cadbury
(1992) Code of Best Practice. INDUMMY merupakan dummy i yang menggunakan dua
digit kode Actuaris Industry Classification (AIC) yang diterbitkan oleh London Stock
Exchange dan diperoleh dari LSPD.

4. Simpulan Penelitian
Uji statistik deskriptif dan model regresi ordinary least square ditemukan hasil
berupa: Hipotesis 1: Distribusi cross-sectional pembayaran dividen, semuanya konstan,
berhubungan negatif dengan kepemilikan orang dalam yang menguntungkan di bawah
tingkat kepemilikan, dan berhubungan positif di atas tingkat itu. Hipotesis 2: Untuk
tingkat kepemilikan orang dalam yang menguntungkan (di bawah titik kritis) yang
rendah, pembayaran dividen memiliki hubungan berbentuk-U dengan kepemilikan
orang dalam secara keseluruhan (menguntungkan dan tidak menguntungkan), semuanya
konstan, seperti yang diprediksi dalam Hipotesis 1 untuk kepemilikan yang
menguntungkan, dengan titik balik di atas tingkat kepemilikan yang menguntungkan.
Hipotesis 3: Kepatuhan terhadap Cadbury (1992) Code of Best Practice tidak
memiliki dampak pada pembayaran dividen, semuanya konstan.
Daftar Rujukan

5
Farinha, Jorge. 2002. Dividend Policy, Corporate Governance and the Managerial
Entrenchment Hypothesis: An Empirical Analysis.

SUMMARY ARTICLE

6
Judul : A Study Of The Relationship Between Corporate Governance Structures
And The Extent Of Voluntary Disclosure
Penulis : Simon S.M. Ho*, Kar Shun Wong

1. Latar Belakang Penelitian

Penelitian ini menjelaskan kerangka teori yang berkaitan atribut empat


perusahaan besar pemerintahan dengan tingkat pengungkapan sukarela yang diberikan
oleh perusahaan yang terdaftar di Hong Kong. Dimana atribut tata kelola perusahaan ini
menggunakan proporsi direksi independen pada jumlah dewan direksi, keberadaan
komite audit sukarela, keberadaan dominan kepribadian (CEO atau Chairman dualitas),
dan persentase anggota keluarga dewan menggunakan indeks relatif tertimbang
pengungkapan untuk mengukur pengungkapan sukarela.
Krisis keuangan yang terjadi di Asia disepakati sebagai akibat kurangnya
kepercayaan dari investor tapi, dan yang lebih penting lagi akibat kurangnya tata kelola
perusahaan yang efektif dan transparansi dalam pasar keuangan di Asia. Selama
beberapa tahun, negara Asia Timur telah aktif meninjau dan memperbaiki mereka
kerangka kerja peraturan, dalam tata kelola, transparansi dan pengungkapan. Namun,
adopsi lebih sederhana dari International Accounting Standards (IAS) tidak cukup
mampu dalam menyelesaikan masalah transparansi di negara-negara tersebut. Aturan
pengungkapan wajib menjamin akses yang sama terhadap informasi dasar ( Lev 1992),
tapi informasi ini harus ditambah dengan pengungkapan sukarela dan informasi
produksi perusahaan oleh perantara. Pengungkapan sukarela dan faktor-faktor
penentunya telah diidentifikasi sebagai factor penting penelitian dalam pelaporan
keuangan sejak 1970-an. Penelitian sebelumnya pada faktor-faktor penentu
pengungkapan sukarela telah dilakukan terutama di AS dan negara maju lainnya
(Malone , Fries dan Jones 1993; Schadewitz 1994; Raffournier 1995; Lang dan
Lundholm1996) .
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya mempelajari pengaruh satu
atribut tata kelola perusahaan tunggal dan sangat sedikit yangmemeriksa atribut
pemerintahan yang berbeda dalam studi tunggal. Penelitian ini meneliti hubungan antara
atribut tata kelola perusahaan dan perilaku pengungkapan perusahaan di Hong Kong ,
dengan peraturan yang unik (persyaratan pengungkapan relatif nonstringent

7
dibandingkan dengan Inggris dan Amerika Serikat) dan lingkungan kepemilikan
perusahaan oleh keluarga bisa memberikan masukan berharga untuk perdebatan yang
semakin menjadi internasional .Dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
keberadaan komite audit secara signifikan berhubungan positif dengan tingkat
pengungkapan sukarela, sedangkan persentase anggota keluarga dalam dewan
pemegang saham berhubungan negatif dengan tingkat pengungkapan sukarela. Studi ini
memberikan bukti empiris untuk pembuat kebijakan dan regulator di Asia Timur untuk
melaksanakan dua persyaratan dewan pemerintahan baru pada komite audit dan
keluarga pengendali.

2. Landasan Teori
2.1 Pengungkapan Perusahaan
Karena Hong Kong adalah koloni Inggris, maka sistem pelaporan keuangannya
sangat dipengaruhi oleh praktek akuntansi Inggris. Secara keseluruhan, ruang lingkup
persyaratan pengungkapan di Hong Kong jauh lebih sempit dan kurang spesifik seperti
di AS dan Inggris ( Eccles dan Mavrinac 1995). Contohnya, laporan hanya disediakan
pada pertengahan dan akhir tahun. Namun aturan pengungkapan yang mengatur insider
transaksi, transaksi dengan pihak terkait, dan kepentingan direksi dan remunerasi jauh
lebih ketat daripada di AS dan HK. SSAP memiliki status pedoman, dimana mereka
menyediakan lebih banyak fleksibilitas dalam pelaporan dan pengungkapan. Ini
berakibat pada pilihan pengungkapan perusahaan juga lebih mungkin untuk
mencerminkan respon sukarela dalam kekuatan pasar.
2.2 Corporate Governance
Tata kelola perusahaan dipandang efektif, jika menggambarkan hak dan
tanggung jawab dari masing-masing kelompok pemangku kepentingan dalam
perusahaan. Transparansi merupakan salah satu indikator utama dari standar tata kelola
perusahaan dalam suatu perekonomian. Pada tahun 1993 dan 1994, untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas, SEHK dan HKSA mendirikan Corporate Governance
Kelompok Kerja (CGWG) masing-masing memiliki sejumlah praktek yang
direkomendasikan (HKSA 1997) seperti: pemisahan CEO dan ketua dewan, persyaratan
minimal dua direktur non-eksekutif, pembatasan anggota keluarga di pemegang saham

8
untuk tidak lebih dari 50 %, dan persyaratan untuk dua komite dewan, terutama terdiri
dari non-eksekutif direksi (komite audit dan komite remunerasi).

3. Desain Penelitian
3.1 Hipotesis Penelitian
3.1.1 Proporsi Direksi Non-eksekutif Independent Board
Salah satu peran utama dari independent board adalah fungsi kontrol (Pound
1995). Di luar (independen) direktur non-eksekutif (IND) dianggap sebagai alat untuk
memonitor perilaku manajemen (Rosenstein dan Wyatt 1990), sehingga pengungkapan
yang lebih sukarela terhadap informasi perusahaan.
H1: Perusahaan dengan proporsi yang lebih tinggi dari direktur non-eksekutif
independen lebih cenderung memiliki tingkat yang lebih tinggi dari pengungkapan
sukarela.
3.1.2 Keberadaan komite audit
Fungsi komite audit yaitu untuk memastikan kualitas akuntansi keuangan
dan sistem kontrol (Collier 1993), karena komite audit sebagian besar terdiri dari
direktur non-eksekutif, ia memiliki pengaruh untuk mengurangi jumlah informasi yang
dirahasiakan.
H2 : Perusahaan yang memiliki komite audit lebih mungkin untuk memiliki tingkat
yang lebih tinggi dari pengungkapan sukarela.
3.1.3 Keberadaan Kepribadian Dominan
Perusahaan yang memiliki satu orang untuk menjabat sebagai ketua baik CEO
atau Direktur (CEO dualitas) dianggap lebih didominasi manajerial (Molz 1988).
H3 : Perusahaan yang menunjuk CEO dominan sebagai ketua dewan, mungkin agar
memiliki tingkat pengungkapan sukarela yang lebih rendah.
3.1.4 The percentage of family members on the board
Teori keagenan berpendapat bahwa dalam lingkungan kepemilikan lingkungan,
perusahaan akan mengungkapkan lebih banyak informasi untuk mengurangi biaya
keagenan dan asimetri informasi.
H4 : Perusahaan dengan proporsi yang lebih tinggi dari anggota keluarga duduk di
pemegang saham lebih cenderung memiliki tingkat yang lebih rendah dari
pengungkapan sukarela.
4. Teknik Analisis

9
Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebar survei kuesioner kepada 610
kepala keuangan (CFO) dari seluruh perusahaan yang terdaftar di Hong Kong. Selain
itu kuesioner ini juga dikirim ke 535 analis keuangan dari seluruh perusahaan investasi
atau perusahaan pialang di Hong Kong pada akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998.

5. Simpulan Penelitian
Selama beberapa tahun terakhir, badan pengatur mengumumkan persyaratan
baru tentang tata kelola perusahaan dalam rangkat meningkatkan transparansi
perusahaan. Krisis keuangan di Asia yang baru-baru ini terjadi memerlukan bukti yang
lebih banyak tentang isu tata kelola dan transparansi keuangan. Penelitian menggunakan
data di negara Hong Kong untuk menganalisis apakah perusahaan mengungkapkan
informasi lebih dalam secara sukarela ketika mereka adalah perusahaan yang
dikendalikan oleh keluarga, terdapat komite audit, direksi independen, dan memiliki
dualisme ketua dewan atau CEO. Penelitian ini memiliki beberapa implikasi penting
dimana salah satunya hasil dari penelitian ini memberikan bukti empiris untuk
mendukung badan pengawas Hong Kong.

Daftar Rujukan

Ho, Simon dan Wong, Kar S.2001. A Study Of The Relationship Between Corporate
Governance Structures And The Extent Of Voluntary Disclosure. Journal of
Internal Accounting Auditing & Taxation, 10 pp:139-156

10
PENGEMBANGAN PENELITIAN

Pengaruh Dividend Policy pada Earnings Management dengan Good Corporate


Governance sebagai Variabel Moderasi

1. Latar Belakang
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kelonggaran manajemen untuk
memilih metode akuntansi yang akan digunakan dalam mencatat dan mengungkapkan
informasi keuangan yang dimilikinya (Rahmawati, 2013). Asimetri informasi antara
pihak prinsipal dan agen akibat pemisahan kepemilikan dan pengelolaan suatu
perusahaan serta kebiasaan para investor ataupun calon investor yang lebih banyak
fokus pada informasi laba sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi
semakin mendukung manajamen untuk memanfaatkan kelonggaran SAK tersebut
dengan melakukan moral hazard dalam memaksimalkan kepentingannya sendiri dan
mengesampingkan kepentingan pihak prinsipal. Salah satu bentuk moral hazard adalah
manajemen laba (Astika,2010).
Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan judgement dalam
pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan atas
dasar kinerja ekonomi organisasi atau untuk mempengaruhi hasil sehingga menyesatkan
pemegang saham (Healy dan Wahlen, 1999: 368). Hal ini berarti bahwa manajemen
laba dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, dan dapat menyesatkan pemakai
laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.
Devidend policy merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan
pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau
ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Realisasi besarnya kebijakan dividen di Indonesia ditentukan oleh Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dan bukan merupakan keputusan manajemen. Namun
manajemen bisa mengestimasi besarnya dividen yang akan dikeluarkan melalui
prospektus perusahaan. Prospektus perusahaan menjelaskan besarnya kebijakan dividen
yang direncanakan oleh perusahaan dalam bentuk jumlah persentase dividen tunai
dikaitkan dengan jumlah laba bersih.
Teori Keagenan memberikan pandangan bahwa masalah manajemen laba dapat
diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui Good Corporate Governance
(Herawaty, 2008). Good Corporate Governance yang selanjutnya disingkat menjadi

11
GCG diduga mampu memoderasi pengaruh dividend policy pada earnings management.
Semakin tinggi Dividen Payout Ratio maka manajemen akan berusaha melakukan
manajemen laba dalam bentuk income decreasing (Putri, 2012). Hal ini menunjukkan
perlu adanya suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan
berbagai kepentingan baik kepentingan manajemen maupun pemegang saham (Ujiyanto
dan Pramuka, 2007). Mekanisme monitoring yang dimaksud adalah dengan menerapkan
GCG.
Kasus manajemen laba sudah banyak terjadi di Indonesia diantaranya kasus PT
Indofarma tahun 2001, Kasus Bank Lippo tahun 2002. Indofarma melakukan overstated
atas nilai persedian barang dalam proses tahun 2001. Akibatnya Harga Pokok Penjualan
mengalami understated dan laba bersih mengalami overstated dengan nilai yang sama.
Kasus Bank Lippo yaitu perusahaan menerbitkan tiga versi laporan keuangan sekaligus
antara lain untuk manajemen, media massa dan untuk Bursa Efek Jakarta. Selain di
Indonesia, kasus manajemen laba juga terjadi di luar negeri seperti kasus Worldcom dan
yang terkini adalah kasus skandal akuntansi pada perusahaan Thosiba di Jepang tahun
2015, serta kasus terbaru yaitu pada Kasus Bank Bukopin tahun 2018 diketahui
merevisi laporan keuangan tiga tahun terakhir yaitu 2015, 2016, 2017, bank ini diduga
memanipulasi data kartu kredit. Modifikasi tersebut menyebabkan posisi kredit dan
pendapatan berbasis komisi Bukopin bertambah tidak semestinya (finance.detik.com).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah:
1) Apakah dividend policy berpengaruh terhadap earnings management?
2) Apakah Good Corporate Governance mampu memoderasi pengaruh dividend
policy pada earnings management?

3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh dividend policy terhadap earnings


management.
2) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh dividend policy pada earnings
management dengan moderasi Good Corporate Governance.
4. Manfaat Penelitian

12
1) Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah bagaimana teori keagenan sebagai
grand theory memberikan pandangan bahwa masalah Earnings Management
dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui Good Corporate
Governance.
2) Manfaat empiris dalam penelitian ini yaitu memberikan gagasan kepada investor
dan calon investor bahwa dengan penerapan Good Corporate Governance dapat
meningkatkan integritas perusahaan dan mampu meminimalisir kecurangan dan
penyalahgunaan wewenang.

5. Kajian Teoritis
5.1 Agency Theory (Teori Agency)
Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu sematamata
termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan
antara principal dan agen. Pemegang saham sebagai pihak prinsipal mengadakan
kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu
meningkat. Agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun
kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik
dari agen, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri
yang berlawanan dengan kepentingan principal (Jensen dan Meckling,1976).
5.2 Divident Policy (Kebijakan Dividen)
Divident policy (kebijakan dividen) merupakan keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham
dalam bentuk dividen atau ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi
di masa yang akan datang
5.3 Earnings Management (Manajemen Laba)
Earnings management (manajemen laba) dalam artian sempit dapat
didefinisikan dengan perilaku manajer, untuk mengelola laba dengan metode tertentu.
Manajemen laba bertujuan untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan, dan
manajer bertanggung jawab dalam peningkatan (penurunan) profitabilitas dari ekonomi
jangka panjang.
5.4 Good Corporate Governance (GCG)

13
Good corporate governance adalah konsep demi peningkatan kinerja perusahaan
melalui supervisi dan monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan.
Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang
lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan
dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring
dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya
menguntungkan banyak pihak.

6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan kajian teoritis maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini yaitu :
6.1 Pengaruh Divident Policy pada Earnings Management
Investor dalam melakukan investasi pada suatu perusahaan menginginkan
pengembalian dalam bentuk dividen dan atau capital gain (Halviani dan Sisdyani,
2014). Manajemen kurang menyukai pembagian dividen yang disebabkan oleh semakin
kecil dana yang ada dalam pengendaliannya (Widanaputra, 2010) dan pada beberapa
perusahaan pembayaran dividen dianggap memberatkan perusahaan karena harus selalu
menyediakan kas untuk membayar dividen kepada para investor (Halviani dan Sisdyani,
2014). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dividen sebagai sumber konflik antara
manajemen dan pemegang saham.
Konflik tersebut dapat mempengaruhi/memotivasi manajemen melakukan
tindakan manajemen laba. Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen terhadap
manajemen laba sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. peneliti tersebut
yakni Savov (2016) dan Achmad (2017) yang menunjukkan bahwa kebijakan dividen
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya manajemen laba dalam bentuk income
decreasing.
H1: Divident Policy berpengaruh pada earnings management dalam bentuk
income decreasing
6.2 Pengaruh Divident Policy pada Earnings Management dengan Moderasi
Good Corporate Governance

14
Kebijakan dividen (Divident Policy) di Indonesia ditentukan oleh RUPS dan
bukan ditentukan oleh manajemen sehingga manajemen mempunyai insentif
melakukan rekayasa untuk memperkecil laba yang dilaporkan.Terjadinya manajemen
laba akibat kebijakan dividen juga yang ditunjukkan oleh penelitian Mahdi dan Sasan
(2012). Oleh karena itu berdasarkan teori keagenan bahwa untuk mengurangi konflik
antara manajemen dan pemegang saham dibutuhkan suatu sistem monitoring atau
pengawasan yang mampu meminimalisir tindakan oportunistik manajemen tersebut.
Sistem monitoring yang sudah diatur secara formal berdasarkan peraturan Bank
Indonesia adalah Good Corporate Governance (GCG). GCG mencakup beberapa aspek
seperti kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris dan komite
audit independen. Natalia dan Pudjolaksono (2013) menemukan bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Praditia (2010) menemukan
bahwa kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.
Nabila dan Daljono (2013) menemukan proporsi dewan komisaris independen
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Nabila dan Daljono (2013) menemukan
bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian
yang dilakukan oleh Widiatmaja (2010) menunjukkan hasil bahwa ukuran komite audit
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan komite audit
independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba yang artinya semakin tinggi.
Kepemilikan institusional dan komite audit independen maka tindakan manajemen laba
semakin menurun begitu pula sebaliknya (Sumanto, 2014 serta Nasution dan Setiawan,
2017). Berdasarkan pemaparan diatas maka diduga bahwa GCG yang didasari oleh teori
keagenan dan mencakup kepemilikan institusional, komisaris independen, dan komite
audit independen akan memperlemah pengaruh dividend policy pada earnings
management. Dalam penelitian ini, keempat proksi GCG yakni kepemilikan
instistusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan komite audit
independen selanjutnya akan direduksi dengan analisis factor sehingga didapatkan 1
nilai yang mewakili variable GCG.
H2: Moderasi Good Corporate Governance memperlemah pengaruh Dividend
Policy pada Earnings Management

15
7 Metode Penelitian
Jenis data penelitian yaitu data kuantitatif, yaitu laporan keuangan dan laporan
tahunan yang telah diaudit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2013-2018. Penelitian ini menggunakan data sekunder, dimana data
penelitian diperoleh melalui publikasi laporan keuangan dan laporan tahunan yang telah
diaudit pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2018 melalui
situs resmi Bursa Efek Indonesia, yaitu www.idx.co.id.
7.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel penelitian menggunakan metode
nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling. Adapun kriteria pemilihan
sampel penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Perusahaan Perbankan yang membagikan dividen pada periode pengamatan
2013-2018 dan memiliki data yang digunakan untuk perhitungan variabel-
variabel yang ditentukan dalam penelitian.
2. Laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan telah diaudit oleh auditor
independen.

7.2 Definisi Operasional Variabel


7.2.1 Kebijakan Dividen (Dividend Policy)
Kebijakan dividen diproksikan dengan Dividen Payout Ratio (DPR). Martono
dan Harjito (2010: 4) menjelaskan bahwa Dividen Payout Ratio adalah rasio persentase
laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahaannya berupa
dividen kas. Dividen Payout Ratio diukur dengan formulasi berikut:

DPR 

7.2.2 Manajemen Laba (Earnings Management)

16
Manajemen laba diproksikan dengan menggunakan Discretionary accruals (DA)
dan dihitung dengan menggunakan Model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones
Model) (Dechow et al, 1995). Adapun metode perhitungannya adalah sebagai beirkut:
 Menghitung Total Akrual
TAit = NIit – CFOit
 Nilai Total Akrual (TA) diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai
berikut: TAit/ Ait-1 = 1 (1/Ait-1) + 2 (REVit/ Ait-1) + 3 (PPEit/Ait-1) +  c)
 Menghitung nilai Non Discretionery Accrual (NDA) NDA dihitung dengan
menggunakan koefisien regresi diatas dan dihitung dengan rumus:
NDAit = 1 (1/Ait-1) + 2 (REVit-RECit)/( Ait-1) + 3 (PPEit/Ait-1) +  d)
 Menghitung Discretionary Accruals (DA)
Nilai Discretionary Accruals (DA) sebagai proksi manajemen laba dapat
diestimasi dengan menyisihkan total akrual dengan non discresionery accruals
dengan menggunakan persamaan berikut: (Dechow et al, 1995). Adapun metode
perhitungannya adalah sebagai beirkut:
DAit = (TAit / Ait-1) – NDAit
Keterangan:
DAit = Discretionery Accruals perusahaan I pada periode ke t
TAit = Akrual total perusahaan i pada periode t
NIit = Laba bersih (net income) perusahaan i pada tahun t
CFOit = Kas dari operasi perusahaan i pada tahun t
NDAit = Non Disretionary accruals perusahaan i pada tahun t
Ait-1 = Aset Total perusahaan i pada periode t-1
RECit = Piutang bersih perusahaan i pada periode t dikurangi piutang
bersih pada periode t- 1
REVit = Pendapatan perusahaan i pada periode t dikurangi pendapatan
pada periode t- 1
PPEit = Aset Tetap berwujud kotor pada perusahaan i pada periode t
 = Eror term perusahaan i pada tahun t
 = Koefisien regresi

7.2.3 Good Corporate Governance (GCG)


Variabel Moderasi dalam penelitian ini adalah Good Corporate Governance
(GCG). Variabel GCG dalam penelitian ini meliputi:
 Kepemilikan Institusional

 Kepemilikan Manajerial

17
x 100%
Kepemilikan Manajerial

 Komisaris Independen

 Komite Audit Independen

8 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam
penelitian ini adalah Moderated Regression Analysis (MRA) dengan menggunakan
program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Moderated Regression
Analysis (MRA) bertujuan untuk mengetahui peran suatu variabel yang dapat
memperkuat atau memperlemah hubungan antara suatu variabel bebas (independen)
terhadap variabel terikat (dependen). Berikut adalah model regresi penelitian.
Y = 0 + 1X1 + 1X2 + 3X1X2 + e
Keterangan:
Y = Manajemen laba
0 = Konstanta
(1,2) = Koefisien regresi
3 = Koefisien interaksi
X1 = Kebijakan dividen
X2 = Good corporate governance
X1X2 = Interaksi antara kebijakan dividen dengan good corporate
governance
e = Standarerror

Daftar Rujukan

Arif, Ahmed, et al. 2011. Dividend Policy and Earning Management: an Empirical
Study of Pakistani Listed Companies. Information Management and Business
Review. Vol 3(2): 68-77

18
Astika, Putra. 2010. Manajemen Laba dan Motif yang Melandasinya. Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan Bisnis. Vol. 10. Available from hhtp://www.ojs.unud.ac.id/index
php/jiab/article/view/2631
Belkaouhi, Ahmed Riahi. 2007. Accounting Teory. Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat
Dechow, P. M., Sloan, R.G., dan Sweeney, A.P. 1995. Detecting Earnings Management.
The Accounting Review, 70: 193-225.
Harsanah, Marsidatul. 2013. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, dan
Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal
Akuntansi. Vol.1: 1-22
Kustono, A.S. 2001. Pengaruh Ukuran, Dividend Payout, Risiko Spesifik, dan
Pertumbuhan terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur: Studi
Empiris Bursa Efek Jakarta 2002 - 2006. Jurnal Ekonomi Bisnis, Nomor 3: 200-
205
Midiastuty, Pratana Puspa dan Mas’ud Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan
Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Jurnal
Simposium Nasional Akuntansi VI
Muslih dan Panjaitan. (2019). Manajemen Laba: Ukuran Perusahaan, Kepemilikan
Manajerial dan Kompensasi Bonus (Studi pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek IndonesiA Tahun 2014-2017). Jurnal Aset
(Akuntansi Riset), 11 (1).
Natalia, Debby dan Pudjolaksono Eko. 2013. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance terhadap Praktik Earnings Management Badan Usaha Sektor
Perbankan di BEI 2008-2011”. Dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Volume 2 No. 1.
Fakultas Bisnis dan Ekonomika. Universitas Surabaya.
Prastiti, Anindyah dan Wahyu Meiranto. 2013. “Pengaruh Karakteristik Dewan
Komisaris dan Komite Audit terhadap Manajemen Laba”. Dalam Jurnal
Akuntansi, Volume 2 No. 4. Hlm 1-12 Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Universitas Diponegoro.
Puspita Sari, Putri dan Ida Bagus Putra Astika. 2015. Moderasi Good Corporate
Governance pada Pengaruh Antara Leverage daan Manajemen Laba. E-Journal
Akuntansi Universitas Udayana
Putri, I G A Made Asri Dwija . 2012. Pengaruh Kebijakan Dividen dan Good Corporate
Governance terhadap Manajemen Laba. Buletin Studi Ekonomi. Vol. 17: 157-171
Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Bisnis.Bandung : CV. Alfabeta.
Widanaputra, A A G P. 2010. Pengaruh Konflik Keagenan Mengenai Kebijakan Dividen
terhadap Konservatisme Akuntansi. Journal Aplikasi Manajemen. Volume 8.
nomor 2: 379-390
https://finance.detik.com/moneter/d-3994551/bank-bukopin-permak-laporan-keuangan-
ini-kata-bi-dan-ojk. Diposting pada: 27 April 2018, diakses pada: 15 Oktober
2019, Pukul 21.55 WITA.

19

Anda mungkin juga menyukai