Oleh:
Universitas Indonesia
2017
Executive Compensation
1. Overview
Menurut Scott (2000) rencana kompensasi eksekutif adalah kontrak agen antara
perusahaan dan manajer perusahaan yang mencoba untuk menyelaraskan kepentingan
pemilik dan manajer dengan mendasarkan kompensasi manajer pada satu atau lebih tindakan
dari upaya manajer dalam mengoperasikan perusahaan.
Banyak rencana kompensasi didasarkan pada dua ukuran usaha manajer yaitu
laba/pendapatan bersih dan harga saham. Artinya, jumlah bonus, saham, opsi, dan komponen
lainnya dari gaji eksekutif yang diberikan pada tahun tertentu tergantung pada laba bersih dan
kinerja harga saham tersebut.
Peran laba bersih dalam memotivasi kinerja manajer sama pentingnya dengan perannya
dalam menginformasikan investor. Hal ini karena memotivasi kinerja tanggung jawab
manajer dan meningkatkan operasi pasar tenaga kerja manajerial tujuan sosial yang
diingankan. Tujuan ini sama pentingnya dengan keputusan investasi yang baik dan operasi
pasar sekuritas.
2. Perlukah Incentive Contract?
Fama (1980) membuat kasus kontrak insentif dari tipe yang dipelajari dalam bagian 9.2.2
menjadi hal yang tidak diperlukan karena manajerial pasar tenaga kerja mengendalikan moral
hazard. Jika manajer dapat membentuk reputasi untuk menciptakan hasil yang tinggi bagi
owner, maka nilai pasar manajer (kompensasi yang dia inginkan) akan meningkat.
Sebaliknya, manajer yang lalai, yang melaporkan hasil yang lebih rendah, akan mengalami
penurunan nilai pasar. Fama juga berpendapat bahwa untuk manajer dari level yang rendah,
pengelakan/kelalaian itu akan dapat terdeteksi dan dilaporkan oleh manajer dibawah mereka,
yang ingin naik keatas. Dalam hal ini proses monitoring internal berjalan untuk
mendisiplinkan manajer yang kurang mematuhi disiplin pasar tenaga kerja manajerial itu
sendiri.
Poin penting dari tujuan kita adalah bahwa kontrak akan terus berlanjut dengan berdasarkan
kompensasi manajer pada hasil. Sebagai akibatnya eksploitasi kemampuan manajer untuk
memonitor satu dengan lainnya dapat mengurangi biaya agensi dari moral hazard, tetapi hal
itu tidak dapat menghilangkan mereka. Model Arya, Fellingham, and Glover (AFG; 1997)
menyatakan bahwa kontrak insentif untuk manajer level bawah masih diperlukan.
Dengan merujuk pada reputasi manajer, maka harus diperhatikan bahwa reputasi manajer
yang didasarkan pada kinerja di masa lalu, bukanlah jaminan yang kuat atas kinerja dimasa
mendatang. Alasan utamanya adalah bahwa pasar tenaga kerja manajerial adalah subyek dari
masalah pemilihan yang buruk dimana manajer dapat menyembunyikan, menunda,
membiaskan, atau memanipulasi pengeluaran informasi yang relevan. Selanjutnya, ketika
harga saham tidak merefleksikan nilai-nilai perusahaan yang mendasar, maka pasar tenaga
kerja juga tidak akan merefleksikan nilai-nilai manajer yang mendasar. Jadi, manajer akan
merasa bahwa dia dapat pergi dengan melakukan pengelakan/kelalaian, atau paling tidak
investor takut akan kemungkinan ini.
1
Dalam hal ini, temuan atas kondisi dimana pasar mampu mengendalikan keuntungan
informasi dari manajer dipaparkan oleh Wolfson (1985). Dia meneliti kontrak partnership
terbatas di Amerika Serikat. Dalam hal ini ada kontrak yang menguntungkan dari segi pajak
antara partner umum (agen) dengan partner terbatas (pemilik) untuk mengebor minyak dan
gas. Partner umum menyediakan keahlian dan membayar sejumlah biaya. Sedangkan modal
disediakan oleh partner terbatas. Untuk mengukur reputasi, Wolfson mengumpulkan
informasi atas kinerja di masa lalu dari sampel partner umum selama tahun 1977-1980.
Semakin tinggi kesuksesan partner umum di masa lalu dalam menghasilkan return untuk
partner terbatas, maka semakin tinggi reputasi parter tersebut. Wolfson menemukan bahwa
semakin tinggi reputasi partner umum, maka semakin banyak dia menerima dari partner
terbatas.
3. Rencana Kompensasi Manajerial
Sebagai contoh adalah Royal Bank of Canada (RBC), adalah salah satu institusi finansial
terbesar di Canada, menyediakan pelayanan perbankan hingga ke Internasional. Sahamnya
diperdagangkan di Canada, Amerika, dan Swiss.
Informasi berikut diambil dari Annual Meeting of Common Shareholders RBC (2009).
Pertemuan ini menghasilkan 4 komponen rencana kompensasi:
Gaji dibayar tunai
Rencana insentif jangka pendek dibayar secara cash atau jika executive terpilih, pada
saham yang ditangguhkan, dimana saham yang ditangguhkan (disebut juga saham
terbatas) dikonversi menjadi saham biasa setelah 3 tahun
Rencana insentif jangka menengah, penghargaan diberikan dalam saham yang
ditangguhkan
Rencana insentif jangka panjang, penghargaan diberikan dalam stock option (ESOs)
Short-term Incentive:
RBC membuat target tahunan pertumbuhan net income, dan Return On Equity (ROE)
Pemberian bonus melihat keseluruhan kinerja bank dan kinerja segmen, tergantung
dari target
Pembayaran insentif lebih lanjut disesuaikan bagi individual non-financial
performance measures
Penerimaan bonus mungkin disesuaikan naik atau turun tergantung ROE performance
dari usaha yang sama
Mid-term Incentive:
Jumlah saham tangguhan yang diberikan tergantung dari kinerja harga saham 3 tahun
ke belakang.
Penghargaan lebih lanjut disesuaikan tergantung dari harga saham relatif dari usaha
yang sama
Jika target ROE tidak tercapai, tidak ada unit saham tangguhan yang dibuat
Long-term Incentive:
Harga ESO berdasarkan harga saham RBC pada sekitar tanggal pemberian insentif.
Nilai intrinsiknya 0
2
ESOs mempunyai jangka waktu 10 tahun, dengan vesting 25% per tahun untuk 4
tahun pertama
Executive harus menahan jumlah angka minimum tertentu dalam saham RBC,
misalnya Presiden dan CEO harus menahan minimal 8 kali gaji mereka. Ini
dibutuhkan paling tidak 2 tahun sebelum pensiun
4. Teori Executive Compensation
4.1. Proporsi Relatif dari Rencana Kompensasi
Banyak teori executive composition berasal dari pengembangan model agency
pada chapter 9, meskipun mereka single-period orientation. Khususnya, analisis
Homstrom memprediksi bahwa efisiensi kontrak kompensasi mungkin meningkat
apabila itu berdasarkan pada dua atau lebih pengukuran kinerja. RBC contract yang
dibahas diatas konsisten dengan prediksi ini. Lalu pertanyaannya adalah, apa yang
menentukan kepentingan relatif dari laba bersih dan harga saham dalam evaluasi kinerja
manajer? Ini adalah pertanyaan yang penting untuk akuntan, sejak motivasi kinerja
manajer adalah tujuan sosial yang penting. Jika pelaporan keuangan adalah untuk
memberikan kontribusi untuk pencapaian tujuan ini, itu harus berhasil melengkapi
pengukutran kinerja yang lain, seperti harga saham. Apa yang menentukan ukuran relatif
(yaitu campuran) dari net income dan harga saham dalam evaluasi kinerja manajer
keseluruhan?
Pertanyaan ini telah diuji oleh Banker dan Datar (BD, 1989), BD menunjukkan
kondisi dimana campuran linear dari ukuran kinerja tergantung pada hasil dari
sensitivitas dan ketepatan ukuran mereka. Sensitivitas didefinisikan sebagai tingkat di
mana nilai yang diharapkan dari ukuran merespon upaya manajer, dan ketepatan sebagai
timbal balik varians dari noise dalam ukuran.
Campuran pengukuran kinerja diuji lebih lanjut oleh Datar, Klup, dam Lambert
(2001). Analisis mereka menunjukkan bahwa keputusan horison harus ada trade off
antara sensitivitas dan ketepatan mengukur kinerja. Oleh karena itu, sensitivitas dan
ketepatan tetap menjadi karakteristik penting di hadapan lebih dari satu jenis usaha
manajerial.
4.2. Short Run Effort & Long Run Effort
3
Manajer dapat saja bekerja keras atau lalai pada salah satu atau kedua dimensi
effort tersebut. Persamaan Net Income (NI) dan Payoff (x) untuk perusahaan menurut
Feltham & Xie (1994) adalah:
NI = 1SR + 2LR Faktor Random dengan Nilai yang diharapkan nol (10.1)
x = b1SR + b2LR Faktor Random dengan Nilai yang diharapkan nol (10.2)
SR: kuantitas short run effort LR: kuantitas long run effort
1: sensitivitas laba untuk SR 2: sensitivitas laba untuk LR
b1: sensitivitas payoff untuk SR b2: sensitivitas payoff untuk LR
Ada beberapa asumsi atas model ini, yaitu: (1) Effort manajer hanya pada periode
pertama, (2) NI dilaporkan pada akhir periode, (3) payoff tidak sepenuhnya dapat
diamati sampai periode selanjutnya, (4) NI untuk memprediksi payoff, (5) kompensasi
manajer berdasarkan NI pada periode pertama, (6) payoff pada periode selanjutnya
bukan milik manajer melainkan pemilik perusahaan.
Tabel 2 NI & Payoff yang diharapkan (E(NI) dan E(x)) untuk pengukuran kinerja yang
kongruen
Tabel 4 E(NI) dan E(x) untuk pengukuran kinerja yang tidak kongruen
4
Effort (usaha) Manajer
SR LR
Bekerja Keras Lalai Bekerja Keras Lalai
E(NI) $4 $1.0 $3 $2
E(x) $2 $1.5 $9 $4
Tabel 5 Kenaikan E(NI) dan E(x) dari bekerja keras (tidak kongruen)
Dari Tabel 5, terlihat bahwa NI tidak kongruen dengan payoff, dimana E(NI) :
E(x) adalah 1:6 pada SR dan 5:1 pada LR. Pemilik perusahaan penting untuk
mengetahui tipe effort (usaha) manajer yang mana yang dapat menghasilkan NI lebih
tinggi. Pemilik perusahaan akan menginginkan R&D karena menghasilkan payoff yang
tinggi (b2 > b1) tapi manajer yang kompensasinya berdasarkan NI periode sekarang akan
cenderung memilih effort pada SR karena pada SR menghasilkan NI dan kompensasi yang lebih
tinggi (1 > 2). Compensation contract tidak hanya harus memperhatikan intensitas dari
effort (usaha) manajer tapi juga alokasi effort di masing-masing aktivitas.
Karena alokasi effort manajer tidak dapat diamati secara langsung oleh pemilik
perusahaan, maka salah satu kemungkinan untuk mengatasinya adalah dengan
kompensasi berdasarkan kedua pengukuran kinerja (baik yang kongruen maupun yang
tidak kongruen). Kemungkinan lainnya adalah multi period contract antara pemilik
perusahaan dan manajer yang berakhir pada tanggal yang sudah ditetapkan (Sabac,
2008) dimana pada akhir setiap periode, kontrak akan di negosiasikan kembali sehingga
manajer mengetahui kompensasi di masa depan akan termasuk laba pada effort LR yang
sekarang.
4.3. Peran Resiko dalam Compensation Plan
Penting untuk menyadari bahwa risiko kompensasi mempengaruhi bagaimana
manajer menjalankan perusahaan. Jika risikonya terlalu kecil, effort manajer akan
rendah, namun jika terlalu besar risikonya, manajer akan kurang investasi pada proyek
yang berisiko meskipun akan menguntungkan bagi pemegang saham yang beragam.
Baiman & Demski (1980) dan Holmstrom (1982) mengembangkan teori Relative
Performance Evaluation (RPE). RPE mengurangi kinerja rata-rata laba dan harga saham
grup perusahaan sejenis dari pengukuran kinerja manajer. Kinerja dinyatakan baik jika
kerugian kurang dari kerugian yang diderita oleh rata-rata perusahaan dalam grup
5
sejenis, dan sebaliknya. Teori ini didukung oleh peneliti seperti Albuquerque (2009)
yang menemukan hubungan signifikan negatif kompensasi CEO dan rata-rata kinerja
harga saham pada grup perusahaan sejenis yang mempunyai ukuran perusahaan yang
sama. Namun, banyak penelitian juga tidak mendukung teori RPE dan menemukan bukti
yang lemah atas RPE seperti pada penelitian Antle & Smith (1986), Pavlik, Scott, &
Tiessen (1993), dan Aggarwal & Samwick (1999).
Cara lain mengendalikan risiko adalah akuntansi yang konservatif dan melalui
dewan komite kompensasi. Watss (2003a & b) berpendapat bahwa akuntansi yang
konservatif meningkatkan efisiensi kontrak dengan membatasi kemampuan manajer
untuk menaikkan laba saat ini dan kompensasi, dengan mencatat keuntungan yang
belum direalisasi. Dewan komite kompensasi mempunyai tanggung jawab besar dalam
menentukan jumlah kompensasi baik dalam bentuk tunai ataupun saham dan mempunyai
fleksibilitas untuk memperhitungkan kejadian khusus misalnya kerugian yang
disebabkan item dengan persistensi lemah.
Meskipun risiko kompensasi perlu untuk dikendalikan, penting untuk beberapa
risiko tetap ada. Manajer dapat mengurangi risiko dengan berbagai cara oleh karena itu
dibutuhkan perencanaan kompensasi untuk menghilangkan kemungkinan ini dengan
membatasi kemampuan manajer menjual saham atau opsinya.
5. Riset Empiris terkait Kompensasi
Tabel 6 Penelitian tentang hubungan teori kompensasi dan praktik
6
juga menemukan efek perubahan laba pada kompensasi meningkat
jika laba tersebut persisten.
Namun ada beberapa argumen tandingan terkait dengan pernyataan JM. Pertama,
diharapkan bahwa hubungan antara pembayaran dan kinerja akan rendah untuk perusahaan
yang besar, karena efek dari ukuran. Seandainya perusahaan yang besar nilainya meningkat
dalam miliaran dolar pada tahun sebelumnya (seperti misalnya RBC 2012 net income adalah
$7,39 miliar), adanya peningkatan eksekutif kompensasi akan menarik perhatian media
meskipun hanya dalam proporsi kecil. Kedua, untuk perusahaan besar, cukup sulit
menurunkan resiko ke eksekutif. Eksekutif yang dibayar tinggi terkait dengan kinerja akan
memiliki banyak kehilangan dari penurunan nilai perusahaan meskipun hanya dalam jumlah
kecil sehingga menyebabkan penghindaran yang berlebihan terhadap proyek-proyek berisiko,
sebagai akibatnya komite kompensasi mungkin akan mengeluarkan low persisten losses
ketika memutuskan bonus award,terutama jika kerugian itu terkait langsung dengan manager
efford, akan tetapi adanya kerugian itu menyebabkan menyebabkan turunnya nilai
perusahaan dan net income.
Gayle & Miller (GM) juga melakukan riset untuk argumen bahwa kompensasi
manajemen tidak overpaid, GM berpendapat bahwa peningkatan kompensasi dihasilkan dari
kerjakeras manajer dan juga peningkatan atas resiko yang harus mereka tanggung.
Sementara disisi lain yang memiliki pendapat berbeda memfokuskan perhatian proporsi
kompensasi berdasarkan ESOs terus meningkat selama tahun 1990. Berdasrkan hasil riset
Hall & Murphy (2002) Hadiah opsi pd CEO perusahaan industri S&P 500 meningkat dari
22% dari total median kompensasi dlm tahun 1992 menjadi 56% dalam tahun 1999.
7
manajer adalah kemampuan CEO untuk mempengaruhi jajaran direktur ternmasuk komite
kompensasi.
Teori ini mengakui bahwa ada batas kekuasaan manajer atas kompensasi, yaitu outrage.
Jika compensasi yang diberikan menjadi terlalu tinggi, mereka akan merusaha menghindari
publisitas negative. Akan tetapi seperti pandangan BFW, ada banyak cara untuk
menyamarkan kompensasi berlebihan, dimana salah satunya adalah dengan menyewa
konsultan kompensasi untuk menyatakan keabsahan dari kompensasi yang diterima.
Perangkat kamuflase lain adalah dengan menyesuaikan dengan kompensasi yang diterapkan
di kelompok perusahaan sejenis.
Adapun cara untuk membatasi power manajer bisa memakai keadaan pasar untuk
mengontrol perusahaan, yaitu apabila manager melakukan hal yang tidak memuaskan
pemegang saham, maka pada suatu titik tertentu perusahaan dapat mengambil alih dan
memberhentikan manager yang bersangkutan. Selain itu power manageman juga bisa
dikendalikan dengan adanya corporate governance yang kuat.
akuntan dapat membantu proses governance karena manajer mungkin mengeksploitasi
kekuasaan dengan melakukan pengungkapan yang tidak memadai terkait dengan kelebihan
perhitungan kompensasi. Full disclosure akan mampu mengidentifikasikan dengan baik
komponen earning yang low persisten dan informatif.
Pada akhirnya dapat disimpulkan jika aturan dan akuntan mempunyai tanggungjawab
terhadap tekanan politik yang dapat menyebabkan manager mempunyai kekuatan yang tak
terbatas. Jika hal tersebut berhasil dilakukan maka operasional managerial labour market akan
meningkat.
8. Signifikansi Sosial dari Pasar Tenaga Kerja Manajerial yang Berjalan Baik
Dalam perekonomian yang kapitalis, kontribusi kinerja manajer berhubungan dengan
kesejahteraan sosial. Kesejahteraan akan meningkat jika manager bekerja keras- yaitu dengan
menbuat keputusan yang bagus tentang capital invesment dan dapat meningkatkan
produktifitas perusahaan.
pencapaian tujuan sosial yang diinginkan terhambat karena pengukuran kinerja manajer
tidak sepenuhnya Informatif. Semakin informatif pengukuran kinerja maka semakin efisien
kontrak kompensasi, semakin bagus dalam pelaporan penatalayanan dan operasional yang
lebih bagus dalam hal managerial labour market, yang pada akhirnya akan meningkatkan
produktifitas perusahaan dan kesejahteraan sosial. Akuntan dapat berkontribusi dalam hal
keinformativan baik itu dalam hal trade off antara sensitivitas dan ketaatan laba bersih
maupun full disclosure.
9. Kesimpulan
Dapat disimpulkan jika laporan keuangan mempunyai peranan penting dalam memotivasi
kinerja eksekutif dan mengendalikan kekuatan manager. Peranan itu meliputi full disclosure,
yang membuat komite kompensasi dan investor dapat melihat lebih baik hal-hal yang
berhubungan dengan pembayarn performance. Dan juga termasuk pembebanan stock option
8
untuk membantu mengendalikan penyalahgunaan serta mendorong kompensasi menjadi
sarana yang lebih efisien.
Sebagai hasilnya kinerja manajer yang bertanggungjawab adalah yang mendorong dan
meningkatkan reputasi manajer dengan mengurangi informasi yang tidak komplit dan bias.
Ini akan meningkatkan operasional pasar tenaga kerja manajerial, sebuah tujuan yang sama
penting untuk mempromosikan keputusan investor yang baik kepada masyarakat dan
meningkatkan operasional dalam pasar sekuritas.
9
Manajemen Laba
1. Overview
Menurut Scott (2003: 369), earnings management is the choice
by a manajer of accounting policies so as to achieve some
specific objective. (Manajemen laba merupakan suatu tindakan
manajer yang memilih kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa
tujuan yang spesifik dan kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah
penggunaan akrual dalam menyusun laporan keuangan).
Scott membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi
dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer
untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak
kompensasi, kontrak utang dan political costs. Kedua, dengan
memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting
(Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi
manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga
untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan
demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham
perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat
perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang
waktu.
2. Pola Manajemen Laba
Scott (1997:365) dalam Suyatmin dan Suwarno (2002) menyatakan
bahwa earnings management dapat dilakukan dengan empat bentuk,
yaitu:
a. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat terjadi reorganisasi, termasuk
pengangkatan CEO baru. Pada saat itu, perusahaan akan melaporkan
kerugian dalam jumlah besar sehingga diharapkan pada periode yang
akan datang CEO tersebut dapat menunjukkan adanya peningkatan
laba.
b. Income Minimization
Pola ini terjadi pada saat perusahaan mengalami/memperoleh
laba yang tinggi. Manajemen akan menunda sebagian laba tersebut
dan melaporkannya pada periode mendatang, jika pada periode
mendatang, laba diperkirakan akan turun drastis.
c. Income maximization
Pola ini terjadi ketika laba perusahaan menurun/rendah.
Manajemen akan berusaha meningkatkan laba supaya mendapat
bonus yang lebih besar. Pola ini juga dilakukan oleh perusahaan yang
melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
10
d. Income Smoothing
Pola ini dilakukan oleh perusahaan dengan cara meratakan laba
yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu
besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif
stabil.
3. Bukti Manajemen Laba untuk Tujuan Bonus
Sebuah catatan oleh Healy (1985) yang berjudul The Effect of Bonus
Schemes on Accounting Decisions, is a seminal investigation of a
contractual motivation for earnings management. Efek skema bonus
keputusan akuntansi adalah investigasi motivasi kontrak pengelolaan
pendapatan. Healy mengamati bahwa manajer memiliki informasi dari
dalam pada pendapatan bersih perusahaan sebelum pengelolaan
pendapatan atau laba. Penelitian Healy (1985) menggunakan pendekatan
program bonus manajemen, yaitu bahwa manajer akan memperoleh
bonus secara positif ketika laba berada di antara batas bawah (bogey)
dan batas atas (cap). Ketika laba berada di bawah bogey manajer tidak
mendapatkan bonus, dan ketika laba berada diatas cap manajer hanya
mendapatkan bonus tetap.
Catatan Healy didasarkan pada teori akuntansi positif. catatan tersebut
mencoba untuk menjelaskan dan meramalkan aneka pilihan para manajer
penentu kebijakan akuntansi. Lebih rinci, hal tersebut adalah suatu
perluasan bonus untuk merencanakan hipotesis, negara yang para
manajer perusahaannya mendapatkan bonus akan memaksimalkan laba.
Dengan pemandangan lebih lekat di struktur pola bonus, Healy sampai
pada ramalan yang lebih spesifik bagaimana dan dalam keadaan apa para
manajer akan terlibat dalam manajemen laba jenis ini.
Alasan Bonus (bonus scheme). Adanya asimetri informasi mengenai
keuangan perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur
laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka. Motivasi bonus
merupakan dorongan manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang
diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba
tersebut. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin
menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income
yang dilaporkan pada periode berjalan.
Studi Healy telah terbatas pada perusahaan Rencana Ganti-Rugi siapa
didasarkan pada pendapatan neto dilaporkan sekarang saja. Ini disebut
rencana bonus untuk sisa bagian ini. Ketika kita lihat untuk BCE Inc. di
Bagian 10.3, bonus tunai secara khas didasarkan pada pendapatan neto.
Kita juga melihat bahwa, karena alasan pengurangan risiko, pola bonus
mempunyai nilai lebih. Untuk kemungkinan pengendalian risiko yang
mungkin berlebihan, mereka bisa juga mempunyai solusi. Dalam contoh
11
Healy, tidak semua rencana mempunyai solusi, walaupun mereka semua
mempunyai nilai lebih. Gambar 11.2 menggambarkan pola bonus yang
khas.
4. Motivasi Lain dari Manajemen Laba
4.1. Mengurangi probabilitas dari pelanggaran perjanjian
utang
Motivasi lain dari manajemen laba selain untuk memaksimalkan
bonus juga untuk mengurangi probabilitas dari pelanggaran perjanjian
utang karena akan menimbulkan biaya yang besar, yaitu selain biaya
langsung seperti suku bunga dinaikkan lebih tinggi, juga rusaknya
hubungan bisnis dan mengurangi kemampuan meningkatkan
pembiayaan dimasa depan.
12
4.2. Untuk Mencapai Laba yang Diharapkan Investor
13
dilaporkan dengan sistematis menggunakan
pendekatan pengakuan penjualan lebh cepat dan
pengurangan biaya diskresioner seperti R&D dan biaya
iklan, dan (3) return on asset (ROA) pada perusahaan
sampel menurun.
Shivakumar Shivakumar menyajikan teori dan bukti empiris bahwa
(2000) pada pasar efisien, keuntungan perusahaan yang
melakukan manajemen laba pada periode penawaran
saham akan berkurang karena ekspektasi rasional dari
investor yang menyadari hal tersebut dan Manajer
akhirnya akan melakukan manajemen laba. Dengan
demikian tidak ada abnormal return negatif pada
periode berikutnya.
14
Tucker & TZ menemukan: (1) income smoothing meningkatkan
Zarowin (TZ; kemampuan investor untuk memprediksi laba masa
2006) depan, (2) perilaku income smoothing yang lebih besar
bersamaan dengan kenaikan return saham, konsisten
dengan manajemen laba yang baik dan efisiensi pasar.
Liu, Ryan, & LRW menemukan: (1) reaksi positif dari harga saham
Wahlen yang signifikan terhadap kenaikan tak terduga dari
(LRW; 1997) loan loss provision pada bank kecil tapi hanya pada
quarter keempat, dan (2) mendukung interpretasi TZ
atas pasar efisien.
Das, Shroff, DSZ menemukan: (1) 11,2% reversal laba adalah good
& Zhang news pada 3 kuarter pertama dan bad news pada
(DSZ; 2009) kuarter 4, dan (2) Earnings Response Coeficient (ERC)
pada kuarter 4 ada perusahaan yang memperlihatkan
reversal laba secara signifikan lebih tinggi daripada
perusahaan sejenis yang tidak melaporkan adanya
reversal laba.
Koonce & KL menemukan bahwa Pola laba yang konsisten
Lipe (KL; menyebabkan penilaian yang lebih menguntungkan
2010) karena ada peningkatan kepercayaan pada kinerja
perusahaan di masa depan dan integritas dari
manajemen
Francis, Menemukan: (1) reaksi pasar yang positif atas
LaFond, komponen akrual diskresioner. Penemuan ini
Olsson, & mendukung sisi baik dari manajemen laba.
Schipper
(FLOS; 2005)
Jayaraman Jayaraman menemukan: (1) volatilitas laba meningkat
(2008) relative terhadap arus kas, bid-ask spread saham
secara rata-rata meningkat, (2) pada perusahaan yang
memiliki return saham yang ekstrim, bid-ask spread
saham menurun untuk perusahaan yang volatilitas
labanya relative tinggi atau rendah.
Kesimpulannya, manajemen laba mempunyai sisi baik yaitu
manajemen laba dapat memberikan informasi pada investor,
mengurangi resiko estimasi, dan berdampak menguntungkan atas
harga saham
6. Sisi Buruk Manajemen Laba
6.1. Manajemen Laba Oportunistik
Meskipun theory dan bukti dalam penggunaan earning management harus bisa
dipertanggungjawabkan, tetapi masih ada kejadian yang mengungkap adanya bad earning
15
manajemen. Perspektif persetujuan (Contracting perspektive), dapat menimbulkan
oportunistik manajemen bahavior. Dimana akan ada kecenderungan manajer untuk
mengunakan earning menajemen untuk meningkatkan bonus yang akan mereka terima
Riset yang dilakukan oleh Dechow, Ge, Larson and Sloan (2011) serta Mclnnis
and Collins (MC;2011), menemukan indikasi adanya bad earning managemen dari
sample yang diuji. Dechow menemukan adanya over value pada harga saham serta upaya
memaksimalisasi proses penerbitan saham baru. Sedangkan MC melaporkan adanya
peningkatan accruel mengikuti cash flow forecast.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketersediaan cash flow dan earning forecast
adalah cara yang simple dan efektif untuk mengurangi bad earning managemen dan
corporate goverment.
Pada realitanya good dan bad earning management akan selalu ada, sehingga
akuntan harus meneliti motivasi manager dengan sangat berhati-hati jika mereka
mendeteksi adanya oportunitas dalam earning management.
16
membantu investor untuk mengevaluasi laporan keuangan, yang pada akhirnya
mengurangi kerentanan dari perilaku yang bias, mengurangi insentif manajer untuk
mengeksploitasi corporate governance yang buruk dan pasar tidak efisient serta
mengurangi kemampuan manajemen yang menyebabkan overstate performance.
Cara lain untuk meningkatkan pengungkapan termasuk pelaporan dampak
current earning dari semua item khusus yang di writeoff dan pelaporan secara general
yang bisa dipakai oleh investor yang dan komite kompensasi untuk mendiagnosa adanya
low persisten item, ada tanggungjawab manajer dalam hal tersebut yang pada akhirnya
diharapkan dapat menurunkan bad earning manajemen.
7. Kesimpulan
Earning management memungkinkan fakta bahwa net income yang benar adalah
tidak ada. Lebih lanjut GAAP tidak memberikan batasan yang lengkap mengenai pilihan
manager dalam menentukan kebijakan akuntansi dan prosedur. Yang mengakibatkan
pilihan kebijakan akuntansi memiliki game karakteritik. Sebagai akibatnya akuntan harus
harus meningkatkan tingkat kewaspadaan terhadap stategi manajeman yang oportunis.
Meskipun pengurangan reliability dan sensitivitas sering menyertai manajemen
laba, argumen yang kuat dapat diterima jika dilakukan dalam batas-batas tertentu.
Pertama, memberikan keleluasaan manajemen untuk bereaksi terhadap keadakan yang
tidak diantisipasi ketika didapati suatu kontrak yang rigid (kaku ) dan tidak lengkap.
Kedua, manajemen laba dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi informasi yang
kredibel untuk investor.Kedua argumen tersebut konsisten dengan argumen pasar
sekuritas yang efisien dan kontrak efisien versi positif accounting theory.
Namun demikian beberapa managemen mungkin menyalahgunakan GAAP untuk
mendorong earning management terlalu jauh, sehingga mrnyebabkan persisten earning
power menjadi overstate, dengan menyembunyikan earning manajemen yang buruk
dibalik kurangnya pengungkapan.
Jadi pada intinya baik buruknya penggunaan earning manajement tergantung pada
bagaimana ia digunakan. Peran akuntan disini dapat mengurangi akibat dari earning
managemen yang buruk dengan membuatnya lebih terbuka dalam pelaporan, yaitu
dengan meningkatkan pengungkapan untuk low persistem item dan melaporkan efek dari
writeoff pada current earning.
17
Referensi
Scott, W.R., 2015. Financial Accounting Theory. 7th Edition. Prentice Hall
18