RMK SAP 5
Disusun oleh:
KELOMPOK 1
Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan kebaikan (rightness)
atau moralitas (kesusilaan) dari kelakuan manusia. Kata etik juga berhubungan dengan objek
kelakuan manusia di wilayah-wilayah tertentu, seperti etika kedokteran, etika bisnis, etika
profesional (advokat, akuntan) dan lain-lain. Disini ditekankan pada etika sebagai objek
perilaku manusia dalam bidang bisnis. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-
aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik (good)
atau buruk (bad). Kata-kata baik dan buruk menekankan bahwa penentuan baik dan buruk
adalah suatu masalah selalu berubah. Akhirnya, keputusan bahwa manajer membuat tentang
pertanyaan yang berkaitan dengan etika adalah keputusan secara individual, yang
menimbulkan konskuensi. Keputusan ini merefleksikan banyak faktor, termasuk moral dan
nilai-nilai individu dan masyarakat. Jadi etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan
main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis
sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan.
Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen
lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai
pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Nilai-nilai (values) adalah standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai
petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Dengan demikian, pelaku
bisnis menggunakan nilai-nilai dalam pembuatan keputusan secara etik apakah mereka
menyadarinya atau tidak. Semakin lama, manajer bisnis ditantang meningkatkan sensitivitas
mereka terhadap permasalahan etika. Mereka menekankan pada evaluasi secara kritis
prioritas nilai-nilai mereka untuk melihat bagaimana ini pantas dengan realitas dan harapan
organisasi dan masyarakat.
Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi
paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di
era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis
merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etika
penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Praktik bisnis pada saat ini masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan
juga diwarnai praktik-praktik bisnis tidak terpuji atau moral hazard. Korupsi, kolusi, dan
1
nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan
sekarang meluas sampai ke daerah-daerah.
Perilaku bisnis beretika merefleksikan hukum ditambah tindakan etika masyarakat,
moral (kesusilaan), dan nilai-nilai. Nilai-nilai (values) adalah standar kultural dari perilaku
yang diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan.
Dengan demikian, pelaku bisnis menggunakan nilai-nilai dalam pembuatan keputusan secara
etik apakah mereka menyadarinya atau tidak. Semakin lama, manajer bisnis ditantang
meningkatkan sensitivitas mereka terhadap permasalahan etika. Mereka menekankan pada
evaluasi secara kritis prioritas nilai-nilai mereka untuk melihat bagaimana ini pantas dengan
realitas dan harapan organisasi dan masyarakat.
2
e. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination)
Adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan
oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk
memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara
mereka yang disukai dan tidak.
3
a. Perspektif Makro
Pertumbuhan suatu negara tergantung pada sistem pasar yang berperan lebih efektif dan
efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi
yang diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu:
- Hak memiliki dan mengelola properti swasta.
- Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa.
- Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa.
Jika salah satu subsistem dalam sistem pasar melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini
akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara
makro.
Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro:
- Penyogokan atau suap yang dapat mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilih
dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
- Coercive act. Mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan ancaman
atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis.
- Deceptive information.
- Pecurian dan penggelapan.
- Unfair discrimination.
b. Perspektif Bisnis Mikro
Dalam Lingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam lingkup mikro
terdapat rantai relasi di mana supplier, perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan
kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada lingkup makro. Tiap mata rantai penting
dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan
bisnis dapat terjaga dengan baik.
Prinsip dalam Pengambilan Keputusan yang Beretika
Prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etik dalam pengambilan
keputusan, yaitu:
a. Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist)
Adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya
keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan tersebut.
b. Prinsip non-konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist)
Terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan
keputusan etik dan berdasarkan alasan bukan akibat, antara lain:
4
- Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan kewajiban
untuk tidak saling melanggar hak orang lain.
- Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu, hak, kejujuran, dan
kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: keadilan distributif,
keadilan retributif, dan keadilan kompensatoris.
Keadilan distributif, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan
beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap
benefit.
Keadilan retributif, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan
hukuman atas kesalahan tindakan.
Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang
dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang
penebus kerugian.
Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka
etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari
semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan
etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan
serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good
conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan.
Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada
dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Tentu dalam hal ini, untuk
mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak,
baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak
saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan.
Untuk menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara
satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada
suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
5
1. Pengendalian diri
Artinya pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan
menggunakan keuntungan tersebut.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
"uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya
sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat
harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian
bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan
yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab
sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain-lain.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi
Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi,
tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi
golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi
informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-
kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis
dituntut tidak mengeksploitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin
6
tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang
merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi
lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang
dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Contohnya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit karena
persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "kata belece" dari "koneksi" serta
melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antar golongan pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust)
antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap
orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
10. Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan
kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan ke dalam hukum positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi peraturan
perundang-undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis
tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
7
Pelanggan menduduki posisi kunci untuk menjamin sukses setiap bisnis besar ataupun
kecil. “The customer is king” sebenarnya tidak merupakan slogan saja yang bermaksud
menarik sebanyak mungkin pembeli. Ungkapan ini sekaligus menunjukan tugas pokok bagi
produsen atau penyedia jasa yaitu mengupayakan kepuasan konsumen. Pelanggan adalah
raja dalam arti bahwa dialah yang harus dilayani dan dijadikan tujuan utama kegiatan
produsen. Tidak mengherankan, kalau Peter Drucker, perintis teori manajemen, menggaris
bawahi peranan sentral pelanggan atau konsumen dengan menandaskan bahwa maksud bisnis
bisa didefinisikan secara tepat sebagai “to create a customer”.
Bahwa konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja merupakan
tuntutan etis, melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis.
Sebagaimana halnya dengan banyak topik etika bisnis lainya, disinipun berlaku bahwa etika
dalam praktek bisnis sejalan dengan kesuksesan dalam bisnis. Perhatian untuk etika dengan
hubunganya dengan knsumen, harus di anggap penting demi kepentingan bisnis itu sendiri.
Perhatian untuk segi-segi etis dari relasi bisnis konsumen itu mendesak, karena posisi
konsumen sering kali agak lemah.
Walaupun konsumen digelari “raja”, pada kenyataanya ”kuasanya” sangat terbatas
karena berbagai alasan. Antara lain daya belinya tidak seperti dinginkan sehingga ia tidak
sanggup mengungkapkan preferensinya yang sesungguhnya. Apa yang pada kenyataanya
dibeli oleh konsumen, belum tentu sama dengan apa yang sebenarnya ingin dibelinya.
Berikutnya, pengetahuanya tentang produk atau jasa yang tersedia dipasaran tiap kali tidak
cukup untuk mengambil keputusan yang tepat. Hal ini berlaku secara khusus dalam situasi
pasar bebas yang modern, di mana ia bisa memilih antara aneka macam produk dan jasa yang
berbeda.
Konsumen tidak memiliki keahlian manupun waktu untuk menyelidiki tepat tidaknya mutu
dan harga dari begitu banyak produk yang ditawarkan. Dalam konteks modern, konsumen
justru mudah dipermainkan dan dijadikan korban manipulasi produsen. Karena itu bisnis
mempunyai kewajiban moral untuk melindungi konsumen dan menghindari terjadinya
kerugian baginya.
Hak-Hak Konsumen
Hak atas keamanan
Banyak produk mengandung risiko tertentu untuk konsumen, khususnya risiko untuk
kesehatan dan keselamatan. Konsumen berhak atas produk yang aman, artinya produk yang
tidak mempunyai kesalahan teknis atau kesalahan lainya yang bisa merugikan kesehatanya
8
atau bahkan membahayakan hidupnya. Bila sebuah produk pada hakekatnya selalu
mengandung risiko itu harus dibatasi sampai tingkat seminimal mungkin.
Hak atas informasi
Konsumen berhak mengetahui segala informasi yang relevan mengenai produk yang
dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu (bahan bakunya, umpamanya), maupun
bagaimana cara memakainya, maupun juga risiko yang menyertai pemakaianya. Hak ini
meliputi segala aspek pemasaran dan periklanan. Jika suatu produk diberi garansi untuk
jangka waktu tertentu, segala syarat dan konskuensinya harus di jelaskan secara lengkap.
Hak untuk memilih
Walaupun hak pertama dan kedua tadi bisa dianggap paling penting, masih ada hak lain yang
pantas dimiliki konsumen. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, dimana kompetisi merupakan
unsur hakiki, konsumen berhak untuk memilih antara berbagai produk dan jasa yang
ditawarkan. Kualitas dan produk bisa berbeda. Konsumen berhak untuk membandingkanya,
sebelum keputusan untuk membeli.
Hak untuk didengarkan
Karena konsumen adalah orang yang menggunakan produk atau jasa, ia berhak bahwa
keinginannya tentang produk atau jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan, terutama
keluhannya. Hal ini bahwa berarti juga bahwa konsumen harus dikonsultasikan, jika
pemerintah ingin membut peraturan atau undang-undang yang menyangkut produk atau jasa
tersebut.
Hak lingkungan hidup
Melalui produk yang digunakanya, konsumen memanfaatkan sumber daya alam. Ia berhak
bahwa produk dibuat demikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan
atau merugikan keberlanjutan proses-proses alam. Konsumen boleh menuntut bahwa dengan
memanfaatkan produk ia tidak akan mengurangi kualitas kehidupan di bumi ini. Dengan kata
lain, ia berhak bahwa produk itu ramah lingkungan.
Hak konsumen atas pendidikan
Tidak cukup, bila konsumen mempunyai hak, ia juga harus menyadari haknya. Bahkan
menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik atau
keluhanya bila haknya dilanggar. Karena itu konsumen mempunyai hak juga untuk secara
positif dididik ke arah itu. Terutama di sekolah dan melalui media massa, masyarakat harus
dipersiapkan menjadi konsumen yang kritis dan sadar akan haknya. Dengan itu ia sanggup
memberikan sumbangan yang berarti pada mutu kehidupan ekonomi dan mutu bisnis pada
umumnya.