Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

KEWIRAUSAHAAN
SEMESTER GENAP 2019/2020

ETIKA BISNIS

Disusun Oleh :
Kelompok : 9 Kelas : C

DINAR FERNANDA IRMADELA ; KETUA ;(2018210798)


DZANIA CHANDRA KIRANA ; ANGGOTA;(2018210796)
SANTY GALUH PRATIWI ; ANGGOTA;(2018210805)
HASAN IDU; ANGGOTA;(2018210815)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS


SURABAYA
2020
 PENGERTIAN MENURUT PARA AHLI
Menurut dua orang ahli strategi manajemen, Charles W. L. Hill dan
Gareth R Jones, etika bisnis adalah suatu ajaran untuk membedakan sesuatu
yang benar dan salah. Hal tersebut, dapat digunakan oleh pemimpin
perusahaan ketika melakukan pertimbangan, untuk mengambil keputusan
strategis, terkait dengan masalah moral yang kompleks.

 ETIKA BISNIS

Salah satu alasan ketika seseorang berminat untuk menjadi wirausaha


adalah karena mengejar kekayaan, sehingga berwirausaha diartikan sebagai
usaha untuk mencari uang dan cara cepat menjadi kaya. Padahal
kewirausahaan atau entrepreneurship tidak dapat dibangun dan dinikmati
hasilnya dalam waktu sekejap. Ketika hasil dari berwirausaha sangat cepat
terwujud, justru harus diperiksa kembali mengenai proses usahanya, apakah
sudah dilaksanakan sesuai standar, apakah hak dan kewajiban sudah
dipenuhi semua, dll.
Dalam menjalankan setiap usaha, seringkali terjadi konflik antara
kepentingan masyarakat dengan kepentingan wirausaha. Konflik atau
benturan tersebut sering disebabkan karena kurang seimbangnya antara hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam kegiatan wirausaha. Hal ini
berangkat dari keinginan untuk mendapatkan keuntungan dan kekayaan
secara cepat dan instan. Padahal wirausaha seharusnya melaksanakan usaha
yang bertanggung jawab, yaitu memberlakukan etika bisnis dalam kegiatan
usahanya. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar berbisnis dapat
dilakukan dengan etis adalah:
a.        Pengendalian diri
b.       Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
c.       Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing
oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
d.      Menciptakan persaingan yang sehat
e.       Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
f.       Mampu menyatakan yang benar itu benar
g.       Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat
dan golongan pengusaha ke bawah
h.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama
i.        Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa
yang telah disepakati
j.        Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum
positif yang berupa peraturan perundang-undangan

 PRINSIP- PRINSIP ETIKA BISNIS


Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori
yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception),
Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), yang
masing-masing dapat diuraikan berikut ini:

1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima


atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi
tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap
dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh.
'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang
atau barang, maupun pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana.
Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan
callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi
pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung
dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.

2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau


dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa
ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan
industri terhadap seorang individu.

3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang


disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.

4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang


bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa
persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau
konseptual.

5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak


adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh
ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk
memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang
beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.

Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang bertujuan


memberikanacuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk
mencapai tujuannya. Muslich (2004: 18-20) menyatakan bahwa prinsip-
prinsip etika bisnis meliputi:
a.       Prinsip ekonomi
Perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang
dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya dalam
menetapkan kebijakan perusahaan harus diarahkan pada upaya pengembangan
visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran, kesejahteraan para
pekerja, komunitas yang dihadapinya.
b.      Prinsip kejujuran
Kejujuran menjadi nilai yang paling mendasar dalammendukung
keberhasilan kinerja perusahaan. Dalam hubungannya dengan lingkungan bisnis,
kejujuran diorientasikan kepada seluruh pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis.
Dengan kejujuran yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka masyarakat yang ada
di sekitar lingkungan perusahaan akan menaruh kepercayaan yang tinggi bagi
perusahaan tersebut.
c.       Prinsip niat baik dan tidak berniat jahat
Prinsip ini terkait erat dengan kejujuran. Tindakan jahat tentutidak
membantu perusahaan dalam membangun kepercayaan masyarakat, justru
kejahatan dalam berbisnis akan menghancurkan perusahaan itu sendiri. Niatan
dari suatu tujuan terlihat cukuptransparan misi, visi dan tujuan yang ingin dicapai
dari suatuperusahaan. 
d.      Prinsip adil
Prinsip ini menganjurkan perusahaan untuk bersikap danberperilaku adil
kepada pihak-pihak bisnis yang terkait dengan sistem bisnis tersebut.

e.       Prinsip hormat pada diri sendiri


Prinsip hormat pada diri sendiri adalah cermin penghargaanyang positif
pada diri sendiri. Hal ini dimulai dengan penghargaan terhadap orang lain.
Menjaga nama baik merupakan pengakuan atas keberadaan perusahaan tersebut.

 PENTINGNYA ETIKA BISNIS


Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik
lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Perspektif Makro

Pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang


berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam
mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market
system untuk dapat efektif, yaitu:
1. Hak memiliki dan mengelola properti swasta
2. Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa
3. Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa.
Jika salah satu subsistem dalam market system melakukan perilaku yang tidak
etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat
pertumbuhan sistem secara makro. Pengaruh dari perilaku tidak etik pada
perspektif bisnis makro :
1. Penyogokan atau suap. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya
kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
2. Coercive act. Mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis
dengan ancaman atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak lain dalam
bisnis. 
3. Deceptive information
4. Pecurian dan penggelapan
5. Unfair discrimination.

2. Perspektif Bisnis Mikro


Dalam Iingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust.
Dalam Iingkup mikro terdapat rantai relasi di mana supplier,perusahaan,
konsumen, karyawan saling berhubungan kegiatan bisnis yang akan
berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya
untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari
hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan tolok
ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan
keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada
etika normatif.

 DORONGAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL


Pelaksanaan tanggung jawab sosial yang harus dilaksanakan oleh
seorang wirausaha menuntut diberlakukannya etika bisnis. Secara umum
dorongan pelaksanaan etika bisnis datang dari dalam dan dari luar.
Dorongan dari dalam, berarti keinginan melaksanakan etika bisnis yang
didasarkan pada rasa kemanusiaan. Sedangkan dorongan dari luar lebih
sering disebabkan karena paksaan ataupun permintaan dari lingkungan
masyarakat. Secara lebih rinci, Indriyo Gitosudarmo (1992) menjelaskan
beberapa faktor yang menjadi pendorong pelaksanaan etika bisnis, antara
lain:
1. Penerapan MOK (manajemen orientasi kemanusiaan)
Latar belakangnya adalah kegiatan dalam perusahaan yang kaku, dan
sangat birokratis. Selain itu hubungan perusahaan dengan pihak luar yang
kurang baik juga menjadi pendorong dilaksanakannya etika bisnis.
2. Ekologi dan gerakan pelestarian lingkungan
Kegiatan bisnis sering menimbulkan gangguan lingkungan. Dalam hal ini
masalah kerusakan lingkungan sering muncul disebabkan polusi yang
timbul dari kegiatan usaha, baik polusi udara, air, dan suara. Oleh karena
itu harus segera dilaksanakan etika bisnis yang bertanggung jawab.
3. Penghematan energy
Energi Sumber Daya Alam telah terkuras untuk kegiatan bisnis dan
semakin lama akan semakin menipis persediaannya, padahal dibutuhkan
waktu lama untuk memperbaharui sumber daya alam tersebut. Oleh karena
itu harus dilakukan penghematan-penghematan agar kondisi sumber daya
alam yang tersisa tidak semakin menipis dengan cepat. Maka harus
dilaksanakan etika bisnis dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber
daya alam.
4. Partisipasi pembangunan bangsa
Setiap tahun jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah banyak.
Demikian juga penduduk usia produktif juga semakin banyak. Penduduk
usia produktif ini berusaha untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi
mereka. Maka harus dicari solusi untuk mengatasi persoalan ini. Salah
satunya adalah menyeimbangkan penggunaan tenaga mesin dengan tenaga
manusia, sehingga tenaga kerja dapat lebih banyak terserap.
5. Gerakan konsumerisme
Masyarakat sebagai konsumen produk sering tidak diperhatikan hak-
haknya. Misalnya tidak diberikan informasi yang utuh mengenai produk,
kurang ditanggapi keluhannya, dll. Oleh karena itu kepedulian terhadap
konsumen perlu ditingkatkan. Dalam hal ini telah dibentuk YLKI atau
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang berfungsi membantu
konsumen memperoleh hak-haknya ketika mengkonsumsi sebuah produk.

 PENERAPAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL BISNIS


Sebuah perusahaan yang tumbuh menjadi besar seringkali justru dimulai
dari orang-orang yang sejak awal memegang teguh nilai-nilai moral dan
etika. Oleh karena itu etika bisnis yang bertanggung jawab seharusnya
diterapkan pada setiap usaha.
Adapun penerapan tanggung jawab sosial meliputi:

1. Hubungan antara bisnis dengan pelanggan atau konsumen


Penerapan etika bisnis dalam hubungannya dengan konsumen misalnya
memberikan promosi, menerapkan servis atau garansi, dan memberikan
informasi-informasi penting dan lengkap terkait dengan produk terutama
untuk produk yang dikonsumsi.

2. Hubungan dengan karyawan


Dalam hubungannya dengan karyawan, penerapan etika bisnis dilakukan
mulai dari proses penerimaan pegawai yang transparan, proses pelatihan
pegawai, kenaikan pangkat dan promosi yang dilakukan, penurunan
pangkat, transfer karyawan, dan bahkan pemecatan karyawan. Pengambilan
keputusan terhadap proses-proses tersebut harus dilaksanakan sesuai
prosedur, dengan pertimbangan dan alasan yang masuk akal.

3. Hubungan antar bisnis


Dalam hal ini adalah penerapan etika bisnis dalam hubungannya dengan
pesaing. Misalnya tidak membuat iklan atau promosi yang dapat
menjatuhkan pesaing, tidak menjelekkan produk pesaing, dll.
4. Hubungan dengan investor
Etika bisnis dalam hubungannya dengan investor, terutama terlihat pada
perusahaan yang telah “Go Public”, yaitu berupa pemberian informasi yang
jelas dan jujur mengenai kondisi atau keadaan perusahaan.

5. Hubungan dengan lembaga keuangan


Dalam hal ini etika bisnis dengan lembaga pemerintah, terutama hubungan
dengan kantor pajak, dalam hal kewajiban pembayaran pajak.

 PELANGGARAN ETIKA BISNIS

Akibat dari tidak tercapainya tujuan etika bisnis atau tidak bisa
dijalankannya aturan-aturan yang merupakan prinsip-prinsip dalam etika
bisnis oleh sebuah perusahaan adalah terjadinya pelanggaran etika.

Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia


merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah
pada kasus Ajinomoto. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa
pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase),
mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang
merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine
yang berasal dari pankreas babi.

Kasus lainnya, terjadi pada produk minuman berenergi Kratingdeng


yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang
diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. ”Oleh karena itu
perilaku etis perlu dibudayakan melalui proses internalisasi budaya
secara top down agar perusahaan tetap survive dan dapat meningkatkan
kinerja keuangannya,”.

            Pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap


orientasi strategik secara simultan sebesar 65%. Secara parsial pengaruh
budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik masing-
masing sebesar 26,01% dan 32,49%. Hal ini mengindikasikan bahwa
komninasi penerapan etika dan budaya dapat meningkatkan pengaruh
terhadap orientasi strategik. ”Hendaknya perusahaan membudayakan etika
bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Salah satu
persyaratan bagi penerapan orientasi strategik yang inovatif, proaktif, dan
berani dalam mengambil risiko adalah budaya perusahaan yang
mendukung,”.

Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau
semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan.
Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila
ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran
kepada yang bersangkutan.

Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan


budaya transparansi antara lain:

 Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah


lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik
institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus,
tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat.
 Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan
berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.
 Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.
 Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku
organisasi.
 KENDALA-KENDALA DALAM MENUJU PENCAPAIAN TUJUAN
ETIKA BISNIS

Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan


dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut
beberapa kendala tersebut yaitu:

1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.

Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan


pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan
dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran,
timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.

2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.

Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara


nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan
tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang
dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar
perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan
masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi
akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.

3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.

Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan


oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan
di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit
politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak
jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna
memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum.

Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas


berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini
mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-
norma etika.

5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk


menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.

Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya


belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik
bisnis dan manajemen.

Anda mungkin juga menyukai