Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Modul 7
BUSSINESS ETHICS
& GCG
Materi: PENGELOLAAN ETIKA
BISNIS

Disusun Oleh
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Dr. Nina Nurani., S.H., M.Si dan
Tim

07
Fak Ekonomi & S1 Manajemen 1902510020
Bisni

Abstract Kompetensi
Materi perkuliahan ke-7 membahas bisnis Mahasiswa mampu memahamai bisnis
dalam konteks moral ode etik perusahaan dalam konteks moral ode etik perusahaan
Good ethics, good business , aplikasi yang Good ethics, good business , aplikasi yang
nyata dari konsep etika bisnis yang telah nyata dari konsep etika bisnis yang telah
dipelajari. dipelajari serta Implementasi Etika Bisnis
(Good ethics Good business)
A. Bisnis Dalam Konteks Moral
Hubungan bisnis dan moral adalah suatu kenyataan yang dialami setiap hari. Pelaku
bisnis yang tidak bermoral masih banyak, tetapi orang jahat ditemukan pula dimana-mana,
bukan hanya dalam sektor bisnis. Jadi pendapat yang menyatakan bahwa seseorang tidak
bermoral karena pelaku bisnis sangat keliru. Bisnis sangat erat hubungan-nya dengan
moral, bahkan tak terpisahkan dari moral. Aspek yang menyingkap landasan moral bisnis
sebagai berikut:

a. Bisnis Dengan Latar Belakang Moral


Bisnis adalah bagian penting dari masyarakat. Secara sadar dan berbagai cara
manusia terlibat dalam pembelian barang-barang dan jasa yang dibutuhkan untuk
memberikan kepuasan bagi hidupnya. Oleh karena itu bisnis merupakan bagian yang
integral dari masyarakat. Bisnis adalah kegiatan manusia dan karena itu harus dapat dinilai
dari sudut moral. Bisnis mempunyai latarbelakang moral..
Contohnya: pimpinan perusahaan mengharapkan pegawai tidak melakukan
korupsi. Karena korupsi adalah tindakan amoral.
Di dalam dunia bisnis diharapkan saling menghormati antara pembeli dan penjual.
Misalnya barang yang dibeli harus sesuai dengan apa yang ditawar-kannya, kualitasnya,
juga harganya. Demikian pula sesorang bekerja pada perusahaan harus dihargai
pekerjaannya, dan sesuai dengan gaji yang diterimanya.mTujuan etika bisnis bukan
mengubah keyakinan moral seseorang, melainkan untuk meningkatkan keyakinan itu
sehingga orang percaya pada diri sendiri dan akan memberlakukannya di bidang bisnis.
 
b. Bisnis Demi Bisnis
Salah satu ucapan populer : “bisnis adalah bisnis”. Sasaran bisnis bukanlah
pemerintahan atau juga lembaga sosial, dan juga bukan moral. Lalu, sasaran bisnis itu apa?
Siapa yang akan menentukannya?
Asal mula bisnis adalah sederhana sekali, orang menginginkan tersedianya barang
untuk memuaskan kebutuhannya. Tantangan ini menarik bagi jiwa pengusaha. Meski ada
yang berhasil (karena menguntungkan), dan juga yang gagal (karena rugi).
Sasaran bisnis ditetapkan oleh anggota masyarakat. Penetapan yang mana boleh
dan mana yang tidak boleh dilakukan bukan berlaku secara abadi dan menyeluruh.
2
Demikian juga dengan peraturan yang ada. Mandat bisnis itu sendiri memberi kelayakan
kepada bisnis itu. Pembatasan ini tidak ditentukan oleh bisnis atau pelaku bisnis, walau
pelaku bisnis seolah-olah yang menentukannya. Pembatasan serta syarat bisnis dikenakan
seiring dengan tuntutan moral.
Pengadaan bisnis itu sendiri sudah merupakan putusan moral yang ditentukan
secara sosial. Etika bisnis dapat membantu menjernihkan bahwa berbisnis harus
berdasarkan moral.

c. Bisnis Dengan Hukum


Bisnis adalah kegiatan masyarakat. Mandat dan batas-batasnya ditentukan oleh
masyarakat. Batas ini bersifat moral, namun seringkali tercantum dalam undang undang
atau peraturan daerah.
Taat hukum bagi para pelaku bisnis adalah identik dengan memenuhi kewajiban
sosial. Akibatnya, pelaku bisnis merasa bahwa moral adalah bersifat perorangan, yang
berbeda dari orang ke orang dan dari kelompok ke kelompok.
Banyak peraturan hukum melarang praktek-praktek yang tidak bermoral, misalnya:
membunuh, mencuri, menipu dan lain lain . Dengan demikian sanksi moral harus ditambah
dengan sanksi hukum.
Oleh sebab itu suatu perilaku yang dilindungi hukum baru dapat dikenai sanksi
apabila dapat dibuktikan, bahwa perilaku itu tidak bermoral dan dianggap berbahaya bagi
masyarakat. Namun tidak semua hukum dapat dipertahankan secara otomatis sebagai
bermoral. Hukum bisa juga digunakan untuk melindungi praktek diskriminasi, dan ini tidak
bermoral. Tidak semua perilaku tidak bermoral dapat dijadikan ilegal, misalnya: seseorang
tidak bermoral karena ia berbohong, namun ini bukan berarti bahwa semua perbuatan
berbohong dapat dibuat ilegal. Alasannya, adalah hukum semacam itu mustahil dapat
dilaksanakan.

d. Nilai-Nilai Bisnis
Mandat sosial untuk bisnis tidak hanya dalam hukum. Keinginan masyarakat akan
persediaan banyak dan berkualitas tinggi dengan harga rendah pada hakikatnya adalah
suatu mandat sosial. Terkait tuntutan dari berbagai arah dan bisnis tidak dapat menjawab
secara keseluruhan. Seringkali para pelaku bisnis tidak tahu bagaimana harus menjawab
tuntutan yang saling berlawanan, karena kecenderungan peraturan hukum tak selalu
menjadi landsannya. seringkali pelaku bisnis memilih pura-pura tidak tahu terhadap latar
belakang moral ditempat mana pelaku bisnis tersebut beroperasi.
Hukum sebagai pertahanan terakhir terhadap segala tuntutan moral sering kali
3
bukan menggambarkan itikad buruk untuk tidak bermoral. Ketiadaan struktur intern dalam
perusahaan untuk dapat menanggapi pertimbangan2, baik dari segi moral maupun dari segi
keluarga, serta tidak ada keyakinan kemampuan menjalankan bisnis dengan penalaran
moral yang berlangsung dalam masyarakat. Struktur bisnis pada umumnya tidak serasi
untuk menangani tuntutan moral selain laba rugi.

e. Bisnis Kaitannya Dengan Masalah Pemilikan


Pemilikan pribadi adalah kapitalisme atau sistem perusahaan bebas (free enterprise
system). Pemilikan kolektif merupakan sistem ekonomi sosialis. Namun apa yang diartikan
pemilikan? Apakah yang membuat sesuatu itu menjadi milik pribadi? Pertanyaan tersebut
bukanlah masalah ekonomi. secara legal, harta didefinisikan dalam rumusan hak.
Jika seseorang memiliki suatu barang maka ia berhak menggunakan,
menghancurkan, menjual atau melindunginya dari pengambilan atau penggunaan oleh
orang lain. Namun hak dapat bersifat moral maupun legal. Untuk menghasilkan sesuatu,
manusia membutuhkan bahan mentah yang dapat diolah. Timbul pertanyaan, siapakah
pemilik sumber alam ?
Dahulu, nenek moyang kita berpendapat, bahwa setiap orang dapat
mempergunakan pemberian alam. Dia menjadi pemilik, apabila dapat mengerjakannya.
Demikian juga orang dapat menuntut hak atas SDA tertentu atas dasar, kebetulan ia
lahir di tempat yang ada sumber tsb. Lalu bagaimana jika tempat yang gersang dihuni orang
apakah ia hidup dengan kemiskinannya? Sekarang, dapatkah seseorang memberi
penalaran bahwa sumber sumber alam dunia adalah untuk seluruh umat manusia.

B. Pengelolaan Perusahaan yang baik, Etika Menciptakan Reputasi Perusahaan


Yang Baik dan Laba dan Kode Etik Perusahaan

a. Pengelolaan Perusahaan Yang Baik


Perusahaan senantiasa berusaha menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik,
mencakup azas transparancy, accountability, responsibility, independency dan fairness,
secara seimbang dengan pembangunan nilai-nilai dan budaya perusahaan yang tertuang
dalam rumusan kode etik serta budaya perusahaan.
Dikaitkan dengan persaingan bisnis yang semakin ketat menyebabkan para
pengusaha berusaha mengikuti laju praktek bisnis pesaing dan melakukan berbagai upaya
untuk meraih market share, terkadang mereka menggunakan jalan singkat untuk meraup
keuntungan dengan mengabaikan tanggung jawab sosial dan etika bisnis, seperti merusak
lingkungan hidup, melakukan korupsi (suap atau penggelapan pajak), merampas hak-hak
kemanusiaan (diskriminasi) dan praktek child labor atau perbudakan (Lasserre, 2003:398). 4
Dengan menipu dan melakukan praktek kurang etis, keuntungan memang bisa diraih
untuk sementara waktu, tetapi sekaligus berfungsi sebagai bom waktu yang akan
menghancurkan perusahaan pada jangka panjang (Bertens, 2000:387). Perilaku kurang etis
juga akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat yang akan sangat
kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar atau larangan
beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan
(Santosa, 2007:2). Berikut contoh tindakan perusahaan yang tidak beretikar antara lain:

Less Cost, High Profit


Pada tahun 90an, Nike pernah diboikot di beberapa negara akibat mempekerjakan
anak-anak Asia (terutama India, Pakistan, Bangladesh dan Indonesia) yang berusia 10-14
tahun di lingkungan pabrik yang tidak sehat -penuh dengan bau lem yang menyengat,
selama 70 jam seminggu dengan upah yang sangat rendah (Joseph, 1996). Produk yang
dihasilkan anak-anak Asia tersebut, kemudian dijual dengan harga mahal di negara barat.
Hal ini menunjukkan bahwa Nike hanya mementingkan laba semata.
Eksploitasi
Tindakan yang tak beretika adalah eksploitasi berlebih, yang seringkali terjadi di
Indonesia. Seperti melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo akibat
eksploitasi gas PT Lapindo Brantas sejak 29 Mei 2006 (Pin, 2006) yang merugikan
penduduk sekitar -baik secara moril maupun materiil. Kemudian yang juga sangat
memprihatinkan adalah pengusaha kayu yang melakukan penebangan hutan besar-besaran
untuk menuai kayu gelondongan.

Etika Menciptakan Reputasi Yang Baik Dan Laba


Secara ekonomi, bisnis adalah baik, kalau menghasilkan laba. Sedangkan secara
etika, bisnis adalah baik bila dilakukan sesuai dengan hati nurani, berdasar kaidah emas
dan terdapat penilaian dari masyarakat umum atau audit sosial (transparansi, keterbukaan,
tidak ada yang disembunyikan). Kaidah emas merupakan anjuran dari filsuf Immanuel Kant,
“hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri ingin diperlakukan”
(Bertens, 2000:27-32).
Etika bisnis dirasa penting, karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh
dan memiliki daya saing yang tinggi, serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai
(value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari
perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung
oleh budaya perusahaan yang andal, serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen. (Santosa, 2007:2) 5
Beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara
etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, berbisnis di jalan
lurus, peduli pada lingkungan dan komunitas -dapat menciptakan reputasi baik perusahaan
di mata konsumen atau pasar (domestik bahkan global) dan ini merupakan sebuah daya
saing yang sulit ditiru (Pin, 2006). Dengan beretika, reputasi lokal bisa berkembang menjadi
reputasi nasional dan reputasi nasional menjadi reputasi internasional dan hal ini juga bisa
meningkatkan laba perusahaan.
Contohnya adalah produk China yang pernah menggemparkan dunia dengan kasus
lead paint pada boneka Barbie dan heboh kasus formalin pada makanan ringan buatan
China yang beredar di Indonesia. Ironisnya, produk-produk buatan China yang bermasalah
tersebut telah lama akrab dikonsumsi masyarakat. Tentunya timbul kekhawatiran konsumen
seberapa banyak kadar racun yang telah mengendap dalam tubuh, bagaimana efeknya
terhadap kesehatan mereka di kemudian hari, karena produsen tidak peduli terhadap
kesehatan konsumennya, produsen tidak bertanggung jawab dalam mencari untung.
Akhirnya timbul ketakutan dan trauma terhadap produk China, orang menghindari produk
buatan China karena imej yang terlanjur buruk. Bahkan sekelompok masyarakat akan
melakukan boikot dan tuntutan hukum. Kondisi ini akan memukul balik industri China karena
beberapa produsen yang tidak bertanggung jawab menghalalkan segala cara untuk meraup
keuntungan, membuat keseluruhan industri China mendapat citra buruk di mata dunia
(Lilyani, 2007:7). Di sini dapat dikatakan bahwa reputasi yang buruk, membuat masyarakat
dunia telah kehilangan rasa percaya pada produk China. Oleh karena itu dibutuhkan
adanya landasan moral sebagai berikut :
Integritas Sebagai Pondasi Dasar
“Integrity is telling myself the truth. And honesty is telling the truth to other people”
(Spencer Johnson)
Menurut Rudito dan Famiola (2007:66), dari sekian banyak faktor etika yang telah
dipertanyakan kepada para pemimpin perusahaan -kejujuran adalah tiang utamanya. Jujur
dapat diartikan dengan dapat dipercaya (integritas). Tocqueville (1831) dalam Rudito dan
Famiola (2007:66) mengatakan bahwa integritas dan tingkah laku yang berkenaan dengan
etika harus menjadi landasan dalam hidup personal dan profesional. Jon M Huntsman
(2005) dalam Pin (2006) menambahkan bahwa kunci utama kesuksesan adalah reputasinya
sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain

6
Banyak pandangan menyebutkan dengan membangun kepercayaan, diyakini bahwa
suatu perusahaan sudah pasti berperilaku etis. Walaupun sebenarnya perilaku beretika tidak
cukup hanya dengan meningkatnya kepercayaan. Namun kepercayaan bisa diangkat
sebagai poin dasar yang banyak dijadikan sebagai indikator bahwa suatu perusahaan bisa
dianggap beretika atau tidak. Steiner (2006) dalam Rudito dan Famiola (2007:67)
menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi bagaimana menjadi bisnis terpercaya
dan beretika, yaitu kepemimpinan, strategi dan performasi, budaya perusahaan, dan
karakter individual.

Kepemimpinan
Peran manajerial dalam menjalankan suatu perusahaan adalah sangat sentral, sebab para
manajerlah yang mengambil keputusan penting dalam menjalankan seluruh aktivitas
perusahaan. Kepemimpinan yang beretika menggabungkan antara pengambilan keputusan
dan perilaku yang beretika. Michelli (2007:178-183) mengatakan bahwa tindakan manajer
mengandung dampak yang besar sekali terhadap individu dan masyarakat. Badaracco
(2003:151) menambahkan bahwa untuk sukses, pemimpin harus menegoisasikan visi etika
mereka dengan shareholder, customer, employees dan pihak-pihak terkait lainnya atau yang
disebut sebagai stakeholder seperti dalam gambar tersbut di atas.

Dalam perspektif sebuah perusahaan, etika memiliki hubungan yang dekat dengan trust
bagi dan terhadap stakeholder-nya, karena itu pemimpin perlu mempertimbangkan
7
kepentingan para stakeholder. Seperti memperhatikan kesejahteraan karyawan,
menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat, mempromosikan kesempatan yang sama
bagi karyawan di setiap tingkatan, menghindari perilaku diskriminasi (gender, ras, agama),
tidak mengeksploitasi anak-anak, tidak melakukan pelecehan fisik dan seksual. Perusahaan
juga harus peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat di sekitar pabrik dan lain
sebagainya.

Strategi dan Performasi

Sebuah fungsi penting dari manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi
tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan
terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya dari berbagai
kompromi etika. Sebuah perusahaan yang buruk akan memiliki kesulitan besar untuk
menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika.
Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan
seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara
yang jujur.
Salah satu contoh faktor strategi dan performasi yang dapat mempengaruhi
bagaimana menjadi bisnis terpercaya dan beretika adalah kisah Anita Roddick pendiri The
Body Shop, perusahaan yang terkenal akan kepeduliannya terhadap lingkungan. Awalnya,
Anita yang tidak punya cukup modal, membuat produk kosmetik menggunakan bahan-
bahan lazim yang mudah didapat, lalu dikemas dalam wadah plastik kecil daur ulang. Tak
ada yang menonjol dalam produksinya. Yang istimewa adalah upaya yang dilakukan Anita
mengubah kelemahan menjadi kekuatan pemasaran. Karena bahan-bahannya bukan
sesuatu yang baru, produk kosmetik sederhana itu tidak memerlukan uji apa pun. Anita
menutupi “keterbelakangan” produknya dengan kampanye anti-animal testing. Lalu,
ketidakmampuannya membeli kemasan “wah”, dipulas dengan kampanye cinta lingkungan
(yakni penggunaan botol bekas atau produk yang dibeli konsumen tidak diberi kantong
plastik dengan alasan mengurangi penimbunan sampah). Tak mampu menyewa lokasi yang
eksklusif, Anita mengambil lokasi di antara dua funeral parlor. Dinding toko dicat warna hijau
untuk menyembunyikan noda karena rembesan air, tapi warna hijau ini diasosiasikan
sebagai warna cinta lingkungan.

Budaya Perusahaan

Budaya perusahaan adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah
8
laku yang menjadi karakteristik suatu perusahaan. Setiap budaya perusahaan akan memiliki
dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi
juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi
perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercaya sebagai suatu perilaku, yang bisa
ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas. Budaya-budaya
perusahaan membantu terbentuknya nilai dan moral di tempat kerja, juga moral yang
dipakai untuk melayani para stakeholder-nya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat
dijadikan salah satu cara untuk membangun budaya perusahaan yang baik. Hal ini juga
sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan. (Rudito dan Famiola, 2007:71)

Budaya meletakkan kiprah moral dalam suatu organisasi, dan budaya hadir dari atas ke
bawah (Al Gini dalam Vanasco, 2008). Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering
kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode
etik di masing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika
bisnis yakni mengkodifikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis bersama-sama
budaya perusahaan, ke dalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk
dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan
bisnis. (Santosa, 2007)

C. Kode Etik Perusahaan


Pengertian Kode Etik (Patrick Murphy) atau kadang -kadang disebut code of conduct atau
code of ethical conduct adalah hal yang menyangkut kebijakan etis perusahaan
berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (mungkin pernah timbul dimasa lalu),
seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan pemasok, menerima
hadiah,sumbangan dan sebagainya.
 
Latar belakang pembuatan Kode Etik adalah sebagai cara ampuh untuk melembagakan
etika dalam struktur dan kegiatan perusahaan. Bila Perusahaan memiliki Kode Etik sendiri,
maka perushaan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan perusahaan yang
tidak memilikinya
 
Manfaat Kode Etik Perusahaan adalah sebagai berikut:
 
Kode Etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan
sebagai corporate culture. Hal ini terutama penting bagi perusahaan besar yang
karyawannya tidak semuanya saling mengenal satu sama lainnya. Dengan adanya kode
etik, secara intern semua karyawan terikat dengan standard etis yang sama, sehingga akan
mengambil kebijakan/keputusan yang sama terhadap kasus sejenis yang timbul. 9
Kode Etik, dapat membantu menghilangkan “grey area” (kawasan kelabu) dibidang etika.
(penerimaan komisi, penggunaan tenaga kerja anak, kewajiban perusahaan dalam
melindungi lingkungan hidup).
Kode etik menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.
Kode Etik, menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya, kemungkinan
untuk mengatur diri sendiri (self regulation). mengikat manusia, sehingga tidak ada
seorangpun yang bisa melepaskan diri dari padanya

D. Good Ethics and Good Business

Dalam dunia bisnis terkini telah terbentuk sikap positip tentang paham etika yang tidak
dikkontradiktifkan dengan bisnis. Sudah tertanam kesadaran bahwa bisnis harus berlaku
etis demi kepentingan bsinis itu sendiri. terdengar semboyan seperti Ethics pay ( etika
membawa untung ), good business is ethical business, corporate ethics ; a prime business
asset.
Pada sampul buku populer tentang etika bisnis yang ditulis oleh Kenneth Blanchard dan
Norman Vincent Peale terlulis Integrity pays! You don’t have to cheat to win. ( Integritas
moral membawa untung ). Tidak perlu Anda menipu untuk menang. Dalam kode etiknya
atau dengan cara lain, kini banyak perusahaan mengakui pentingmya etika untuk
bisnisnya.
Secara empirik menunjukan bahwa perusahaan yang mempunyai standar etis tinggi
tergolong perusahaan yang sukses. Mark Pastin menyusun daftar 25 perusahaan yang
high ethics-high profit. dan beberapa studi lain memperlihatkan perkaitan positif antara
perhatian untuk etika dan keuntungan finansial. Dengan demikian dapat dibuktikan
bahwa bisnis itu sukses karena etikanya baik. Pada opik topik kusus sebelumnya sering
ditekankan bahwa tuntutan etis sejalan dengan sukses dalam bisnis. Hal ini berlaku
khususnya untuk bisnis jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Manuel G Velaquez, 2003, Concept and Cases, Prentice Hall Inc
2. Sonny Keraf, 1999, Etika binsis, penerbit Kanisius
3. K. Bertens, 2003, Etika Bisnis
4. Joseph W Weiss, 2001, Business Ethics : A Managerial, Stakerholder Approach,
Belmont Wadswotch Pub.com.
5. http://awal-friend.blogspot.co.id/2012/09/pengelolaan-perusahaan-yang-baik.html
6. http://spkp.inaport1.co.id/?p=29 10
7. https://agneskurniawan.wordpress.com/2008/11/23/good-business-good-ethics-
good-indonesia
8. http://dokumen.tips/documents/kode-etik-perusahaan-55938808e1ce2.html

11

Anda mungkin juga menyukai