Anda di halaman 1dari 3

Rumusan Masalah : Bagaimanakah kebenaran bahwa prinsip dan aturan dalam bisnis

begitu berbeda dari prinsip dan aturan moral yang dikenal dalam
masyarakat?
Pembahasan :

Mitos Bisnis Amoral

Bisnis adalah bisnis. Beberapa ungkapan yang sering terdengar yang menggambarkan
hubungan antara bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain. Itulah ungkapan
yang dikemukakan oleh De George yang disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral. Ungkapan
tersebut menggambarkan dengan jelas anggapan atau keyakinan orang bisnis, sejauh mereka
menerima mitos seperti itu tentang dirinya , kegiatannya, dan lingkungan kerjanya. Secara lebih
tepat, mitos bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas
atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis dan etika adalah dua hal yang sangat berbeda
dan tidak boleh dicampuradukkan.

Menurut mitos ini, karena kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnis sebaik mungkin
untuk mndapat keuntungan, maka yang menjadi pusat perhatian orang bisnis adalah bagaimana
memproduksi, mengedarkan,menjual,dan membeli suatu barang dengan memperoleh
keuntungan. Tujuan satu-satunya adalah mendatangkan keuntungan yang sebesar besarnya.

Jadi Mitos Bisnis Amoral itu adalah mitos atau ungkapan yang menggambarkan bahwa
antara bisnis dengan moralitas atau etika tidak ada hubungan nya sama sekali. Namun mitos ini
tidak sepenuhnya benar. Bisa dikatakan demikian, karena bagi pebisnis yang menginginkan
bisnis nya lancer dan tahan lama, segi materi itu tidaklah cukup untuk menjaga suatu bisnis
tersebut. Dibutuhkan suatu pengetahuan, pengalaman yang luas untuk dapat memperoleh atau
meraih tujuan tersebut. Beberapa perusahaan ternyata bisa berhasil karena memegang teguh kode
etis dan komitmen moral tertentu. Bisnis juga bagian dari aktivitas yang penting dari masyarakat,
sehingga norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku dimasyarakat ikut dibawa serta dalam
kegiatan bisnis dan dan harus dibedakan antara legalitas dan moralitas dunia bisnis yang ketat.
Perusahaan dapat mengutamakan etika bisnis, yaitu pelaku bisnis dituntut menjadi orang
yang profesional di bidang usahanya. Yang meliputi kinerja di dalam bisnis, manajemen, kondisi
keuangan perusahaan, kinerja etis, dan etos bisnis yang baik. Perusahaan dapat mengetahui
bahwa konsumen adalah raja, dengan ini pihak perusahaan dapat menjaga kepercayaan
konsumen, meneliti lebih lanjut lagi terhadap selera dan kemauan konsumenserta menunjukksn
citra (image) bisnis yang etis dan baik. Peran pemerintah yang menjamin kepentingan antara hak
dan kewajiban bagi semua pihak yang ada dalam pasar terbuka, dengan ini perusahaan harus
menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis. Perusahaan modern menyadari bahwa karyawan
bukanlah tenaga yang harus di eksploitasi demi mencapai keuntungan perusahaan.
Jadi dengan demikian bisa disimpulkan bahwa :

Pertama, bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai
semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat.Tidak sepenuhnya bisnis sama
dengan judi atau permainan. Dalam bisnis orang dituntut untuk berani bertaruh, berani
mengambi resiko, berani berspekulasi, dan berani mengambil langkah atau strategi tertentu untuk
bisa berhasil. Namun tidak bisa disangkal juga bahwa yang dipertaruhkan dalam bisnis tidak
hanya menyangkut barang atau material. Dalam bisnis orang mempertaruhkan dirinya, nama
baiknya, seluruh hidupnya, keluarga, hidup serta nasib manusia pada umumnya. Maka dalam
bisnis orang bisnis tidaka sekedar main-main, kalaupun itu adalah permainan, ini sebuah
permainan penuh perhitungan.Karena itu orang bisnis memang perlu menerapkan cara dan
strategi yang tepat untuk bisa berhasil karena taruhan yang besar tadi.dan harus diperhitungkan
secara matang sehingga tidak sampai merugikan orang atau pihak lain dan agar pada akhirnya
juga tidak sampai merugikan dirinya sendiri.

Kedua, dunia bisnis mempunyai aturan main sendiri yang berbeda sama sekali dari aturan
yang berlaku dalam kehidupan social pada umumnya. Bisnis adalah fenomena modern yang
tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Bisnis terjadi dan berlangsung dalam dalam masyarakat.
Itu artinya norma atau nilai yang dianggap yang dianggap baik dan berlaku dalam kehidupan
pada umumnya mau tidak mau dibawa serta dalam kegiatan dan kehidupan bisnis seorang pelaku
bisnis sebagai manusia.
Ketiga, harus dapat membedakan antara Legalitas dan Moralitas. Legalitas dan Moralitas
berkaitan satu sama lain tapi tidak identik. Hukum memang mengandalkan Leglitas dan
Moralitas, tetapi tidak semua hukum dengan Legalitas yang baik ada unsur Moralitas nya.
Contohnya praktek monopoli. Maka monopoli adalah praktek yang secara legal diterima dan
dibenarkan, secara moral praktek ini harus ditentang dan dikutuk, dan memang ditentang dan
dikutuk oleh masyarakat sebagai praktek yang tidak adil, tidak fair, dan tidak etis. Orang bisnis
juga menentang praktek tersebut. Ini menunjukkan bahwa orang bisnis pun sadar dan menuntut
perlunya praktek bisnis yang etis, terlepas dari apakah praktek itu didasarkan pada aturan hukum
bisnis atau tidak.

Keempat, etika harus dibedakan melalui ilmu empiris. Ilmu empiris diibaratkan ilmu
pasti seperti matematika, suatu kenyataan bisa dijadikan patokan dalam pembuatan keputusan
selanjutnya. Namun lain halnya dengan etika. Etika memang melihat kenyataan sebagai
pengambilan keputusan dan perbedaan nya terletak pada unsure-unsur pertimbangan lain dalam
pengambilan keputusan.

Kelima, gerakan dan aksi seperti lingkungan hidup, konsumen, buruh, wanita, dan
semacamnya dengan jelas menunjukkan bahwa masyarkat tetap mengharapkan agar bisnis
dijalankan secara etis dengan memperhatikan masalah lingkungan hidup, hak konsumen, hak
buruh, hak wanita. Dan sebagai manusia yang bermoral, para pelaku bisnis juga sesungguhnya
tidak mau merugikan masyarakat atau konsumen sebagaimana dia sendiri sebagai konsumen
tidak ingin dirugikan oleh produsen manapun.

Maka ini semua berarti omong kosong jika dikatakan bisnis tidak punya sangkut pautnya dengan
etika.

Anda mungkin juga menyukai