Anda di halaman 1dari 17

KASUS KORUPSI YANG DITANGANI KPK:

KASUS E-KTP

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI

KELOMPOK 1

AJENG LOSHITA SARI 2106671832


AMIRULLOH DWI FEBRIYANTO 2106671845
CINDY THERESIA BR. MANURUNG 2106671920
M DHIKA ADITYA SUBARKAH 2106672160
SATRIA BAGUS WIJAYANA 2106792796

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS INDONESIA

2022
DAFTAR ISI

Daftar Isi...........................................................................................................................i
Daftar Gambar................................................................................................................ii
I. Kronologi Kasus......................................................................................................1
II. Jenis Fraud yang Dilakukan dan Modus Operandi.............................................4
III. Investigasi yang Dilakukan KPK........................................................................9
IV. Besaran Kerugian Negara.................................................................................11
V. Hukuman yang Diterima Pelaku.........................................................................13
Daftar Pustaka...............................................................................................................15

i
DAFTAR GAMBAR

No table of figures entries found.

ii
I. KRONOLOGI KASUS

Tujuan Proyek e-KTP


E-KTP Merupakan program nasional pemerintah dalam usaha memperbaiki sistem data
kependudukan di Indonesia dengan tujuan untuk:
· Menghindari KTP Ganda atau KTP Palsu dan memudahkan dalam melakukan
validasi data kependudukan dalam pelayanan publik
· Membantu penegak hukum dalam melacak identitas seseorang yang melakukan
kejahatan.
· Menjamin keakuratan data dalam pemilihan umum.
· Merupakan langkah strategis dalam mencegah tidak pidana korupsi, pencucian
uang dan penggelapan asset dalam rangka pemberantasan korupsi.
Kronologis Kasus Korupsi
· Kasus ini berawal saat Kemendagri di tahun 2009 merencanakan mengajukan
anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
(SIAP) dimana salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan
(NIK)
· Lelang proyek e-KTP ini dimulai sejak tahun 2011 dan banyak masalah yang
terjadi karena diindikasikan banyak terjadi penggelembungan dana.
· Kasus Korupsi proyek e-KTP ini terendus akibat kicauan mantan Bendahara
Umum Partai Demokrat, Mohammad Nazaruddin.
· Korupsi dimulai setelah rapat pembahasan anggaran pada bulan Februari 2010.
Saat itu, Irman yang pada saat itu masih menjabat sebagai Direktur Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri dimintai sejumlah uang oleh ketua
Komisi II DPR Burhanudin Napitupulu. Permintaan uang itu bertujuan agar
usulan anggaran proyek e-KTP yang diajukan Kemendagri disetujui oleh Komisi
II DPR.
· Irman kemudian menyetujui permintaan tersebut dan menyatakan bahwa
pemberian fee kepada anggota DPR akan diselesaikan oleh Andi Agustinus alias
Andi Narogong. Irman bekerjasama dengan Andi Narogong agar perusahaan
Andi dimenangkan dalam tender proyek e-KTP

1
· Andi dan Irman meminta bantuan Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai
ketua Fraksi Golkar. Mereka berharap agar Novanto dapat mendukung dalam
penentuan anggaran proyek ini.
· DPR melakukan pembahasan RAPBN 2011 terkait proyek e-KTP. Andi bertemu
berkali-kali dengan Setya Novanto, Nazaruddin dan Anas Urbaningrum. Dari
beberapa kali pertemuan, disepakati anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9
triliun. Sebanyak 51% dari total anggaran akan digunakan untuk belanja modal
atau belanja rill proyek dan sisanya 49 % akan dibagi – bagi kepada pihak
terkait.
· Dalam proses pengadaan barang, Sugiharto diangkat oleh Irman sebagai Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK). Pada pelaksanaan pengadaan, Sugiharto menetapkan
dan menyetujui harga perkiraan sendiri (HPS) yang telah digelembungkan.
Keterlibatan Setya Novanto
· Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor pada tanggal
17 Juli 2017, Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran
e-KTP yang mencapai 5,9 triliun. Novanto sempat membantah dan mengelak. Ia
bahkan mengajukan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka.
Setyanovanto sempat memenangkan praperadilan.
· Pada bulan September 2017, KPK memanggil kembali Novanto untuk diperiksa
sebagai tersangka. Saat itu, Novanto sudah menjadi ketua DPR RI. Setya
Novanto berkali – kali tidak hadir dengan berbagai alasan. Novanto selalu
menunda proses penyidikan terhadap dirinya sampai putusan praperadilan
keluar.
Perkara Tambahan
Selama proses pengusutan kasus ini, muncul beberapa perkara baru, seperti:
· pemberian keterangan palsu oleh mantan anggota DPR Miryam S Haryani dalam
persidangan. Ia kemudian divonis bersalah dengan hukuman 5 tahun penjara
pada 13 November 2017.
· Markus Nari juga ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap menghalangi
penyidikan dan penuntutan KPK dengan mempengaruhi Miryam untuk
memberikan keterangan palsu. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka yaitu
pengacara Novanto, Fredrich Yunadi dan dokter di Rumah Sakit Medika
Permata Hijau, dr. Bimanesh Sutarjo. Fredrich Yunadi awalnya dihukum 7 tahun
penjara namun diperberat menjadi 7,5 tahun di tingkat kasasi pada 2021.
Sementara itu Bimanesh harus menjalani hukuman 4 tahun penjara setelah
mengajukan banding atas putusan vonis 3 tahun penjara.

2
II. JENIS FRAUD YANG DILAKUKAN DAN MODUS

OPERANDI

Modus Operandi
Setyanovanto dkk, diduga melakukan mark – up atas proyek pengadaan e-KTP tahun
2011 – 2013 dengan nilai anggaran 5,9 triliun. Dari total anggaran tersebut, 51% yaitu
sebesar Rp 2,66 triliun direalisasikan untuk belanja pembiayaan proyek, sisanya 49%
nya yaitu sebesar Rp 2,56 triliun digunakan untuk bancakan.

Dalam kasus E-KTP tersebut termasuk ke dalam skema Korupsi dan Kecurangan
Laporan Keuangan. Dalam skema Korupsi tersebut meliputi : (1) Konflik Kepentingan,
(2) Penyuapan/ Bribery, (3) Gratifikasi Ilegal, (4) Pemerasan Ekonomi, dan (5) money
laundering. Berikut ini penjelasan dari masing-masing skema.
1. Korupsi
Jenis fraud korupsi merupakan kejahatan yang paling terbanyak di negara-negara
berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata
kelola yang baik. Seperti yang terjadi di Negara Indonesia pada tahun 2011-2012
digemparkan dengan kasus korupsi pengadaan E-KTP yang didalangi oleh Sugiharto
(Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri), Irman (Direktur Jenderal
Dukcapil Kemendagri), dan anggota DPR. Kasus ini merugikan keuangan negara
sebesar Rp2,314 triliun. Berikut ini tindakan kejahatan yang telah dilakukan
digolongkan ke dalam sub skema korupsi adalah sebagai berikut:
a. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan adalah konflik yang muncul ketika seorang pegawai bertindak atas
nama kepentingan pihak ketiga selama melakukan pekerjaannya atau atas nama
kepentingan diri sendiri dalam kegiatan yang dilakukannya. Ketika konflik kepentingan
pegawai tidak diketahui oleh perusahaan dan mengakibatkan kerugian keuangan, ini
berarti telah terjadi fraud. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan &
pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan
pribadi di dalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya
diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik
perusahaan. Berikut ini konflik kepentingan yang terjadi dalam kasus E-KTP :

3
 Benturan kepentingan yang terjadi antara pejabat Sugiharto dengan atasannya Irman
untuk melakukan skandal pengadaan E-KTP. Tujuannya untuk memperkaya diri
sendiri, orang lain, dan k orporasi. Benturan kepentingan juga melibatkan anggota
DPR untuk melancarkan proses pengadaan E-KTP dari segi penganggaran,
pelelangan, dan pengadaan proyek E-KTP.
 Terjadinya konflik kepentingan antara Andi dengan pejabat Irman dan Sugiharto
dalam kasus E-KTP. Andi Agustinus merupakan pengusaha di bidang konveksi
yang ikut terlibat dalam kasus ini sebagai pengusaha pelaksana proyek E-KTP. Andi
terbukti memberikan dana kepada Irman dan Sugiharto untuk melakukan pemenang
lelang dalam pengadaan E-KTP. Sehingga pemenangnya dapat bekerja sama dengan
Andi untuk menjadi sub kontraktornya.
 Konflik kepentingan terjadi pada saat Irman dan Sugiharto meloloskan PNRI
sebagai pemenangnya. Dalam proses pelelangan, akhirnya diketahui berdasarkan
serangkaian evaluasi teknis uji coba alat dan “output” bahwa tidak ada peserta
lelang (konsorsium) yang dapat mengintegrasikan Key Manajemen Server (KMS)
dengan Hardwere Security Module (HMS) sehingga tidak dapat dipastikan
perangkat tersebut memenuhi criteria keamanan wajib. Namun Irman dan Sugiharto
tetap memerintahkan Djarat Wisnu Setyawan dan Husni Fahmi melanjutkan proses
lelang sehingga konsorsium PNRI dan konsorsium Astragraphia dinyatakan lulus.
 Konflik kepentingan berikutnya adalah terjadinya hubungan bisnis atas nama
perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family). Dalam
kasus ini Andi Agustinus melibatkan dua saudara kandungnya yakni, Vidi Gunawan
dan Dedi Prijanto dalam proyek E-KTP. Vidi Gunawan menyerahkan uang 1,5 juta
dolar AS kepada Sugiharto.
b. Penyuapan
Penyuapan atau Bribery merupakan tindakan pemberian atau penerimaan sesuatu yang
bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan orang yang menerima. Penyuapan
ini melibatkan banyak pihak untuk mendapatkan kelancaran dalam pengadaan E-KTP.
Dugaan korupsi itu dilakukan dengan mengatur proses penganggran, pelelangan, dan
pengadaan proyek E-KTP dalam kontrak tahun jamak senialai Rp5,952 triliun. Berikut
ini tindakan penyuapan yang terjadi :

4
 Penyuapan dilakukan untuk melancarkan proses penganggaran, pada November
2009, Gamawan Fauzi meminta Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk
mengubah sumber pembiayaan proyek penerapan KTP berbasis Nomor Induk
Kependudukan (NIK) yang semua dibiayai menggunakan Pinjaman Hibah Luar
Negeri (PHLN) menjadi bersumber dari APBN murni.
 Untuk melancarkan pembahasan anggaran E-KTP, Irman dan Sugiharto
mengucurkan uang kepada 54 anggota Komisi II DPR dan juga Ketua DPR saat itu
Marzuki Ali. Selain itu, uang juga mengalir ke pimpinan Badan Anggran (Banggar)
DPR yaitu Melchias Marcus Mekeng selaku ketua Banggar partai Golkar, Wakil
Ketua Banggar Mirwan Amir (Partai Demokrat) dan Olly Dondokambe (PDI)
 Pembagian uang untuk seluruh anggota Komisi II DPR dengan rincian :
 Ketua Komisi II DPR sejumlah 30 ribu dolar AS,
 3 orang Wakil Ketua Komisi II DPR masing-masing 20 ribu dolar AS,
 9 orang Ketua Kelompok Franksi Komisi II DPR masing-masing 15 ribu dolar
AS,
 37 orang anggota Komisi II DPR masing-masing 5 ribu dolar AS sampai 10
ribu dolar AS.
 Tidak hanya individu, partai juga mendapat aliran dana E-KTP yaitu Partai Golkar
sejumlah Rp150 miliar, Partai Demokrat sejumlah Rp150 miliar, PDI Perjuangan
sejumlah Rp80 miliar.
 Tindakan Invoice Kickbacks atau menerima aliran dana dari perusahaan rekanan
kepada para pejabat Kemendagri yang mengurus pengadaan E-KTP yaitu
Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, Irman, Sugiharto, serta staf Kemendagri, auditor
BPK, Staf Sekretariat Komisi II DPR, staf Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas), staf Kementerian Keuangan, panitia pengadaan E-KTP,
hingga Deputi bidang politik dan Keamanan Sekretariat Kabinet.
 Tindakan BidRigging juga terjadi dalam kasus ini yaitu terjadinya permainan
dalam pemenangan tender atau proses lelang dan pengadaan. Pemenangan ini
diatur oleh Irman dan Sugiharto serta diinisiasi oleh Andi Agustinus yang
membentuk tim Fatmawati yang melakukan pertemuan di rumah toko Fatmawati
milik Andi Agustinus. Andi memberikan uang kepada Irman dan Sugiharto sebesar

5
1,5 juta dolar AS untuk mendapat pekerjaan sub kontraktor. Sehingga yang
mendapat pemenang adalah konsorsium PNRI dan konsorsium Astagraphia.
 Meski pekerjaan PNRI tidak sesuai target dan tidak sesuai kontrak, Irman dan
Sugiharto justru memerintahkan panitia pemeriksa dan penerima hasil membuat
berita acara yang disesuaikan dengan target dalam kontrak sehingga seolah-olah
konsorsium PNRI telah melakukan pekerjaan sesuai target.
c. Gratifikasi Illegal
Dalam kasus E-KTP pelaku Andi Agustinus telah melakukan tindakan gratifikasi illegal
dengan motif pemberian uang kepada seseorang memiliki hubungan relasi kuasa yang
bersifat strategis. Maksudnya disini adalah terdapat kaitan berkenaan dengan/
menyangkut akses ke aset-aset dan control atas aset sumber daya strategis ekonomi,
politik, sosial, dan budaya yang dimiliki oleh orang tersebut. Misalnya panitia
pengadaan barang dan jasa atau lainnya.
Tindakan Andi Agustinus dengan motif memberikan uang sebesar 1,5 juta dolar AS
kepada Irman dan Sugiharto untuk mempengaruhi keputusannya dalam melakukan
pemenang pelelangan pengadaan proyek E-KTP. Tujuannya agar Andi dapat menjadi
sub kontraktor dalam proyek tersebut. Pemberian ini tergolong gratifikasi illegal karena
diberikan secara diam-diam (rahasia) kepada Irman dan Sugiharto. Selain itu tindakan
gratifikasi juga dilakukan kepada anggota DPR untuk memuluskan proyek E-KTP.
d. Pemerasan Ekonomi
Dalam sub skema ini melibatkan Markus Nari untuk memuluskan pembahasan dan
penambahan anggaran proyek E-KTP di DPR. Oleh karena itu, Markus meminta uang
kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar atas tindakan yang dilakukan tersebut. Markus juga
menghalagi atau merintangi penyidikan yang dilakukan KPK. Selain itu, Markus diduga
memengaruhi anggota DPR Miryam S Haryani untuk memberikan keterangan tidak
benar dalam persidangan kasus korupsi E-KTP.
e. Money Laundering
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium adanya potensi dugaan tindak pidana
pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP di Kementerian
Dalam Negeri. Indikasi adanya pencucian uang menguat, melihat jumlah kerugian
negara yang mencapai Rp2,3 triliun. Penggunan pasal pencucian uang ini bukan tanpa
alasan, melihat jumlah kerugian negara yang mencapai Rp2,3 triliun. Namun uang yang

6
baru diterima KPK dari pengembalian sejumlah pihak sekitar Rp236,930 miliar, US$1,3
juta dan SG$ 368. Anggaran e-KTP yang bersumber dari pemerintah, masuk ke
rekening konsorsium pelaksana bentukan Andi Narogong lewat Tim Fatmawati. Setelah
dari konsorsium, uang itu mengalir lagi ke anggota konsorsium, yang melaksanakan
pengerjaan masing-masing. Dalam proyek e-KTP, setiap anggota memiliki tugas yang
berbeda dalam pengadaan ini. Anggota konsorsium itu di antaranya Perum PNRI, PT
LEN Industri, PT Quadra Solution dan PT Sucofindo (Persero), PT Sandipala
Arthaputra. Perum PNRI dan PT Sandipala Arthaputra bertanggung jawab
melaksanakan pekerjaan pembuatan, personalisasi dan distribusi blangko e-KTP. PT
Quadra Solution dan PT LEN Industri bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan
pengadaan hardware dan software termasuk jaringan komunikasi dan data. Sedangkan
PT Sucofindo bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan pengadaan helpdesk dan
pendampingan. Uang itu mengalir lagi ke perusahaan lain, karena sebagian pengerjaan
proyek e-KTP ini diserahkan ke pihak ketiga atau di-subkontrakan. Uang-uang itu
disinyalir sudah disamarkan menjadi aset-aset, baik di dalam negeri ataupun luar negeri.

7
III. INVESTIGASI YANG DILAKUKAN KPK

Audit KPK dan Temuan Penyimpangan dalam Proyek e-KTP


Berdasarkan audit yang didasarkan pada dokumen dari penyidik KPK dan beberapa
saksi, terdapat beberapa penyimpangan dalam proyek KTP Elektronik tersebut, antara
lain:
a. Pada saat proses pra pelelangan, terdapat pertemuan-pertemuan sebelum proses
pelelangan untuk memangkan konsorsium PNRI.
b. Pertemuan di ruko Fatmawati dihadiri oleh pihak dari Kemendagri, BPPT,

Konsorsium PNRI, Konsorsium Asta Grafia, dan Konsorsium Murakabi Sejahtera.

c. Penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi barang telah mengarah
pada vendor tertentu.
d. Dalam proses pelelangan didaptkan juga adanya usaha dari Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan panitia lelang untuk
memenabgkan konsorsium PNRI.
e. Penggunaan dokumen pelelangan yang tidak benar.

f. Lelang melalui Sistem Pengadaan Lelang Secara Elektronik (LPSE) hanya di awal
saja dan pada proses pemberian penjelasan (Aanwijzing) dilakukan secara manual.
g. Vendor PT HP Indonesia telah melakukan pemesanan barang setelah proses
(Aanwijzing) sebelum ditetapkan pemenang dan penandatangan kontrak.
h. Jenis kontrak langsam tetapi telah diadendum sebanyak sembilan kali untuk
menyesuaikan progres dari Konsorsium PNRI.
i. Adanya prasarana pekerjaan yang tidak sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja
(KAK).

Proses Penyelidikan dan Penyidikan oleh KPK


Lembaga tindak pidana korupsi dalam hal ini KPK memerankan sebagai tugas
penyelidikan penyidikan dan penuntutatan pada kasus tersebut. Proses penyidikan kasus
ini berlanngusng lintas era kepemipinan KPK. Kasus sendiri diaali dengan begitu keras
diera kepemimpinan Abraham Samad 201-2015, tepatnya disekitar tahun 2014. Proses
peneyelidikan dan penyidikan hingga 207, pada prosesnya kasus E-KTP kala berganti

8
dibawah rezim kepemimpinan Agus Rahardjo. Pada proses penuntutan tim Setya
Novanto juga mengadakan praperadilan atas proses penyidikan dirinya dalam kasus
tersebut, dan sempat memenangakan pada saat itu dan kemudian KPK menerbitkan
kembali surat perintah penyidikan tersebut.
Disisi lain, dalam tim pimpinan KPK sendiri dalam penanganan tersebut mengambil
langkah dengan menghadirkan peranan tim penyidik dari Polri. Namun, Novel
Baswedan selaku penyidik KPK menolak hal tersebut dan mengakibatkan terbitnya
Surat Peringatan 2 kepada Novel Baswedan. Namun demikian pada akhirnya surat
tersebut dianulir oleh pimpinan KPK (dibatalkan) demi ke menjaga spirit dan
kekompakan tim dalam menangani kasus korupsi e-ktp.

9
IV. BESARAN KERUGIAN NEGARA

Perhitungan Kerugian Negara


Dalam menghitung kerugian keuangan negara terkait kasus korupsi proyek e-KTP
sebesar 2,3 triliun, KPK menghadirkan auditor investigasi Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) yaitu Suedi, SE, Akt, CFE.
Menurut Suedi, penghitungan dilakukan dengan menelisik unsur -unsur terkait
pengadaan proyek tersebut. Metode penghitungan kerugian negara pada kasus ini
dilakukan dengan perhitungan sbb :
1. Pengadaan blanko E-KTP3
Penghitungan berdasarkan perbandingan unsur biaya pekerjaan material Petg (platik
bahan pembuat blanks), Chip, Personalisasi dan Distribusi.
2. Pengadaan Hardware dan Software
Penghitungan berdasarkan pembandingan Surat Pengantar Pencairan Dana (SP2D) yang
sudah diperoleh dari konsorsium PNRI, harga pembelanjaan vendor ditambah harga
additional cost (biaya tambahan) yang dikeluarkan oleh vendor tersebut, dan biaya
pengiriman sampai ke daerah masing-masing.
3. Pengadaan sistem AFIS
Perhitungan berdasarkan perbandingan pembayaran SP2D dengan harga yang
dikeluarkan vendor AFIS.
4. Pengadaan jaringan komunikasi data
Perhitungan berdasarkan perbandingan pembayaran SP2D dan jumlah yang dibayarkan
ke PT Indosat TBK.
5. Pekerjaan Helpdesk (Bagian dari perusahaan yang menyediakan dokumen
fungsi produk, servis atau teknologi dari perusahaan tersebut)
Perhitungan didasarkan dari perbandingan SP2D yang diterima konaorsium dengan
jumlah gaji tenaga kerja Helpdesk yang sebenarnya dibayarkan.
Menurutnya ada perbedaan antara jumlah yang dibayarkan dengan orang yang bekerja
di lapangan (yang nyatanya lebih sedikit).
6. Gaji pendamping teknis dari Kabupaten/Kota dan Kecamatan
Perhitungan didasarkan perbandingan SP2D dengan jumlah tenaga kerja yang
sebenarnya dibayarkan.

10
Kasus Tahun Tersangka / Nilai Nilai Konsep Ah
Kejadian Terdakwa kerugi kerugi & li
an an Metode
negar negar Perhitun
a a gan
menur menur Kerugian
ut ut Keuanga
Dakw Haki n Negara
aan m
Penga 2011 - 1. Irman 2,3 2,3 Harga B
daan 2013 2. Sugihart Triliu Triliu Realisas P
Proyek o n n i K
e-KTP 3. Andi dikuran P
Narogo gi harga
ng wajar
4. Setya
Novanto

11
V. HUKUMAN YANG DITERIMA PELAKU

Hukuman pelaku
Pengadilan sudah memvonis bersalah kepada 8 orang yang terlibat dalam kasus korupsi
e-KTP. Berikut rinciannya:
1. Sugiharto: 5 tahun penjara (vonis 22 Juni 2017)
2. Irman: 7 tahun penjara (vonis 20 Juli 2017)
3. Andi Naragong: 8 tahun penjara (21 Desember 2017)
4. Setya Novanto: 15 tahun penjara (divonis 24 April 2018, kemudian mengajukan
peninjauan kembali (PK) setahun setelahnya)
Kesimpulan :
1. Terdapat 4 tahapan dalam penyelesaian kerugian keuangan negara yaitu:
- Menentukan ada atau tidaknya kerugian
- Menghitung kerugian
- Menetapkan kerugian
- Menetapkan pembayaran uang penggantian
2. Ada beberapa konsep / metode penghitungan kerugian keuangan negara antara
lain:
- Total Lost
- Total Lost dengan penyesuaian
- Kerugian bersih
- Selisih harga kontrak dengan harga pembanding nilai tertentu
- Penerimaan negara yang tidak disetorkan ke kas negara
- Harga realisasi dikurangi harga wajar
- Pengeluaran yang tidak sesuai anggaran
3. Pada kasus e-KTP, besarnya kerugian negara dihitung dengan menggunakan
perhitungan BPKP berdasarkan harga realisasi dikurangi harga wajar. Dasar dari
perhitungan tersebut didasarkan pada modus operasi yang melakukan mark up
sehingga kerugian adalah selisih harga realisasi dengan harga wajar dari barang /
jasa yang diterima / dibeli.
4. Terdapat perbedaan jumlah perhitungan kerugian negara menurut BPK dan
BPKP pada kasus korupsi e-KTP yaitu :

12
- Menurut BPK - nilai kerugian negara adalah Rp 2,5 triliun
- Menurut BPKP - nilai kerugian negara adalah Rp 2,3 triliun
Jaksa KPK memutuskan untuk menggunakan hitungan kerugian negara versi
BPKP

Saran :
· Akuntan forensik perlu memiliki pemahaman atas berbagai makna kerugian
sehingga memiliki wawasan terhadap cara/metode penghitungan kerugian
keuangan negara dalam tipikor
· Dalam menghitung kerugian negara, seorang penyidik atau akuntan forensic
harus memahami modus operasi kasus tipikor tersebut, sehingga metode yang
digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian dapat diambil dengan tepat
· Apabila dalam proses pengumpulan bukti besarnya kerugian negara, tidak dapat
diperoleh bukti asli, disarankan atas bukti yang berupa fotocopy dilegalisasi oleh
pejabat yang menandatangani bukti tersebut beserta pimpinan instansi yang
diaudit, dan diperkuat dengan bukti – bukti pendukung lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai