Anda di halaman 1dari 4

Assignment I.K.A.

Week 2
The Professional Skepticism and Ethics
Case Garuda Indonesia

A. Latar Belakang Masalah


PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. adalah maskapai nasional Indonesia dan lebih dikenal sebagai
Garuda Indonesia. Garuda Indonesia merupakan maskapai terbesar kedua setelah Lion Air. Garuda
Indonesia mengoperasikan penerbangan berjadwal ke sejumlah destinasi meliputi Benua Asia, Eropa,
dan Australia dari Jakarta, serta kota fokus, maupun kota lain untuk penerbangan Haji. Maskapai ini
adalah satu-satunya maskapai penerbangan yang terbang ke wilayah Eropa.

Pada tanggal 11 Februari 2011, Garuda Indonesia secara resmi menjadi perusahaan terbuka yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten saham GIAA. Susunan kepemilikan Garuda
Indonesia yaitu Pemerintah Republik Indonesia (69,14%), Investor Domestik (24,34%), Investor
Internasional (6,12%), dan Karyawan (0,4%).

Garuda Indonesia tersandung skandal laporan keuangan di tahun 2018. Masalah tersebut dimulai pada
saat dua komisaris Garuda Indonesia, yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak
menandatangani laporan keuangan Garuda Indonesia. Penolakan tersebut dikarenakan laporan
keuangan dinilai tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK yang
dimaksud adalah PSAK 23 - Pendapatan. Permasalahan tersebut terjadi dalam pengakuan pendapatan
dari PT Mahata Aero Teknologi (MAT) terkait pemasangan wifi. Garuda Indonesia belum menerima
pembayaran dari PT MAT walaupun perjanjian telah dilaksanakan dan satu unit alat telah terpasang.

Dalam laporan keuangan tahun 2018 Garuda Indonesia membukukan laba bersih senilai USD 890.850
atau setara Rp11,33 miliar dengan kurs Rp14.000 per dolar AS. Kondisi tersebut berbanding terbalik
dengan kondisi pada laporan keuangan tahun sebelumnya yang membukukan kerugian sebesar USD
216,5 juta. Kenaikan laba yang tidak wajar tersebut terjadi dikarenakan Garuda Indonesia mengakui
piutang dari PT Mahata Aero Teknologi (MAT) terkait pemasangan wifi sebagai laba perusahaan.

Setelah melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, PT Bursa Efek
Indonesia, dan pihak terkait lainnya, sanksi yang dijatuhkan OJK kepada PT Garuda Indonesia
berupa:

1. Memberikan perintah tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk memperbaiki
dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018
serta melakukan public expose atas perbaikan dan penyajian kembali LKT per 31 Desember
2018 dimaksud paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi, atas pelanggaran
yang telah dijelaskan penulis di atas.
2. Memberi perintah tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
(Member of BDO International Limited) untuk melakukan perbaikan kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017 jo. SPAP
Standar Pengendalian Mutu (SPM 1) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya surat
perintah dari OJK.
3. OJK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
4. Sanksi berupa denda kepada masing-masing anggota Direksi PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang
Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan, dan
5. BEI resmi menjatuhkan sanksi kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas kasus klaim
laporan keuangan perseroan yang menuai polemik. Beberapa sanksi yang dijatuhkan antara
lain denda senilai Rp 250 juta dan restatement atau perbaikan laporan keuangan perusahaan
dengan paling lambat 26 Juli 2019 ini.

Inti dari masalah yang terjadi dalam laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018 adalah kesalahan
dalam pengakuan pendapatan yang tidak sesuai dengan PSAK 23 yang dilakukan oleh Garuda
Indonesia dan tidak terpenuhinya SPAP Standar Pengendalian Mutu SPM 1 oleh KAP Tanubrata,
Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.

B. Tinjauan PSAK
1. PSAK 23 Paragraf 28 dan 29
Apabila dilihat melalui PSAK 23 (yang saat ini telah digantikan oleh PSAK 72 dimulai dari 2020,
namun untuk kasus ini digunakan PSAK 23 karena pada saat kasus ini terjadi dan ditindaklanjuti oleh
otoritas, yakni pada tahun 2019, PSAK 72 belum berlaku), maka kasus ini akan merujuk kepada
Paragraf 28 dan 29, di mana
● Paragraf 28 berbunyi sebagai berikut: "Jika hasil transaksi tidak dapat diestimasi secara andal
dan kemungkinan kecil biaya yang terjadi akan dipulihkan, maka pendapatan tidak diakui dan
biaya yang timbul diakui sebagai beban. Jika tidak ada lagi kondisi semula yang
mengakibatkan hasil kontrak tidak dapat lagi diestimasi secara andal, maka pendapatan diakui
sesuai dengan paragraf 20, bukan paragraf 26"
● Paragraf 29 berbunyi sebagai berikut: "Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas
oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui dengan dasar yang
dijelaskan di paragraf 30 jika a)kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan
transaksi tersebut akan mengalir ke entitas; dan b)jumlah pendapatan dapat diukur secara
andal"
Sedangkan, dalam perjanjian Mahata, perjanjian ini ditandatangani pada 31 Oktober dan hingga tahun
berakhir, tidak ada pembayaran yang terjadi meskipun 1 unit alat telah terpasang di Citilink. Di
samping itu, term of payment tidak tercantum dengan jelas dan tidak ada pula jaminan pembayaran
yang tidak dapat ditarik kembali seperti bank guarantee. Dan akhirnya, Mahata hanya memberikan
surat pernyataan komitmen pembayaran kompensasi yang menyatakan bahwa skema pembayaran
akan tunduk kepada perjanjian dan ketentuan dan skema pembayaran tersebut beserta dengan
perjanjian yang ada dapat berubah sesuai dengan kemampuan finansial Mahata.
Jadi, dengan tidak adanya pembayaran yang terjadi sampai pada 31 Desember 2018, maka dapat
dilihat bahwa pendapatan tidak seharusnya diakui oleh Garuda dan biaya yang timbul harus diakui
sebagai beban, yang artinya adalah, tidak seharusnya hasil laba dari perusahaan tersebut sebaik yang
dinyatakan. Kemudian, dengan tidak adanya term of payment dan jaminan pembayaran yang tidak
dapat ditarik kembali, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar manfaat ekonomik dari
transaksi ini tidak akan mengalir ke entitas, dan juga jumlah pendapatan tidak dapat diukur dengan
andal. Sehingga, piutang tersebut tidak dapat diakui sebagai pendapatan.

C. Tinjauan ISA
1. ISA 315: Identifying and Assessing the Risks of Material Misstatement
Dalam kasus ini, diketahui bahwa auditor menyatakan bahwa laporan keuangan dari entitas ini adalah
"wajar tanpa pengecualian", padahal, setelah laporan tahunan tersebut diterbitkan, diketahui bahwa
entitas melakukan pengakuan pendapatan atas piutang dari transaksi dengan Mahata Aero
Technology. Sedangkan pada kenyataannya, belum ada pembayaran yang terjadi atas transaksi
tersebut dan bahkan tidak terdapat pula term of payment dan jaminan pembayaran. Sehingga, terdapat
misstatement dalam laporan yang disajikan. Dengan opini "wajar tanpa pengecualian" yang diberikan
oleh auditor, hal ini menunjukkan bahwa auditor tidak melakukan identifikasi dan penilaian terkait
risiko adanya material misstatement.
2. ISA 500: Audit Evidence
Dalam kasus ini, auditor dinilai belum sepenuhnya memdapatkan bukti audit yang cukup untuk
menilai kesesuaian antara perlakuan akuntansi dengan substansi perjanjian tersebut.
3. ISA 560: Subsequent Events
Auditor tidak dapat mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai dasar
perlakuan akuntansi.
D. Daftar Pustaka
● https://id.wikipedia.org/wiki/Garuda_Indonesia
● https://imagama.feb.ugm.ac.id/kasus-garuda-indonesia-riwayatmu-kini/
● https://www.studocu.com/id/document/universitas-pembangunan-nasional-veteran-jakarta/
international-relations/essay-cg-garuda-indoensia/8313989
● https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190628124946-92-407304/kemenkeu-beberkan-
tiga-kelalaian-auditor-garuda-indonesia
● http://money.kompas.com/read/2019/07/18/152000526/kasus-garuda-dan-misteri-akuntansi
● https://katadata.co.id/marthahertina/finansial/5e9a5183cd736/hasil-audit-dinilai-janggal-
lapkeu-2018-garuda-perlu-disajikan

Anda mungkin juga menyukai