Anda di halaman 1dari 6

METODE PENELITIAN SOSIAL

Nama : Nico Rendy Kurniawan Putra

NIM : 049785166

1. Berikut Langkah-langkah dalam melakukan penelitian kausal komparatif:


a. Perumusan masalah
b. Lakukan penyusunan landasan teori
c. Rumsukan hipotesis-hipotesis
d. Rumuskan asumsi-asumsi yang mendasari hipotesis-hipotesis tersebut serta prosedur-
prosedur yang akan digunakan
e. Rancang cara pendekatannya, yang meliputi:
1) Pilihlah subjek-subjek yang akan digunakan dan sumber-sumber yang relevan
2) Pilihlah teknik pengumpulan data yang akan digunakan
3) Tentukan kategori-kategori untuk mengklasifikasikan data yang jelas, sesuai dengan
tujuan studi, dan dapat menunjukkan kesamaan atau saling hubungan
2. Penelitian Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Penerimaan Negara dari Sektor Pajak
a. Rumusan masalah:
Pendapatan negara Indonesia berasal dari tiga sumber utama, yaitu pendapatan pajak,
pendapatan negara non-pajak (PNBP), dan pendapatan hibah. Dalam kenyataannya,
pendapatan pajak selalu menjadi sumber utama dana negara. Namun, sejak tahun 2009,
realisasi pendapatan pajak tidak pernah mencapai 100%. Selama periode 2015-2019, rata-
rata realisasi pendapatan pajak hanya mencapai sekitar 86%, yang berarti negara harus
mencari pendapatan tambahan sekitar 14% setiap tahun untuk membiayai belanja negara,
yang biasanya diperoleh melalui pembiayaan atau utang. Hal ini menunjukkan perlunya
upaya lebih lanjut dari Direktorat Jenderal Pajak untuk mengatasi masalah yang telah
berlangsung selama puluhan tahun.
Pendapatan pajak akan terus meningkat jika wajib pajak mematuhi kewajibannya. Namun,
kepatuhan wajib pajak dapat menurun jika otoritas pajak tidak tegas dalam menindak wajib
pajak yang melanggar aturan. Jika ini terjadi secara berkelanjutan, sistem perpajakan dapat
mengalami kemacetan. Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, terutama dalam mendukung pembangunan. Oleh karena itu,
pemerintah berharap agar target penerimaan negara dari sektor perpajakan dapat tercapai
setiap tahunnya. Oleh karena itu, penting untuk memahami faktor-faktor yang dapat
memengaruhi realisasi pendapatan pajak mencapai target yang ditetapkan
b. Landasan Teori:
1) Teori Public Enforcement of Law
Public Enforcement of Law merupakan kebijakan pemerintah untuk menggunakan
agen publik (inspektur, pemeriksa pajak, polisi, jaksa) untuk mendeteksi dan memberi
sanksi kepada pelanggar aturan hukum (Polinsky & Shavell, 2000). Penerapan
kebijakan semacam ini dapat mempengaruhi peningkatan/penurunan tingkat kepatuhan
wajib pajak. Dengan menggunakan agen publik, pemerintah akan dapat mengukur
sejauh mana kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan pajak penghasilannya. Ada
beberapa jenis pelanggaran hukum yang dapat dideteksi oleh agen publik. Salah
satunya adalah ketika pemeriksa pajak mendeteksi berbagai pelanggaran saat
melakukan pemeriksaan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
2) Sistem Perpajakan
Menurut Slemrod (2018), sistem perpajakan didefinisikan sebagai seperangkat aturan,
regulasi, dan prosedur yang terdiri dari tiga aspek. Pertama, menentukan peristiwa atau
keadaan apa yang memicu kewajiban pajak dan dasar pengenaan pajak serta tarif yang
akan dikenakan yang dapat juga disebut sebagai tax bases and rates, misalnya
pendapatan, kepemilikan tempat tinggal yang mungkin dikenakan pajak bumi dan
bangunan, atau penjualan barang modal. Kedua, siapa atau entitas apa yang harus
menyetorkan kewajiban pajak dan kapan waktu pelaksanaannya. Misalnya, dalam hal
pajak penghasilan, pemberi kerja yang memotong pajak dari pekerja dan kemudian
disetorkan kepada pemerintah, hal ini disebut juga sebagai remittance rules. Ketiga,
prosedur untuk memastikan wajib pajak memenuhi kewajibannya, seperti penyediaan
sarana pelaporan, pemeriksaan dan denda karena tidak melaksanakan kewajiban
perpajakan, yang biasa disebut dengan enforcement rules.
3) Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam
upaya peningkatan pendapatan pajak. Menurut Rustiyaningsih, kepatuhan pajak
diartikan sebagai keadaan wajib pajak yang sadar akan pemenuhan kewajiban
perpajakan (Waluyo, 2016). Kepatuhan dan pemenuhan kewajiban perpajakan
tercermin dalam keadaan wajib pajak yang memahami dan berusaha memahami
semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi SPT tahunan
dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak secara lengkap dan jelas, serta
membayar pajak yang terutang tepat waktu (Waluyo, 2016).
Mahendra & Sukartha (2014) menyatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi agar
target penerimaan negara tercapai adalah tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak
dalam pelaporan dan pembayaran kewajiban perpajakannya. Devos (2013) menyatakan
bahwa terdapat dua cara utama untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Pertama adalah
pendekatan economic deterrence yaitu pendekatan yang berdampak terhadap ekonomi
wajib pajak, contohnya adalah penerapan sanksi yang berat, kenaikan tarif, dan
pemeriksaan kepatuhan wajib pajak. Pendekatan kedua adalah pendekatan perilaku
wajib pajak yang merupakan gabungan dari pendekatan psikologis dan fiskal.
4) Pendapatan Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terdapat
tiga komponen pendapatan negara, yaitu pendapatan pajak, pendapatan negara bukan
pajak, dan hibah. Dari ketiga komponen tersebut, pendapatan pajak adalah komponen
pendapatan negara yang paling besar yaitu 82% dari pendapatan negara. Terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan negara dari pajak, beberapa di
antaranya adalah: (1) perilaku kepatuhan wajib pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak
(Desideria & Ngadiman, 2019), (2) pemeriksaan pajak yang dapat mengurangi tingkat
kecurangan dalam pembayaran pajak (Sari & Afriyanti, 2012), dan (3) tindakan
penagihan aktif dari petugas pajak yang dapat mengakibatkan pencairan tunggakan
pajak (Saputri, 2015).
c. Hipotesis:
Menurut Teori Public Enforcement of Law, agen publik dapat digunakan sebagai alat untuk
mengatasi kesenjangan pajak. Penggunaan agen publik diharapkan dapat mengungkap
pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak. Di Indonesia, sistem pemungutan pajak yang
berlaku adalah self-assessment system. Dalam self-assessment, wajib pajak diberi
wewenang untuk menghitung jumlah pajak yang harus mereka bayar sendiri. Wajib pajak
dianggap telah memenuhi kewajibannya setelah mereka mengajukan Surat Pemberitahuan
(SPT) pajak, kecuali jika petugas pajak dapat membuktikan adanya kesalahan dalam
perhitungan wajib pajak. Dengan adanya kepatuhan sukarela, diharapkan SPT yang
diajukan oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini
diharapkan akan mendorong peningkatan pendapatan pajak karena wajib pajak tidak
berupaya untuk menyembunyikan pendapatan sebenarnya.
Sejumlah penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara tingkat
kepatuhan dengan penerimaan pajak penghasilan (Mahendra & Sukartha, 2014; Monica &
Andi, 2019; Sari & Afriyanti, 2012; Menanda et al., 2020). Dengan dasar teori dan
dukungan dari penelitian-penelitian sebelumnya, hipotesis yang ditarik adalah sebagai
berikut:
Tingkat kepatuhan wajib pajak berpengaruh positif secara signifikan terhadap
penerimaan pajak.
d. Asumsi-asumsi:
1) Asumsi Keberhasilan Penegakan Hukum Pajak
Asumsi bahwa penegakan hukum perpajakan oleh pemerintah cukup efektif dalam
mendeteksi dan menindak pelanggaran perpajakan. Dalam konteks ini, penegakan
hukum perpajakan yang kuat dianggap penting untuk meningkatkan tingkat kepatuhan.
2) Asumsi Kepatuhan Wajib Pajak
Asumsi bahwa wajib pajak, baik individu maupun perusahaan, memiliki tingkat
kepatuhan pajak yang bervariasi. Asumsi ini mendasari ide bahwa tingkat kepatuhan
dapat berpengaruh pada pendapatan pajak.
3) Asumsi Kepatuhan yang Berkolerasi dengan Pendapatan
Asumsi bahwa tingkat kepatuhan perpajakan memiliki hubungan korelasi dengan
pendapatan pajak. Dalam konteks ini, penelitian mengasumsikan bahwa ketika tingkat
kepatuhan meningkat, pendapatan pajak juga meningkat, dan sebaliknya.
4) Asumsi Mengenai Perilaku Wajib Pajak
Asumsi bahwa perilaku wajib pajak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kesadaran
perpajakan, hukuman yang diterapkan, atau persepsi keadilan dalam sistem perpajakan.
e. Rancang cara pendekatan
Penelitian ini menggunakan data penerimaan pajak dan Wajib Pajak yang terdaftar pada
salah satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagai objek penelitian. Periode penelitian
adalah tahun 2020-2022.
Deskripsi penerimaan negara dari sektor pajak yang optimal adalah optimalisasi
penerimaan pajak sesuai target APBN atau APBN-P melalui penyempurnaan regulasi;
pelayanan, edukasi, kehumasan, dan Pengawasan Pembayaran Masa; Pengawasan
Kepatuhan Material dan penegakan hukum; serta efisiensi proses bisnis di bidang
perpajakan. Variabel penerimaan pajak dihitung dengan membandingkan jumlah realisasi
penerimaan pajak dengan target penerimaan pajak. Sedangkan persentase capaian tingkat
kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan dan Orang Pribadi adalah
perbandingan antara jumlah SPT Tahunan PPh Tahun Pajak dari WP Badan dan Orang
Pribadi dengan Target WP Badan dan Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan
PPh. Berikut adalah data penerimaan pajak dan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan
tahun 2020-2022.

Penerimaan Pajak Kepatuhan Wajib Pajak


Tahun
Target Realisasi Persentase Target Realisasi Persentase
2020 1.350.374.454.000 969.973.970.308 71,83% 24.136 16.934 70,16%
2021 1.188.495.572.000 953.054.599.186 80,19% 20.194 16.662 82,51%
2022 1.108.637.975.000 1.330.365.570.000 120% 18.708 18.471 98,73%

Diketahui dari data tersebut bahwa tren kepatuhan wajib pajak dari tahun 2020-2022 adalah
naik dan sejalan dengan tren penerimaan pajak yang juga naik. Berdasarkan analisis,
menghasilkan simpulan bahwa kepatuhan wajib pajak berpengaruh positif terhadap
penerimaan pajak di Kantor Pajak objek penelitian periode 2020-2022, yang berarti apabila
kepatuhan wajib pajak mengalami peningkatan maka penerimaan pajak juga akan
meningkat, dan sebaliknya jika kepatuhan wajib pajak menurun maka penerimaan pajak
juga akan menurun. Hal ini berarti hipotesis diterima, yaitu terdapat pengaruh signifikan
dan positif antara kepatuhan wajib pajak dengan penerimaan pajak. Kepatuhan wajib pajak
menggambarkan ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan wajib pajak terhadap pelaksanaan
ketentuan perpajakan. Semakin taat dan patuh wajib pajak terhadap pelaksanaan ketentuan
perpajakan maka secara langsung akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Menurut
Kastolani & Ardiyanto (2017), saat wajib pajak bersikap patuh terhadap ketentuan
perpajakan, penerimaan negara dapat meningkat karena mereka cenderung bertindak
sesuai hukum dan tidak melakukan penghindaran pajak. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah dengan
melakukan edukasi mengenai kewajiban perpajakan serta pentingnya peran perpajakan
dalam pembangunan negara, yang sebenarnya imbasnya akan kembali pada para wajib
pajak yang membayar pajak tersebut.

Sumber Referensi:
Rahmawati, F. N., Santoso, S., & Hamidi, N. (2014). Pengaruh pemeriksaan dan kepatuhan wajib
pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan di surakarta, 3(1), 72-82.
Riyadi, S. P., Setiawan, B., & Alfarago, D. (2021). Pengaruh kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan
pajak, dan pemungutan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan, 8(2), 206-216.
BMP ISIP4216/Metode Penelitian Sosial

Anda mungkin juga menyukai