Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETIDAKPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR


PAJAK
Delita Dayanti, Mila Karmila, Nia Febriyani, Silvia Anggaini
Universitas Teknologi Digital

Delitadayanti20@student.stembi.ac.id Milakarmila20@student.stembi.ac.id

Niafebriyani20@student.stembi.ac.id Silviaanggiani@student.stembi.ac.id

Abstrak

Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan
penerimaan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat
guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan nasional dan ekonomi
masyarakat. Peran serta wajib pajak dalam sistem pemungutan pajak sangat
menentukan tercapainya rencana penerimaan pajak. Wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Meskipun jumlah wajib pajak dari
tahun ke tahun semakin bertambah namun terdapat kendala yang dapat
menghambat upaya peningkatan tax ratio, kendala tersebut adalah kepatuhan
wajib pajak. Kenyataan menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak untuk
melaporkan pajaknya masih rendah. Analisa penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apa saja faktor faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak.

Kata kunci : pajak,wajib pajak, fungsi pajak, faktor tidakpatuhan pajak

I. PENDAHULUAN
Definisi pajak menurut Djajadiningrat adalah suatu kewajiban menyerahkan
sebagian harta kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian,
perbuatan yang memberikan suatu kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,
tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihra
kesejahteraan secara umum. (Resmi, 2019)
Sejarah pajak di Indonesia, sejak zaman kerajaan. Sejarah pajak di
Indonesia dimulai sejak diberlakukannya ‘huistaks’ yaitu pada tahun 1816.
Huistaks adalah pajak yang dikenakan bagi suatu warga negara yang mendiami
suatu wilayah atau tempat tertentu di atas bumi. Seperti sewa tanah,bangunan atau
yang sekarang dikenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan. Tetapi saat itu, rakyat
Indonesia harus menyetornya ke pemerintah Belanda. (Pratiwi, 2022).
Pajak sudah menjadi iuran yang wajib dibayarkan oleh semua masyarakat
kepada pemerintah. Manfaat pajak yang paling utama adalah untuk berbagai
pengeluaran negara, seperti pembangunan hingga membayar gaji para pegawai.
Berdasarkan Undang-Undang perpajakan terbaru, pembayaran pajak sebenarnya
bukan hanya kewajiban saja, namun juga merupakan hak seluruh masyarakat untuk
berperan terhadap pembiayaan negara maupun pembangunan nasional. Meskipun
sangat penting, tapi masih banyak sekali masyarakat yang tidak membayar pajak.
Bahkan sampai sekarang ini banyak juga penyelewengan di dunia perpajakan yang
sudah pasti menimbulkan kerugian bagi negara.
Pajak adalah sumber pemasukan utama untuk keuangan negara yang
dilakukan dengan mengumpulkan uang dari setiap warga negara ke dalam kas
negara, dimana untuk pengeluaran negara seperti pembangunan. Pajak juga menjadi
sebuah alat untuk melaksanakan ataupun mengatur kebijakan negara yang terjadi
dalam lapangan ekonomi maupun sosial. Pajak memiliki fungsi untuk membuat
perekonomian menjadi stabil, contohnya seperti menangani masalah inflasi.
Pemerintah sudah menetapkan pajak yang cukup tinggi, sehingga uang yang
beredar di masyarakat akan dikurangi jumlahnya. Sementara itu, untuk menangani
deflasi maka pemerintah sudah menurunkan pajak, sehingga uang yang sudah
beredar akan ditambah agar deflasi bisa diatasi. (Klikpajak, 2022)
Peran pajak dalam penerimaan negara sangat besar, akan tetapi tidak sedikit
wajib pajak yang belum mempunyai kesadaran untuk membayar/melaporkan
pajak. Penggelapan pajak dan pengemplangan pajak adalah penggelapan secara
ilegal terhadap objek pajak yang dilakukan perorangan maupun korporasi.
Penggelapan pajak dapat berupa tidak melaporkan data yang benar kepada otoritas
perpajakan dengan tujuan mengurangi liabilitas pajaknya. Data-data tersebut dapat
berupa data penghasilan pribadi hingga data keuntungan perusahaan. Penggelapan
pajak merupakan aktivitas yang biasanya diasosiasikan dengan kondisi informal.
Di sisi lain, penghindaran pajak adalah cara legal dalam memanfaatkan celah yang
ada di hukum perpajakan, sehingga pajak yang harus dibayar dapat ditekan
seminimal mungkin. Walaupun begitu, penggelapan dan penghindaran pajak tetap
dipandang sebagai ketidakpatuhan pajak, karena sama-sama berupaya mengurangi
jumlah pajak yang harus dibayar, walaupun memang terdapat perbedaan pada
legalitasnya. (Wenzel, 2002)

II. RUMUSAN MASALAH


1) Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakpatuhan dalam membayar
pajak?
2) Mengapa masih banyak wajib pajak yang tidak mematuhi dalam membayar
pajak?

III. METODE PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian studi literatur dengan menelaah beberapa jurnal
terkait faktor faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pajak. Hasil dari berbagai
telaah literatur ini akan digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
ketidakpatuhan pajak.

IV. PEMBAHASAN
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari
partisipasi masyarakat. Negara berwenang memungut pajak dari rakyatnya karena
pajak digunakan sebagai sarana untuk mensejahterakan rakyat. Sistem pemungutan
pajak yang dipakai saat ini adalah self assessment system yaitu sistem pemungutan
yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan
utang pajaknya yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT), kemudian
menyetor kewajiban perpajakannya.

Pemberian kepercayaan yang besar kepada wajib pajak sudah sewajarnya


diimbangi dengan instrumen pengawasan, untuk keperluan itu fiskus diberi
kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak. (Dewi, 2020)
Menurut Rustiyaningsih (2011), menyimpulkan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kepatuhan WP dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan antara lain pemahaman terhadap self-assessment system,kualitas
pelayanan, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, persepsi WP terhadap sanksi
perpajakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Widodo 2010 adalah penelitian di lima
kota dengan 600 WP di Indonesia. Widodo mengukur kepatuhan WP dengan
meneliti 2 faktor, yaitu moralitas pajak dan budaya pajak. Variabel yang
digunakan dalam moralitas pajak adalah faktor partisipasi warga negara,
tingkat kepercayaan, kebanggaan, faktor demografis, kondisi ekonomi, dan
sistem perpajakan. Untuk budaya pajak, variabel yang digunakan adalah
hubungan antara aparatur pajak, peraturan perpajakan, dan budaya nasional.
Tingkat kepatuhan warga Indonesia dalam melaporkan Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan membayar pajak cenderung mengalami
peningkatan dalam lima tahun terakhir. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat,
rasio kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan mencapai 84,07%
pada 2021 dengan SPT yang dilaporkan sebanyak 15,9 juta laporan dari 19 juta
wajib pajak. Jika dilihat lima tahun ke belakangan, pada 2017 rasio kepatuhannya
sebesar 72,58%. Pada 2018, rasio pajak menurun menjadi 71,1% dengan
yang membayar pajak hanya 12,55 juta orang dari total 17,65 juta wajib pajak. Pada
tahun 2019 rasio kepatuhannya kembali naik menjadi
73,06%. Masyarakat yang lapor SPT Tahunan tercatat 13,39 juta dari 18,33 juta
wajib pajak. Kemudian pada tahun 2020, rasio kepatuhan pajak meningkat kembali
menjadi 78%. Setahun setelahnya rasio kepatuhan pajak kembali naik menjadi
84,07%. (Dihni, 2022)
Namun, meski demikian kasus kasus penggelapan pajak di Indonesia
masih sangat sering terjadi. Semua itu membuat kerugian yang sangat besar
bagi negara. Penggelapan pajak merupakan usaha atau cara yang dilakukan wajib
pajak untuk meminimalisasi atau bahkan menghapus jumlah pajak yang terutang,
dan tindakan tersebut merupakan pelanggaran serta tidak sejalan dengan ketentuan
perundang-undang san (Permatasari dan Laksito (2013) dalam Wanarta dan
Mangoting, 2014). Hal ini dapat dilihat dari kasus direktur perusahaan penyedia
jasa security yang merugikan negara sebesar Rp. 26,9M, dan kasus penggelapan
transaksi BBM di Palembang yang menyebabkan kerugian sebesar Rp. 24,4M.
Kewajiban moral merupakan norma individu yang dipunyai oleh seseorang
namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain seperti etika, prinsip hidup,
perasaan bersalah, melaksanakan kewajiban perpajakan dengan sukarela dan benar
nantinya dikaitkan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya (Aditya, 2016).
Masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga Negara yang senantiasa
selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum
penyelenggaraan Negara, dengan adanya kewajiban moral, maka akan mendorong
seseorang untuk patuh dalam pelaporan pajaknya. (Syafira, 2021)
Menurut Salman dan Farid (2008) menyatakan bahwa wajib pajak yang
lebih menggunakan prinsip moral dalam pengambilan keputusan pembayaran pajak
akan lebih patuh dibandingkan dengan wajib pajak lainnya. Untuk itu, setiap wajib
pajak yang memiliki kewajiban moral yang baik dengan cara pandang positif
terhadap pajak serta menganggap pajak itu sebagai suatu kewajiban yang positif
maka ini juga akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar
pajaknya (Aryandini, 2016).
Penyebab Wajib Pajak tidak patuh bervariasi, sebab utama adalah penghasilan
yang diperoleh wajib pajak yang utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Timbulnya konflik antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan
negara. Sebab lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara,
tidak patuh pada aturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak, dan
kondisi lingkungan sekitar, Saragih dalam (Kaunang & Pinatik, 2016). Dalam
penelitian ini, peneliti menyebutkan ada 4 faktor yang menyebabkan
ketidakpatuhan Wajib Pajak, yaitu :
a. Pengetahuan Perpajakan
Pengetahuan perpajakan adalah seberapa besar wajib pajak mengetahui
tentang peraturan perpajakan yang berlaku (Effendy & Toly, 2013).
Menurut Nugroho dalam (Syahputri, 2015), semakin tinggi pengetahuan
dan pemahaman wajib pajak maka wajib pajak dapat menentukan
perilakunya dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Namun jika wajib pajak tidak memiliki pengetahuan mengenai peraturan
dan proses perpajakan, maka wajib pajak tidak dapat menentukan
perilakunya dengan tepat. Upaya untuk meningkatkan kesadaran wajib
pajak sehingga wajib pajak semakin patuh adalah dengan meningkatkan
pengetahuan di bidang perpajakan.
b. Norma Subjektif
Norma subjektif (subjective norm) didefinisikan sebagai pengaruh dari
orang-orang di sekitar yang direferensikan (Ajzen 1991) dalam (Syahputri,
2015). Norma subjektif lebih mengacu pada persepsi individu terhadap
apakah individu tertentu atau grup tertentu setuju atau tidak setuju atas
perilakunya, dan motivasi yang diberikan oleh mereka kepada individu
untuk berperilaku tertentu. Hasil temuan dari banyak penelitian
menunjukkan bahwa teman sejawat mempunyai pengaruh penting untuk
memprediksi perilaku wajib pajak.
c. Kewajiban Moral
Aspek moral dalam bidang perpajakan merupakan hal penting dalam
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Berbagai penelitian yang dilakukan
terkait dengan kepatuhan wajib pajak mengaitkan moral sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhinya. Penelitian terhadap moral wajib pajak
mengacu pada dasar teori theory of moral reasoning yang dikemukakan oleh
Kolhlberg. Theory of moral reasoning dalam kontek kepatuhan pajak
menyatakan bahwa keputusan moral terutama dipengaruhi oleh perlakuaan
terhadap saksi pada tingkat moral reasoning yang rendah, peer expectation
(pengharapan akan adanya keadilan) pada tingkat moderat, dan isu keadilan
(fairness) pada tingkat yang tertinggi. Wajib pajak yang lebih menggunakan
moral dalam pengambilan keputusan pembayaran pajak akan lebih patuh
dibandingkan dengan wajib pajak lainya. Wajib pajak dengan tingkat moral
yang sama tetapi memiliki persepsi yang berbeda akan memiliki reaksi yang
berbeda terhadap kepatuhan pajak. (Jayanto P. Y., 2011)
d. Sanksi Perpajakan
Menurut Resmi dalam (Aprilliyana, 2017), sanksi perpajakan terjadi karena
terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan,
sehingga apabila terjadi pelanggaran maka wajib pajak dihukum dengan
indikasi kebijakan perpajakan dan undangundang perpajakan. Sanksi
perpajakan adalah hukuman negatif yang diberikan kepada orang yang
melanggar peraturan. Sedangkan denda adalah hukuman dengan cara
membayar uang karena melanggar peraturan hukum yang berlaku. Sehingga
sanksi perpajakan adalah hukuman negatif yang diberikan kepada wajib
pajak yang melanggar peraturan dengan cara membayar uang (Jatmiko)
dalam (Aprilliyana, 2017). Sanksi diperlukan agar peraturan atau undang–
undang tidak dilanggar. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi atau
ditaati. Menurut Ilyas & Burton dalam (Aprilliyana, 2017), penerapan
sanksi administrasi umumnya dikenakan karena wajib pajak melanggar hal-
hal yang bersifat administratif yang diukur dalam undang-undang pajak.
(ALN Syah, 2017)
Banyak sekali faktor atau hal yang mempengaruhi wajib pajak untuk tidak
mematuhi peraturan pajak. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Jayanto (2011)
ketidakpatuhan pajak dapat dipengaruhi dari karakterisik individu, kondisi
keuangan dan iklim organisasi. Hasil studi penelitiaannya menunjukan bahwa
karakter individu sangat berpengaruh terhadap niat ketidakpatuhan pajak, semua itu
diliat dari sifat kecenderungan dan keputusasaan yang timbul akibat adanya loading
factor yang sangat kuat pada individu tersebut. Kecenderungan adalah
kecondongan atau tendensi pribadi tax professional untuk patuh atau tidak patuh
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sedangkan keputusan adalah
keputusan pribadi yang dipilih tax professional untuk mematuhi atau tidak
mematuhi peraturan perpajakan. Dalam kondisi masyarakat wajib pajak yang
belum siap dengan pemahaman terhadap undang-undang dan peraturan pajak, yang
diperoleh dari pembayaran pajak, penggunaan hasil pajak yang dibayar oleh
masyarakat, rasa keadilan yang dirasakan oleh wajib pajak, serta pengenaan atas
sanksi pajak mengakibatkan wajib pajak menunjukkan perilaku yang tidak patuh
atas peraturan yang ada. (Jayanto P. Y., 2011)
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Tommy dan Agus (2013) di KPP
Sidoarjo, hal hal yang membuat wajib pajak tidak mematuhi pajak adalah karena
tidak percayanya WP terhadap kepastian hukum, persepsi WP terhadap sanksi PPN,
kondisi ekonomi perusahaan, media massa dan politik, dan kesadaran membayar
PPN.
Lebih banyak lagi, Amir (2011) melakukan penelitian survey terhadap
beberapa wajib pajak yang mempunyai NPWP membuktikan bahwa norma
subjektif (tekanan sosial), pengalaman masa lalu merupakan salah satu faktor yang
dipertimbangkan oleh individu dalam melakukan suatu aktivitas. Penelitiannya
juga memberikan bukti bahwa tidak selamanya sikap ketidakpatuhan akan
menimbulkan niat ketidakpatuhan, serta persepsi masyarakat mengenai
penggelapan pajak sama, terlepas dari tingkat religiusitasnya. Norma subjektif
merupakan salah satu faktor yang menentukan individu akan melakukan atau tidak
melakukan suatu tindakan tertentu. Norma subjektif mengarah pada tekanan sosial
yang dipersepsikan. Oleh karena itu, seseorang akan berperilaku dengan
mempertimbangkan kepercayaan-kepercayaan orang lain yang ada disekitarnya.
(Icek Ajzen, 1980)
Beberapa penelitian lainnya, Noermansyah dan Aslamadin (2019)
melakukan penelitian terhadap faktor yang berpengaruh terhadap niat
ketidakpatuhan pajak pada beberapa wajib pajak di Kota Tegal bahwa, kontrol
perilaku berpengaruh terhadap niat ketidakpatuhan pajak. Menurut Jogiyanto
(2007 : 66), kontrol perilaku yaitu kepercayaan yang dimiliki seseorang mengenai
sumber-sumber daya dan kesempatan yang dimiliki untuk mengantisipasi sesuatu
yang dihadapi untuk melakukan perilaku (Suryani, 2017)
Dalam penelitian Taher (2011) yang berjudul ‘Analisis Faktor Faktor Yang
Menyebabkan Ketidakpatuhan Wajib Pajak Diwilayah Kecamatan Cakung’
menjelaskan persepsi WP, lingkungan usaha, pengetahuan perpajakan, lingkungan
usaha, pengetahuan perpajakan, tarif pajak, profitabilitas, pemeriksaan, kualitas
pelayanan, kondisi perekonomian, serta hukum yang berlaku berpengaruh secara
signifikan terhadap ketidakpatuhan pajak. (Taher, 2011)

V. KESIMPULAN
Dari berbagai penelitian dulu, dapat disimpulkan faktor faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak.
1. Faktor Ekonomi
Profitabilitas, menurut Brigham dan Houston, pendapatan bersih dari
serangkaian kebijakan dan juga keputusan, ditetapkan dengan cara menghitung
berbagai tolak ukur yang relevan. Salah satu yang digunakan yaitu rasio
keuangan, yang mana dijadikan sebagai analis dalam menganalisis kondisi
keuangan suatu perusahaan, hasil operasi, sampai pendapatan. (Brigham, 2009)

Tarif pajak, merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi
tanggung jawab wajib pajak. (Maulida, 2018)

2. Faktor Non-Ekonomi
Karakterisik individu (Robbins 2012) merupakan keseluruhan kelakuan dan
kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil dari pembawaan
lingkungannya. Karakteristik individu dapat diukur dengan sikap, minat, dan
kebutuhan. Individu membawa nilai yang melekat dalam diri yang terbentuk
oleh lingkungan di mana ia tinggal, nilai-nilai tersebutlah yang nantinya dibawa
dalam situasi kerja. (Stephen P. Robbins, 2011)
Norma subjektif , Ajzen dan Fishbein (1980); Ajzen (1991) menyatakan bahwa
norma subjektif terbentuk dari normative belief. Normative belief didefinisikan
sebagai keyakinan individu terhadap harapan normatif individu lain yang
dianggap penting untuk menyetujui atau menolak suatu perilaku tertentu, serta
motivasi yang diberikan oleh individu yang direferensikan untuk berperilaku
tertentu. Oleh karena itu, seseorang akan melakukan tindakan tersebut ketika
individu yang dianggap penting baginya memerintahkan untuk melakukan
perilaku tersebut. (Hidayatullah, 2016)
Kontrol perilaku, Azwar (2011:12), menyatakan bahwa kontrol perilaku yaitu
keyakinan individu terhadap seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan
perilaku yang dipertimbangkan ketika tersedia tidaknya kesempatan dan
sumber-sumber yang diperlukan. Keyakinan yang berasal dari pengalaman
individu dimasa lalu atau dapat juga dipengaruhi oleh informasi tidak langsung
dengan melihat pengalaman orang lain yang pernah melakukannya sehingga
dapat mempengaruhi minat individu terhadap perilaku tertentu. (Asrofi L. N,
2019)
Menurut Bobek dan Hatfield (2003), kontrol perilaku dalam konteks perpajakan
adalah seberapa kuat tingkat kendali yang dimiliki seseorang wajib pajak dalam
menampilkan perilaku tertentu seperti melaporkan penghasilan lebih rendah,
mengurangkan beban yang seharusnya tidak boleh dikurangkan dan perilaku
ketidakpatuhan pajak lainnya (Winarsih, 2014). Kontrol perilaku memiliki dua
pengaruh yaitu pengaruh terhadap niat berperilaku dan terhadap perilaku. Ajzen
(2002) menyatakan bahwa kontrol keperilakuan mempengaruhi niat
didasarkanatas asumsi bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan oleh individu
akan memberikan implikasi motivasi pada orang tersebut. Dalam arti bahwa
niat akan terbentuk apabila individu merasa mampu untuk menampilkan
perilaku (Winarsih, 2014). Dalam penelitian ini, kontrol perilaku dilihat dari
keyakinan kemampuan yang dimiliki wajib pajak daerah untuk dapat
memunculkan perilaku niat atau tidak niat atas ketidakpatuhan untuk membayar
pajak daerah. (Suilawati, 2018)
Menurut Santoso (2008), ketidakpatuhan pajak adalah sebagai resiko yang
dihadapi oleh administrasi pajak berupa pajak yang tidak dapat ditarik dari
wajib pajak karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan perpajakan sehingga
pajak terutang tidak dibayar (Sidanti & Hatmawan, 2017). Menurut Fischer et
al (1992) menyatakan bahwa ketidakpatuhan pajak bersifat intensional atau
diniatkan namun juga perlu diperhatikan bahwa tidak semua ketidakpatuhan
pajak disebabkan adanya niat untuk tidak patuh. Kompleksitas dari hukum
pajak juga menentukan terjadinya ketidakpatuhan pajak secara umum sehingga
ketidakpatuhan dapat terjadi karena faktor non intensional atau tidak diniatkan
(Winarsih, 2014). (Ibnun, 2019)
3. Faktor pendukung lainnya yang mempengaruhi adalah, iklim organisasi, adalah
keadaan, kondisi dan karakteristik lingkungan tempat bekerja yang menjadi ciri
khas sebuah organisasi yang terbentuk dari sikap, perilaku dan kepribadian
seluruh anggota organisasi. Iklim organisasi merupakan sebuah konsep yang
menggambarkan suasana internal lingkungan organisasi yang dirasakan
anggotanya selama mereka beraktivitas dalam rangka tercapainya tujuan
organisasi. (Riadi, 2018)
Saran
Penelitian mendatang diharapkan dapat mengembangkan ruang lingkup
penelitian mengenai faktor apa saja yang dapat mempengaruhi dalam
ketidakpatuhan pajak. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu,
jumlah jurnal yang diteliti masih sedikit, beberapa jurnal menggunakan sampel
dari sebagian kecil wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, disarankan untuk
jurnal mendatang dapat menelaah dari penelitian dengan jumlah lebih banyak
lagi, agar hasil yang didapat lebih valid dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
ALN Syah. (2017). Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib
Pajak Dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor (Studi Empiris Pada
Kantor Uppd/Samsat Brebes). Jurnal AKSI (Akuntansi Dan Sistem
Informasi), -.
Asrofi L. N, I. A. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Niat
Ketidakpatuhan. Jurnal Aset, 331.
Brigham, E. F. (2009). Dasar Dasar Mananjemen Keuangan. Buku Satu. Edisi
Kesepuluh. jakarta : Selemba Empat. Diambil kembali dari Gramedia Blog.
Dewi, N. P. (2020, januari 22). Pentingnya Kesadaran dalam Membayar Pajak.
Diambil kembali dari pajakku:
https://www.pajakku.com/read/5dafc4184c6a88754c0880aa/Pentingnya-
Kesadaran-dalam-Membayar-Pajak
Dihni, V. A. (2022, agustus 04). Rasio Kepatuhan Pelaporan SPT Pajak Tercapai
84% pada 2021. Diambil kembali dari databoks:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/04/rasio-kepatuhan-
pelaporan-spt-pajak-tercapai-84-pada-
2021#:~:text=Direktorat%20Jenderal%20Pajak%20(DJP)%20mencatat,ke
patuhannya%20sebesar%2072%2C58%25.
Hidayatullah, A. (2016). Faktor Faktor Yang Mnedorong Wajib Pajak
Menggelapkan Pajak. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 191.
Ibnun, A. (2019). Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Niat Ketidakpatuhan
Wajib Pajak Daerah Kota Tegal. Jurnal Aset (Akuntansi Riset), -.
Icek Ajzen, M. F. (1980). Understanding Attitudes and Predicting Sosial Behavior.
Englandwood Cliffs: Pentice-Hall.
Jayanto, P. Y. (2011). Faktor Faktor Ketidakpatuhan Wajib Pajak. Jurnal Dinamika
Manajemen, 57.
Jayanto, P. Y. (2011). Faktor Faktor Ketidakpatuhan Wajib Pajak. Jurnal Dinamika
Manajemen, 49.
Kaunang, P. G., & Pinatik, S. (2016). Tingkat Pemahaman dan Sanksi Perpajakn
Terhadap Perilaku Ketidakpatuhan Membayar Pajak Perusahaan di Kota
Manado. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 6.
Klikpajak, M. (2022, november 17). inilah manfat pajak bagi negara dan
masyarakat. Diambil kembali dari Mekari Klikpajak:
https://klikpajak.id/blog/manfaat-
pajak/#:~:text=Pajak%20adalah%20sumber%20pemasukan%20utama,unt
uk%20pengeluaran%20negara%20seperti%20pembangunan.
Maulida, R. (2018, oktober 15). Jenis Tarif Pajak yang Perlu Anda Ketahu. Diambil
kembali dari online-pajak: https://www.online-pajak.com/tentang-
pajakpay/tarif-pajak
Pratiwi, R. Y. (2022, november 22). sejarah pajak di inndonesia, sejak zaman
kerajaan. Diambil kembali dari pajak:
https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/sejarah-pajak-di-indonesia-
sejak-zaman-
kerajaan/#:~:text=Sejarah%20pajak%20di%20Indonesia%20dimulai,deng
an%20Pajak%20Bumi%20dan%20Bangunan.
Resmi, S. (2019). perpajakan teori dan kasus, edisi 11 buku 1. jakarta: selemba
empat.
Riadi, M. (2018, januari 12). Pengertian, Dimensi, Faktor dan Pengukuran Iklim
Organisasi. Diambil kembali dari kajianpustaka.com:
https://www.kajianpustaka.com/2018/01/pengertian-dimensi-faktor-dan-
pengukuran-iklim-organisasi.html
Stephen P. Robbins, T. A. (2011). Organizational Behavior. Fourteenth Edition.
New Jersey: Pearson Education.
Suilawati, A. E. (2018). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam Melaksanakan Kewajiban Perpajakan. Kajian
Akuntansi, -.
Syafira, N. R. (2021). Pengaruh Sanksi Perpajakan Dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi, -.
Syahputri, Y. F. (2015). Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
Ketidakpatuhan Wajib Pajak . Jurnal Fakultas Ekonomi, 1-4.
Taher, S. (2011). https://www.kajianpustaka.com/2018/01/pengertian-dimensi-
faktor-dan-pengukuran-iklim-organisasi.html. Skripsi, 89-93.
Tommy. (2022, maret 22). Realisasi Kepatuhan Pajak 2021 84% tapi Target 2022
Hanya 80%. Diambil kembali dari pajakku:
https://www.pajakku.com/read/6226e20ea9ea8709cb1895e7/Realisasi-
Kepatuhan-Pajak-2021-84-Persen-tapi-Target-2022-Hanya-80-Persen
Wenzel, M. (2002). "The Impact of Outcome Orientation and Justice Concerns on
Tax Compliance". Journal of Applied Psychology, 4-5.

Anda mungkin juga menyukai