Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DOSEN PENGAMPU :
Deden, S.Pd., M.Pd

NAMA KELOMPOK :
Deswa Nuralya/205030320
Fitri Dwi Handayani/215030333
Ririn Suyanti/215030324
Siti Maryam/205030323

UNIVERSITAS BALIKPAPAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir semua negara menerapkan aturan pajak baik langsung maupun tidak langsung.
Pajak menjadi salah satu komponen pentung dalam perjalanan suatu bangsa. 
Dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan,
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat atau pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas Negara
yang digunakan utnuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
Struktur pembiayaan negara dapat terlaksana karena adanya pungutan pajak. Pajak dalam
kehidupan bersifat dinamis mengikuti perkembangan yang ada. Pungutan pajak sendiri
sudah diatur dan besarannya disesuaikan dengan norma yang berlaku. 
Akan tetapi,tetap saja banyak wajib pajak yang lalai untuk membayar pajak bahkan tidak
sedikit yang cenderung menghindari kewajiban tersebut.
Hal ini mendorong pemerintah menciptkan suatu mekanisme yang dapat memberikan
daya pemaksa bagi para wajib pajak yang tidak taat hukum. Salah satu mekanisme
tersebut adalah gijzeling atau lembaga paksa badan. Keberadaan lembaga ini masih
kontroversial. Beberapa kalangan beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa
badan merupakan hal yang berlebihan.
Di lain pihak,muncul pula pendapat bahwa lembaga ini diperlukan untuk memberikan
efek jera yang potensial dalam menghadapi wajib pajak yg nakal
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari pajak?
2. Apa saja ciri-ciri dan fungsi pajak?
3. Apa saja syarat dan azas pemungutan pajak?
4. Bagaimana teori pemungutan pajak?
5. Apa saja dasar hukum pajak?
6. Bagaimana penggolongan pajak di Indonesia?
7. Bagaimanan sistem pemungutan pajak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pajak
2. Untuk mengetahui ciri-ciri dan fungsi pajak
3. Untuk mengetahui syarat dan azas pemungutan pajak
4. Untuk mengetahui teori pemungutan pajak
5. Untuk mengetahui dasar hukum pajak
6. Untuk mengetahui penggolongan pajak di Indonesia
7. Untuk mengetahui sistem pemungutan pajak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak
Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen uang pajak yang
dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan negara dari sektor pajak.
Penggunaannya untuk membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah demi
kesejahteraan masyarakat.
Uang pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi.
Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk mendanai pembangunan
di pusat dan daerah, seperti membangun fasilitas umum, membiayai anggaran
kesehatan dan pendidikan, dan kegiatan produktif lain. Pemungutan pajak dapat
dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan UU  KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1, pengertian pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.

B. Ciri-Ciri dan Fungsi Pajak


- Ciri-ciri pajak
Berdasarkan UU  KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1, pengertian pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pajak memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pajak Merupakan Kontribusi Wajib Warga Negara


Artinya setiap orang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Namun hal tersebut
hanya berlaku untuk warga negara yang sudah memenuhi syarat subjektif dan syarat
objektif. Yaitu warga negara yang memiliki penghasilan melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). 
PTKP yang berlaku saat ini adalah Rp54 juta setahun atau Rp4,5 juta per bulan. Itu
artinya, jika Anda memiliki pendapatan lebih dari Rp4,5 juta sebulan akan kena
pajak. Sementara bila Anda adalah seorang pengusaha atau wirausaha dengan omzet,
tarif PPh Final 0,5% berlaku dari total peredaran bruto (omzet) sampai dengan Rp4,8
miliar dalam satu tahun pajak (berdasarkan PP 23 Tahun 2018). 

2. Pajak Bersifat Memaksa untuk Setiap Warga Negara


Jika seseorang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif, maka wajib
untuk membayar pajak. Dalam undang-undang pajak sudah dijelaskan, jika seseorang
dengan sengaja tidak membayar pajak yang seharusnya dibayarkan, maka ada
ancaman sanksi administratif maupun hukuman secara pidana.
3. Warga Negara Tidak Mendapat Imbalan Langsung
Pajak berbeda dengan retribusi. Contoh retribusi: ketika mendapat manfaat parkir,
maka harus membayar sejumlah uang, yaitu retribusi parkir, namun pajak tidak
seperti itu. Pajak merupakan salah satu sarana pemerataan pendapatan warga negara.
Jadi ketika membayar pajak dalam jumlah tertentu, Anda tidak langsung menerima
manfaat pajak yang dibayar. Yang akan Anda dapatkan, misalnya berupa perbaikan
jalan raya di daerah Anda, fasilitas kesehatan gratis bagi keluarga, beasiswa
pendidikan bagi anak Anda, dan lainnya.

4. Berdasarkan Undang-undang
Artinya pajak diatur dalam undang-undang negara. Ada beberapa undang-undang
yang mengatur tentang mekanisme perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.

- Fungsi Pajak
Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara, khususnya
pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan negara dalam membiayai seluruh
pengeluaran yang dibutuhkan, termasuk pengeluaran untuk pembangunan. Sehingga pajak
mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)


Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara mengumpulkan
dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai pembangunan
nasional atau pengeluaran negara lainnya.
Dengan demikian, fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki
tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara.

2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)


Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam
lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
- Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti pajak
ekspor barang.
- Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari
dalam negeri, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian
agar semakin produktif.

3. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)


Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian
pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.

4. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian,
seperti untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan
ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang
beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.
Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum dijumpai di
berbagai negara. Di Indonesia, pemerintah lebih menitikberatkan pada dua fungsi
pajak sebagai pengatur dan budgeter. Lembaga pemerintah yang
mengelola pajak negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
berada di bawah Kementerian Keuangan.
Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota masyarakat
sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai dengan sistem self
assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. 
Self assessment berarti wajib pajak menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melapor kewajiban perpajakannya sendiri. Jadi tidak memaksa wajib pajak membayar
pajak sebesar-besarnya, tapi sesuai dengan aturan perundang-undangan.
DJP sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penyuluhan, pelayanan,
serta pengawasan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, DJP
berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan
misinya.

C. Syarat dan Azas Pemungutan Pajak


- Syarat-syarat pemungutan pajak
Persyaratan perpajakan tersebut merupakan prinsip dasar yang harus ada dalam setiap
kegiatan perpajakan khususnya di Indonesia. Setidaknya terdapat 5 persyaratan dalam
pemberlakuan pemungutan pajak di Indonesia, diantaranya adalah :

1. Dalam hal keadilan (pajak harus adil) 


Sistem pemungutan pajak harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
keadilan dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Landasan keadilan disini 
merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai keadilan sosial yang
dimaksud, yaitu wajib Pajak mempunyai hak dan kewajiban yang telah diatur
didalam undang-undang, setiap warga negara yang menjadi wajib pajak harus
membayar pajaknya, serta adanya sanksi untuk pelaku pelanggaran pajak.

2. Dalam hal yuridis (perpajakan harus berdasarkan hukum)


Sistem perpajakan diharuskan untuk selalu berdasarkan hukum yang berlaku
seperti apa yang telah  tercantum dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007
yang mengatur tentang ketentuan perpajakan umum. Kenapa tercantum dalam
Undang-undang ? Karena  hanya melalui peraturan perundang-undangan berupa
undang-undang sajalah pemerintah dengan mudah dapat memberikan
perlindungan hukum bagi kegiatan perpajakan.

3. Dalam hal ekonomis (pajak tidak akan mempengaruhi perekonomian


nasional)
Sistem perpajakan tidak boleh mengganggu kegiatan ekonomi yang malah dapat
mengakibatkan keterpurukan ataupun penurunan ekonomi nasional, seperti misal
dalam kasus pajak tidak diperbolehkan mengganggu produksi atau kegiatan
perdagangan yang sedang berlangsung.
4. Dalam hal finansial (perpajakan harus efisien) 
Sistem pemungutan pajak yang ada harus dilakukan secara efisien dan efektif
sehingga nantinya  hasil yang diperoleh dari perpajakan pun akan maksimal.
Secara efisien disini berarti mempunyai maksud bahwa pemungutan pajak harus
dilakukan dengan mudah, tepat sasaran, tepat waktu dan biaya minimal.
Sedangkan secara efektif disini berarti mempunyai maksud bahwa pemungutan
pajak harus bisa membawa hasil yang sesuai dengan perhitungan yang telah
dilakukan. Dan secara langsung dalam syarat ini juga berkaitan dengan
pengelolaan biaya pemungutan pajak harus lebih kecil daripada pemasukan pajak
yang diterima kas negara.

5. Dalam hal sederhana (sistem pajak harus sederhana)


Sistem penagihan dan pengelolaan pajak harus sederhana dan mudah dipahami
oleh wajib pajak. Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan membantu
wajib pajak melaporkan pajaknya dan mendorong masyarakat untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya. Maka dari itu penerimaan pajak nasional akan terus
menerus meningkat.
Dengan sejumlah persyaratan yang ada, maka setiap aktivitas dalam pemungutan
pajak ini akan diwajibkan untuk menerapkan setiap persyaratan tersebut, karena
jika tidak ada ketentuan tersebut maka pemungutan pajak yang terjadi akan
sangat mudah mengalami kendala bahkan sampai melenceng dari target
pajaknya .

-Azas Pemungutan Pajak


Pemungutan pajak adalah dari rakyat untuk rakyat. Karena sifat pajak yang sangat
krusial ini, maka aktivitas perpajakan perlu ditegakkan dan diatur sedemikian rupa
melalui payung hukum dan asas pemungutan pajak.
Jadi bisa dikatakan asas perpajakan adalah dasar dan pedoman yang digunakan oleh
pemerintah dalam membuat peraturan atau pemungutan pajak.
Secara garis besar, terdapat tiga asas pemungutan pajak yang lazim digunakan oleh
semua negara di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Asas Domisili
Pemungutan pajak yang dilakukan kepada warga negara yang bertempat tinggal di
negara tersebut atau bagi perusahaan yang memiliki kedudukan di negara tersebut.
Dalam asas ini, negara mengabaikan dari mana wajib pajak mendapatkan penghasilan
yang akan dikenakan pajak.itu.
Hal tersebut membuat negara akan menggabungkan asas domisili dengan konsep
pungutan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara tersebut atau dari luar
negara.

2. Asas Sumber
Negara akan memungut pajak atas suatu penghasilan yang diterima oleh orang
pribadi maupun badan di negara tersebut. Asas ini tidak mempersoalkan siapa dan
apa status wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Sebab yang menjadi landasan
pengenaan pajak adalah objek pajak yang berasal dari negara tersebut.
3. Asas Kebangsaan, Nasionalisme, dan Kewarganegaraan
Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan Kebangsaan atau status kewarganegaraan
wajib pajak. Sama seperti asas domisili, pengenaan pajak bisa dilakukan dengan cara
menggabungkan asas kebagsaan dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan
yang diperoleh di luar negeri.

-Asas Pemungutan Pajak yang Berlaku di Indonesia


Banyaknya perbedaan teori terkait asas pemungutan pajak membuat penerapannya di
tiap-tiap negara juga berbeda salah satunya di Indonesia.
Berikut pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia:
1. Asas Umum
Pemungutan pajak di Indonesia berdasarkan atas keadilan umum. Itu artinya
pemungutan pajak dilakukan dengan perhitungan yang cermat sehingga bisa
dijangkau oleh masyarakat secara adil sesuai dengan porsinya.

2. Asas Yuridis
Asas yuridis yang dimaksud adalah bahwa pungutan pajak di Indonesia didasari oleh
asas hukum yang telah dibuat oleh negara melalui perundang-undangan.
Dasar pengenaan pajak di Indonesia sendiri didasari melalui Pasal 23 Undang-
Undang Dasar 1945 yang diikuti dan dijabarkan melalui Undang-Undang berikut:
-Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan bangunan (PBB).
-Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
-Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
-Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di
Indonesia.
-Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP).
-Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
-Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Adanya asas yuridis juga membuat aktivitas perpajakan di suatu negara bisa berjalan
dengan adil dan sewajarnya. Asas yuridis juga memberikan jaminan perlindungan
hukum bagi wajib pajak.

3. Asas Kebangsaan
Asas kebangsaan mengacu pada setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia
wajib membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku di negara Indonesia.
Asas kebangsaan juga mengatur pemungutan pajak bagi warga negara asing yang
tinggal dan berada di Indonesia dengan syarat.
Syarat tersebut adalah warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia
dan/atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (6 bulan) dalam 1 tahun.
4. Asas Wilayah atau Domisili
Asas wilayah adalah asas pemungutan pajak berdasarkan lokasi tempat tinggal wajib
pajak berada.
Itu artinya, wajib pajak yang memiliki objek pajak dalam bentuk apapun di wilayah
negara Indonesia, maka wajib mematuhi aturan perpajakan di wilayah tersebut.
Sebagai contoh Ibu Zubaidah merupakan WNI yang tinggal di Hongkong. Maka
menurut asas wilayah, baik properti maupun penghasilan yang dimiliki oleh Ibu
Zubaidah tidak wajib dipungut pajak oleh pemerintah Indonesia.
Sebaliknya bagi WNA yang tinggal di Indonesia dengan aturan tertentu maka WNA
tersebut wajib dikenakan pajak berdasarkan hukum pajak di Indonesia.

5. Asas Sumber
Asas sumber adalah dasar pemungutan pajak sesuai dengan asal objek pajak yang
dikenakan.
Jika objek pajak itu berasal dari negara atau wilayah A maka negara atau wilayah A
tersebut wajib mengenakan pajak atas objek pajak tersebut.
Sebagai contoh, Erwin merupakan Warga Negara Filipina dan bertempat tinggal di
Filipina memiliki penghasilan berupa dividen dari perusahaan yang berasal di
Indonesia.
Maka penghasilan dividen tersebut dianggap sebagai objek pajak dari negara
Indonesia karena dianggap sebagai sumber penghasilan berada.

6. Asas Ekonomis
Asas ekonomis yang dimaksud adalah bahwa pengenaan pajak harus digunakan
sesuai dengan kepentingan umum dan efisien.
Asas ini mengatur bahwa dasar pengenaan pajak tidak boleh melebihi dari
penerimaan pajak itu sendiri yang mungkin menyebabkan kemerosotan kondisi
perekonomian masyarakat.
Asas ekonomis juga mengatur bahwa penerimaan pajak diharapkan mampu
berkontribusi terhadap pembangunan negara tanpa harus melalui skema penerimaan
lain misalnya utang negara.

7. Asas Finansial
Asas finansial adalah prinsip dasar pemungutan pajak yang dilakukan berdasarkan
kondisi keuangan atau pendapatan yang diterima oleh wajib pajak.
Oleh karena itu di Indonesia diatur perbedaan besaran pungutan pajak penghasilan
berdasarkan beban keluarga dan jumlah pendapatan dalam setahun.
Contoh: Bapak Resa bekerja sebagai konsultan pajak dengan pendapatan
Rp300.000.000 per-tahun dan memiliki beban satu orang anak, sedangkan Ibu Septi
bekerja sebagai guru dengan penghasilan Rp50.000.000 per-tahun.
Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang dikenakan oleh kedua orang tersebut
akan berbeda.
Berdasarkan asas ini pula, pajak yang dipungut dari kedua orang tersebut tidak boleh
lebih dari pendapatan mereka dalam satu tahun.
Hal ini juga berlaku bagi orang yang memang belum memiliki penghasilan maka
tidak diwajibkan untuk membayar pajak.
D. Teori Pemungutan Pajak
Meski dijelaskan berbagai teori tentang dasar pemungutan pajak, pembayaran pajak
umumnya telah dianggap sebagai sebuah beban, ketimbang sebagai sebuah kewajiban
apalagi sebuah kesadaran bahwa pemungutan pajak memang perlu didukung. Hal ini
antara lain disebabkan karena tidak adanya kontraprestasi yang langsung dapat
dirasakan oleh pembayar pajak. Teori yang menjadi “dasar” bagi negara untuk
pemenuhan pajak, antara lain:

1. Teori Asuransi
Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut
dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala
kepentingannya misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya. Masyarakat
seakan mempertanggungkan keselamatan dan keamanan jiwanya kepada negara
sehingga masyarakat harus membayar “premi” kepada negara. Pada kenyataannya
menyamakan pajak dengan premi tidaklah tepat, karena jika masyarakat mengalami
kerugian, negara tidak dapat memberikan penggantian layaknya perusahaan asuransi.

2. Teori Kepentingan
Teori kepentingan diartikan bahwa negara yang melindungi kepentingan harta dan
jiwa warga negara dengan memperhatikan pembagian beban yang harus dipungut dari
masyarakat. Pembebanan ini didasarkan pada kepentingan setiap orang termasuk
perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk
melindunginya dibebankan pada masyarakat. Warga negara yang memiliki harta lebih
banyak akan membayar pajak yang lebih besar, dan sebaliknya yang memiliki harta
lebih sedikit membayar pajak lebih kecil untuk melindungi kepentingannya.

3. Teori Gaya Pikul


Teori ini berpangkal dari azas keadilan yaitu bahwa tiap orang dikenakan pajak
dengan bobot yang sama. Pajak yang dibayar adalah menurut gaya pikul dengan
ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran sesorang. Kekuatan (Gaya Pikul) untuk
membayar pajak baru ada setelah terpenuhinya kebutuhan primer seseorang. Dalam
Pajak Penghasilan kita kenal konsep Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Bila
seseorang berpenghasilan di bawah PTKP berarti gaya pikulnya tidak ada sehingga ia
tidak harus membayar pajak. Teori ini lebih menekankan unsur kemampuan
seseorang dan rasa keadilan.

4. Teori Bakti
Teori ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini mendasakan bahwa
negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat
menyadari bahwa membayar pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan
tanda baktinya terhadap negara karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan
kepentingan masyarakatnya. Dengan demikikan dasar hukum pajak terletak pada
hubungan masyarakat dengan negara.
5. Teori Gaya Beli
Pembayaran pajak dimaksudkan untuk memelihara masyarakatnya. Pembayaran
pajak yang dilakukan terhadap negara lebih ditekankan pada fungsi mengatur dari
pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori ini mendasarkan pada penyelenggaraan
kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak,
bukan kepentingan individu atau negara, sehingga pajak lebih menitikberatkan pada
fungsi mengatur. Dalam teori ini kemaslahatan masyarakat akan tetap terjamin
dengan pembayaran pajak.

E. Dasar Hukum Pajak


1. Dalam Undang-Undang PPh Pasal 4 ayat (2) huruf e disebutkan bahwa pemotong
PPh adalah sebagai berikut:
- Koperasi;
- Penyelenggara kegiatan;
- Otoritas bursa; dan
- Bendaharawan.
Lebih lanjut dalam pasal 4 ayat (2) Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4
ayat (2) adalah sebagai berikut:
-Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi;
- Penerima hadiah undian;
- Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
- Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan.
Keterangan lain-lain dari Undang-Undang PPh Pasal 4 ayat (2) adalah sebagai
berikut:
- Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;
- Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat
dikreditkan;
- Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan
dalam omset usaha, namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong
PPh Final;

2. Dasar hukum lainnya adalah Pasal 17 ayat (7) UU PPh yang berbunyi:
'Dengan Peraturan pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) sepanjang tidak memenuhi tarif pajak
tertinggi sebagai mana dimaksud pada ayat (1)."

3. Peraturan pemerintah No 46 tahun 2013


Objek pajak yang dikenakan Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2013 ini adalah:
- Pengahasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,- dalam setahun;
- Tidak termasuk penghasilan dari usaha adalah penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas;
- Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha
cabang.
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diatur dalam UU
No. 6/1983 dan diperbarui oleh UU No. 16/2000.
- Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU No. 7/1983 dan
diperbarui oleh UU No. 17/2000.
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan yang diatur oleh UU
No. 8/1983 dan diganti menjadi UU No. 18/2000.
- Undang-undang penagihan pajak dan surat paksa yang diatur dalam UU No.
19/1997
dan diganti menjadi UU No. 19/2000.
- Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU NO. 14/2002.
F. Penggolongan Pajak di Indonesia
Sedangkan jika dilihat dari ciri-ciri tertentu pada setiap pajak, dimana jenis pajak
yang cirinya tertentu bersamaan dimasukkan dalam satu golongan, maka pajak dapat
digolongkan :
1. Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang dalam pengenaannya pertama-tama
memperhatikan wajib pajak, contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif, adalah pajak yang dalam pengenaannya pertama-tama
memperhatikan objek pajak yang selain daripada benda, dapat pula berupa
keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya
kewajiban membayar, contoh : PPh wajib pajak LN.

2. Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung


a. Pajak Langsung, adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada Wajib
Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Pajak
langsung dipungut berdasarkan surat ketetapan pajak secara berkala. Contoh
pajak langsung adalah Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang dapat dibebankan atau dapat
dilimpahkan kepada pihak lain atau pihak ketiga. Berbeda dengan pajak
langsung, pajak tidak langsung dipungut tanpa berdasarkan surat ketetapan
pajak dan tidak dipungut secara berkala. Contoh pajak tidak langsung adalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

G. System Pemungutan Pajak


- Self Assessment System
Sistem perpajakan ini yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang
harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dalam artian lain bahwa
Wajib Pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar dan
melaporkan pajak kepada kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau sistem administrasi
online yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berperan untuk
mengawasi wajib pajak .
Untuk contohnya adalah  dalam  PPN dan PPh.  Self assessment system sudah
mulai masuk ke Indonesia setelah era reformasi perpajakan pada tahun 1983 dan
masih berlaku hingga saat ini, namun sistem perpajakan tersebut memiliki
konsekuensi karena wajib pajak berhak menghitung jumlah pajak yang perlu
dibayar, biasanya wajib pajak berusaha membayar pajak sesedikit mungkin.
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak self-assessment adalah:
- Wajib Pajak menentukan besaran pajak terutang
- Wajib Pajak berperan aktif dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya
(perhitungan, pembayaran, dan pelaporan)
- Pemerintah tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

- Official Assessment System


Sistem pemungutan pajak ini yang memungkinkan pihak berwenang untuk
dengan bebas menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada otoritas
pajak atau pemungut pajak. Dalam sistem pemungutan pajak ini biasanya wajib
pajak bersifat pasif  dan hutang pajak hanya dapat digunakan setelah otoritas
pajak mengeluarkan surat ketetapan pajaknya.
Sistem pemungutan pajak ini biasanya dapat diterapkan pada penyelesaian Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah lainnya. Dalam proses
transaksi pembayaran PBB, KPP biasanya berperan sebagai pihak yang
mengeluarkan surat ketetapan pajak yang memuat sejumlah PBB terutang
disetiap tahunnya, sehingga tidak perlu lagi untuk menghitung pajak yang
terutangnya, namun cukup dengan membayar PBB berdasarkan Surat Pernyataan
Terutang Pajak (SPPT) yang diterbitkan oleh KPP yang terdaftar sebagai subjek
pajak.

Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak official assessment adalah:


- Petugas pajak berwenang menghitung dan memungut besaran pajak terutang.
-Wajib Pajak berperan pasif.
- Besaran pajak akan diketahui oleh Wajib Pajak setelah petugas pajak melakukan
perhitungan dan menerbitkan SKP.
- Pemerintah memiliki hak penuh pada saat menentukan besaran pajak yang perlu
dibayarkan.

- Withholding Assessment System


Withholding system adalah sistem pemungutan yang memberikan otoritas kepada
pihak ketiga dalam penentuan besaran pajak terutang wajib pajak. Pihak ketiga yang
dimaksud, bukan berasal dari pemerintah maupun wajib pajak yang bersangkutan. 
Contoh sistem pemungutan pajak dengan sistem yang satu ini, yakni pemotongan
penghasilan karyawan oleh bendahara instansi terkait. Dengan begitu, karyawan tak
perlu ke KPP untuk melakukan pembayaran atas potongan pajak tersebut.
Sementara itu, jenis pajak yang menggunakan sistem ini yakni PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Lalu untuk bukti pada
setiap pelunasan pajak yang dilakukan, biasanya berupa bukti potong maupun bukti
pungut. Selain bukti potong, dapat juga memakai Surat Setoran Pajak (SSP) dalam
beberapa kasus tertentu. 

Secara garis besar, berikut ciri-ciri withholding system:


- Wajib pajak dan pemerintah sama-sama tidak berperan aktif dalam menghitung
besaran pajak.
- Instansi atau perusahaan terkait  sebagai pihak ketiga yang menghitung besaran
pajak.
- Wajib pajak perlu melampirkan bukti potong atau SSP bersamaan dengan SPT
Tahunan PPh atau SPT Masa PPN.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak memiliki beberapa
fungsi yakni fungsi pemasukan anggaran, mengatur kebijakan negara,
pemerataan kepada masyarakat, dan menstabilkan keaadaan ekonomi negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan undang-
undang harus dijamin kelancarannya. Jaminan hukum bagi para wajib pajak
untuk tidak diperlakukan secara umum. Jaminan hukum akan terjaganya
kerahasiaan bagi para wajib pajak. Menurut teori asuransi di ibaratkan
seperti pembayaran premi karena mendapat jaminan dari negara. Negara
bertugas melindungi orang dan atau warganya dengan segala kepentingan, yaitu
keselamatan dan keamanan jiwa serta harta bendanya.
DAFTAR ISI
https://www.studocu.com/id/document/politeknik-negeri-jakarta/perpajakan-
administrasi-niaga/makalah-dasar-dasar-perpajakan/18457062
https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya
https://www.pajakku.com/read/606a82fceb01ba1922cca6cb/Syarat-syarat-
Pemberlakuan-Pemungutan-Pajak-di-Indonesia\
https://www.rusdionoconsulting.com/asas-pemungutan-pajak-di-indonesia/
https://pajakmania.com/2022/03/17/dasar-teori-pemungutan-pajak/
https://indopajak.id/pembagian-pajak-berdasarkan-golongan/

Anda mungkin juga menyukai