Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TUTORIAL KE-1

HUKUM PAJAK
UNIVERSITAS TERBUKA

SOAL 1
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat
dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Siapa pun dan apa pun
pekerjaan kita selama berstatus Wajib Pajak sudah tentu wajib bayar pajak. Bahkan, badan
usaha atau perusahaan pun diwajibkan membayar pajak ini yang di setor ke negara. Berikan
penjelasan tentang 2 fungsi pajak menurut tujuannya! Kemukakan pendapat Saudara
mengapa di Indonesia setiap elemen masyarakat wajib membayar pajak berdasarkan 2 fungsi
tersebut? Jelaskan!

Jawaban :
Dengan mengetahui apa itu pajak dan manfaatnya, perlu juga untuk diketahui apa saja fungsi
dari pajak. Selain untuk pembangunan, pajak juga memiliki manfaat untuk pembiayaan
penegak hukum, keamanan negara, pekerjaan publik, subsidi dan biaya operasional lainnya.
Fungsi pajak dibagi menjadi empat yaitu:

1. Fungsi Anggaran atau budgeter


Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.

Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari
tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

Sumber pemasukan ini dilakukan dengan cara pengumpulan dana dari Wajib Pajak ke kas
negara yang digunakan untuk pembangunan nasional dan pengeluaran negara yang lainnya.
Negara harus memastikan bahwa pengeluaran dan pendapatan negara dari uang pajak
seimbang.
2. Fungsi Mengatur atau Regulasi
Selain fungsi anggaran, pajak juga memiliki fungsi regulasi, fungsi yang mengatur
pertumbuhan ekonomi. Dengan kebijakan dari pemerintah, dana dari pajak digunakan untuk
membantu perekonomian negara.

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan


fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam
rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. Dengan demikian,
masyarakat tidak khawatir lagi dengan kompetisi harga dengan produk-produk luar negeri.

Fungsi mengatur tersebut antara lain:


 Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
 Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti pajak
ekspor barang.
 Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam
negeri, contohnya
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
 Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian agar
semakin produktif.

3. Fungsi Pemerataan atau Distribusi


Pajak juga digunakan oleh negara untuk pemerataan kesejahteraan melalui bantuan dana,
jaminan kesehatan dan fasilitas umum. Pajak juga bisa digunakan untuk membiayai
kepentingan umum sehingga bisa menciptakan banyak lapangan pekerjaan baru yang di mana
akan berakhir dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

4. Fungsi stabilisasi
Selain tiga fungsi di atas, pajak memiliki fungsi sebagai stabilisasi. Stabilisasi yang dimaksud
adalah untuk menstabilkan perekonomian negara. Salah satunya adalah masalah inflasi atau
deflasi. Untuk mengurangi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan untuk
mengurangi peredaran uang.
Sedangkan untuk deflasi pemerintah akan menambah peredaran uang. Dengan pajak yang
tinggi, jumlah uang yang beredar bisa berkurang sehingga tidak terjadi inflasi. Sedangkan di
sisi lain, pemerintah akan menurunkan pajak sehingga jumlah uang yang beredar meningkat
dan bisa mengatasi deflasi.

Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum dijumpai di berbagai
negara. Di Indonesia, pemerintah lebih menitikberatkan pada dua fungsi pajak sebagai
pengatur dan budgeter. Lembaga pemerintah yang mengelola pajak negara di Indonesia
adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan.

Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota masyarakat sendiri
untuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam
Sistem Perpajakan Indonesia. Self assessment berarti wajib pajak menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melapor kewajiban perpajakannya sendiri.

Jadi tidak memaksa wajib pajak membayar pajak sebesar-besarnya, tapi sesuai dengan aturan
perundang-undangan. DJP sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan,
penyuluhan, pelayanan, serta pengawasan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan
fungsinya tersebut, DJP berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat
sesuai visi dan misinya.

SOAL 2
a. Wajib Pajak berinisial KNM, pada tahun 2019 kelebihan membayar PPh sebesar
Rp4.000.000,00, sedangkan untuk jenis PPN terdapat kekurangan pajak sebesar
Rp5.000.000,00.
Berdasarkan adanya kelebihan dan kekurangan pembayaran pajak pada kasus tersebut,
silakan Saudara berikan penjelasan tentang kemungkinan/ketentuan yang dapat membuat
berakhirnya utang pajaknya serta buatlah perhitungannya?

Jawaban:
Kekurangan PPN : 5.000.000
Kelebihan PPh : 4.000.000
Kurang bayar PPN : 1.000.000 (dengan mengkompensasikan lebih bayar PPH ke hutang
PPN)
Ketentuan berakhirnya hutang PPN sebesar 1.000.000 dengan cara wajib pajak menyetor
hutang PPN tersebut ke Kas Negara.

b. Selain kemungkinan/ketentuan yang dapat membuat berakhirnya utang pajak yang Saudara
jelaskan pada jawaban poin a tersebut, jelaskan pula 5 (lima) kemungkinan lainnya yang
membuat berakhirnya utang pajak!

Jawaban:
Syarat-syarat berakhirnya hutang pajak adalah :
• Wajib pajak meninggal dunia dengan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak
dapat ditemukan.
• Wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi.
• Wajib pajak tidak dapat ditemukan.
• Dokumen pajak yang hilang akibat bencana seperti banjir atau kebakaran.
• Hutang pajak yang melekat pada wajib pajak akan dihapus karena pembayaran pajak yang
dilakukan ke kas Negara.

SOAL 3
a. Jelaskan 3 (tiga) klasifikasi azas terkait hukum perdata, hukum pidana yang termasuk
dalam hukum pajak!

Jawaban:
Asas hukum pada dasarnya dapat dibedakan menjadi asas hukum umum dan asas hukum
khusus. Asas hukum umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang
hukum, seperti asas restitution in integrum, lex posterior derogate legi priori, equality before
the law, res judicata proveritate habetur dan sebagainya. Asas hukum khusus hanya berfungsi
atau berlaku dalam bidang hukum yang lebih sempit, seperti bidang hukum perdata, HAN,
pidana dan sebagainya yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum yang umum.
Misalnya asas pacta sunt servanda dan asas konsensualisme dalam hukum perdata, asas
presumption of innocence dan asas non retroaktif dalam hukum acara pidana, asas-asas
umum pemerintahan yang baik (Good Governance) dalam HAN dan sebagainya.
- Asas Pacta Sunt Servanda juga merupakan implementasi dari pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata. Istilah pacta sunt servanda berasal dari bahasa latin yang berarti 'janji harus
ditepati' (agreements must be kept). Norma yang terkandung dalam hukum positif
rumusannya menjadi: setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang dibuatnya.

- Yang dimaksud dengan asas konsensualisme yaitu para pihak yang mengadakan
perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam
perjanjian yang diadakan itu. Asas ini tercantum dalam salah satu syarat sahnya
perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata.

- Asas praduga tak bersalah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(“KUHAP”) dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
(“UU Kekuasaan Kehakiman”).

Dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum KUHAP
butir ke 3 huruf c yaitu:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka
sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Sedangkan dalam UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat
(1), yang berbunyi:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

- Asas non-retroaktif, yaitu asas yang melarang keberlakuan surut dari suatu undang-
undang. Asas ini sesuai dengan pasal 2 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor
Indonesie (“AB”). Dalam hukum pidana, asas ini dicantumkan lagi dalam pasal 1 ayat (1)
KUHP:
“Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam
undang-undang, yang ada terdahulu daripada perbuatan itu”
Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana di
Indonesia” menyatakan bahwa pengulangan pencantuman asas ini dalam KUHP
menunjukkan bahwa larangan keberlakuan surut ini oleh pembentuk undang-undang
ditekankan bagi ketentuan pidana. Larangan keberlakuan surut ini untuk menegakkan
kepastian hukum bagi penduduk, yang selayaknya ia harus tahu perbuatan apa yang
merupakan tindak pidana atau tidak.

Selain pasal 1 ayat (2) KUHP, sifat retroaktif tersebut juga dianut dalam pasal 43 ayat (1)
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (“UU Pengadilan HAM”):
“Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya
Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc”

Dasar keberlakuan secara surut UU Pengadilan HAM terhadap pelanggaran hak asasi
manusia yang berat adalah penjelasan pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang menegaskan bahwa:
“Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan dalam
hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan
terhadap kemanusiaan.”

Jadi, secara umum suatu undang-undang adalah bersifat non-retroaktif, yaitu tidak boleh
berlaku secara surut. Akan tetapi, untuk hal-hal tertentu dimungkinkan untuk diberlakukan
surut, contohnya ketentuan-ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP dan pasal 43 ayat (1) UU
Pengadilan HAM.

b. Jelaskan dan berikan contohnya dari 3 (tiga) asas khusus sehubungan dengan pemungutan
pajak berikut ini:
-Asas Sumber
-Asas Waktu yang tepat
-Asas Ekonomis

Jawaban:
- Asas sumber
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan berdiri
atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia hanya diberlakukan
untuk orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia.
Sebagai contoh, Pak Ahmad merupakan warga Indonesia yang tinggal dan bekerja di
Australia, meskipun secara dokumen kebangsaan Pak Ahmad adalah WNI tetapi berdasarkan
sumber pendapatannya Pak Ahmad tidak wajib membayar PPH yang dipungut oleh
pemerintah Indonesia.
- Asas waktu yang tepat
Dalam asas ini, pungutan pajak harus berdasarkan dengan saat yang tepat bagi Wajib Pajak
(saat yang paling baik). Misalnya adalah disaat wajib pajak baru menerimakan
penghasilannya atau menerima hadiah.

Hal ini bertujuan agar Wajib Pajak tidak merasa dibebani atau keberatan atas pajak yang
dipungut. Berdasarkan asas ini, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan
(finansial) atau besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak.

Contohnya: Pak Ahmad bekerja sebagai guru honorer dengan pendapatan sekitar
Rp15.000.000 per tahun, sedangkan Bu Laila bekerja sebagai Advokat dengan pendapatan
sekitar Rp1.000.000.000 per tahun.

Berdasarkan asas tersebut, besaran pajak yang harus dibayar kedua orang tersebut tentu saja
berbeda. Berdasarkan asas ini pula, penetapan pungutan pajak yang harus dibayarkan kedua
orang tersebut harus lebih kecil dari pendapatan mereka selama setahun.

- Asas ekonomis
Asas ini terkait dengan biaya pemungutan pajak yang diusahakan untuk dapat sehemat
mungkin. Asas ini menjadi patokan agar tidak terjadi biaya pemungutan pajak yang lebih
besar dari hasil pemungutan pajak.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemungutan pajak harus dilakukan secara tepat dan benar
agar tujuan dari pemungutan pajak ini dapat tercapai. Berdasarkan asas ekonomis, hasil
pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan sesuai dengan kepentingan umum
(kepentingan rakyat secara menyeluruh). Pajak juga tidak boleh menjadi penyebab
merosotnya kondisi perekonomian rakyat. Bahkan, dengan adanya pemanfaatan hasil pajak,
diharapkan pemerintah bisa membangun negeri ini secara maksimal tanpa harus mendapatkan
pembiayaan melalui skema lain seperti utang luar negeri.

SOAL 4
Jelaskan gambaran menurut anda, sistem dan ketentuan perundang-undangan seperti apakah

yang menyatakan bahwa wajib pajak yang mempunyai kewajiban pajak, wajib

menyelesaikan kewajiban pajak yang terutang kepada negara, wajib pajak wajib

mendaftarkan diri dan pengusaha kena pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan

sebagai pengusaha kena pajak pada kantor direktorat jendral pajak?

Jawaban:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 Pasal 2 Ayat 1

Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan dirinya pada Direktorat Jenderal Pajak dan

kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1994 Pasal 2 Ayat 1

Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem "self assessment" wajib mendaftarkan diri pada

kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk

mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan

pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki

secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Nomor Pokok Wajib

Pajak tersebut adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai

tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak

hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib
Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam

pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan,

Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.

Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib

Pajak dikenakan sanksi perpajakan.

Menurut Per-20/PJ/2013 orang pribadi atau badan, wajib memiliki NPWP (Nomor Pokok

Wajib Pajak) apabila dia telah dinyatakan memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai

dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Adapun persyaratan subjektif yaitu:

- Orang pribadi yang bertempat tinggal dan berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan, serta orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia

- Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia;

- Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Untuk wajib pajak orang pribadi, wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan sudah

memiliki penghasilan yang pada suatu bulan apabila disetahunkan telah melebihi penghasilan

tidak kena pajak (PTKP) besaran (PTKP) Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku saat

ini yaitu 54 juta rupiah untuk penghasilan dalam jangka waktu setahun atau disetahunkan.

Untuk wajib pajak badan, wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak apabila badan tersebut

di Indonesia. Sedangkan persyaratan objektif yaitu ketika orang pribadi atau badan tersebut

memiliki penghasilan.

Kewajiban perpajakan bukan hanya melakukan pembayaran pajak, tetapi melaporkan besaran

pajak yang telah dibayarkan merupakan bagian dari melaksanakan kewajiban perpajakan.

Perbedaan mendasar kewajiban perpajakan orang pribadi yang telah memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dengan yang belum yaitu, bagi orang pribadi yang telah memiliki

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) selain diharuskan untuk melakukan pembayaran pajak

tapi juga diwajibkan untuk melaporkan besaran pajak yang telah dibayarkan tersebut.

Sedangkan untuk orang pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

tidak diwajibkan untuk melaksanakan pelaporan pajak.

Tubagus Chairul Amachi, Irma, Amin Dara. 2019. Hukum Pajak (Edisi 3) Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka

jdih.kemenkeu.go.id

pajakku.com

FREDDY SANTOSO 044501024

Anda mungkin juga menyukai