Anda di halaman 1dari 26

KONSEP DASAR PERPAJAKAN

To : Agustina Budi Suryani


DEFINISI PAJAK
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan jika pajak merupakan kontribusi yang harus
dilaksanakan wajib pajak. Namun, siapakah wajib pajak itu? Pasal 1 angka 2 UU KUP
menjelaskan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
FUNGSI PAJAK
• Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
• Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah dalam
bidang sosial ekonomi.
• Stabilitas, pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-
kebijakan pemerintah. 
• Redistribusi Pendapatan, penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja
dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. 
HUKUM PAJAK
Hukum Pajak atau Tax Law merupakan suatu kumpulan peraturan-peraturan resmi dan tertulis
yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak. Pemerintah dalam hal ini diwakilkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yang berwenang mengambil kekayaan seseorang
dalam bentuk pembayaran pajak, dikelola, dan diserahkan kembali kepada masyarakat.
Penyerahan tersebut secara tidak langsung melalui pelayanan publik yang diambil dari kas
negara.
Hukum pajak merupakan satu produk hukum dan menjadi bagian dari ilmu hukum yang mengatur
hak dan kewajiban perpajakan baik dari sisi pemerintah maupun wajib pajak yang harus dipatuhi
dan dijalankan. Dengan demikian, hukum pajak tidak terlepas dari sanksi hukum sebagai
konsekuensi agar pemerintah (fiskus) maupun wajib pajak menaati peraturan pajak tersebut.
Konsekuensi yang dimaksud yaitu sanksi hukum berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.
KEDUDUKAN HUKUM PAJAK
Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia menganut paham imperative.
Artinya, pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat ditunda. Ketika terjadi pengajuan keberatan terhadap
Pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan pemerintah, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal
Pajak tentang keberatan diterima, maka wajib pajak terlebih dahulu harus membayar pajak sesuai dengan
yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah penjelasan kedudukan hukum perpajakan:
1. Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya contohnya
masalah warisan, masalah utang piutang, kepimilikanbarang, dll.
2. Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Antara lain terdiri
dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara), Hukum Pajak,
dan Hukum Pidana.
Berdasarkan dua poin di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari
hukum publik. Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dan rakyat
sebagai wajib pajak.
HUKUM PAJAK TERBAGI MENJADI 2
1. Hukum Pajak Materiil
Hukum ini memuat norma-norma yang menjelaskan tentang keadaan, perbuatan, peristiwa
hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), pihak yang dikenai pajak (subyek pajak), besaran
pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu berkaitan dengan timbul dan dihapusnya
utang pajak, serta dinas sanksi-sanksi dalam hubungan hukum antara pemerintah dan wajib
pajak.
Contoh wujud dari hukum pajak materiil adalah pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
2. HUKUM PAJAK FORMIL
Hukum pajak formil merupakan hukum yang memuat prosedur untuk mewujudkan hukum
pajak materiil menjadi suatu kenyataan atau realisasi. Hukum pajak formil memuat tata cara
atau prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan monitoring
dan evaluasi. Selain itu juga menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan
pembukuan atau pencatatan dan prosedur pengajuan surat keberatan maupun banding.
Contoh wujud dari hukum pajak formil adalah Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.
TEORI PAJAK TERDIRI DARI 5 YAITU
1. Menurut teori asuransi,
pembayaran pajak diibaratkan seperti membayar premi dalam perusahaan asuransidengan
harapan mendapatkan perlindungan dari kejadian tidak terduga di masa yang akan datang.
Premi asuransi harus dibayarkan oleh setiap peserta asuransi. Dana tersebut kemudian akan
digunakan untuk menjamin kehidupan setiap peserta asuransi yang mengalami kejadian tidak
terduga yang bisa mengganggu keuangan pribadi. Dengan logika yang sama, seperti itulah
teori asuransi. Masyarakat membayar premi sama dengan masyarakat yang membayar pajak
untuk subsidi, keamanan dan lain sebagainya.
2.  Teori Kepentingan
Dalam teori kepentingan, ibarat dua belah pihak yang saling membutuhkan dan saling
menguntungkan. Negara harus melindungi harta dan jiwa masyarakat agar kepentingannya
bisa terlaksana dengan baik. Untuk melakukan itu semua pastinya diperlukan biaya yang
cukup banyak, biaya yang cukup banyak tersebut dibebankan kepada masyarakat. Biaya yang
dikeluarkan masyarakat itu sama dengan masyarakat yang membayar pajak.
3. Teori Gaya Pikul
Dalam teori gaya pikul, pajak yang harus dibayarkan oleh masyarakat harus sesuai gaya
pikul dan ukuran yang sesuai dengan pengeluaran dan penghasilan, baik perorangan atau
sebuah badan usaha. Gaya pikul yang digunakan untuk membayar pajak akan muncul apabila
kebutuhan primer dari individu sudah terpenuhi. Jika individu masih memiliki penghasilan di
bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)maka belum memiliki gaya pikul.
4. Teori Bakti
Teori bakti mengatakan jika suatu negara memiliki hak mutlak untuk mengambil pajak
dari rakyat. Rakyat sudah memahami bahwa membayar pajak merupakan sebuah kewajiban
dan tanda bakti kepada negara.Hal tersebut dilakukan agar sistem pemerintahan negara bisa
terus berjalan dengan baik. Rakyat sudah mulai mengerti bahwa uang pajak yang dibayarkan
akan dikelola pemerintah untuk banyak hal, seperti membangun infrastruktur
5. Teori Daya Beli
Teori daya beli ini sangat erat berkaitan dengan kemampuan masyarakat saat melakukan
transaksi jual beli. Masyarakat yang banyak dengan kebutuhan yang berbeda-beda tentu
membutuhkan berbagai barang untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Pada transaksi jual beli,
jenis pajak yang dikenakan adalah pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai dan PPnBM (Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah). Jadi semakin mewah atau semakin mahal barang yang
dimiliki masyarakat, maka nominal pajaknya semakin besar pula.
ASAS PAJAK
1. Asas Domisili
Asas yang diterapkan berdasarkan tempat tinggal wajib pajak tanpa memandang apakah orang
tersebut warga negara Indonesia atau warga negara asing. Contoh penerapan asas domisili, Ibu
Mawar adalah WNI yang bertempat tinggal di Indonesia yang memiliki penghasilan dari Indonesia
dan luar negeri, maka atas seluruh penghasilan yang diperolehnya tersebut negara berhak
memungut pajak. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa asas domisili berfokus pada
tempat tinggal wajib pajak dan mengabaikan asal penghasilan yang diperolehnya.
2. Asas Sumber
Asas yang diterapkan berdasarkan sumber penghasilan yang diperoleh dari suatu negara. Asas
sumber berkebalikan dari asas domisili yaitu mengabaikan tempat tinggal wajib pajak. Contoh
penerapan asas sumber, Ibu Melati adalah WNA yang bertempat tinggal di Singapura, namun Ibu
Melati memperoleh penghasilan berupa dividen dari perusahaan Indonesia. Maka atas penghasilan
tersebut yang diperoleh Ibu Melati dari Indonesia, fiskus berhak memungut pajak.
3. Asas Kebangsaan
Asas yang diterapkan berdasarkan status kewarganegaraan wajib pajak yang memperoleh
penghasilan. Artinya setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia maka wajib membayar
pajak sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia. Dalam undang-undang perpajakan diatur
bahwa warga negara asing akan dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri apabila tinggal di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan. Asas kebangsaan sama seperti
asas domisili yaitu mengabaikan asal penghasilan yang diperolehnya.

4. Asas Umum
Asas umum yang dimaksud adalah pemungutan pajak berdasarkan keadilan umum. Misalnya
yang memiliki penghasilan besar maka jumlah pajak yang harus dibayarnya pun besar, tetapi jika
penghasilannya kecil maka jumlah pajak yang harus dibayarkan juga kecil, bahkan terdapat juga
aturan jika penghasilannya di bawah PTKP tidak wajib membayar pajak.
5. Asas Yuridis 
Asas yuridis yang dimaksud adalah pemungutan pajak di Indonesia berdasarkan asas hukum yang
telah dibuat negara melalui undang-undang. Dengan adanya asas yuridis, pemungutan pajak di
Indonesia berjalan dengan adil dan sewajarnya, tidak sewenang-wenang sebab adanya perlindungan
hukum yang mengatur.

6. Asas Ekonomi
Asas ini mengatur bahwa pemungutan pajak harus digunakan untuk kepentingan umum dan tidak
menyebabkan kemerosotan ekonomi nasional. Misalnya pemungutan pajak digunakan untuk
membangun bendungan agar ketahanan pangan negara tetap terjaga.

7. Asas Finansial
Asas ini mengatur bahwa pemungutan pajak dilakukan berdasarkan kondisi keuangan atau
pendapatan yang diperoleh wajib pajak. Dari asas finansial ini dikenallah istilah Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dijelaskan apabila
pendapatan wajib pajak tidak lebih besar dari PTKP maka atas pendapatannya tersebut tidak akan
dipungut pajak.
JENIS PAJAK
Jenis pajak berdasarkan lembaga pemungutnya, terbagi menjadi dua: 
1. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh negara atau pemerintah pusat. Sebagian besar dari pajak pusat dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pusat (DJP) - Kementerian Keuangan. Pajak Pusat meliputi : 
• Pajak Penghasilan (PPh)
• Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
• Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
• Bea Meterai
• Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2. Pajak Daerah adalah pajak yang pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pajak daerah
meliputi : 
• Pajak Kendaraan Bermotor
• Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
• Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
• Pajak Air Permukaan
• Pajak Rokok
• Pajak Kabupaten yang terdiri dari:
• Pajak Hotel
• Pajak Restoran dll
Sementara itu, berdasarkan sifatnya, jenis pajak dibagi menjadi dua, yakni: 
1. Pajak Langsung.
Pajak yang dikenakan pada wajib pajak secara berkala baik perorangan maupun badan usaha. 
(Contoh = Pajak Penghasilan dan Pajak Bumi dan Bangunan)
2. Pajak Tidak Langsung  
Pajak yang diberikan oleh wajib pajak bila melakukan peristiwa atau perbuatan tertentu. 
(Contoh = Pajak Penjualan atas Barang Mewah)
ADA 3 SYSTEM PEMUNGUTAN PAJAK
1. Self Assessment System
Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak dimana sistem ini membebankan besaran
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan secara mandiri. Jadi wajib pajak disini berperan aktif
dalam menghiutng, membayar sampai melaporkan besaran pajaknya kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Disini pemerintah berperan sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan wajib pajak. Sistem pemungutan pajak ini
diterapkan di pajak pusat, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Sistem ini
diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.
Self Assessment System ini memberikan keluasaan kepada wajib pajak, tapi terdapat konsekuensi dimana wajib
pajak akan berusaha untuk menyetor besar pajak sekecil mungkin.
Ciri-ciri Self Assesment system:
• Besar pajak terutang ditentukan oleh wajib pajak itu sendiri
• Wajib pajak berperan aktif dalam memenuhi kewajiban pajaknya mulai darimenghitung, membayar hingga
melapor pajak sendiri.
• Pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) terkecuali, jika wajib pajak telat lapor, telat
melunasi pajak terutang, atau terdapat pajak yang tidak dibayar.
2. Official Assessment System
Sistem pemungutan satu ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan seberapa besar pajak
terutang kepada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Dalam sistem ini, petugas pajak
sepenuhnya memiliki inisiatif dalam menghitung dan memungut pajak. Penerapan official assessment system ini
pun ditujukan kepada masyarakat selaku wajib pajak, yang dinilai belum mampu untuk diberikan tanggung jawab
dalam menghitung serta menetapkan pajak.
Official Assessment System ini diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis-jenis
pajak daerah lainnya dimana KPP sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB
terutang setiap tahunnya.
Walau fiskus (pemegang wewenang pajak) cukup dominan dalam menghitung dan menetapkan hutang pajak,
namun setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984, sistem pemungutan ini tidak lagi berlaku.
Ciri-ciri Official Assessment System:
• Wajib pajak bersifat pasif karena perhitungan pajak terutang dihitung oleh aparat pajak (fiskus) yang ditunjuk
dalam pengelolaan pajak
• Pajak yang terutang muncul setelah aparat pajak menghitung pajak terutang dan diterbitkan SKP
• Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besar pajak yang menjadi kewajiban bayar oleh wajib pajak
3. Withholding Assessment System
Untuk withholding system, besaran pajak akan dihitung oleh pihak ketiga yang merupakan
bukan wajib pajak ataupun aparat pajak.
Contoh penerapan sistem ini adalah pemotongan gaji karyawan yang dilakukan oleh
bendahara instansi terkait. Oleh karena itu, karyawan tidak perlu lagi mendatangi KPP untuk
membayar pajak terutang tersebut.
Jenis-jenis pengenaan pajak yang menggunakan withholding assessment system, yaitu Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final), dan
PPN. Dengan sistem pemungutan ini, wajib pajak akan mendapatkan bukti potong atau Surat
Setoran Pajak (SSP) yang berfungsi sebagai bukti atas pelunasan pajak.
Itulah semua jenis sistem pemungutan pajak di Indonesia, sebagai wajib pajak hendaknya
memahami ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari jenis-jenis pajak yang
berlaku dan sistem pemungutan pajaknya agar mempermudah saat membayar pajak.
TIMBULNYA DAN AKHIRNYA HUTANG PAJAK
Timbulnya hutang pajak :
1. Ajaran Formil, merupakan utang pajak yang timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan
pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk menentukan apakah seseorang dikenakan pajak atau
tidak, berupa jumlah pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat
diketahui dalam surat ketetapan tersebut. Ajaran ini konsisten dengan penerapan Official
Assesment System. 
2. Ajaran Materil, merupakan utang pajak yang timbul karena diberlakukannya undang-undang
perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan
pajak atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ajaran ini konsisten dengan
penerapan Self Assesment System. 
BERAKHIRNYA HUTANG APABILA TERJADI
A. Pembayaran
Hutang pajak akan dihapus, apabila wajib pajak telah membayar hutang pajaknya. Dalam pembayaran pajak
harus dilakukan dalam bentuk penyetoran uang ketempat-tempat yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan
bukan dalam bentuk barang.
B. Kompensasi/ Restitusi
Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah
kelebihan pembayaran pajak yang diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak
lainnya yang terutang.
C. Daluwarsa
Daluwarsa atau lewat waktu adalah sebagai salah satu sebab berakhirnya utang pajak dan hapusnya perikatan
(hak untuk menagih atau kewajiban untuk membayar hutang) karena lampaunya jangka waktu tetentu, yang
ditetapkan dalam undang-undang. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu
sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhimya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun
pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi.
Namun daluwarsa panagihan pajak tertangguh, antara lain; apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.
D. Pembebasan dan Penghapusan
Wajib pajak yang menunggak pajak, setelah dilakukan penelitian telah meninggal atau pailit dan
tidak memiliki ahli waris dapat diusulkan untuk dihapusnya hutang pajak, atau yang
bersangkutan mengajukan keberatan pajak ke Mahkamah Pengadilan Pajak, tentang besarnya
pajak terhutang yang harus dibayarnya (Tax Avoidance).
E. Penundaan Penagihan
Setelah diterbitkan surat keputusan penundaan penagihan, berarti berakhirlah utang pajak,
meskipun sementara waktu.
F. Pengecualian
Pengecualian disini karena UU sudah sejak semula sudah mengecualikan, baik yang berkaitan
dengan subjek maupun objek pajak
JENIS JENIS TARIF PAJAK
1. Tarif progresif
Dimana dalam tarif progresif, saat
pemungutan pajaknya, atas persentasenya
akan naik sebanding dengan jumlah dasar
pengenaan pajaknya. Di Indonesia sendiri,
jenis tarif pajak inilah yang diterapkan
sebagai metode pengenaan pajak
penghasilan orang pribadi. Adapun, tarif
pajak progresif terbaru telah diterapkan
untuk pengenaan PPh orang pribadi. Tarif
progresif PPh terbaru tertuang pada Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajak (UU HPP).
2. Tarif Degresif
Kebalikan dengan pajak progresif, persentase pajak dengan tarif degresif yang dipungut akan
lebih kecil saat dasar pengenaan pajaknya meningkat. Dengan kata lain, persentase atas tarif pajak
akan semakin rendah atau menurun ketika dasar pengenaan pajaknya semakin besar. Dalam
praktik perundang-undangan Indonesia, tarif degresif tidak pernah diimplementasikan.
Terdapat 3 jenis tarif pajak degresif yang dibedakan oleh besaran penurunan tarifnya. Pertama,
tarif degresif proporsional yang persentase penurunannya selalu sama dan tidak terpengaruh oleh
DPP. Kedua, tarif pajak degresif-degresif yang besaran penurunannya semakin kecil jika DPP
meningkat. Terakhir, tarif pajak degresif-progresif yang persentase penurunan tarifnya meningkat
seiring dengan meningkatnya DPP. Tarif degresif merupakan nilai presentase akan semakin kecil
apabila nilai objek pengenaan pajaknya semakin besar.
3. Tarif Proporsional
Tidak seperti tarif progresif dan tarif degresif, tarif proporsional saat pemungutan pajaknya atas
persentasenya akan tetap dan tidak terjadi perubahan terhadap keseluruhan dasar pengenaan
pajaknya. jadi bisa dibilang bahwa sebesar apapun jumlah objek pajak yang dikenakan dalam
pajak penghasilannya, persentasenya pun akan tetap sama. Dalam hal ini contohnya adalah
adanya PPN sebesar 10% dan PPB sebesar 0.5% dari apapun objek pajaknya. 
Salah satu contoh tarif proporsional yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak),
yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11% sebagaimana diatur dalam UU HPP yang
berlaku sejak 1 April 2022.
Kemudian, ada juga pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan tarif paling tinggi 0,5%
sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU HKPD.
4.TARIF REGRESIF
jenis tarif yang terakhir adalah tarif tetap atau tarif regresif yang dimana saat pemungutan tarif pajaknya akan
selalu tetap tanpa melihat jumlah dari keseluruhan dasar pengenaan pajaknya. Sehingga, tarif yang dikenakan
besarannya sama bagi seluruh wajib pajak. 
Tarif tetap ini juga diartikan sebagai tarif yang akan selalu sama dan sesuai dengan peraturan yang diberlakukan
oleh pemerintahan seperti contoh bea meterai dengan nilai yang sudah ditentukan oleh pemerintahan. 
Tidak hanya secara struktural, pajak juga dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan golongannya yaitu pajak langsung
dan tidak langsung dan berdasarkan sifat yaitu objektif dan subjektif. 
Dimana atas golongannya, pajak langsung adalah pajak yang bebannya ditanggung oleh wajib pajak yang
bersangkutan dan tidak bisa di ambil alih atau dilimpahkan kepada orang lain seperti PPh. Serta pajak tidak
langsung adalah kebalikan dari pajak langsung yaitu pajak yang bisa dibebankan atau dialihkan kepada orang
lain seperti PPN. 
Sedangkan atas sifatnya, pajak subjektif adalah pajak yang melihat dan memperhatikan keadaan wajib pajaknya
dan pemungutan pajaknya berpangkal pada subjek seperti PPh. Serta pajak objektif merupakan kebalikan dari
pajak subjektif yaitu pajak yang melihat dan memperhatikan keadaan wajib pajaknya dan pemungutan pajaknya
berpangkal pada objeknya seperti PPN dan PPnBM. 
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai