Anda di halaman 1dari 6

NAMA : ZULKARNAIM DG.

MADJID
NIM : A031211009
MATKUL : PERPAJAKAN 1

RANGKUMAN MATERI 1

A.    Teori-Teori Pemungutan Pajak


1.    Teori Asuransi
Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi jiwa raga
dan harta benda perseorangan.   Oleh sebab itu negara disamakan dengan perusahaan
asuransi,untuk mendapat perlindungan warga negara membayar pajak sebagai premi.
Menurut teori asuransi, pajak di ibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar
oleh setiap orang karena orang mendapat perlindingan atas hak-hak dari pemerintah. 1[1]
Teori ini sudah lama ditinggalkan dan sekarang praktis tidak ada pembelanya lagi, sebab
selain perbandingan ini tidak cocok dengan kenyataan, yakni  jika orang misalnya
meninggal,kecelakaan atau kehilangan, negara tidak akan mengganti kerugian seperti halnya
dalam asuransi. Disamping itu tidak ada hubungan langsung antara pembayaran pajak dengan
nilai perlindungannya terhadap pembayaran pajak.
2.    Teori Kepentingan
Teori ini mengatakan bahwa Negara mengenakan pajak terhadap rakyat karena
Negara telah melndungi kepentingan rakyat. Pembagian beban pajak kepada rakyat
didasarkan pada kepentingan masing-masing orang.  Teori ini mengukur besarnya pajak
sesuai dengan kepentingan wajib pajak yang dilindungi, jadi Semakin besar kepentingan yang
dilindungi, maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar.2[3] Teori ini juga
mengandung kelemahan, oleh karena sangat menyimpang dari keadilan. Orang miskin
mempunyai kepentingan yang lebih besar terhadap negara, misalnya dalam hal perlindungan
dan pelayanan masyarakat. Tetapi,kemampuan mereka untuk membayar pajak tentu lebih
rendah. Jadi,kalau pembayaran pajak didasarkan atas kepentingan,maka unsur keadilan akan
terabaikan. Di samping itu,ukuran untuk kepentingan susah dirumuskan,sehingga susah pula
dalam perhitungan pembebanan pajaknya. 
3.      Teori kewajiban pajak mutlak
Teori ini sering disebut juga teori bhakti, yang menyatakan bahwa Negara merupakan
suatu kesatuan yang didalamnya setiap warga Negara trikat. Tanpa ada lembaga individu
tidak mungkin hidup, lembaga tersebut, oleh karena memberi hidup kepada warganya, dapat
membebani setiap anggota masyarakat dengan kewajiban-kewajiban, antara lain kewajiban
membayar pajak, kewajiban ikut mempetahankan hidup masyarakat/Negara dengan
milisi/wajib militer. Dengan demikian Negara dibenarkan membebani warganya, sementara
bagi rakyat, membayar pajak merupakan suatu yang menunjukkan adanya bakti kepada
Negara.

2
4.      Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya,artinya pajak harus dibayar
sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.  Untuk mengukur daya pikul dapat
digunakan 2 pendekatakan yaitu:
a.    Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh  seseorang.
b.    Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.

5.      Teori Asas Daya Beli


 Dalam teori ini dikemukakan bahwa pajak dipungut atas dasar kepentingan
masyarakat secara keseluruhan. Menurut teori ini pajak hakikatnya adalah memungut daya
beli dari masyarakat selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam
bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat.  Tujuannya adalah mengatur kehidupan
masyarakat dan membawanya kearah tertentu.Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.
6.      Teori Pembenaran Pajak menurut Pancasila
Pancasila mengandung sifat kekeluargaan dan gotong royong. Gotong royong lain
daripada tolong menolong. Gotong royong adalah usaha yang dilakukan secara bersama,tanpa
diberi imbalan,yang ditujukan untuk kepentingan umum atau kepentingan bersama,seperti
membuat jalan umum,menjaga keamanan daerah, dan sebagainya. Tolong menolong yang
juga merupakan kepribadian bangsa Indonesia, ialah secara sukarela dan ikhlas melakukan
usaha/pekerjaan untuk orang lain yang sifatnya individual tanpa mengharapkan suatu imbalan
dari orang lain yang dibantu.
Pajak adalah salah satu bentuk gotong royong yang tidak perlu
diisyaratkan,melainkan sudah hidup dalam masyarakat Indonesia yang hanya perlu
dikembangkan lebih lanjut. Kekeluargaan yang juga merupakan sifat pancasila, mengandung
arti bahwa setiap anggota keluarga berdasarkan hakikat kekeluargaan mempunyai kewajiban
untuk ikut membantu, mempertahankan, melangsungkan hidup keluarga, dan menjaga nama
baik keluarga tanpa mendapatkan suatu imbalan, melainkan hanya melakukan pengorbanan
saja.
Pembayaran pajak dalam rangka pemikiran ini merupakan sesuatu yang tidak sukar
diberikan pembenarannya. Gotong royong/pajak tidak lain daripada pengorbanan setiap
anggota keluarga (anggota masyarakat) untuk kepentingan keluarga (bersama) tanpa
mendapatkan imbalan. Jadi berdasarkan pancasila, pumungutan pajak dapat dibenarkan
karena pembayaran pajak dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan
masyarakat tempat wajib pajak hidup. Jadi, akhirnya untuk diri sendiri, untuk kesejahteraan
sendiri,untuk masyarakat sendiri.
7.      Teori Pembangunan
Untuk Indonesia pembenaran pemungutan pajak adalah untuk pembangunan. Dalam
kata pembangunan terkandung pengertian tentang masyarakat yang adil, makmur, sejahtera
lahir batin, yang jika dirinci lebih lannjut akan meliputi semua bidang dan aspek kehidupan
seperti ekonomi, hukum,pendidikan sosial budaya dan seterusnya.
Karena dana yang dipungut yang berasal dari pajak dipergunakan untuk pembangunan
yang membuat rakyat menjadi lebih adil, lebih makmur dan lebih sejahtera, maka disinilah
letak pembenarannya. Pajak dipergunakan untuk pembangunan, sehingga dapatlah dikatakan
adanya suatu teori pembangunan disamping teori daya beli dan teori lainnya.

B.     Asas Pengenaan Pajak


Terdapat tiga asas pemungutan pajak
1.      Asas domilsili (Asas Tempat Tinggal)
asas negara tempat tinggal ini mengandung arti bahwa negara tempat seseorang
bertempat tinggal, tanpa memendang kewarganegaraan, mempunyai hak yang tak terbatas
untuk mengenakan pajak terhadap orang-orang itu atas semua pendapatan yamg mereka
peroleh tanpa menghiraukan dari mana pendapatan itu diperoleh.
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal
dari dalam maupun luar negeri.  Setiap wajib pajak yang berdomisili atau  bertempat tinggal
di wilayah indonesia (Wajib Pajak Dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan
yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
2.      Asas Sumber (Negara asal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber diwilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang
memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya
tadi.
3.      Asas Kebangsaan
Asas menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan
suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing
yang bukan berkebangsaan indonesia tetapi bertempat tinggal di Indonesia.

C.     Asas Pelaksanaan Pemungutan Pajak


1.      Asas Yuridis
menurut asas ini hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu
untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk Negara maupun warganya. Asas ini
mengemukakan supaya pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Untuk
Indonesia hal ini sesuai dengan delapan kata yang tercantum dalam pasal 23 ayat 2 UUD
1945 yang berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
Dengan kata lain, hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi tercapainya
keadilan dan jaminan ini diberikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan didalam
pemungutan pajak, yakni pihak fiskus dan wajub pajak.
2.      Asas Ekonomis
Dalam hal ini perlu di ingat bahwa pajak disamping mempunyai fungsi budgeter juga
mempunyai fungsi mengatur, apabila pemungutan pajak kepada masyarakat hanya
ditekankan semata-mata pada fungsi budgeter dengan menekankan jumlah yang optimal
tanpa memperhatikan keadaan masyarakat, sisi keadilan dan kesanggupan masyarakat, tentu
hal tersebut akan sangat memberatkan masyarakat. Yang kemudian secara ekonomis akan
menyulitkan pelaksanaan pemungutan pajak.
Asas ini menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai menghalang-halangi
produksi dan perekonomian rakyat, jangan sampai menghalang-halangi rakyat dalam
usahanya mencapai kebahagian dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.
Adanya otonomi daerah kadangkala mendorong pemerintah daerah untuk
menggunakan kewenangannya mencari sumber pendapatan daerah yang baru. Akan tetapi
apabila
3.      Asas Finansial
Asas ini menekankan supaya biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memungut pajak
haruslah jauh lebih rendah daripada jumlah pajak yang terpungut.

D.    Syarat - Syarat Pemungutan Pajak


Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, terlebih
dahulu harus memenuhi syarat - syarat pemungutan pajak, sebagai berikut
1.      Syarat Pemungutan Pajak harus Adil (Syarat Pajak Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum yaitu mencapai keadilan, maka dalam undang-undang
dan pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundang-undangan yaitu
mengenakan pajak secara umum dan merata, hal ini disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaan yaitu dengan memberikan hak bagi si wajib pajak
untuk mengajukan keberatan pembayaran, penundaan pembayaran dan mengajukan banding
kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2.      Syarat Pemungutan Pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Pajak Yuridis)
Syarat pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang, oleh karenanya di
Indonesia dimuar dalam UUD 1945. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik itu bagi negara maupun warga negara.
3.      Syarat Pemungutan Pajak tidak Menggangu Perekonomian (Syarat Pajak Ekonomis)
Salah satu syarat pemungutan pajak ialah tidak boleh mengganggu kelancaran
kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
4.      Syarat Pemungutan Pajak harus Efisien (Syarat Pajak Finansial)
Syarat pemungutan pajak salah satunya yaitu harus efisien sesuai dengan fungsi
budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
5.      Syarat Pemungutan Pajak sistemnya harus sederhana
Salah satu dari Syarat pemungutan pajak yaitu sistem pemungutannya harus
sederhana, sehingga memudahkan dan mendorong masyarakan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat pemungutan pajak ini dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang
baru.

E.     Tata Cara Pemungutan Pajak


Bebicara mengenai tata cara pemungutan pajak, maka akan kita bahas secara
sederhana. Dalam tata cara pemungutan pajak harus diperhatikan tiga garis besar, yaitu :
1.      Stelsel Pajak
Tata cara pemungutan pajak yaitu dapat dilakukan berdasarkan pada 3 stelsel pajak :
a.       Stelsel pajak nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah diketahui
penghasilan yang sesungguhnya. Stelsel nyata mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kebaikan stelsel nyata ini ialah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahan
stelsel pajak ini adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan
sesungguhnya telah diketahui).
b.      Stelsel pajak anggapan
Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-
undang. Contohnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya,
sehingga pada waktu awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang
untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel pajak anggapan ialah pajak dapat dibayar selama
tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahan stelsel pajak anggapan adalah
pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c.    Stelsel pajak campuran
Pengenaan pajak campuran ini merupakan kombinasi antara stelsel pajak nyata
dengan stelsel pajak anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun bersarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Jika besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut
anggapan, maka si wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya
dapat diminta kembali.
2.    Asas Pemungutan Pajak
a.       Asas pajak domisili (asas tempat tinggal)
Dalam tata cara pemungutan pajak harus memperhatikan asas domisili (asas tempat
tinggal). Negara memiliki kewenangan mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib
pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik itu penghasilan yang berasal dari dalam
maupun luar negeri. Asas pajak domisli berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b.      Asas pajak sumber
Dalam tata cara pemungutan pajak harus memperhatikan sumber pajaknya berasal.
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c.       Asas pajak kebangsaan
Dalam tata cara pemungutan pajak harus dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.
3.      Sistem Pemungutan Pajak
a.       Official Assessment System
Pengertian Official Assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang
oleh wajib pajak. Fiskus adalah perbendaharaan pajak.
ciri-cirinya :
1)   Wewenang untuk menentukan berapa besar pajak terutang yang ada pada fiskus.
2)   Wajib pajak bersifat pasif.
3)   Utang pajak akan timbul pada saat dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.      Self Assessment System
Pengertian Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
ciri-cirinya :
1)        wewengan untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
2)        dalam hal ini wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang.
3)        fiskus tidak ikut campur, akan tetapi hanya mengawasi.
c.       With Holding System
Pengertian With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
ciri-cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga,
pihak selain fiskus dan wajib pajak.
Dalam tata cara pemungutan pajak, pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap
wajib pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar
sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undanga perpajakan. Wajibpajak
yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar (SKPDKB) dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT).

Anda mungkin juga menyukai