Anda di halaman 1dari 5

Saudara mahasiswa,

Di bawah ini telah disediakan forum untuk berdiskusi, silakan saudara


berdiskusi untuk menanggapi pertanyaan yang ada, saya harap untuk aktif
berdiskusi pada forum yang telah disediakan. Apabila ada yang ingin
ditanyakan atau memiliki keraguan pada topik yang akan kita bahas pada
inisiasi 1, bisa ditanyakan pada forum diskusi ini. Terima kasih.
 
Soal Diskusi 1 :
Berikut ini contoh gambaran dari teori pemungutan pajak yang memberikan
pembenaran mengapa negara harus memungut Pajak.
Meskipun banyak Wajib Pajak yang mengalami penurunan omzet akibat adanya
wabah virus COVID-19, tetapi peran wajib pajak melalui pembayaran pajak yang
masuk ke kas negara sangat diperlukan. Setoran pajak dari wajib pajak yang tepat
waktu, sangat berarti guna membantu penyediaan fasilitas kesehatan yang menjadi
perhatian utama Indonesia saat ini. Oleh karena itu, kepatuhan wajib pajak secara
sukarela atas dasar kesadaran masyarakat sangat diperlukan di tengah kondisi
seperti ini.
Diskusikanlah:
1. Sebutkan dan jelaskan teori-teori pemungutan pajak yang saudara ketahui!
2. Dari gambaran di atas, contoh dari teori pemungutan pajak manakah yang paling
tepat? Berikan alasan Saudara!
Selamat berdiskusi.. 

Menurut falsafah hukum termasuk dalam maxim pertama “The Four Maxim”. Berikut ini akan
dikemukakan teori-teori pajak yang menyatakan dasar keadilannya.
1. Teori Asuransi.
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara bertugas untuk melindungi orang
dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa juga harta bendanya.
Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran dengan pembayaran premi, seperti
halnya perjanjian asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan diperlukan
pembayaran berupa premi. Walaupun perbandingan dengan perusahaan asuransi tidak
tepat karena:
a. dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari Negara.
b. antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh Negara,
tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini tetap dipertahankan, sekadar
untk memberi dasar hukum kepada pemungutan pajak saja.
2. Teori Kepentingan.
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara melindungi kepentingan jiwa dan
harta benda warganya, teori ini memperhatikan pembagian beban pajak yang harus
dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan
orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk
juga perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya. Maka sudah selayaknya bahwa biaya-
biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk menunaikan kewajibannya, di bebankan kepada
mereka. 3. Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti.
Teori ini berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, diajarkan bahwa justru karena
sifat Negara inilah maka timbulah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang tidaklah
berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan, tidaklah akan ada individu. Oleh karena
persekutuan itu (yang menjelma jadi Negara) berhak atas satu dan lain. Sejak berabad-abad
hak ini telah diakui, dan orang-orang selalu menginsafinya sebagai kewajiban asli untuk
membuktikan tanda baktinya terhadap Negara dalam bentuk pembayaran pajak.
4. Teori Daya Beli.
Teori ini tidak mempersoalkan asal mula Negara memungut pajak, hanya melihat kepada
efeknya, dan dapat memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.
Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat,
dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah-tangga dalam
masyarakat untuk rumah tangga Negara, dan kemudian menyalurkannya kembali ke
masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya
kearah tertentu. Teori ini mengajarkan, bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat
inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan
individu, juga bukan kepentingan Negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi
keduanya. Teori ini menitikberatkan ajarannya kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak
yaitu fungsi mengatur.
5. Teori Daya Pikul.
Teori ini menganut bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan
oleh Negara pada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk keperluan ini
diperlukan biaya-biaya, biaya ini dipikul oleh orang yang menikmati perlindungan itu, berupa pajak.

https://ukirama.com/en/blogs/teori-dan-syarat-pemungutan-pajak-yang-harus-anda-
ketahui#:~:text=Teori%20Pemungutan%20Pajak&text=Di%20Indonesia%20sendiri%20umumnya
%20dikenal,kedaulatan%20negara%20dan%20teori%20perjanjian.

Teori dan Syarat Pemungutan Pajak yang Harus


Anda Ketahui
By Martina, 24 Juni 2020

1. Teori Asuransi
Teori asuransi mengartikan bahwa pembayaran pajak bagaikan membayar premi
dalam perusahaan asuransi. Dalam premi asuransi, dana yang dibayarkan akan
digunakan untuk menjamin kehidupan peserta asuransi sehingga diharapkan
mereka bisa mendapat perlindungan jika terjadi hal tak terduga di kemudian hari.
Konsep seperti inilah yang dipakai untuk pungutan pajak menurut teori asuransi.

2. Teori Kepentingan
Maksud dari teori kepentingan adalah seperti dua pihak yang saling membutuhkan
serta saling menguntungkan. Dua belah pihak itu adalah negara dan masyarakat.
Negara harus dikelola yang pengelolaannya membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Maka, masyarakatlah yang membantu dengan memberikan dana berupa
pajak. Dari dana yang dibayarkan itu, negara akan mengelolanya untuk
masyarakat agar bisa sejahtera menjalani kehidupannya.
3. Teori Gaya Pikul
Teori gaya pikul mengartikan pajak yang dibayar masyarakat harus sesuai dengan
gaya pikul yaitu keseimbangan antara pengeluaran dan penghasilan. Sesuai
dengan gaya pikul ini, maka pembayaran pajak akan menjadi wajib apabila
kebutuhan primer dari wajib pajak sudah dipenuhi dahulu. Jika penghasilannya di
bawah angka tertentu, maka mereka belum memiliki gaya pikul yang artinya
tergolong penghasilan tidak kena pajak.

4. Teori Bakti
Dalam teori bakti dikatakan apabila negara mempunyai hak mutlak untuk
mengambil pajak dari rakyatnya. Rakyat juga dianggap sudah memiliki kesadaran
penuh untuk membayarnya sebagai bentuk tanda bakti kepada negara. Teori ini
dilakukan agar sistem pemerintahan bisa berjalan baik dan rakyat bisa
memperoleh manfaatnya melalui pembangunan.

5. Teori Daya Beli


Teori daya beli berkaitan erat dengan kemampuan masyarakat untuk melakukan
transaksi jual beli. Melalui pungutan pajak, diharapkan bisa menarik daya beli
setiap rumah tangga atau masyarakat. Hal ini mendorong terjaminnya kemakmuran
masyarakat itu sendiri.

http://amirhidayatulloh.act.uad.ac.id/teori-pendukung-pemungutan-pajak/

Amir Hidayatulloh
Universitas Ahmad Dahlan
TEORI PENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK
Leave a reply

Pemerintah atau negara melakukan pemungutan pajak ada dasarnya, atau teori yang
mendukung. Berikut teori-teori yang mendukung pemungutan pajak
1. Teori Asuransi Pembayaran pajak menurut teori asuransi di ibaratkan seperti pembayaran
premi karena mendapat jaminan dari negara. Negara bertugas melindungi orang dan/atau
warganya dengan segala kepentingan, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa serta harta
bendanya. Akan tetapi, teori ini sudah banyak ditentang oleh beberapa para pakar. Alasan para
pakar menentang teori ini adalah: (a) jika ada timbul kerugian tidak ada pergantian secara
langsung dari negara, (2) antara pembayaran jumlah pajak dan jasa yang diberikan oleh negara
tidak terdapat hubungan langsung.
2. Teori Kepentingan. Pembagian beban pajak kepada negara didasarkan pada “kepentingan”
atau “perlindungan” masing-masing orang. Oleh karena itu, semakin besar “kepentingan”
seseorang terhadap negara, maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar
3. Teori Daya pikul. Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya. Hal ini mengandung
makna bahwa pajak harus di bayarkan sesuai dengan “daya pikul” masing-masing orang.
Pendekatan untuk mengukur daya pikul ada dua yaitu (1) unsur objektif, yaitu dengan melihat
besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang, (2) unsur subjektif, yaitu
dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. So, mungkin sama-
sama berpenghasilan Rp10.000.000, namun pembayaran pajak penghasilannya. Penghasilan
sama, namun juga harus melihat jumlah tanggungan (misal status kawin dan jumlah
tanggungannya).
4. Teori Bakti. teori ini secara sederhana menyatakan bahwa  warga negara membayar pajak
karena baktinya kepada negara. Teori bakti disebut juga teori kewajiban mutlak
5. Teori Asas Daya Beli. Teori ini berpendapat bahwa fungsi pemungutan pajak adalah
mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara, kemudian
menyalurkan kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara kehidupan masyarakat
dan untuk membawa ke arah tertentu (misal kesejahteraan).

So, bagi kalian yang masih enggan untuk membayar pajak, segera lah untuk membayar pajak.
Hal ini karena pemerintah melakukan pemungutan pajak ada teori yang mendukungnya lho.

Referensi

1. Halim, Abdul; I.R. Bawono, dan A Dara. 2017. Perpajakan: Konsep, Aplikasi, Contoh,
dan Studi kasus. Jakarta: Salemba Empat
2. Mardiasmo. 2008. Perpajakan: Yogyakarta: ANDI OFFSET
3. Resmi, Siti. 2017. Perpajakan: Teori dan kasus. Jakarta: Salemba Empat

http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-II-kapita-selekta-
perpajakan.pdf

6. Teori Asuransi Menurut Teori Asuransi, pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang
harus dibayar oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya
dari pemerintah (Soemitro, 1992: 29). Teori ini menyamakan pajak dengan premi asuransi, di
mana pembayar pajak (wajib pajak) disamakan dengan pembayar premi asuransi, yakni
pihak tertanggung. Adapun negara disamakan dengan pihak penanggung dalam perjanjian
asuransi. Dalam perjanjian asuransi, hubungan antara prestasi dan kontraprestasi itu terjadi
secara langsung. Adanya pembayar premi yang merupakan kewajiban tertanggung
berhubungan langsung dengan haknya untuk menerima ganti rugi bila terjadi evenement.
Sebaliknya, hak sipenanggung untuk menerima pembayaran premi itu diimbangi dengan
adanya kewajiban untuk membayar ganti rugi bila terjadi evenement. Dalam kenyataannya
negara tidak memberikan ganti rugi begitu saja bila seseorang meninggal, mengalami
musibah, dan sebagainya, dan menerima klaim kerugian dari rakyat atas kerugian yang
dideritanya bila terjadi evenement. Justru untuk pajak, tidak diterima suatu imbalan yang
secara langsung dapat ditunjuk. Oleh karena mengandung banyak kelemahan, teori ini
kemudian ditinggalkan. 2. Teori Kepentingan (Aequivalentie) Teori ini mengatakan bahwa
negara mengenakan pajak terhadap rakyat karena negara telah melindungi kepentingan
rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak
yang dilindungi. Jadi semakin besar kepentingan yang dilindungi maka semakin besar pula
pajak yang harus dibayar (Soemitro, 1992: 30). Kapita Selekta Perpajakan di Indonesia….
(Abdul Kadir) 23 Teori ini menunjukkan bahwa dasar pembenar mengapa negara
mengenakan pajak adalah karena negara telah berjasa kepada rakyat selaku wajib pajak, di
mana pembayaran pajak itu besarnya ekuivalen (setara) besarnya jasa yang sudah diberikan
oleh negara kepadanya. Teori tersebut kiranya dapat menimbulkan pertanyaan: apakah
hanya terhadap mereka yang membayar pajak saja negara memberikan perlindungan
ataupun jasanya? Bukankah semua rakyat, termasuk yang tidak termasuk wajib pajak, juga
memperoleh perlindungan? Apabila besar kecilnya jasa yang diberikan oleh negara
didasarkan pada besar kecilnya pajak yang dibayar oleh orang yang bersangkutan, bukankah
hal tersebut dapat menimbulkan diskriminasi? Dalam kenyataan tidak seperti itu. Teori ini
menyamakan pajak dengan retribusi, di mana hubungan antara prestasi dan kontraprestasi
terjadi secara langsung. 3. Teori Kewajiban Pajak Mutlak Teori ini sering disebut juga Teori
Bakti. Teori tersebut didasarkan pada orgaan teory dari Otto Von Gierke, yang menyatakan
bahwa negara merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya setiap warga terikat. Tanpa ada
“organ” atau lembaga, individu tidak mungkin dapat hidup. Lembaga tersebut, oleh karena
memberi hidup kepada warganya, dapat membebani setiap anggota masyarakatnya dengan
kewajiban-kewajiban, antara lain kewajiban membayar pajak, kewajiban ikut
mempertahankan hidup/negara dengan milisi/wajib militer (Soemitro, 1992: 31). Dengan
demikian negara dibenarkan membebani warganya karena memang negara begitu berarti
bagi warganya, sementara bagi rakyat, membayar pajak merupakan sesuatu yang
menunjukkan adanya bakti kepada negara (Pudyatmono, 2009: 39). 4. Teori Daya Beli
Menurut teori ini pajak diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli
seseorang/anggota masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat. Jadi
sebenarnya 24 Asas dan Dasar Pemungutan Pajak…. uang yang berasal dari rakyat
dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui saluran lain. Pajak yang berasal dari rakyat
kembali lagi kepada masyarakat tanpa dikurangi, sehingga pajak hanya berfungsi sebagai
pompa, menyedot uang dari rakyat yang akhirnya dikembalikan lagi kepada masyarakat
untuk kesejahteraan masyarakat sehingga pajak pada hakikatnya tidak merugikan rakyat.
Oleh sebab itu, pungutan pajak dapat dibenarkan (Soemitro, 1992: 31). Logika berpikir teori
ini adalah oleh karena pajak digunakan untuk kepentingan umum maka baik mereka yang
membayar pajak maupun tidak membayar pajak memperoleh manfaat daripadanya. Jadi
bukan dari satu pihak dibayar untuk pihak lain, di mana pembayar tidak mendapatkan apa-
apa. Dalam pajak pembayar pajak juga ikut menikmati hasilnya (Pudyatmono, 2009: 40). 5.
Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila Pancasila mengandung sifat kekeluargaan dan
gotong royong. Gotong royong dalam pajak tidak lain daripada pengorbanan keluarga
(anggota masyarakat) untuk kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan.
Jadi berdasarkan Pancasila pemungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak
dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan masyarakat tempat wajib pajak
hidup. Akhirnya uang pajak digunakan untuk diri sendiri, untuk kesejahteraan sendiri, untuk
masyarakat sendiri. Individu, dalam hubungan ini, tidak dapat dilihat terlepas dari
keluarganya, dan anggota masyarakat tidak pula dapat dipandang terlepas dari masyarakat
dan lingkungannya. Hak asasi individu dihormati dan hanya dapat dikurangi demi
kepentingan umum (Soemitro, 1992: 31). Dari sisi hubungan antara seseorang sebagai
pribadi dengan sebagai anggota masyarakat semestinya mendapatkan perlakuan selaras.
Pajak merupakan wujud kebersamaan. Tidak terlalu sulit kiranya memberikan contoh
mengenai hal ini. Kalau pajak digunakan untuk membangun sarana kesehatan berupa
Puskemas maka dapat dibayangkan bahwa yang paling banyak mendapatkan manfaat dari
keberadaan Puskesmas adalah masyarakat golongan ekonomi tidak/kurang mampu. Kapita
Selekta Perpajakan di Indonesia….(Abdul Kadir) 25 Sementara itu kelompok masyarakat
mampu yang notabene merupakan pembayar pajak terbesar, umumnya tidak mau
menggunakan Puskesmas tersebut sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
kesehatannya. Fungsi subsidiaritas dan solidaritas sangat diperlukan apabila kita sepakat
untuk mempertahankan hubungan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara, disitulah
peran pajak.

http://e-journal.uajy.ac.id/974/3/2EA16812.pdf

Anda mungkin juga menyukai