Anda di halaman 1dari 11

BAB II.

PEMBAHASAN

2.1 ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK


Sebelum membahas mengenai asas – asas pemungutan pajak, akan djelaskan
terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan asas secara umum dan garis
besar. Asas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah dasar atau hukum
dasar. Sehingga dapat dipahami bahwa asas adalah prinsip dasar yang mengenai
acuan berpikir seseorang dalam mengambil keputusan – keputusan yang penting
di dalam hidupnya. Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan asas,
selanjutnya akan dibahas mengenai apa itu asas – asas pemungutan pajak menurut
para ahli.
A. Asas – asas pemungutan pajak menurut Adam Smith :
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang
terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
 Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
: pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
 Asas Certainty (asas kepastian hukum) : semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi
hukum.
 Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu
atau asas kesenangan) : pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi
wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru
menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
 Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis) : biaya pemungutan
pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
B. Asas – asas pemungutan pajak menurut W.J. Langen
Asas – asas pemungutan pajak menurut W.J. Langen terdiri dari 5 yaitu:
 Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan
besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka
semakin tinggi pajak yang dibebankan.

1
 Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
 Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
 Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu
dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama
(diperlakukan sama).
 Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-
kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak.
Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
C. Asas – asas pemungutan pajak menurut Adolf Wagner
Pada asas –asas pemungutan pajak menurut Adolf Wagner disebutkan ada 4
asas dengan penjelasan sebagai berikut:
 Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi
sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara
 Asas ekonomi : penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak
pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
 Asas keadilan : yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa
diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
 Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan,
dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara
membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
 Asas yuridis : segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang

2.2 TEORI PEMUNGUTAN PAJAK ADIL


Teori dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut sebagai suatu pendapat yang
dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian, azas
dan hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan, dan
pendapat/cara/aturan untuk melakukan sesuatu. Teori merupakan sarana pokok
guna dapat menyatakan hubungan sistematis yang terjadi dalam gejala sosial
maupun gejala alam yang akan diteliti. Teori juga merupakan abstraksi dan
pengertian atau hubungan suatu proporsi dan dalil. Pada teori pemungutan pajak

2
akan dijelaskan mengenai teori – teori pemungutan pajak menurut R. Santoso
Brotodiharjo SH, Rochmat Soemitro, dan Safri Nurmantu.
A. Teori Pemungutan Pajak Menurut R. Santoso Brotodiharjo
 Teori Asuransi
Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi
jiwa raga dan harta benda perseorangan.   Oleh sebab itu negara disamakan
dengan perusahaan asuransi, untuk mendapat perlindungan warga negara
membayar pajak sebagai premi.
Teori ini sudah lama ditinggalkan dan sekarang praktis tidak ada
pembelanya lagi, sebab selain perbandingan ini tidak cocok dengan
kenyataan, yakni jika orang misalnya meninggal, kecelakaan atau
kehilangan, negara tidak akan mengganti kerugian seperti halnya dalam
asuransi. Disamping itu tidak ada hubungan langsung antara pembayaran
pajak dengan nilai perlindungannya terhadap pembayaran pajak.
 Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
masing -masing orang.  Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. Teori ini juga mengandung
kelemahan, oleh karena sangat menyimpang dari keadilan. Orang miskin
mempunyai kepentingan yang lebih besar terhadap negara, misalnya dalam
hal perlindungan dan pelayanan masyarakat.
Tetapi, kemampuan mereka untuk membayar pajak tentu lebih rendah.
Jadi, kalau pembayaran pajak didasarkan atas kepentingan, maka unsur
keadilan akan terabaikan. Di samping itu, ukuran untuk kepentingan susah
dirumuskan, sehingga susah pula dalam perhitungan pembebanan
pajaknya.
 Teori Daya Pikul
Teori yang ketiga adalah teori daya pikul. Pengertian teori daya pikul
adalah bahwa beban pajak yang harus dibayar harus disesuaikan dengan
daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat
digunakan dua pendekatan yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur
obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang

3
dimiliki oleh  seseorang. Unsur subyektif, dengan memperhatikan
besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.
 Teori Bakti (Kewajiban Pajak Mutlak)
Teori ini hanya mengatakan bahwa pajak merupakan hak dari negara.
Orang-orang tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.  Mereka harus membentuk
persekutuan (organisasi) yang kemudian menjelma menjadi negara.
Sebagai persekutuan ia mempunyai hak terhadap warganya. Salah satunya
adalah hak memungut pajak. Di lain pihak, pajak merupakan tanda bakti
warga kepada negara.
Dasar hukum dari pajak menurut teori ini adalah hubungan rakyat dengan
negaranya. Dalam persekutuan tersebut ada aturan yang mengenai hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Salah  satu hak dari negara adalah
memungut pajak. Hal ini tentu erat hubungannya dengan kewajiban yang
harus dipenuhi negara.  Sebab untuk memenuhi kewajiban
kenegaraann  yang diambil dari rakyat berupa pajak
 Teori Asas Daya Beli
Dalam teori ini dikemukakan bahwa pajak dipungut atas dasar kepentingan
masyarakat secara keseluruhan. Menurut teori ini pajak hakikatnya adalah
memungut daya beli dari masyarakat selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat.  Tujuannya adalah mengatur kehidupan
masyarakat dan membawanya kearah tertentu.Dengan demikian
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
B. Teori Pemungutan Pajak Menurut Rochmat Soemitro
 Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila
Pancasila mengandung sifat kekeluargaan dan gotong royong. Gotong
royong lain daripada tolong menolong. Gotong royong adalah usaha yang
dilakukan secara bersama, tanpa diberi imbalan, yang ditujukan untuk
kepentingan umum atau kepentingan bersama, seperti membuat jalan
umum, menjaga keamanan daerah, dan sebagainya.
Tolong menolong yang juga merupakan kepribadian bangsa Indonesia,
ialah secara sukarela dan ikhlas melakukan usaha/pekerjaan untuk orang

4
lain yang sifatnya individual tanpa mengharapkan suatu imbalan dari
orang lain yang dibantu.
Pajak adalah salah satu bentuk gotong royong yang tidak perlu
diisyaratkan,melainkan sudah hidup dalam masyarakat Indonesia yang
hanya perlu dikembangkan lebih lanjut. Kekeluargaan yang juga
merupakan sifat pancasila, mengandung arti bahwa setiap anggota
keluarga berdasarkan hakikat kekeluargaan mempunyai kewajiban untuk
ikut membantu, mempertahankan, melangsungkan hidup keluarga, dan
menjaga nama baik keluarga tanpa mendapatkan suatu imbalan, melainkan
hanya melakukan pengorbanan saja.
Pembayaran pajak dalam rangka pemikiran ini merupakan sesuatu yang
tidak sukar diberikan pembenarannya. Gotong royong/pajak tidak lain
daripada pengorbanan setiap anggota keluarga (anggota masyarakat) untuk
kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan. Jadi
berdasarkan pancasila, pemungutan pajak dapat dibenarkan karena
pembayaran pajak dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari
lingkungan masyarakat tempat wajib pajak hidup. Jadi, akhirnya untuk diri
sendiri, untuk kesejahteraan sendiri,untuk masyarakat sendiri.
C. Teori Pemungutan Pajak Menurut Safri Nurmantu
 Teori Pembangunan
Untuk Indonesia pembenaran pemungutan pajak adalah untuk
pembangunan. Dalam kata pembangunan terkandung pengertian tentang
masyarakat yang adil, makmur, sejahtera lahir batin, yang jika dirinci lebih
lannjut akan meliputi semua bidang dan aspek kehidupan seperti ekonomi,
hukum, pendidikan sosial budaya dan seterusnya.
Karena dana yang dipungut yang berasal dari pajak dipergunakan untuk
pembangunan yang membuat rakyat menjadi lebih adil, lebih makmur dan
lebih sejahtera, maka disinilah letak pembenarannya. Pajak dipergunakan
untuk pembangunan, sehingga dapatlah dikatakan adanya suatu teori
pembangunan disamping teori daya beli dan teori lainnya.

2.3 Yurisdiksi Pemungutan Pajak

5
Untuk mengenal lebih jauh mengenai yurisdiksi pemungutan pajak, maka harus
diketahui terlebih dahulu mengenai apa itu Yurisdiksi. Yurisdiksi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah kekuasaan mengadili; lingkup kuasa kehakiman;
peradilan; lingkungan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab dalam suatu
wilayah atau lingkungan kerja tertentu; kekuasaan hukum. Jika dipandang dari
administrasi perpajakan, yurisdiksi memiliki arti suatu batas kewenangan yang
dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memungut pajak terhadap warga
negaranya, agar pemungutannya tidak menjadi berulang- ulang yang bisa
memberatkan orang yang dikenakan pajak. Yurisdiksi pemungutan pajak terdiri
dari asas domisili, asas sumber, dan asas kebangsaan.
A. Asas Domisili
Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence
principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila
untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk
(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan
berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi
negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap
penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan
konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu
maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income
concept).
B. Asas Sumber
Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya
apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima
oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang
berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa
dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut
sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang
timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di
Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan
pajak olehpemerintah Indonesia.

6
C. Asas Kebangsaan
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas
kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang
menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang
atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah
menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal.
Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas
nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas
dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan
dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di
pihak lainnya.Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang
dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status
subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus
sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai
warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang
menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber,
yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan
dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan
yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada
kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan
yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber,
penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-
penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang
bersangkutan

7
Asas Wilayah

Asas wilayah, hampir sama dengan asas tempat tinggal. Asas ini berlaku
berdasarkan pada lokasi tempat tinggal wajib pajak.

Sederhananya, wajib pajak yang memiliki objek pajak dalam bentuk apapun di
wilayah negara Indonesia, maka wajib mematuhi peraturan perpajakan
Indonesia.

Sama halnya jika ada warga negara asing yang misal memiliki aset atau objek
pajak di Indonesia, maka warga negara asing tersebut wajib menaati peraturan
perpajakan yang berlaku. Mungkin terdapat sedikit perbedaan, namun pada
dasarnya pemberlakuan pengenaan pajak akan dilakukan secara merata.

Asas Kebangsaaan

Asas ini mendasarkan pengenaan pajak pada setiap orang yang lahir dan tinggal
di Indonesia. Hal yang sama juga berlaku untuk warga negara asing yang telah
tinggal atau berada di wilayah negara Indonesia selama lebih dari jangka waktu
12 bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan negara.

Untuk WNA yang memenuhi syarat tersebut, maka setiap penghasilan yang
didapatkan akan memiliki tanggung jawab pajak penghasilan yang berlaku di
Indonesia.

Dengan demikian, pengenaan pajak juga akan berlaku secara merata.

Asas Sumber

Asas sumber diartikan sebagai pemungutan pajak berdasarkan


tempat perusahaan berdiri atau tempat tinggal wajib pajak.

Pada dasarnya pajak yang berlaku di Indonesia adalah pajak untuk orang yang
tinggal dan bekerja di Indonesia.

Jika misal seseorang tinggal di Indonesia, namun memiliki penghasilan di luar


negeri, selama penghasilan tersebut akan digunakan di Indonesia, maka juga
akan dikenai pajak. Namun demikian, pajak yang diberlakukan memiliki
peraturan sendiri, akan masuk dalam PPh Pasal 22.

Asas Umum

Asas umum diartikan sebagai pemungutan pajak yang dilakukan di Indonesia


akan diterapkan pada setiap objek pajak dan wajib pajak secara umum. Dengan
perhitungan yang cermat, setiap wajib pajak akan memiliki besaran tanggungan
pajak yang sesuai dengan porsinya.

8
Asas umum juga berarti bahwa setiap pemungutan yang dilakukan di Indonesia
hasilnya akan digunakan untuk kepentingan umum. Wujudnya beragam, seperti
jalan raya, pembangunan sarana transportasi, serta fasilitas umum lainnya.

Asas Yuridis

Dasar pemberlakuan asas yuridis di Indonesia adalah Pasal 23 Ayat 2 UUD 145.
Regulasi ini kemudian juga didukung dengan beberapa regulasi lain mengenai
pemungutan pajak di Indonesia.

 UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan


 UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
 UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
 UU Nomor 14 Tahun 2002 Pengadilan Pajak yang Berlaku di Indonesia
 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
 UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta
Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Asas Ekonomis

Diartikan bahwa pemungutan pajak idealnya dapat meningkatkan perekonomian negara


dan masyarakat secara umum. Pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah tidak
boleh hingga memberatkan masyarakat dan malah membuat ekonomi secara umum
merosot.

Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan sebesar-besarnya pada hasil pendapatan pajak
untuk kepentingan bersama.

Asas Finansial

Artinya setiap wajib pajak akan dikenakan pajak berdasarkan kondisi finansial yang
bersangkutan. Wajib pajak dengan pendapatan Rp5.000.000 tentu akan memiliki beban
pajak yang lebih kecil daripada wajib pajak dengan pendapatan Rp1.000.000.000.

Asas pemungutan pajak yang terakhir ini menjadi pedoman utama perhitungan beban
pajak yang dimiliki.

Terkait dengan asas pemungutan pajak, memang ketujuh asas di atas diberlakukan
secara bersamaan demi menjamin keadilan sosial.

Tentu saja, dengan sistem self assessment yang kini diberlakukan, wajib pajak diberikan
kepercayaan penuh oleh negara untuk menghitung, membayar atau menyetor serta
melaporkan pajak yang menjadi tanggung jawabnya.

Self Assessment System

9
Merupakan aturan pajak yang membebankan ketentuan dari besarnya pajak yang
harus dibayarkan melalui Wajib Pajak secara pribadi yang bersangkutan. Wajib
Pajak diharuskan untuk melakukan perhitungan, pelaporan, dan pembayaran pajak
sesuai dengan ketentuan besarnya pajak tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
setempat maupun melalui sistem online.
Official Assessment System
Sistem ini membebankan wewenang dalam penentuan besarnya Wajib Pajak terutang
kepada pihak perpajakan yang menjadi pemungut Wajib Pajak kepada seorang Wajib
Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak akan diberikan surat ketetapan pajak yang berisi
nilai pajak terutang dan Wajib Pajak harus membayarkan pajak yang terutang
tersebut sesuai dengan besaran pajak yang ada dalam surat ketetapan pajak. Jadi,
Wajib Pajak tidak perlu untuk menghitung kembali besarnya pajak terutang, tetapi
hanya perlu untuk membayarkan nilai pajak terutang tersebut.
Withholding System
Sistem pajak ini berupakan sistem perhitungan pajak yang dapat dihitung melalui
pihak ketiga. Jadi, bukan Wajib Pajak atau aparat yang berkaitan dengan pajak yang
menghitung besarnya pajak ini, melainkan pihak ketiga, seperti perusahaan yang
melakukan pemotongan dari penghasilan karyawan yang diperoleh.
 
Terkait dengan tata cara pemungutan Pajak Daerah yang menjadi kewenangan dari
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dapat dilakukan dengan 2 (dua)
cara.
1. Pajak dapat dibayarkan oleh Wajib Pajak setelah Wajib Pajak mendapatkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Cara ini
masuk ke dalam official assessment system
2. Wajib Pajak melakukan perhitungan, pembayaran, dan pelaporan secara pribadi atau
sendiri sesuai dengan pajak terutang melalui Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD). Cara ini masuk ke dalam self assessment system.

Kemudian, dalam 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)
berdasarkan dengan 3 (tiga) situasi:

10
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar oleh
Wajib Pajak
2. Jika SPTPD tidak disampaikan kepada kepala daerah dalam jangka waktu tertentu dan
setelah ditegur, secara tertulis atau tidak disampaikan pada waktunya
3. Adanya kewajiban yang tidak dipenuhi dalam mengisi SPTPD sehingga pajak yang
terutang dihitung secara jabatan.

Terkait dengan jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB pada poin 1
dan 2, maka nantinya akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga yang sesuai
dengan kebijakan Pasal 97 Ayat (2) Undang-Undang PDRD.
Sementara untuk sanksi yang diberikan pada Wajib Pajak yang tidak mengisi SPTPD
hingga pajak terutang dihitung secara jabatan akan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan yang diberikan sebesar 25% dari pokok pajak dan ditambah juga
sanksi bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimal hinggal 24 bulan.

11

Anda mungkin juga menyukai