Anda di halaman 1dari 40

KONSEP

DASAR
PERPAJAKAN
Oleh Rizqi Febriani Putri, S.S.T.
1 Pengertian Perpajakan

2 Fungsi Pajak

Pokok
3 Asas Pemungutan Pajak

Bahasan
4 Cara Pemungutan Pajak

5 Jenis Pungutan di Indonesia

6 Penggolongan Jenis Pajak

7 Sumber Penerimaan Selain Pajak


Pengertian Perpajakan
Definisi Pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Definisi Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.


Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Definisi Pajak menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock
Horace R
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah,
bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung
dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk
menjalankan pemerintahan.

Menurut UU KUP no. 28/2007 s.t.d.t.d. UU HPP no. 7/2021


Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Pajak dilihat dari dua aspek, yaitu aspek ekonomis dan aspek hukum.

Pengertian pajak dari aspek ekonomis adalah peralihan kekayaan dari swasta ke
sektor publik berdasarkan Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak
mendapat imbalan secara langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum dan sebagai pendorong, penghambat, atau pencegah
untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara.

Pengertian pajak dari aspek hukum adalah perikatan yang timbul karena Undang-
undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
oleh Undang-undang untuk membayar uang kepada negara yang dapat dipaksakan,
tanpa mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara dan digunakan sebagai alat
pendorong atau penghambat untuk mencapai tujuan di luar bidang keuangan
negara.
Fungsi Pajak
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara.
Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi
pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak,
seperti Pajak penghasilan (PPh), Pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.

2. Fungsi Regularend (Pengatur)


Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar
bidang keuangan.
Contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur:
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan
atas barang-barang mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual
beli barang mewah. Makin mewah suatu barang maka tarif pajaknya makin tinggi
sehingga barang tersebut makin mahal harganya. Pengenaan pajak ini
dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang
mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan dimaksudkan agar pihak yang
memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang
tinggi pula sehingga menjadi pemerataan pendapatan.
Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar
Devisa Negara.
Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu
seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain, dimaksudkan
agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat
mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan).
Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi dimaksudkan
untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.
Pemberlakuan tax holiday (fasilitas pajak yang diperuntukkan untuk perusahaan
yang baru berdiri berupa pembebasan dalam pembayaran pajak penghasilan
badan pada periode tertentu) dimaksudkan untuk menarik investor asing agar
menanamkan modalnya di Indonesia
3. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan
yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan,
Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4. Fungsi Redistribusi Pendapatan


Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga
dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Asas Pemungutan Pajak
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang
mengemuka-kan tentang asas pemungutan pajak, antara lain Adam Smith, W.J.
Langen, dan Adolf Wagner.
Bagan berikut ini adalah asas-asas pemungutan pajak menurut masing-masing ahli
tersebut:

ADAM SMITH W.J. Langen ADOLF WAGNER


1. Equaity 1. Daya pikul 1. Politik finansial
2. Certainty 2. Manfaat 2. Ekonomi
3. Convinience of 3. Kesejahteraan 3. Keadilan
Payment 4. Kesamaan 4. Administrasi
4. Efficiency 5. Beban sekecil- 5. Yuridis
kecilnya
Menurut Adam Smith
1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
2. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi
hukum.
3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu
atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib
pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
4. Asas Effeciency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak
lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
Menurut W.J. Langen
1. Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar
kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin
tinggi pajak yang dibebankan.
2. Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
3. Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4. Asas kesamaan: dalam kondisi yang sam antara wajib pajak yang satu dengan
yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
5. Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-
kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak.
Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
Menurut Adolf Wagner
1. Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai
sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara
2. Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan,
pajak untuk barang-barang mewah
3. Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk
kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
4. Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana
harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya)
dan besarnya biaya pajak.
5. Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
Cara Pemungutan Pajak
1. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak dimana dimana wajib pajak dipercaya untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
Namun demikian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak kepada Wajib Pajak tertentu apabila ternyata berdasarkan pemeriksaan pajak
atau keterangan lain Wajib Pajak tersebut belum melunasi seluruh kewajiban
perpajakannya.
Sistem ini diterapkan untuk pajak-pajak untuk kategori pajak pusat. Seperti misalnya
untuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai) serta PPh (Pajak Penghasilan). Wajib Pajak
menghitung sendiri besaran pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ciri-ciri dari Self Assessment System yang dilakukan di Indonesia:
Pengisian pajak dilakukan secara mandiri oleh semua orang yang sudah
diwajibkan pajak.
Wajib pajak berperan yang aktif dalam mengisi dan menyelesaikan kewajiban
pajaknya dari menghitung hingga melaporkan pajaknya.
Pemerintah tidak mengeluarkan surat ketetapan pajak apapun. Surat ketetapan
pajak baru dikirimkan jika wajib pajak bersangkutan memiliki kendala dalam
melaporkan pajak.

2. Official Assessment System


Sistem ini membebankan wewenang dalam penentuan besarnya pajak terutang
kepada Otoritas Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak akan diberikan surat ketetapan pajak
yang berisi nilai pajak terutang dan Wajib Pajak harus membayarkan pajak yang
terutang tersebut sesuai dengan besaran pajak yang ada dalam surat ketetapan pajak.
Jadi, Wajib Pajak tidak perlu untuk menghitung kembali besarnya pajak terutang,
tetapi hanya perlu untuk membayarkan nilai pajak terutang tersebut.
Sistem diterapkan pada Pajak Bumi Bangunan (PBB), pemilik usaha serta pemilik
properti. Pembayaran pajak para wajib pajak hanya perlu dibayarkan sesuai dari Surat
Pembayaran Pajak Terutang (SPPT).
Ciri-ciri Official Assessment System:
Nominal pajak dihitungkan oleh petugas pajak.
Wajib pajak tidak perlu aktif dalam menghitung besaran pajak.
Nominal pajak diketahui setelah petugas pajak melakukan perhitungan pajak dan
mengirimkan surat ketetapan pajaknya.
Pemerintah menentukan besaran pajak dan memiliki hak penuh dalam
perhitungan pajak yang harus dibayarkan.

3. Witholding System
Sistem pajak ini berupakan sistem perhitungan pajak yang dapat dihitung melalui
pihak ketiga. Jadi, bukan Wajib Pajak atau aparat yang menghitung besarnya pajak ini,
melainkan pihak ketiga, seperti perusahaan yang melakukan pemotongan dari
penghasilan karyawan yang diperoleh (PPh Pasal 21), atau WP Badan lainnya (PPh
Pasal 22/23/26).
Jenis Pungutan di Indonesia
1. Retribusi
Retribusi merupakan sebuah iuran atau pungutan yang dibebankan atau dikenakan
kepada rakyat atas pemanfaatan atau penggunaan fasilitas umum yang telah
disediakan oleh Pemerintah Daerah kepada rakyatnya untuk memakmurkan
kesejahteraan rakyat di daerah tersebut. Pemungutan retribusi diatur dalam UU no.
28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang dicabut dengan UU
1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Beberapa karakteristik retribusi adalah sebagai berikut:
Tidak ada unsur paksaan dalam kewajiban pembayaran retribusi
Pembayaran atas retribusi hanya dikenakan kepada orang-orang yang memakai
atau menggunakan jasa dari retribusi tersebut
Retribusi ini tidak selalu berhubungan atau berkaitan dengan undang-undang yang
berlaku.
Beberapa jenis retribusi daerah yang berlaku di Indonesia, antara lain:
a. Retribusi jasa umum
Retribusi yang dikenakan untuk pelayanan yang diberikan atau disediakan
Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk dapat dinimkati oleh publik/umum.
Contohnya: jasa kebersihan, parkir di tepi jalan umum, serta pengujian kendaraan
bermotor.
b. Retribusi jasa usaha
Retribusi yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
yang bersifat komersial. Contohnya: Pasar grosir atau pertokoan, terminal, serta
tempat rekreasi dan olahraga.
c. Retribusi perizinan
Retribusi yang dikenakan untuk pelayanan perizinan tertentu yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kepada orang pribadi/badan dengan tujuan untuk pengaturan
dan pengawasan suatu kegiatan. Contohnya: Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan
izin usaha perizinan.
2. Bea
Bea dipungut dan dikelola langsung oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Bea dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Bea Ekspor dan Bea Impor.
Bea Ekspor adalah pungutan yang dikenakan pada barang-barang tertentu yang
akan diekspor ke luar negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-
Undang.
Bea Impor adalah pungutan yang dikenakan pada barang-barang tertentu yang
akan dimasukkan atau diimpor dari luar negeri sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang yang berlaku.
3. Cukai
Cukai merupakan sebuah pungutan yang dibebankan kepada orang pribadi atas
pemakaian terhadap barang-barang tertentu. Pemungutan Cukai di Indonesia
dipungut dan dikelola oleh DJBC. Tidak semua jenis barang akan dikenakan cukai,
karena mengingat tujuan dari pengenaan cukai ini adalah untuk mengurangi
beredarnya barang-barang dengan karakteristik tertentu di tengah masyarakat.
Berikut beberapa kriteria barang tertentu yang dikenakan Cukai berdasar pada UU no.
39/2007 s.t.d.t.d. UU no.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:
Barang-barang yang peredarannya perlu untuk diawasi
Barang-barang yang konsumsinya perlu untuk dikendalikan
Barang-barang yang dalam pemakaian atau pengkonsumsiannya dapat
menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungannya
Barang-barang yang pemakaian atau penggunaannya perlu untuk dilakukan
pembebanan pungutan atas negara demi keadilan dan keseimbangan.
Contoh barang kena cukai: (1) Etil Alcohol (EA) atau etanol, (2) minuman dengan
kandungan Etil Alcohol (MMEA) dalam kadar berapa pun, (3) hasil dari tembakau,
seperti cerutu, sigaret, rokok daun, tembakau iris, dan olahan tembakau lainnya.
4. Sumbangan
Sumbangan merupakan pungutan sukarela yang tidak diatur dalam Undang-Undang
dan tidak bersifat paksaan. Sumbangan juga merupakan pungutan yang tidak dikelola
oleh Pemerintah dan digunakan untuk kepentingan pengeluaran-pengeluaran yang
tidak dikelola oleh Pemerintah. Contoh dari sumbangan, yaitu sumbangan perbaikan
jalan, pembangunan tempat-tempat ibadah, dan lain sebagainya.
Penggolongan Jenis Pajak
Pengelompokan Pajak

Menurut Menurut Menurut Lembaga


Golongannya Sifatnya Pemungutnya
Pajak langsung Pajak subjektif Pajak pusat
Pajak tidak Pajak objektif Pajak daerah
langsung
Menurut Golongannya
1. Pajak Langsung
Pajak Langsung merupakan pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang
ber-sangkutan dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain.
Secara administratif pajak langsung ini dikenakan berulang-ulang secara periodik
berdasarkan Tahun pajak atau Masa pajak.
Misalnya: Pajak Penghasilan (PPh) yang harus menjadi beban OP atau Badan.
2. Pajak Tidak Langsung
Pajak Tidak Langsung merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan
(digeserkan), yang menjadi tujuan adalah pihak ketiga (konsumen) sedangkan pihak
kedua dalam hal ini pengusaha (produsen) bertindak sebagai pemungut pajak untuk
kepentingan pihak pertama (fiskus).
Misalnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut Sifatnya
1. Pajak Subjektif
Pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan/kondisi pribadi wajib pajak, untuk
menetapkan wajib pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif yang
berhubungan erat dengan materialnya, yaitu yang disebut daya pikul. Berdasarkan
Subjek baru dicari objeknya. Contoh: Pajak penghasilan
2. Pajak Objektif
Pajak yang pengenaannya pertama-tama melihat pada objeknya (benda, keadaan,
perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak)
kemudian baru dicari subjeknya, baik yang berada/berkedudukan di Indonesia maupun
yang tidak. Contoh: PPN, PBB, Bea Meterai, BPHTB.
Karena keadaan: pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak karena menggunakan
benda kena pajak.
Karena perbuatan: pajak lalu lintas kekayaan, pajak lalu lintas hukum, pajak lalu lintas
barang, serta pajak atas pemakaian.
Karena peristiwa: bea pemindahan di Indonesia contohnya pemindahan harta warisan
(BPHTB).
Menurut Lembaga Pemungutnya
1. Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan dikelola oleh Departemen Keuangan
(Direktorat Jenderal Pajak). Penerimaannya masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), diantaranya:
Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pajak Bumi dan Bangunan Pajak/Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) Bea Meterai
2. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah
(Dipenda). Hasil penerimaannya masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), diantaranya:
Pajak provinsi
Pajak kabupaten/kota
Jenis Pajak Propinsi terdiri dari:
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
Pajak Parkir
Sumber Penerimaan Selain Pajak
Sumber Penerimaan Negara Selain Pajak
1. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Merupakan penerimaan negara yang berasal dari pendapatan non pajak. Menurut UU
no. 9/2018 tentang PNBP, PNBP merupakan pungutan yang dibayar individu atau
badan tertentu dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas
layanan atau pemanfaatan sumber daya.
Jenis-jenis PNBP:
Pemanfaatan Sumber Daya Alam meliputi pemanfaatan bumi, air, udara, ruang
angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung dan dikuasai oleh negara. Contoh
minyak dan gas.
Pelayanan yaitu segala bentuk penyediaan barang, jasa, atau pelayanan
administratif yang menjadi tanggung jawab pemerintah baik untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
Contoh Kereta Api, pendidikan, kesehatan, dan hak cipta.
Sumber Penerimaan Negara Selain Pajak
1. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Merupakan penerimaan negara yang berasal dari pendapatan non pajak. Menurut UU
no. 9/2018 tentang PNBP, PNBP merupakan pungutan yang dibayar individu atau
badan tertentu dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas
layanan atau pemanfaatan sumber daya.
Jenis-jenis PNBP:
Pemanfaatan Sumber Daya Alam meliputi pemanfaatan bumi, air, udara, ruang
angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung dan dikuasai oleh negara. Contoh
minyak dan gas.
Pelayanan yaitu segala bentuk penyediaan barang, jasa, atau pelayanan
administratif yang menjadi tanggung jawab pemerintah baik untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
Contoh Kereta Api, pendidikan, kesehatan, dan hak cipta.
Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan ialah pengelolaan atas kekayaan negara
yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dijadikan
penyertaan modal negara atau perolehan lainnya yang sah. Misal, dividen BUMN
atau obligasi.
Pengelolaan Barang Milik Negara adalah kegiatan penggunaan, pemanfaatan, dan
pemindahtanganan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran
pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lain yang sah.
Pengelolaan Dana ialah pengelolaan atas dana pemerintah yang besumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau perolehan lain yang sah
untuk tujuan tertentu. Misalnya sisa anggaran pembangunan.
Hak Negara lainnya yaitu hak negara selain sumber penerimaan negara yang
disebutkan sebelumnya yang diatur dalam perundang-undangan. Misalnya barang
sitaan yang dilelang atau denda dari pelanggaran masyarakat.
2. Kebapeanan dan Cukai
Bea adalah pungutan yang dikenakan atas keluar masuknya barang/komoditas yang
berkaitan yang masuk dan keluar daerah pabean, meliputi Bea Masuk dan Bea Keluar.
Cukai adalah pungutan yang dibebankan kepada orang pribadi atas pemakaian
terhadap barang-barang tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.
3. Hibah
Dalam UU PNBP, Hibah merupakan sebagai penerimaan diluar PNBP meskipun
merupakan penghasilan non pajak. Oleh karena itu, hibah memiliki klasifikasi dan aturan
tersendiri. Hibah diatur dalam PP no. 10/2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri dan Perimaan Hibah. Hibah diartikan setiap penerimaan negara dalam
bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa, dan/atau surat berharga
yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri.
Adapun jenis-jenis hibah adalah sebagai berikut:
Hibah terencana merupakan mekanisme hibah yang direncanakan dan dicatat
melalui Daftar Rencana Kegiatan Hibah (DRKH).
Hibah langsung atau disebut sebagai hibah non-DRKH, ialah hibah tanpa melalui
mekanisme perencanaan.
Hibah melalui KPPN yaitu hibah yang penarikannya dilakukan di Bendahara Umum
Negara (BUN) atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Hibah tanpa melalui KPPN, sesuai dengan namanya, proses penarikan dana hibah
jenis ini tidak dilaksanakan di BUN atau KPPN
Hibah dalam negeri ialah hibah yang berasal dari lembaga keuangan maupun non-
keuangan dalam negeri, pemerintah daerah, perusahaan atau orang asing yang
melakukan kegiatan atau berdomisili di Indonesia.
Hibah luar negeri yaitu hibah yang bersumber atau diberikan oleh negara asing,
lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),lembaga internasional, lembaga
keuangan asing, atau lembaga lainnya serta perusahaan atau orang Indonesia yang
berdomisili dan melakukan kegiatan di luar negeri.
Hibah daerah ialah hibah yang merupakan pengalihan atau pelimpahan hak atas
sesuatu dari pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya
yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui
perjanjian.

Hibah biasanya memilik tujuan untuk mendukung program pembangunan nasional atau
lebih spesifik seperti apabila suatu keadaan negara dalam keadaan genting atau
membutuhkan misalnya bencana atau pandemi.
Sumber: Informasi APBN 2023 (media.kemenkeu.go.id)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai