Anda di halaman 1dari 23

TEORI DAN SUMBER HUKUM

PAJAK DI INDONESIA
Oleh : Rikhardus Joka
I. SUMBER HUKUM PAJAK DI INDONESIA

1. Sumber hukum materil adalah faktor-faktor yang membantu


pembentukan hukum pajak misalnya faktor hubungan social,
politik, ekonomi dan hubungan internasional.

2. Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang berasal


dari peraturan hokum atau cara yang menyebabkan peraturan
hokum tersebut berlaku secara formal misalnya UUD 1945,
Asas Pancasila, kebiasaan, Traktat, Jurisprudensi dan Doktrin
PENJELASAN:

a. UUD 1945, pasal 23 ayat 2 menyatakan bahwa “Segala pajak


untuk keperluan Negara harus berdasarkan Undang-
Undang.” Ketentuan tersebut mengandung asas legalitas
yang meletakan kewenangan pada Negara untuk memungut
pajak, jika Negara membutuhkan dengan syarat harus
berdasarkan UU.
b. Perjanjian Perpajakan
Tiap negara mempunyai peraturan yang berbeda-beda
dengan negara lain sehingga mengakibatkan sering terjadi
peristiwa pajak berganda internasional.
PENJELASAN:

c. Jurisprudensi
Putusan pengadilan mengenai perkara pajak yang meliputi
sangketa pajak dan tindak pidana pajak yang telah memiliki
kekuatan hokum tetap.
d. Doktrin Perpajakan
Doktrin dalam hukum pajak harus berbeda dengan doktrin
hukum pada umumnya karena hokum pajak mempunyai cirri
khas tersendiri. Doktrin hokum pajak biasanya dikemukakan
oleh pendapat ahli hokum pajak.
II. TEORI PEMBAYARAN/PUNGUTAN PAJAK
1. Teori Bhakti
Teori yang mendasari bahwa pembayaran pajak merupakan bakti
rakyat kepada negaranya.
2. Teori Daya Pikul
Teori yang terletak pada kemampuan wajib pajak untuk membayar
pajak
3. Teori Daya Beli
Teori yang menyatakan bahwa penghasilan masyarakat
diambi/dipungut ke kas Negara kemudian disalurkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pemeliharaan dan kemakmuran
masyarakat.
Untuk mengukur daya pikul diperlukan 2(dua) pendekatan
sebagai berikut:
a. Unsur obyektif adalah ukurannya harus dilihat dari
besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang.
b. Unsur subyektif adalah ukurannya harus diperhatikan dari
besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.
4. Teori Kepentingan
Teori yang menyatakan bahwa pembagaian beban pajak
kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnva
perlindungan terhadap harta benda wajib pajak) masing-
masing rakyat. Semakin berkepentingan seseorang terhadap
Negara maka makin tinggi pajak yang harus dibayar.

5. Terori Asuransi
Terori yang menyatakan bahwa Negara akan melindungi
keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak rakyat lainnya
sehingga rakyat harus membayar pajak karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut.
III. ASAS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK

1. Asas domisili(asas tempat tinggal)


Asas ini menyatakan bahwa pajak dapat dipungut
berdasarkan domisili wajib pajak dalam suatu negara tanpa
melihat atau memperhatikan darimana asal penghasilan atau
kewarganegaraan dari wajib pajak.
2. Asas sumber
Asas ini menyatakan bahwa pajak dapat dipungut
berdasarkan pendapatan/penghasilan wajib pajak dalam
suatu Negara tanpa melihat atau memperhatikan domisili atau
kewarganegaraan wajib pajak.
3. Asas kebangsaan/Nationalitiet
Asas ini menyatakan bahwa pajak dapat dipungut
berdasarkan kewarganegaraan/kebangsaan dari wajib pajak
tanpa melihat atau memperhatikan domisili dan sumber
penghasilan wajib pajak.
Contoh :
- Indonesia, Jepang menganut asas sumber dan domisili
- Australia menganut asas sumber dan kewarganegaraan
IV. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK MENURUT ADAM
SMITH

Adam Smith, dalam bukunya berjudul The Wealth of Nations


bahwa pemungutan berdasarkan 4 asas sebagai berikut:

1. Equality (keseimbangan/keadilan)
Bahwa pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata yaitu
pajak harus dikenakan kepada orang pribadi yang harus
sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai
dengan manfaat yang diterimanya.
2. Certainty (Kepastian Hukum)
Penetapan pajak tidak ditetapkan sewenang-wenang, wajib
pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besamya pajak
yang terutang, kapan harus di bayar dan kapan batas
waktunya.
3. Convenience of payment(tepat waktu)
Pemungutan pajak disesuaikan dengan keadaan/kondisi yang
tepat dari wajib pajak.
Contohnya : apabila wajib pajak dalam keadaan merugi maka
waktu pemungutan pajaknya dirasakan kurang tepat.
4. Efficiency(Ekonomis)
Biaya pemungutan harus lebih kecil dari nilai yang dipungut.
V. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK MENURUT W. J.
LANGEN
1. Asas Daya Pikul
Bahwa beban pajak yang dibebankan kepada wajib pajak tidak
boleh lebih dari kemampuan mareka, jumlah pajak yang harus
dibayarkan harus sesuai dengan harta/kekayaan yang dimiliki
oleh wajib pajak.

2. Asas Manfaat
Bahwa hasil dari pemungutan pajak harus digunakan dan
dimanfaatkan untuk kepentingan umum atau kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak harus
dikembalikan kepada masyarakat itu sendiri.
3. Asas Kesejahtraan
Bahwa pada dasarnya pemungutan pajak bertujuan untuk
menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh
rakyat Indonesia. Sebab dengan adanya pajak maka
pemerataan pendapatan dapat tercapai.

4. Asas Kesamaan
Bahwa dalam pemungutan pajak harus diberlakukan sama
kepada setiap wajib pajak yang memenuhi syarat dan tidak
membedakan unsur kekeluargaan, teman, suku, agama,
warna kulit atau apapun.
5. Asas Beban Minim
Bahwa dalam pemungutan pajak diusahakan harus
memperhatikan keringanan pada wajib pajak. Dimana jumlah
pajak yang akan dibayarkan harus lebih kecil dari nilai objek
pajaknya, dengan maksud agar dalam pembayaran pajak
tidak memberatkan bagi wajib pajak.
VI. SISTIM PEMUNGUTAN PAJAK

Sistim pemungutan pajak adalah metode atau tata cara pemungutan


pajak atas obyek pajak. Ada beberapa sistim pemungutan pajak
yaitu :

1. Official Assessment System


Adalah sistim pemungutan pajak yang yang jumlah pajak
terutangnya ditetapkan oleh aparat pajak/fiscus/pemerintah.
Ciri-ciri dari sistim ini adalah
- Fiscus atau petugas pajak berwenang menentukan besarnya
pajak
- Wajib pajak bersifat pasif
- Hutang pajak timbul setelah diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak(SKP) oleh petugas pajak.
2. Self Assesment System
adalah sistim yang memberikan wewenang atau memberikan
kepercayaan kepada setiap wajib pajak untuk mendaftarkan diri,
menghitung hutang pajaknya sendiri dan melaporkan hasil
perhitungan pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak(KPP) dan
petugas pajak hanya mengawasi dan melakukan pelayanan dan
penyuluhan kepada wajib pajak.

Ciri-ciri dari sistim ini adalah


- Wajib pajak diberikan wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang
- Wajib pajak bersifat aktif
- Petugas pajak tidak ikut campur dan hanya melakukan
pengawasan.
3. With Holding System
Sistim yang memberikan kewenangan kepada pihak ketiga untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang.

Ciri-ciri dari sistim ini adalah


- Pihak ketiga berwenang menentukan besarnya pajak
- Wajib pajak dan petugas pajak bersifat pasif.

Contohnya :
PPH karyawan dibayar oleh perusahaan /jasa konsultan pajak.
VII. STELSEL PAJAK

Pemungutan pajak juga dibagi dalam beberapa stelsel(cara) yaitu

1. Stelsel Nyata(real stelses)


adalah cara pemungutan pajak berdasarkan pada obyek
penghasilan yang nyata/real sehingga pemungutan baru dapat
dilakukan pada akhir tahun pajak yaitu setelah penghasilan yang
sesungguhnya diketahui.
- Kelebihan dari stelsel ini adalah pajak yang dipungut lebih
realistis
- Kekurangannya adalah pemungutan baru dilakukan pada
akhir periode setelah penghasilan diketahui.
2. Stelsel Anggapan(fictieve stelses)
adalah pemungutan pajak berdasarkan pada suatu anggapan
yang diatur oleh Undang-Undang. Misalnya penghasilan satu
tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya
sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan
besarnya pajak dan tidak perlu menunggu sampai akhir tahun
pajak berikutnya.
- Kebaikan dari stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama
tahun berjalan tanpa harus menunggu akhir tahun.
- Kelemahannya adalah pajak yang dibayarkan tidak
berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
3. Stelsel Campuran
adalah pemungutan pajak berdasarkan atas kombinasi antara
stelsel nyata dan stelsel anggapan. artinya bahwa pada awal
tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak dihitung disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya.
Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari
pajak menurut anggapan maka wajib pajak harus menambah
pembayarannya, namun apabila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih kecil dari pajak menurut anggapan maka
kelebihannya dapat diminta kembali
VIII. TARIF PAJAK

Tarif pajak adalah ketentuan prosentase atau jumlah pajak yang


harus dibayar oleh wajib pajak sesuai dengan dasar pajak atau
obyek pajak.

Macam-macam tarif pajak:

a) Tarif Proporsional(sebanding)
adalah tarif pajak yang menggunakan prosentase yang tetap
untuk setiap dasar pemungutan pajak. Contohnya PPN 10 % dan
PBB : 0.5 %
b) Tarif pajak Degresif (menurun)
adalah tariff pajak dengan menggunakan prosentase yang
menurun untuk setiap dasar pemungutan pajak. Contoh : Bea
Masuk dan cukai

Obyek Pajak Nilai Import/Eksport Tariff


 
0-25 juta 15%
 
25 - 50 juta 12.5 %
 
50 -100 juta 10%
c) Tarif pajak Konstan (tetap)
adalah tarif pajak yang tetap untuk setiap dasar pemungutan
pajak atau besarnya pajak yang dibayarkan jumlahnya sama.
Contohnya : Bea Meterai.
d) Tarif pajak Progresif (naik)
adalah tarif pajak dengan prosentase yang semakin
menaik atau meningkat untuk setiap dasar pemungutan
pajak. Contohnya : pajak penghasilan dan pajak kendaraan
bermotor.
Objek Pajak Tetap Proporsional Degresif Progresif

Rp. 20.000.000.- Rp. 2.000.000.- 10% 25% 5%

Rp. 30.000.000.- Rp. 2.000.000.- 10% 20% 15%

Rp. 40.000.000.- Rp. 2.000.000.- 10% 10% 30%

Anda mungkin juga menyukai