Anda di halaman 1dari 19

PEMUNGUTAN PAJAK

Asas- asas Pemungutan Pajak :


A. Asas – asas menurut Adam Smith
Adam Smith kelahiran Skotlandia (1723-
1790) termasuk dalam mashab klasik
mengemukakan dalam bukunya yang
berjudul “The Wealth of Nation”
(Kemakmuran Bangsa-bangsa , Th 1776),
ada 4 kaedah yang harus diperhatikan
dalam membuat undang-undang perpajakan
.
Four maxim atau four canons , yaitu
1. Equality and equity : Kesamaan /
keseimbangan dan Keadilan ;
 Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak

masing-masing hendaknya dilakukan pembangunan


dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan
penghasilan yang dinikmatinya masing-masing di
bawah perlindungan pemerintah.
Dalam asas ini tidak diperbolehkan suatu negara
mengadakan diskriminasi di antara Wajib Pajak.
2. Certainty : Kepastian ;
 Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang

(certainty) dan tidak mengenal kompromis.


 Dalam asas ini kepastian hukum yang dipentingkan

adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, besarnya


pajak, dan ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
3. Conveniency of Payment : pajak harus
dipungut pada saat yang tepat ;
 Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling

baik bagi para Wajib Pajak, yaitu saat sedekat


mungkin dengan detik diterimanya penghasilan
yang bersangkutan (convenience of payment).
4. Efficiency / Economic of collection : pajak
harus dipungut dengan biaya yang rendah.
 Asas efisiensi menetapkan bahwa pemungutan

pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin


jangan sekali-kali biaya pemungutan melebihi
pemasukan pajaknya (economic of collections).
B. Asas menurut Falsafah Hukum  pajak
harus mengabdi pada keadilan .
C. Asas menurut Yuridis  pajak harus
dapat memberikan jaminan hukum yang
perlu untuk menyatakan keadilan .
D. Asas menurut Ekonomis  pajak tidak
boleh menghambat perekonomian rakyat .
E. Asas menurut Financial  pengenaan
pajak harus dilakukan pada saat yang
tepat .
Sistem Pemungutan Pajak
1. Official assessment system  kantor pajak ;
pajak di mana aparat pajak (fiskus) yang aktif
untuk melakukan pemungutan pajak kepada Wajib
Pajak dan Wajib Pajaknya hanya bersikap pasif
untuk menunggu pemberitahuan pajak terutang
2. Self assessment system  wajib pajak ;
Wajib Pajak dapat melakukan penghitungan,
pembayaran/penyetoran dan pelaporan pajak
sendiri tanpa menunggu pemberitahuan dari
fiskus
3. Withholding tax system  pihak ketiga
TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

1. Teori Perjanjian Masyarakat (le contrat


social).
Dikemukakan oleh J.J.Rousseau (1712-1778).
Dalam naskah ‘Leges Fundamentalis’ 
penguasa akan melindungi dan mengurus
kepentingan warga masyarakatnya dan
masyarakat akan membayar biaya tersebut.
2. Teori Asuransi
Menurut teori asuransi, fiskus berhak
memungut pajak dari penduduknya karena
negara dianggap sama dengan perusahaan
asuransi. Wajib pajak adalah tertanggung
yang wajib membayar premi dalam hal ini
pajak. Karena negara melindungi segenap
masyarakat
3. Teori Kepentingan
Penduduk negara mempunyai kepentingan
kepada negara . Makin besar kepentingan
penduduk kepada negara , maka makin
besar pula perlindungan negara kepadanya.
Contoh : penduduk desa  perlu KTP,
Penduduk kota  KTP, Paspor, surat
keterangan untuk sekolah, SIM, surat nikah,
dll.
4. Teori Bakti
Penduduk adalah bagian dari suatu negara ,
penduduk terikat pada keberadaan negara
sehingga penduduk wajib berbakti kepada
negara dengan membayar pajak.
5. Teori Daya Pikul
Pemerintah dalam memungut harus sesuai
dengan daya pikul dari wajib pajak. Wajib
pajak hanya membayar pajak sesuai dengan
daya pikulnya. Biaya untuk mempertahankan
hidupnya haruslah dikeluarkan terlebih
dahulu sebelum dikenakan tarif pajak.
Biaya yang dikeluarkan tersebut disebut
penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau
minimum of subsistence.
 Delangen .
6. Teori Daya Beli
 Dampak dari pemungutan pajak yaitu positif
karena akan tersedia dana untuk membiayai
keperluan umum negara .
7. Teori Pembangunan
Dana yang dipungut dari pajak dipergunakan
untuk pembangunan yang akan membuat
rakyat menjadi adil, makmur, sejahtera lahir
maupun bathin . Jadi pemerintah diperbolehkan
memungut pajak .
JENIS PAJAK
1. Berdasarkan Golongan, terdiri dari:
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang bebannya
harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada
pihak lain.
Contohnya: PPh, yaitu suatu jenis pajak yang
dikenakan terhadap penghasilan yang dapat
dikenakan secara berkala dan berulang-ulang
dalam jangka waktu tertentu baik masa maupun
tahunan.
 b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang

bebannya dapat dialihkan atau digeser kepada


pihak lain. Contohnya: PPN dan PPnBM.
2. Berdasarkan Wewenang Pemungut, terdiri dari:
a. Pajak Pusat/Negara, yaitu pajak yang wewenang
pemungutannya di tangan pemerintah pusat yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan
melalui Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
Pajak Pusat ini diatur dalam undang-undang dan
hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Pajak pusat/negara yang berlaku saat ini adalah:
(a) Pajak Penghasilan
(b) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
(d) Bea Meterai
2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada
pada Pemerintah Daerah (baik Pemerintah Propinsi maupun
Pemerintah Kota/Kabupaten) yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Dinas Pendapatan Daerah.
Pajak daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan
masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pajak Daerah terdiri dari :
a. 4 jenis Pajak Daerah Tingkat I (Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan Di atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan Di atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
dan Kendaraan Di atas Air serta Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan)
b. 7 jenis Pajak Daerah Tingkat II. (Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C, dan Pajak
Parkir), Pajak Bumi dan Bangunan , Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.
.
3. Berdasarkan Sifat, terdiri dari:
 a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan

kondisi/keadaan Wajib Pajak.


Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif
yang berhubungan erat dengan keadaaan-materialnya yaitu
gaya pikul. Gaya pikul adalah kemampuan Wajib Pajak
memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum.
Gaya pikul mengandung dua unsur yaitu:
1) Unsur subjektif
Unsur-unsur subjektif dari gaya pikul mencakup segala
kebutuhan terutama material di samping moral dan spritual.
Semakin besar gaya pikulnya semakin kecil kemampuan
membayar pajak. Dengan demikian dalam pajak subjektif
harus memberi pembebasan pajak untuk biaya hidup
minimum, dan meperhatikan faktor-faktor perseorangan dan
keadaan-keadaan yang berpengaruh terhadap besar-kecilnya
biaya hidup seperti jumlah anggota keluarga atau jumlah
tanggungan.
2) Unsur objektif
Unsur-unsur objektif dari gaya pikul terdiri dari
pendapatan (penghasilan), kekayaan, dan belanja
(pengeluaran).
Gaya pikul seseorang tidak hanya tergantung
kepada pendapatan (penghasilan) saja, tetapi
juga kekayaan dan bahkan tergantung pula
pada kesempatannya untuk berbelanja.
Penerapan di Indonesia dapat dilihat dalam
pengenaan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
sebagai Pegawai (PPh Pasal 21), sebelum
dikenakan PPh terlebih dahulu penghasilan
netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP).
 b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pada
awalnya memperhatikan objek yang
menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar, kemudian baru dicari subjeknya
baik orang pribadi maupun badan.
Jadi dengan kata lain pajak objektif adalah
pengenaan pajak yang hanya memperhatikan
kondisi objeknya saja.
Contohnya: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Anda mungkin juga menyukai