Anda di halaman 1dari 36

Materi Hukum Pajak

1. Dasar-dasar perpajakan

2. KUP (Ketentuan umum dan tata cara


perpajakan)
3. Pajak Penghasilan (PPh umum)

4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

6. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


(BPHTB)
7. Bea Materai
8. Pajak Daerah
Buku Acuan:
1. Perpajakan Karangan Siti Resmi

2. Perpajakan karangan waluyo, wirawan

3. Perpajakan karangan Mardiasmo

4. Hukum pajak karangan Early Suerly

5. Undang-Undang KUP

6. Undang-Undang PPh

7. Undang-Undang PPN

8. Undang-Undang PBB

9. Undang-Undang BPHTB

10. Undang-Undang Bea Materai


Sistem penilaian
1. Absensi 20%

2. Tugas /Presentasi 10%

3. UTS 35%

4. UAS 35%

HP: 08122134337
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro,
SH.

Pajak adalah :
 Iuran rakyat kepada negara
 Berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan)
 Dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) Yang langsung dapat
ditunjukkan
 dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum
DEFINISI PAJAK

Menurut Prof. Dr. R.J.A. Adriani

Pajak adalah :
 Iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
 Yang terutang oleh yang wajib membayarnya
 Menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
 Dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat ditunjuk
 Dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum
 Berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan
CIRI-CIRI YANG MELEKAT DALAM DEFINISI PAJAK

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan


undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan
adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh Negara, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran
pemerintah yang bila dari pemasukannya masih
terdapat surplus, digunakan untuk membiyai public
investment.
DASAR HUKUM PAJAK

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A

Pajak dan pungutan lain yang bersifat


memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-Undang
Undang-Undang Perpajakan di Indonesia meliputi :
No Undang-Undang Jenisnya
1. UU Nomor 28 Tahun 2007 KUP
2. UU Nomor 36 Tahun 2008 PPh
3. UU Nomor 42 Tahun 2009 PPN
4. UU Nomor 19 Tahun 2000 PPSP
5. UU Nomor 20 Tahun 2000 BPHTB
6. UU Nomor 12 Tahun 1994 PBB
7. UU Nomor 13 Tahun 1985 BM

KUP = Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan


PPh = Pajak Penghasilan
PPN = Pajak Pertambahan Nilai
PPSP = Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
BPHTB = Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
PBB = Pajak Bumi dan Bangunan
BM = Bea Materai
PENGERTIAN HUKUM PAJAK

Hukum Pajak adalah :


 Kumpulan peraturan-peraturan
 Yang mengatur Hubungan
 Antara pemerintah sebagai pemungut pajak
 Dan rakyat sebagai pembayar pajak

KEDUDUKAN HUKUM PAJAK

Hukum Perdata

Hukum Hukum Tata Negara


Hukum Administrasi
(Hukum Tata Usaha )
Hukum Publik
Hukum Pidana

Hukum Pajak

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Hukum


Pajak merupakan bagian dari Hukum Publik.
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK

Hukum Pajak dapat dibagi menjadi 2, yaitu :


1. Hukum Pajak Materiil, yaitu hukum pajak yang memuat norma-
norma tentang :
- Objek Pajak
- Subjek Pajak
- Tarif Pajak
- Sanksi-sanksi dalam hubungan hukum antara pemerintah
dengan wajib pajak

Contoh : Undang-Undang pajak Penghasilan


2. Hukum Pajak Formil
Yaitu hukum pajak yang tatacara untuk mewujudkan hukum
pajak materiil menjadi kenyataan .

Contoh : Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.


Ada 2 Fungsi Pajak
1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah
Contoh :
Dimasukkannya pajak sebagai penerimaan APBN sebagai
penerimaan dalam negeri

2. Fungsi Mengatur (Reguler)


Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang ekonomi dan sosial
Contoh :
1. Pajak ditinggikan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
2. Tarip pajak ekspor 0% untuk mendorong produk
Indonesia di pasaran dunia.
PENGELOMPOKAN PAJAK

1. Menurut Golongannya

a. Pajak Langsung
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Tidak Langsung

Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau


dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai


2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan dari wajib pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Objektif

Yaitu pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa


memperhatikan keadaan wajib pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak


Penjualan atas Barang Mewah
3. Menurut Lembaga Pemungutnya

a. Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh :
- Pajak Penghasilan
- Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Barang Mewah
- Bea Materai
b. Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan


digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri dari :
a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi)
Contoh: - Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB)
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB)
b. Pajak daerah Tingkat II (Kotamadya/Kabupaten)
Contoh : - Pajak Hotel dan restoran
- Pajak Hiburan
- Pajak Reklame
- Pajak Penerangan Jalan
AZAS PEMUNGUTAN PAJAK
THE FOUR CANNONS ATAUTHE FOUR
MAXIMS
1. Equality (seimbang)
Pembebanan pajak di antara wajib pajak
 Hendaknya seimbang dengan kemampuannya
 Yaitu seimbang dengan penghasilan
 Yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah

2. Certainty (Pasti)
 Pajak yang dibayar wajib pajak

 Harus jelas dan tidak mengenal kompromi


3. Convenience of Payment (waktu sebaik-baiknya dari pembayaran)
 Pajak hendaknya dipungut
 Pada saat yang paling baik bagi wajib pajak
 Yaitu saat sedekat-dekatnya
 Saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang
dikenakan pajak

4. Economic of Collections
 Pemungutan pajak
 Hendaknya dilakukan sehemat mungkin
 Jangan sampai biaya pemungutan pajak
 Lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri
AZAS PEMUNGUTAN PAJAK

a. Azas Domisili (Azas Tempat Tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak


 Atas seluruh penghasilan wajib pajak
 Yang bertempat tinggal di wilayahnya
 Baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun
luar negeri

Wajib pajak yang bertempat tinggal di Indonersia dikenakan


pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh berasal
dari Indonesia atau berasal dari luar negeri.
b. Azas Sumber

 Negara mempunyai hak untuk memungut


 Pajak atas penghasilan yang bersumber
 dari suatu negara yang memungut pajak

Wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari


Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Azas Kebangsaan
 Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan
suatu negara.

Azas ini diberlakukan untuk Wajib Pajak Luar Negeri.


TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG
PEMUNGUTAN PAJAK

1. Teori Asuransi
 Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda,
dan hak-hak rakyatnya
 Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena
memperoleh jaminan perlindungan tersebut

2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan
pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-
masing orang
 Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang hars dibayar
3. Teori Daya Pikul
 Pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan membayar
dari si wajib pajak
 Jadi tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul
si wajib pajak dengan memperhatikan pada besarnya
penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja si wajib
pajak tersebut.

4. Teori Bakti

 Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada


hubungan rakyat dengan negaranya
 Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah
sebagai suatu kewajiban
5. Teori Daya Beli

 Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya


beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah
tangga negara
 Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali
kepada masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahtaraan masyarakat.
STELSEL PAJAK

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

1. Stelsel Nyata (Real Stelsel)


 Pengenaan pajak didasarkan
 Pada objek (penghasilan yang nyata)
 Sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan
 Pada akhir tahun pajak
 Yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui
Kebaikan :
 Pajak yang dikenakan lebih realistis
Kelemahan :
 Pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan riil diketahui)
2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

 Pengenaan pajak didasarkan


 Pada suatu anggapan yang didasarkan undang-undang
 Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya
 Sehingga pada awal tahun pajak dapa ditetapkan besar-
nya pajak yang terutang untuk tahun berjalan.
Kebaikan :
 Pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus
menunggu pada akhir tahun.
Kelemahan :
 Pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan
sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran

 Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata


dan stelsel anggapan
 Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan
 Kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan sebenarnya
 Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari
pajak yang menurut anggapan
 Maka wajib pajak harus menambah
 Sebaliknya jika kecil kelebihannya dapat diminta kembali
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

a. Official Assesment System

 Yaitu suatu sistem pemungutan


 Yang memberi wewenang kepada pemerintah
 Untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada pemerintah (fiskus)
2. Wajib pajak bersifat pasif
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus
b. Self Assesment System

 Yaitu suatu sistem pemungutan pajak


 Yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak
 Untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.

Ciri-cirinya :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada Wajib Pajak sendiri
2. Wajib Pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung,
menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System

 Yaitu suatu sistem pemungutan


 Yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
 ( Bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan )
 Untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.

Contoh : - Konsulat Pajak


- Akuntan Publik
- Bendahara Perushaan
- Bank
HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang disebabkan antara lain :
- Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
- Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat
- Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan
dengan baik

2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan menghindari pajak.
Bentuknya antara lain:
1. Penghindaran pajak (Tax Avoidance )
Usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar undang-undang.
2. Penggelapan Pajak (Evasion)
Usaha meringankan beban pajak dengan cara
melanggar undang-undang.
TARIF PAJAK
Ada 4 macam tarif pajak, yaitu :

1. Tarif Tetap
Adalah tarif dengan jumlah angka yang tetap berapapun jumlah
yang menjadi dasar pengenaan.
Contoh:

Dasar Pengenaan Tarif Pajak


Rp. 5.000.000 Rp. 1.000
Rp. 10.000.000 Rp. 1.000
Rp. 20.000.000 Rp. 1.000
Rp. 30.000.000 Rp. 1.000
2. Tarif Proporsional ( Sebanding )
Adalah tarif berupa prosentase yang tetap, terhadap berapapun
jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Contoh:

Dasar Pengenaan Tarif Jumlah Pajak


Rp. 5.000.000 10 % Rp. 500.000
Rp. 10.000.000 10 % Rp. 1.000.000
Rp. 20.000.000 10 % Rp. 2.000.000
Rp. 30.000.000 10 % Rp. 3.000.000
3. Tarif Progresif
Adalah tarif dengan prosentase yang semakin meningkat atau
naik apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan
meningkat.
Contoh:

Dasar Pengenaan Tarif Jumlah Pajak


Rp. 5.000.000 10 % Rp. 500.000
Rp. 10.000.000 11 % Rp. 1.100.000
Rp. 20.000.000 12 % Rp. 2.400.000
Rp. 30.000.000 13 % Rp. 3.900.000
Tarif Progresif dapat dirinci lebih lanjut, yaitu :

a. Tarif Progresif Proporsional


Adalah kenaikan prosentase tetap.

Dasar Pengenaan Tarif Kenaikan Tarif


Rp. 5.000.000 10 % -
Rp. 10.000.000 11 % 1%
Rp. 20.000.000 12 % 1%
Rp. 30.000.000 13 % 1%
b. Tarif Progresif - Progresif
Adalah kenaikan prosentase semakin membesar.

Dasar Pengenaan Tarif Kenaikan Tarif


Rp. 5.000.000 10 % -
Rp. 10.000.000 11 % 1%
Rp. 20.000.000 13 % 2%
Rp. 30.000.000 16 % 3%
c. Tarif Progresif - Degresif
Adalah kenaikan prosentase semakin kecil

Dasar Pengenaan Tarif Kenaikan Tarif


Rp. 5.000.000 10 % -
Rp. 10.000.000 12,5 % 2,5 %
Rp. 20.000.000 14,5 % 2%
1,5 %
Rp. 30.000.000 16 %
4. Tarif Degresif
Adalah tarif dengan prosentase yang semakin menurun
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak naik.

Dasar Pengenaan Tarif Jumlah Pajak


Rp. 5.000.000 10 % Rp. 500.000
Rp. 10.000.000 9% Rp. 900.000
Rp. 20.000.000 8% Rp. 1.600.000
Rp. 30.000.000 7% Rp. 2.100.000

Anda mungkin juga menyukai