Anda di halaman 1dari 71

BAGIAN SATU

KONSEP DASAR PAJAK, KUP, PPSP & PP


BAB I
PENGANTAR PAJAK
(Suatu Konsep Dasar Dalam Perpajakan)

1.1. PENGERTIAN PAJAK


Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (UU KUP Pasal 1 Ayat (1)).

Gambar 1 : SKEMA KONSEP DASAR PAJAK

1.2. UNSUR YANG TERKANDUNG DALAM PAJAK


 Iuran rakyat kepada negara: (yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran
tersebut berupa uang bukan barang).
 Berdasarkan Undang-Undang : (Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya).
 Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk.
 Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yaitu pengeluaran-pengeluaran
yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 1


1.3. FUNGSI PAJAK
Terdapat 2 (dua) fungsi Pajak, yaitu:

1. Fungsi budgetair: pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya
2. Fungsi mengatur (regulasi): pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
 Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras.
 Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi
gaya hidup konsumtif.
 Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia
di pasaran dunia.

1.4. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK


Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak mempunyai kedudukan di antara
hukum-hukum sebagai berikut:
1. Hukum Perdata: mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum Publik: mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini
dapat dirinci lagi sebagai berikut :
 Hukum Tata Negara
 Hukum Tata Usaha (hukum administrasi)
 Hukum Pajak
 Hukum Pidana

Gambar 2: KEDUDUKAN HUKUM PAJAK

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 2


Dalam bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis Derogat Lex Generalis,
artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum atau jika sesuatu
ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan
yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak,
sedangkan peraturan umum adalah hukum publik atau hukum lain yang sudah ada
sebelumnya.

Hukum Pajak menganut paham imperatif, yaitu pelaksanaannya tidak dapat ditunda
misalnya dalam hal pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal
Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang mengajukan keberatan
terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berbeda dengan
hukum pidana yang menganut paham oportunitas, yaitu pelaksanaannya dapat ditunda
setelah ada keputusan lain.

Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil

 Pajak materiil: memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan,


perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan
pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang
timbul dan hapusnya hutang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib
pajak.
contoh: Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)

 Pajak Formil: memuat bentuk / tata cara untuk mewujudkan hukum pajak meteriil
menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak meteriil).
Hukum Formil memmuat antara lain:
- Tata Cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak
- Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para WP mengenai
keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak
- Kewajiban WP misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak
WP misalnya mengajukan keberatan dan banding.
contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)

Gambar 3 : HUKUM PAJAK

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 3


1.5. PENGELOMPOKAN PAJAK
1. Menurut Golongannya :

a. Pajak Langsung
Adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain (contoh: PPh).

b. Pajak Tidak Langsung


Adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain (contoh: PPN).

2. Menurut Sifatnya :

a. Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan dari WP.
Contoh: Pajak Penghasilan

b. Pajak Objektif

Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan WP.
Contoh: PPN dan PPnBM

3. Menurut Lembaga Pemungutnya :

a. Pajak Pusat

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, PPN dan PPnBM, dan Bea Meterai.

b. Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
 Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
 Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 4


Gambar 4 : SKEMA JENIS PAJAK

1.6. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK


1. Stelsel Pajak

Pemungutan Pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, yaitu:


a. Stelsel Nyata (Real Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak.

b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)


Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-
Undang, misalnya: penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajaksudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada
awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada
akhir tahun besarnya pajak diesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila
besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut
anggapan, maka WP harus menambah, sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya
dapat diminta kembali.

2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)


Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan WP yang bertempat
tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar
negeri. Asas ini berlaku untuk WP DN.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 5


b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal WP.

c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3. Sistem Pemungutan

a. Official Assessment System

Yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah


(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP.

Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) WP bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan SKP oleh fiskus.

b. Self Assessment System

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada WP sendiri.
2) WP aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

Gambar 5: SKEMA SELF ASSESSMENT SYSTEM

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 6


c. With Holding System

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan WP yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh WP.

Ciri-cirinya:
Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain fiskus dan WP.

Gambar 6: SKEMA PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK

1.7. TARIF PAJAK


Tarif pajak ada 4 (empat) macam, yaitu :

1. Tarif Sebanding/Proporsional
Tarif berupa prosentase yang tetap, terhadap beberapa jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang
dikenai pajak.

Contoh:
Untuk penyerahan BKP di dalam daerah pabean akan dikenakan PPN sebesar 10%.

2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

Contoh:
Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapun
adalah Rp. 3.000,-

3. Tarif Progresif
Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.

Contoh:
Pasal 17 UU Pajak Penghasilan untuk WPOP Dalam Negeri

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 7


Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%
Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d. Rp. 250.000.000,00 15%
Di atas Rp. 250.000.000,00 s.d. Rp. 500.000.000,00 25%
Di atas Rp. 500.000.000,00 30%

4. Tarif Degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.

1.8. PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH


Pengelompokan pajak di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian :
1. Pajak Negara
Pajak Negara sampai dengan saat ini, adalah :
a. PPh (Pajak Penghasilan)
b. PPN dan PPn BM (Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah)
c. BM (Bea Meterai)
d. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) *)
e. BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) *)

2. Pajak Daerah
Sesuai dengan Undang-Undang 28 Tahun 2009, ”Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah”, Jenis Pajak Daerah adalah :
a. Pajak Provinsi
Terdiri-dari :
1) Pajak Kendaraan Bermotor;
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4) Pajak Air Permukaan; dan
5) Pajak Rokok.
b. Pajak Kabupaten/Kota
1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran;
3) Pajak Hiburan;
4) Pajak Reklame;
5) Pajak Penerangan Jalan;
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7) Pajak Parkir;
8) Pajak Air Tanah;
9) Pajak Sarang Burung Walet;
10) Pajak Bumi dan Bangunan P2 (Perdesaan dan Perkotaan) *);
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan P2*).

1.9. DI INDONESIA KITA KENAL 5 (LIMA) JENIS PAJAK, YAITU :


1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPN dan PPnBM)
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) / PBB-P2
4. Bea Meterai (BM)
5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) / BPHTB-P2

1.10. HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 8


Hak Wajib Pajak, antara lain :
 Menerima tanda bukti penerimaan SPT Tahunan;
 Mengajukan permohonan penundaan Penyampaian SPT Tahunan;
 Membetulkan sendiri atas SPT;
 Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran Pajak;
 Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
 Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan kepastian
atas permohonan tsb;
 Mendapatkan imbalan bunga apabila pengembalian lewat waktu;
 Mengajukan permohonan pembetulan atas kesalahan tulis, salah hitung atau
kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
terdapat dalam SKP;
 Mendapat insentif perpajakan;
 Meminta keterangan tertulis dari Ditjen Pajak tentang Dasar Pengenaan Pemungutan
atau Pemotongan Pajak;
 Mengajukan permohonan keberatan dan kepastian terbitnya SKK (Surat Keputusan
Keberatan);
 Memperoleh tanda penerimaan surat keberatan;
 Menyampaikan alasan Keberatan Tambahan atau penjelasan tertulis;
 Mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan);
 Mendapat imbalan bunga dari Keputusan Keberatan dan Banding yang menyebabkan
lebih bayar;
 Dikecualikan dari kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan atau
menyelenggarakan pencatatan;
 Menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa asing;
 Mengubah metode pembukuan;
 Menggunakan bahasa asing tertentu dan mata asing selain Rupiah dalam pembukuan;
 Melihat Surat Perintah Pemeriksaan;
 Menunjuk kuasa khusus;
 Berhak atas kerahasiaan yang disampaikannya ke pejabat yang menjalankan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
 Mendapat pengurangan PBB atau pembebasan pajak.

Kewajiban Wajib Pajak, antara lain :


 Melaksanakan pendaftaran diri / melaporkan usahanya untuk memperoleh NPWP/
NPPKP sebagai tanda / identitas diri wajib pajak;
 Mengambil sendiri formulir SPT dan formulir perpajakan lainnya di Kantor Pelayanan
Pajak, akses komputer dan ditempat yang telah ditentukan oleh Ditjen Pajak;
 Mengisi dengan benar, lengkap, jelas dan menandatangani (boleh tanda tangan biasa,
TT stempel, TT secara elektronik / digital) serta menyampaikan SPT;
 Memberikan Surat Kuasa Khusus kepada kuasanya;
 Membayar / menyetor pajak yang terutang ke kas negara atau tempat lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan;
 Melengkapi surat keberatan dan menyampaikan tepat pada waktunya;
 Membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak;
 Melengkapi surat banding dan menyampaikan tepat pada waktunya;
 Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan (bisa juga dengan cara elektronik /
aplikasi program on-line);
 Menyimpan pembukuan selama 5 (lima) tahun;
 Memperlihatkan pembukuan, memberikan kesempatan kepada petugas pemeriksa
untuk memasuki ruangan, memberikan keterangan yang diperlukan kepada petugas
pemeriksa pajak;
 Penunjukkan wakil badan yang bertanggungjawab mengenai kewajiban perpajakan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 9


1.11. HAK DAN KEWAJIBAN DJP
 Menetapkan tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha;
 Menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara Jabatan;
 Menetapkan jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan
pengukuhan, penghapusan NPWP dan/atau pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak;
 Menentukan tempat Penyampaian SPT yang selain kantor DJP;
 Memberikan / menolak perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT;
 Memberikan bukti penerimaan SPT Tahunan;
 Mengatur penyampaian SPT dengan cara lain;
 Memberikan / menolak memberi persetujuan penundaan/angsuran pembayaran
pajak;
 Menetapkan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan kepastian keputusan
atas permohonan tsb;
 Memberikan imbalan bunga apabila permohonan pengembalian lewat waktu;
 Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;
 Membetulkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;
 Menetapkan SKPLB ;
 Menerbitkan SKPPKP (Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak)
WP Kreteria tertentu paling lambat 1 (satu) bulan untuk PPN dan 3 (tiga) bulan untuk
PPh sejak tanggal permohonan;
 Menagih pajak yang terutang;
 Memberikan tanda tangan penerimaan surat keberatan;
 Memberikan keterangan tertulis apabila diminta oleh WP tentang hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak;
 Memberi keputusan atas permohonan keberatan yang diajukan oleh WP;
 Memberikan imbalan bunga dari keputusan keberatan / banding yang menyebabkan
lebih bayar;
 Menyetujui perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku;
 Mengatur bentuk dan tata cara pencatatan;
 Melaksanakan pemeriksaan dan penyegelan tempat atau ruangan tertentu milik Wajib
Pajak;
 Memiliki tanda pengenal pemeriksa dan memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak kepada Wajib Pajak yang diperiksa;
 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang Wajib Pajak;
 Menunjuk tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan Undang-undang perpajakan;
 Meminta keterangan dari pihak ketiga;
 Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi dan mengurangi atau
membatalkan ketetapan pajak;
 Pengenaan sanksi bagi petugas yang merugikan negara;
 Melakukan penyidikan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 10


BAB II
KETENTUAN UMUM DAN
TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

2.1. DASAR HUKUM


Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tanggal 25 Maret 2009, Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 “Tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Thun 1983, Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang”

Gambar 1: DASAR HUKUM KUP

2.2. KETENTUAN UMUM


Dalam Undang-Undang KUP Pasal 1, yang dimaksud dengan:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 11


berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka
waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10. Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa
Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak
atau Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada
pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang;
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak;
22. Kredit Pajak adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan
pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan
dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan
pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan
dari pajak yang terutang.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 12


24. Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang
mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang
tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan,
tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa
sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan
oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara;
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau
jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan
laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan
pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian
tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31. Penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.
32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan
tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan
pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh Wajib Pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-
hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat
diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak
terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengembalian pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan
yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib
Pajak tertentu.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 13


39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40. Tanggal Kirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam
hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau
putusan disampaikan secara langsung.
41. Tanggal Diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau
dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau
putusan diterima secara langsung.

2.3. SISTEM SELF ASSESSMENT


Adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan,
tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, mempertimbangkan, membayar,
dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Gambar 2: SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

2.4. PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PELAPORANNYA


Pendaftaran NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.

Nomor Pokok Wajib Pajak terdiri atas 15 digit, 9 digit pertama merupakan kode wajib
pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi.

0 1 . 2 3 4 . 5 6 7 . 8 . 9 10 11 . 12 13 14

Kode Nomor Urut WP Kode KPP*) Kode Cabang


Jenis WP

Kode Wajib Pajak Cek Kode Administrasi Perpajakan


Digit
Tempat Pendaftaran WP Tertentu dan Pelaporannya
*) Perubahan Kode KPP tidak tergantung wilayah

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 14


Gambar 3: SKEMA NOMOR POKOK WAJIB PAJAK

2.5. KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI


Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment,
wajib mendaftarkan di pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib
Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau yang diwajibkan untuk melakukan pemotongan /
pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara
atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, oraganisasi massa,
organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 15


Gambar 4: SKEMA KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI

PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)


Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan
apabila Wajib Pajak atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri
pada Kantor DJP dan atau untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Gambar 5 : SKEMA PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 16


Gambar 6: PENERBITAN NPWP & PKP SECARA JABATAN

Gambar 7: PENGHAPUSAN NPWP / PKP

2.6. PENYETORAN PAJAK


Wajib Pajak, wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

SSP/SSE (Ebiling) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 17


Gambar 7 : SKEMA KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK

2.7. SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) / PELAPORAN


Surat Pemberitahuan (SPT) adalah Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pelaporan SPT secara e-filing dapat melalui 2 (dua) cara, yaitu:


1. E-Filing melalui perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) Wajib Pajak dapat
menyampaikan Surat Pemberitahuan yang telah diisi dan dilengkapi sesuai dengan
ketentuan serta dibubuhi tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital
secara elektronik ke DJP melalui suatu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-
Filing), tidak diwajibkan menyampaikan induk SPT dan SSP/SSE dalam
bentuk kertas (hardcopy), sepanjang SSP/SSE tersebut telah mendapatkan Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan NTPN tersebut telah dicantumkan dalam
SPT dimaksud.

Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik dapat dilakukan selama 24 (dua


puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu. Surat Pemberitahuan yang
disampaikan secara elektronik pada akhir batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.

2. E-Filing gratis melalui situs DJP


Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dapat memanfaatkan fasilitas e-filing yang
disediakan oleh DJP secara gratis. E-SPT yang telah di entry sesuai ketentuan dibubuhi
tanda tangan eletronik atau tanda tangan digital dengan cara memasukkan kode
verifikasi yang didapat dari Direktorat Jenderal Pajak. Terkait dokumen fisik lampiran
SPT Tahunan sebagaimana berikut:
 Fotokopi Formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong PPh;
 SSE PPh Pasal 29;
 Surat Kuasa Khusus;
 Perhitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta dan/atau

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 18


Mempunyai NPWP Sendiri;
 Fotokopi Bukti Pembayaran Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya
Wajib, tidak wajib disampaikan oleh Wajib Pajak ke KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar apabila isinya sudah di entry secara benar dan lengkap dalam e-SPT dan
disampaikan secara e-Filing melalui situs Direktorat Jenderal Pajak http:
www. pajak.go.id

Gambar 9 : SKEMA KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 19


2.8. BATAS AKHIR PENYETORAN PAJAK
Batas Akhir Penyetoran Batas Akhir Penyampaian
Jenis Pajak
Pajak SPT
PPh Pasal 21 yang dipotong Tanggal 10 bulan berikutnya Paling Lama 20 hari setelah
oleh Pemotong PPh setelah Masa Pajak Berakhir Masa Pajak Berakhir
PPh Pasal 23 / 26 yang Tanggal 10 bulan berikutnya Paling Lama 20 hari setelah
dipotong oleh Pemotong setelah Masa Pajak Berakhir Masa Pajak Berakhir
PPh
PPh Pasal 25 Tanggal 15 bulan berikutnya Paling Lama 20 hari setelah
setelah Masa Pajak Berakhir Masa Pajak Berakhir
PPh Pasal 4 ayat (2) yang Tanggal 10 bulan berikutnya Paling Lama 20 hari setelah
dipotong oleh Pemotong setelah Masa Pajak Berakhir Masa Pajak Berakhir
Pajak Penghasilan
PPh Pasal 4 ayat (2) yang Tanggal 15 bulan berikutnya Paling Lama 20 hari setelah
harus dibayar sendiri oleh setelah Masa Pajak Berakhir Masa Pajak Berakhir
Wajib Pajak
PPN dan PPnBM yang Akhir bulan berikutnya Akhir bulan setelah
terutang dalam satu Masa setelah Masa Pajak Berakhir pembayaran Masa Pajak
Pajak Berakhir
BUMN Pemungut PPN Tanggal 15 bulan berikutnya Akhir bulan setelah
(1107 PUT) pembayaran Masa Pajak
Berakhir
SPT PPh Badan Sebelum penyampaian SPT Akhir Bulan ke-4
SPT PPh OP Sebelum panyampain SPT Akhir Bulan ke-3 *)

2.9. SANKSI ADMINISTRASI


Sanksi Administrasi atas keterlambatan menyampaikan SPT :
 SPT Masa PPN : Rp 500.000
 SPT Masa Lainnya : Rp 100.000
 SPT Tahunan PPh Badan : Rp 1.000.000
 SPT Tahunan PPh OP : Rp 100.000

Penghitungan sanksi bunga 2% per bulan


Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT:
 SPT Tahunan : dihitung sejak akhir penyampaian SPT s.d. tanggal pembayaran.
 SPT Masa : dihitung sejak jatuh tempo Pembayaran s.d. tanggal pembayaran.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 20


2.10. PEMBATALAN SANKSI ADMNISTRASI
Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal
Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil
pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa surat penyampaian surat pemberitahuan
hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan
Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembehasan akhir hasil
pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak
dapat dipertimbangkan.

2.11. PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK


Prinsip self assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa Wajib
Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan pajak yang terutang sendiri sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan
pada Wajib Pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.
Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang
disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data
fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

FUNGSI SURAT KETETAPAN PAJAK


Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai:
a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-
nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau
kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

JENIS-JENIS KETETAPAN PAJAK


a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Adalah Kurat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan sebelumnya.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 21


Gambar 10: SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR

SURAT TAGIHAN PAJAK

Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan dalam hal:


 Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
 Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
 Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
 Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
 Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap, selain:
1. Identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak) atau
2. Identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak) serta nama dan tandatangan (Nama, jabatan dan
tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak) dalam hal penyerahan
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
 PengusahaKena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
 Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan.
Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat
Paksa

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 22


Gambar 11: SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

DALUWARSA PENETAPAN PAJAK


Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau tahun Pajak.

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK


Pengertian:
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau
telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib
Pajak tidak punya hutang pajak lain.

TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK


Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah
pajak yang terutang:
 Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal
Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar atau
berdomisili.
 Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal :
a. Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang;
b. Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak
Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai tersebut; atau
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.
 SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal
Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan
SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 23


berakhir. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka
waktu 1 (satu) bulan tersebut sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.

Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang:


Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh
Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan
pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau
dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut
berdasarkan ketentuan perundang- undangan perpajakan atau bukan merupakan
objek pajak.
 Wajib Pajak (Wajib Pajak orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang
belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Kantor
Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau berdomisili,
apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak
terutang. Surat permohonan diajukan untuk 1 (satu) kesalahan pembayaran PPh dan
harus melampirkan:
a. SSP/SSE bukti pembayaran PPh;
b. Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang.
 Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat mengajukan
permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat Wajib
Pajak yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat
Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan PPN serta
PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau dibiayakan. Surat
permohonan harus melampirkan:
a. Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak;
b. Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang.
 Wajib pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan
permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat Wajib
Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila terjadi kesalahan
pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya dan pihak yang dipotong
atau dipungut adalah :
 Orang Pribadi yang belum memiliki NPWP;
 Subjek Pajak Luar Negeri; atau
 Terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau pemungutan
kecuali Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat
ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha.
Surat permohonan dimaksud harus melampirkan:
a. Asli bukti pemotongan atau pemungutan PPh;
b. Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
c. SSP/SSE Masa Pajak dilaporkannya bukti pemotongan atau pemungutan; dan
d. Surat kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada Wajib Pajak yang
melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan pemungutan.
 Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam jangka waktu paling lama
3 (tiga) bulan sejak permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap dan
menerbitkan SKPLB bila hasil penelitian tersebut terdapat pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang.

Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, maka
Direktur Jenderal Pajak harus memberitahu secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 24


Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Kepada Wajib Pajak yang
Memenuhi Persyaratan Tertentu.

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan


pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah:
1. Wajib Pajak OP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Wajib Pajak OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah
tertentu, yaitu Wajib Pajak OP yang menyelenggarakan pembukuan dengan :
a. Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh paling
banyak sama dengan batasan peredaran usaha Wajib Pajak Orang Pribadi
yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto (kurang dari Rp 4,8M); *)
b. Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh kurang dari Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah); atau
c. Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh paling banyak 0,5% dari
jumlah peredaran usaha Wajib Pajak Orang Pribadi yang diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto (kurang dari 4,8M)
3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar
sampai dengan jumlah tertentu, yaitu Wajib Pajak badan dengan :
a. Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh paling
banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah); dan
b. Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh kurang dari Rp 10.000.000
(sepuluh juta rupiah).
4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan Jumlah
penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu, yaitu
PKP yang telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN dengan
ketentuan:
a. untuk Masa Pajak Januari 2008 sampai dengan Masa Pajak April 2009 :
I. Jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untuk suatu Masa Pajak
paling banyak Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah); dan
II. Jumlah lebih bayar menurut SPT Masa PPN paling banyak Rp 150.000
(seratus lima puluh ribu rupiah).
b. Untuk Masa Pajak Mei 2009 dan Masa Pajak seterusnya :
I. Jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untak suatu Masa Pajak
paling banyak Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah); dan
II. Jumlah lebih bayar menurut SPT Masa PPN paling banyak Rp
28.000.000 (dua puluh delapan juta rupiah).

Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib


Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, Kepala KPP melakukan penelitian
atas:
 Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
 Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
 Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak; dan
 Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau dalam SPT
perubahan alamat, dan menerbitkan Surat Keputusan pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan
diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama 1 (satu) bulan
sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 25


Dalam hal hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak
lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang
tercantum dalam SPT atau dengan pemberitahuan perubahan alamat sehingga
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan,
maka Kepala KPP harus memberitahu secara tertulis kepada Wajib Pajak.

PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK


Pengertian:
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah
kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Kepada Wajib
Pajak Kriteria tertentu:
1. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat mengajukan restitusi dan
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak.
2. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan
pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
3. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak dengan syarat :
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat emberitahuan :
1) Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan selama 3 (tiga) Tahun
Pajak terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun
sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu
dilakukan tepat waktu;
2) Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam tahun
terakhir sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria
Tertentu untuk Masa Pajak Januari sampai November tidak lebih
dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-
turut;
3) Seluruh Surat Pemberitahuan Masa dalam tahun terakhir sebelum
tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu untuk Masa
Pajak Januari sampai November telah disampaikan; dan
4) Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud
pada huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak berikutnya.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak (keadaan
pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak
patuh), kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati
batas akhir pelunasan.
c. Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama
3 (tiga) tahun berturut-turut. Laporan audit disusun dalam bentuk
panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi
komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib SPT Tahunan PPh.
Pendapat Akuntan atas Laporan Keuangan yang diaudit oleh Akuntan
Publik ditandatangani oleh Akuntan Publik yang tidak sedang dalam
pembinaan lembaga pemerintah pengawas Akuntan Publik;
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 26


4. Batas waktu pengajuan permohonan ini diajukan paling lambat tanggal 10
Januari pada tahun penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dan
berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun kalender.
5. Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Kepala
KPP melakukan penelitian atas :
 Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
 Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
 Kebenaran Kredit Pajak atau Pajak Masukan berdasarkan hasil
konfirmasi dalam sistem aplikasi Direktorat Jenderal Pajak atau
konfirmasi dengan menggunakan surat;
 Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak.
 Dan menerbitkan SuratKeputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara
lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
 Apabila setelah lewat jangka waktu tersebut dan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak belum diterbitkan, Kepala
KPP harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah jangka waktu
tersebut berakhir.
 Dalam hal hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT
tidak lengkap, penulisan dan penghitungan pajak tidak benar, Kredit Pajak
atau Pajak Masukan berdasarkan hasil konfirmasi dalam sistem aplikasi
Direktorat Jenderal Pajak atau konfirmasi dengan menggunakan surat
tidak benar, atau pembayaran pajak tidak benar sehingga Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan maka
Kepala KPP harus memberitahu secara tertulis kepada Wajib Pajak.
6. Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak Dengan Kriteria
Tertentu dicabut penetapannya dalam hal Wajib Pajak:
a. Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atau dilakukan
tindakan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
b. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis
pajak tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
c. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis
pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; atau
d. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

UTANG PAJAK DAN PENAGIHANNYA


Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila jumlah
pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak
dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Peraturan perundang-undangan perpajakan menetapkan bahwa STP, SKPKB,


serta SKPKBT dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak tanggal diterbitkan, kecuali untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib
Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang menjadi
paling lama 2 (dua) bulan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 27


Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh
Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib
Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum
surat keberatan disampaikan.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak atas
jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh
sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan
sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding.

TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK


Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum
dilunasi, akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut:
a. Surat Teguran
1. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah
pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas SKPKB
atau SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah
lewat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan;
2. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah
pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas
keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada
Wajib Pajak disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat
jatuh tempo pengajuan banding;
3. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah
pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, dan mengajukan permohonan banding atas keputusan
keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada Wajib Pajak
disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding;
4. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus
dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak
di sampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pelunasan;
5. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas
SKPKB atau SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi
sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib
Pajak, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh)
hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut;
6. Dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Bumi dan Bangunan yang
tercantum dalam STPPBB, atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, kepada Wajib Pajak disampaikan

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 28


Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan.
Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan secara langsung, melalui pos
atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
b. Surat Paksa
Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal Surat Teguran
tidak dilunasi, diterbitkan Surat Paksa yang diberitahukan oleh Jurusita Pajak
dengan dibebani biaya penagihan pajak dengan Surat Paksa sebesar
Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi dalam
jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita
Pajak.
c. Surat Sita
Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan
oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, Juru sita Pajak dapat melakukan tindakan
penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat Perintah Melakukan
Penyitaan sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah).
d. Lelang
Dalam jangka waktu paling singkat 14 (empat belas) hari setelah tindakan
penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan
pengumuman lelang melalui media massa. Pengumuman lelang untuk barang
bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan
2 (dua) kali. Penjualan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara terhadap
barang yang disita, dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman lelang.
Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar
maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk
pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

Catatan
Barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000 tidak harus diumumkan
melalui media massa.

HAK WAJIB PAJAK/PENANGGUNG PAJAK

Wajib Pajak/Penanggung Pajak berhak:


a. Meminta Jurusita Pajak memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Jurusita
Pajak;
b. Menerima Salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan;
c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang;
d. Sebelum pelaksanaan lelang, Wajib Pajak / Penanggung Pajak diberi
kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak termasuk biaya
penyitaan, iklan dan biaya pembatalan lelang dan melaporkan pelunasan
tersebut kepada Kepala KPP yang bersangkutan;
e. Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak sebelum pelaksanaan lelang.

KEWAJIBAN WAJB PAJAK / PENANGGUNG PAJAK


a. Membantu Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya:
o Memperbolehkan Jurusita Pajak memasuki ruangan, tempat
usaha/tempat tinggal Wajib Pajak/ Penanggung Pajak;
o Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.
b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan atau
disewakan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 29


DALUWARSA PENAGIHAN
a. Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan,
dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali.
b. Daluwarsa penagihan pajak tersebut tertangguh apabila :
1. Diterbitkannya Surat Paksa;
2. Adanya pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun
tidak langsung;
3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan karena Wajib Pajak setelah jangka
waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

PEMBETULAN KETETAPAN PAJAK


Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak
mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan
oleh Direktur Jenderal Pajak secara jabatan atau atas permohonan Wajib
Pajak.

KESALAHAN ATAU KEKELIRUAN DALAM KETETAPAN PAJAK YANG


DAPAT DIBETULKAN
Ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak, terbatas pada kesalahan atau
kekeliruan dari:
a. Kesalahan tulis antara lain : kesalahan yang dapat berupa penulisan nama,
alamat, NPWP, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa atau Tahun
Pajak dan tanggal jatuh tempo;
b. Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan
dan atau perkalian dan atau pembagian suatu bilangan; atau
c. Kekeliruan dalam penerapan tarif, penerapan persentase Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, penerapan sanksi administrasi,
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghitungan PPh dalam tahun
berjalan, dan pengkreditan pajak.

KETETAPAN PAJAK YANG DAPAT DIBETULKAN


Ketetapan pajak yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan,
antara lain:
 Surat ketetapan pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB);
 Surat Tagihan Pajak (STP);
 Surat Keputusan Pembetulan;
 Surat Keputusan Keberatan;
 Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
 Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
 Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
 Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
 Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 30


 Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
 Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
 Surat Ketetapan PajaK Pajak Bumi dan Bangunan;
 Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
 Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;
atau
 Surat Keputusan Pengurangan Denda Pajak Bumi dan Bangunan;

Yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung,


dan/atau keliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.

TATA CARA DAN JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PERMOHONAN WAJIB


PAJAK
Permohonan pembetulan oleh Wajib Pajak harus disampaikan ke Kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan surat ketetapan pajak, Surat
Tagihan Pajak (STP), atau surat keputusan lain yang terkait dengan bidang
perpajakan yang diajukan pembetulan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, STP,
atau surat keputusan lain yang terkait dengan bidang perpajakan;
b. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
disertai alasan yang mendukung permohonannya; dan
c. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat
permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan
tersebut harus dilampiri surat kuasa khusus.

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
surat permohonan pembetulan diterima, harus memberikan keputusan.
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan suatu keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan
dianggap dikabulkan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhir jangka
waktu 6 (enam) bulan tersebut DJP wajib menerbitkan surat keputusan
pembetulan tersebut.

PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI


1. Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib
Pajak dapat mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dan/atau kenaikan yang tercantum dalam STP, SKPKB atau
SKPKBT, dikenakan karena adanya kekhilafan atau bukan karena
kesalahan Wajib Pajak. Permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi harus memenuhi ketentuan :
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) STP, SKPKB atau SKPKBT;
b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan
alasan yang mendukung permohonannya;
c. Disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang terutang; dan surat
permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat
permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus;

Permohonan Wajib Pajak dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali dan
permohonan kedua harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan sejak tanggal keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan
yang pertama dikirim.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 31


Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas permohonan
Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya permohonan Wajib Pajak. Apabila jangka waktu tersebut telah
lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,
permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan
harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan.
Keputusan yang diterbitkan Direktur Jenderal Pajak dapat berupa
mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib
Pajak. Wajib Pajak dapat meminta secara tertulis kepada Direktur Jenderal
Pajak mengenai alasan yang menjadi dasar untuk menolak atau
mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak.

2. Direktur Jenderal Pajak secara jabatannya dapat mengurangkan


/menghapuskan sanksi administrasi dalam STP yang diterbitkan sebagai
akibat dari :
a. Diterbitkan surat ketetapan pajak karena Pengusaha Kena Pajak tidak
membuat faktur pajak; dan
b. Diterbitkan SKPKB atau SKPKBT, serta Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang
dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai
sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) perbulan untuk
seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan
tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya STP, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dilakukan apabila


Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan/Pembatalan
Ketetapan Pajak yang tidak benar atau Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang mengakibatkan
pajak yang masih harus dibayar berkurang atau dibatalkan.

Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak

Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib


Pajak dapat:
a. Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau STP yang
tidak benar; dan/atau
b. Membatalkan hasil pemeriksaan atau Surat Ketetapan Pajak hasil
pemeriksaan yang penerbitannya tanpa penyampaian surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan
akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

Untuk SKPKB atau SKPKBT tersebut harus yang tidak diajukan keberatan,
diajukan keberatan tetapi telah dicabut oleh Wajib Pajak atau diajukan
keberatan tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi
persyaratan.

Permohonan pengurangan atau pembatalan tersebut harus memenuhi


ketentuan:
a) 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) STP, atau surat ketetapan pajak
termasuk surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan
tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau
pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
b) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 32


c) Mencantumkan jumlah pajak yang seharusnya terutang menurut
penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung
permohonannya;
d) Disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar;
e) Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan
tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Permohonan Wajib Pajak dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali dan
permohonan kedua harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan sejak tanggal keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang
pertama dikirim, kecuali untuk permohonan pembatalan surat ketetapan
pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan
yang hanya dapat diajukan 1 (satu) kali saja.
Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas permohonan
Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya permohonan Wajib Pajak.
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak
dianggap dikabulkan dan harus menerbitkan keputusan sesuai dengan
permohonan yang diajukan.
Keputusan yang diterbitkan Direktur Jenderal Pajak dapat berupa
mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib
Pajak. Wajib Pajak dapat meminta secara tertulis kepada Direktur Jenderal
Pajak mengenai alasan yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan
sebagian permohonan Wajib Pajak.

TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN

Pengertian “Keberatan”
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas
atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini Wajib Pajak dapat
mengajukan keberatan.

HAL-HAL YANG DAPAT DIAJUKAN KEBERATAN

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:


a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga.

KETENTUAN PENGAJUAN KEBERATAN

Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat


Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan
melalui:
1. Penyampaian secara langsung, termasuk disampaikan ke Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dalam wilayah
kerja KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/ atau tempat Pengusaha Kena
Pajak dikukuhkan. Penyampaian surat keberatan diberikan Bukti

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 33


Penerimaan Surat;
2. Pos dengan bukti pengiriman surat;
3. Cara lain:
a. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti
pengiriman surat; atau
b. E-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider)
atau fasilitas e-Filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Bukti Penerimaan Surat, bukti pengiriman surat dan bukti penerimaan
elektronik menjadi bukti penerimaan surat keberatan.

Surat keberatan harus memenuhi persyaratan:


a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
c. 1 (satu) keberatan harus diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak
per jenis pajak, 1 (satu) pemotongan pajak, atau 1 (satu) pemungutan
pajak;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan;
e. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat
ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak (force majeur); dan
f. Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan
tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus. Dalam hal Wajib
Pajak memperbaiki surat keberatan yang telah disampaikan, maka tanggal
penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat
keberatan diterima.

Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta


Direktur Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi paling lama
2 bulan setelah tanggal pengiriman SKP, dan Direktur Jenderal Pajak wajib
memberikan keterangan yang diminta tersebut dalam jangka waktu paling
lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak
diterima. Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal
Pajak tersebut tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan.
Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan
merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, dan hal ini wajib diberitahukan
secara tertulis kepada Wajib Pajak.

PENYELESAIAN KEBERATAN

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) telah
lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka
keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima dan wajib diterbitkan
Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.
Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 34


YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM PROSES PENYELESAIAN KEBERATAN
a. Direktorat Jenderal Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi
tambahan dari Wajib Pajak;
b. Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis
untuk melengkapi dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah
disampaikan baik atas kehendak Wajib Pajak yang bersangkutan maupun
dalam rangka memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak;
c. Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam
rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang
objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan
keberatan.

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN BANDING


Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan
atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan
Pajak, dengan syarat:
a. Tertulis dalam bahasa Indonesia dan dengan alasan yang jelas;
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima;
c. Dilampiri salinan Surat Keputusan Keberatan;
d. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding. Putusan Pengadilan
Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

IMBALAN BUNGA
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan Wajib
Pajak tidak mengajukan permohonan banding, jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Keberatan, dan penagihan dengan Surat Paksa
akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut. Di
samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
50% (lima puluh persen).

Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding, dan penagihan dengan Surat
Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak
tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 100% (seratus persen).

GUGATAN
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada
Peradilan Pajak terhadap:
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
2. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau
4. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang
dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang
telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 35


JANGKA WAKTU PENGAJUAN GUGATAN
1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman
Lelang;
2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak
tanggal diterima Keputusan yang digugat.

PENINJAUAN KEMBALI (PK)


Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan
hukum tetap. Namun, pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat
diajukan satu kali.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 36


BAB III
PEMERIKSAAN

3.1. PROSEDUR PEMERIKSAAN

1. PROSES PEMERIKSAAN

Dasar Hukum Tata Cara Pemeriksaan Pajak adalah Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor : 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan,
sebagai perubahan ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan telah diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011.

Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri terhadap kebeneran SPT, pembukuan,


catatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya, dibandingkan dengan
keadaan usaha sebenarnya dari WP.

2. PEMERIKSAAN

Dalam Undang-Undang KUP, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun


dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif
dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. TUJUAN PEMERIKSAAN
1) Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan :
a. Pemeriksaan harus dilakukan terhadap Wajib Pajak mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
b. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal :
a) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih
bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak;
b) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
c) Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan
dalam Surat Teguran;
d) Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran,
likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya; atau
e) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi
kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection)
mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak
dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2) Tujuan Lain :
a. Pemberian NPWP secara jabatan;
b. Penghapusan NPWP;
c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP;
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 37


f. Penghitungan Penghasilan Neto;
g. Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
h. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil Penentuan satu atau
lebih tempat terutang PPN;
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j. Penentuan saat mulai berproduksi atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan fasilitas perpajakan dan/ atau;
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan


kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak
berhak:

1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal


Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan
pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan
dan tujuan pemeriksaan;
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila
susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
6. Menghadiri Pembahasan Akhir hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan;
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan
yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir hasil Pemeriksaan; dan
8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh
Pemeriksa Pajak melalui pengisian kuesioner Pemeriksaan.
9. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak
lain yang tidak berhak.

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan


kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak:

1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal


Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang
alasan dan tujuan Pemeriksaan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila
susunan Pemeriksa Pajak mengalami pergantian;
4. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
5. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan;
6. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan
yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajakdengan Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
7. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh
Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 38


4. HAK WAJIB PAJAK APABILA DILAKUKAN PEMERIKSAAN

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan


Lapangan, Wajib Pajak berhak:
1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada
waktu Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara
tertulis sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan
dan tujuan Pemeriksaan;
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila
terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/atau
5. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh
Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan


Kantor, Wajib Pajak berhak:

1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperIihatkan Tanda Pengenal


Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada
waktu Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang
alasan dan tujuan Pemeriksaan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Paiak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila
terdapat perubahan Susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/atau
4. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh
Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.

Gambar 12: HAK WAJIB PAJAK APABILA DILAKUKAN PEMERIKSAAN

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 39


5. KEWAJIBAN WAJIB PAJAK APABILA DILAKUKAN PEMERIKSAAN

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan


kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib:

1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang


menjad dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak,
atau objek yang terutang pajak;
2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang
dikelola secara elektronik;
3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang,
barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga
digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat
memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta
meminjamkannya kepada Pemeriksaan Pajak;
4. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :
a. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila
dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan
peralatan dan/atau keahlian khusus;
b. Memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang
bergerak dan/atau tidak bergerak; dan /atau
c. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan
dalam hal jumlah buku, cacatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit
untuk dibawa ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak.
5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan; dan
6. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

Gambar 13: SKEMA KEWAJIBAN APABILA DILAKUKAN PEMERIKSAAN

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 40


Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:

1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan


waktu yang ditentukan;
2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data
yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
3. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan;
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik; dan
6. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis


Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib:

1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang


menjadi dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang
berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang
dikelola secara elektronik;
3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau yang
penyimpanan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang yang berkaitan dengan tujuan
Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; dan/atau
4. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

6. PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI

Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan


hukum tetap. Namun, pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat
diajukan satu kali.
Alasan dan Jangka Waktu Peninjauan Kembali
PENINJAUAN KEMBALI HANYA JANGKA WAKTU UNTUK
NO. DAPAT DIAJUKAN PENGAJUAN PENINJAUAN
BERDASARKAN ALASAN KEMBALI
1. Bila putusan pengadilan pajak Diajukan paling lambat 3 (tiga)
didasarkan pada kebohongan atau bulan terhitung sejak diketahuinya
tipu muslihat pihak lawan yang kebohongan atau tipu muslihat
diketahui setelah perkaranya atau sejak Putusan Hakim
diputus atau didasarkan pada pengadilan pidana memperoleh
bukti- bukti yang kemudian oleh kekuatan hukum tetap. (Pasal 92
hakim pidana dinyatakan berlaku. ayat 1 UU 14
(Pasal 91 huruf a UU 14 Tahun Tahun 2002)
2002)
2. Apabila terdapat bukti tertulis baru Diajukan paling lambat 3 (tiga)
yang penting dan bersifat bulan terhitung sejak ditemukan
menentukan, yang apabila surat-surat bukti yang hari dan
diketahui pada tahap persidangan tanggal ditemukannya harus
di pengadilan pajak akan dinyatakan dibawah sumpah dan
menghasilkan putusan yang disahkan oleh Pejabat yang

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 41


berbeda; (Pasal 91 huruf b UU 14 berwenang. (Pasal 92 ayat 2 UU 14
Tahun 2002) Tahun 2002)
3. Suatu hal yang tidak dituntut atau Diajukan paling lambat 3 (tiga)
lebih dari pada yang dituntut, bulan sejak putusan dikirim. (Pasal
kecuali yang diputus berdasarkan 92 ayat 3 UU 14 Tahun 2002)
Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c;
(Pasal 91 huruf c UU 14 Tahun
2002)

Isi dari Pasal 80 ayat (1) huruf b


dan c: Putusan Pengadilan Pajak
dapat berupa : b. mengabulkan
sebagian atau seluruhnya;
c.menambah Pajak yang harus
dibayar;
. Apabila mengenai suatu bagian Diajukan paling lambat 3 (tiga)
dari tuntutan belum diputus tanpa bulan sejak putusan dikirim.
mempertimbangkan sebab- (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Tahun
sebabnya; atau (Pasal 91 huruf d 2002)
UU 14 Tahun 2002)
5. Apabila terdapat suatu putusan Diajukan paling lambat 3 (tiga)
yang nyata- nyata tidak sesuai bulan sejak putusan dikirim.
dengan ketentuan peraturan (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Tahun
perundang- undangan yang 2002)
berlaku. (Pasal 91 huruf e UU 14
Tahun 2002)

7. RESTITUSI

Ketentuan restitusi PPN dalam peraturan perpajakan adalah sebagai berikut:


1. PKP yang dapat melakukan restitusi PPN untuk setiap masa pajak adalah
sebagai berikut:
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya
tidak dipungut;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau
 Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang PPN.
2. PKP yang tidak termasuk dalam kategori tersebut hanya dapat melakukan
restitusi PPN pada akhir tahun saja.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 42


8. PROSEDUR RESTITUSI

1. PKP dapat mengajukan restitusi dengan menggunakan prosedur sebagai


berikut:
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan
tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan cara mengisi kolom
“Dikembalikan (restitusi)”; atau
2. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitusi)”
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau
tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak.

Selanjutnya KPP akan melakukan penelitian atau pemeriksaan. Penelitian akan


dilakukan untuk PKP yang termasuk dalam kategori:
a. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentusebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C Undang-Undang KUP, yaitu:
 Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
 Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak;
 Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan

b. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang


perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hokum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP, yaitu:
 Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
 Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu;
 Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
 Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu. Atau;

c. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN, yaitu :
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan
Nilainya tidak dipungut;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak;
dan/atau
 Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang PPN. Selain PKP

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 43


yang tidak termasuk dalam kriteria tersebut diatas dalam pasal 17C,
17D UU KUP dan (4c) UU PPN, mekanisme restitusi dilakukan dengan
pemeriksaan pajak.

9. PKP HANYA DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN


(RESTITUSI) PADA AKHIR TAHUN BUKU

1. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan
Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
2. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan
Pajak (restitusi) pada akhir tahun buku. Bagi PKP Orang Pribadi yang
dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian
tahun buku adalah tahun kalender.

10. PKP YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN


(RESTITUSI) PADA SETIAP MASA PAJAK

1. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud;


2. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada
Pemungut PPN
3. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang
PPN-nya tidak dipungut;
4. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud;
5. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau
6. PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (2a) Undang-Undang PPN. (Isi Pasal 9 ayat (2a) UU PPN : Bagi
Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum
melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas
perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan)

Gambar 14 : SKEMA MENGAJUKAN KEBERATAN, BANDING,


DAN PENINJAUAN KEMBALI

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 44


3.2. KEWAJIBAN PERPAJAKAN DALAM BISNIS

Hutang Persediaan Piutang

Sales, PPN
Produksi Keluaran, PPnBM
Pembelian:
Supplier PPh 22, 23, Customer
BM, Pajak Ekspor
DN & LN 26, Final DN & LN
Badan
PPN Masukan Usaha PPh 22, 23
(Kredit Pajak)
Pinjaman
Kreditur Fungsi
Bunga
Akuntansi
Laba
Komersial
Pemegang
Saham Karyawan

Koreksi Fiskal
Laba Fiskal
Bagi Laba (Dividen)

PPh 23
SPT

To Be a Good Tax Planner


 Tidak melanggar UU Pajak;
 Secara bisnis harus reasonable;
 Dukungan bukti dan accounting treatment;
 Networking dengan fiskus Multi-disiplioner: Pajak, hukum, akuntansi, komunikasi,
persuasi dsb.

Gambar 15: SKEMA STRUKTUR TAX PLANNING

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 45


BAB IV
Pengampunan Pajak
(Tax Amnesty)

4.1. DASAR HUKUM

 UU Nomor 11 Tahun 2016 “Tentang Pengampunan Pajak”


 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 “Tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016”
*)
 PMK Nomor 119/PMK.03/2016 “Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak
ke Dalam Wilayah NKRI dan Penempatan pada Instrumen Investasi di Pasar
Keuangan dalam Rangka Pengampunan Pajak”
 PerDirjen Nomor 11/PJ/2016 “Tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai
Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016”
 PMK Nomor 136/PMK.03/2017 perubahan kedua atas PMK Nomor
118/PMK.03/2016 “Tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016”
 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tanggal 11 September 2017, “Tentang
Pengenaan Pajak atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih Yang
Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan”

4.2. RUANG LINGKUP

Apa itu Pengampunan Pajak ?


“Penghapusan Pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi
perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan
membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan
Pajak”

Program Pengampunan Pajak yang diberikan Pemerintah ke WP yang meliputi :


 Penghapusan Pajak Terutang
 Penghapusan Sanksi Administrasi
 Penghapusan Sanksi Pidana
Atas harta yang diperoleh tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan SPT,
“Dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak dan membayar Uang Tebusan”

Siapa yang bias memanfaakan Program Pengampunan Pajak :


 WP OP
 WP Badan
 WP bidang UMKM
 OP atau Badan yang belum menjadi WP

Kapan Berlakunya Program Pengampunan Pajak :


 Periode I : Tanggal sejak diundangkan s.d. 30 September 2016;
 Periode II : Tanggal 01 Oktober 2016 s.d. 31 Desember 2016;
 Periode III : Tanggal 01 Januari 2017 s.d. 31 Maret 2017;

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 46


Mengapa Kita Harus IKUT Program Pengampunan Pajak ?
Kebijakan Pengampunan Pajak adalah terobosan kebijakan yang didorong oleh semakin
kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah NKRI karena
semakin transparanya sektor keuangan global dan meningkatkan intensitas pertukaran
informasi antar negara.

Kebijakan pengampunan pajak ini juga tidak akan diberikan secara berkala, dalam
penjelasan umum UU Pengampunan Pajak, hendak diikuti dengan kebijakan lain seperti
penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan UU KUP, UU Pajak Penghasilan,
UU PPN & PPnBM, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan
sehingga membuat ketidak patuhan WP akan tergerus di kemudian hari melalui basis data
kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan UU ini.

Pengampunan Pajak juga bisa membantu Pemerintah mempercepat pertumbuhan dan


restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, antara lain akan berdampak terhadap
peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga,
dan peningkatan investasi.

Program pengampunan Pajak merupakan bagian dari reformasi perpajakan menuju


sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang
lebih valid,komprehensif, dan terintegrasi, dan peningkatan penerimaan pajak.

Kemana Mengajukan Permohonan Pengampunan Pajak ?


 KPP dimana WP Terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan oleh Menteri dengan
membawa Surat Pernyataan
 Tempat Lain

Cara Mengajukan Permohonan Pengampunan Pajak ?


 WP datang ke KPP
 WP melengkapi Dokumen *)
 WP menyampaikan Surat Pernyataan
 WP mendapat Tanda Terima SP
 Menerbitkan Surat Keterangan (10 hari)
 Setelah 10 hari dianggap diterima SP
 WP dalam menyampaikan SP paling banyak 3 kali (31 Maret 2017)

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 47


Dokumen yang perlu dipersiapkan :
1. Bukti Pembayaran Uang Tebusan
2. Bukti Pelunasan Tunggakan Pajak
3. Daftar Rincian Harta, termasuk informasi harta yang telah dilaporkan
4. Daftar Utang dan dokumen pendukung
5. Bukti Pelunasan yang tidak atau kurang bayar / pajak yang seharusnya tidak
dikembalikan bagi WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau
penyidikan
6. Fotokopi SPT terakhir
7. Surat Pernyataan mencabut segala permohonan ke DJP
8. Surat Pernyataan Mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke NKRI, paling singkat
3 (tiga) tahun sejak dilaihkan untuk WP Repatriasi
9. Melampirkan Surat Pernyataan tidak mengalihkan Harta ke Luar NKRI selama jangka
waktu 3 (tiga) tahun mendatang, terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan ,
WP melaksanakan Deklarasi
10. Surat Pernyataan mengenai besaran Peredaran Usaha bagi WP UMKM

4.3. UANG TEBUSAN

adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke Kas Negara untuk mendapatkan Pengampunan
Pajak
Rumus Uang Tebusan = Tarif x Dasar Pengenaan

4.4. TARIF

Repatriasi / Deklarasi DN
 Periode I = 2%
 Periode II = 3%
 Periode III = 5%

Repatriasi / Deklarasi LN
 Periode I = 4%
 Periode II = 6%
 Periode III = 10%

Wajib Pajak UMKM


 Deklarasi Harta s.d. 10 Milyar = 0,5%
 Deklarasi Harta > 10 Milyar = 2%

4.5. FASILITAS DAN RESIKO

Fasilitas :
 Penghapusan Pajak Terutang (PPh dan PPN dan/atau PPnBM)
 Penghapusan Sanksi Administrasi atas Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan
 Tidak dilakukan Pemeriksaan Pajak, Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan
Tidak Pidana Perpajakan *)
 Penghentian *)
 Penghapusan PPh Final atas Pengalihan Harta berupa Tanah dan/atau Bangunan serta
Saham

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 48


Resiko :
Harta yang di Repatriasi Wajib di Investasikan ke DN selama 3 tahun sejak dialihkan
dalam bentuk :
 Surat Berharga Negara Republik Indonesia;
 Obligasi BUMN;
 Obligasi Lembaga Pembiayaan yang dimiliki Pemerintah;
 Investasi Keuangan pada Bank Persepsi;
 Obligasi Perusahaan Swasta yang Perdagangannya di awasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK);
 Investasi Infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan usaha;
 Investasi Sektor Riil berdasarkan Prioritas yang ditentukan oleh Pemerintah;
 Bentuk Investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
uandangan.

4.6. SANKSI DAN KERAHASIAAN DATA

Sanksi :
 WP yang tidak memenuhi kewajiban Holding Period maka atas Harta Bersih
Tambahan diperlakukan sebagai Penghasilan pada tahun 2016 dan dikenai pajak dan
sanksi sesuai dengan peraturan berlaku bidang perpajakan;
 WP telah mengikuti Program Pengampunan Pajak namun ditemukan adanya data
mengenai harta bersih yang kurang diuangkapkan, maka atas harta dimaksud
diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak sesuai UU
PPh dan ditambah dengan sanksi administrasi 200%;
 WP yang tidak mengikuti Program Pengampunan Pajak namun ditemukan adanya data
mengenai Harta bersih yang tidak dilaporkan, maka atas Harta dimaksud diperlakukan
sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak serta sanksi administrasi
sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Kerahasiaan Data :
 Tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun, kecuali atas
persetujuan WP sendiri;
 Tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan
pidana terhadap WP;
 Ancaman sanksi pidana bagi pihak yang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau
memberiktahukan data dan informasi.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 49


4.7. CONTOH PERHITUNGAN :

1. DEKLARASI HARTA KEKAYAAN DI DALAM NEGERI

Wajib Pajak A hanya memiliki Harta yang berada di DALAM wilayah


NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2015 (SPT PPh
Terakhir) Wajib Pajak melaporkan, Sbb :
a. Nilai Harta Rp. 15.000.000.000
b. Nilai Hutang Rp. 5.000.000.000
c. Nilai Harta Bersih Rp. 10.000.000.000
Dalam Surat Pernyataan yang disampaikan pada periode bulan pertama
sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku, diketahui bahwa :
a. Nilai Harta Rp. 20.000.000.000
b. Nilai Hutang Rp. 6.000.000.000
c. Nilai Harta Bersih Rp. 14.000.000.000
Jadi Dasar Pengenaan Uang Tebusan adalah :
Rp. 14.000.000.000 - Rp. 10.000.000.000 = Rp. 4.000.000.000

ILUSTRASI PERHITUNGAN :

1. Dalam hal kasus ini : (Periode 1) Juli - September 2016


Tarif :2% x Rp. 4.000.000.000 = Rp. 80.000.000

2. Periode 2 : Oktober - Desember 2016


Tarif :3% x Rp. 4.000.000.000 = Rp. 120.000.000

3. Periode 3 : Januari - Maret 2017


Tarif :5% x Rp. 4.000.000.000 = Rp. 200.000.000

2. DEKLARASI HARTA KEKAYAAN DI LUAR NEGERI

Wajib Pajak B mengikuti program Pengampunan Pajak bermaksud


mengalihkan sebagian Harta dari LUAR wilayah NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) ke DALAM wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia) namun dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Tahun Pajak 2015 (SPT PPh Terakhir) Wajib Pajak B hanya melaporkan
Harta yang berada di DALAM wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan rincian sebagai berikut :
a. Nilai Harta Rp. 15.000.000.000
b. Nilai Hutang Rp. 5.000.000.000
c. Nilai Harta Bersih Rp. 10.000.000.000
Dalam Surat Pernyataan yang disampaikan pada periode bulan pertama
sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku, diungkapkan bahwa :
a. Total Nilai Harta WP pada tanggal 31 Desember 2015 adalah
Rp.50.000.000.000 terdiri atas :
1. Nilai Harta dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp. 15.000.000.000;
2. Nilai harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir
sebesar Rp.35.000.000.000, terdiri atas :

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 50


a) Nilai Harta yang berada di LUAR wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang akan dialihkan ke DALAM wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar
Rp.12.000.000.000
b) Nilai Harta yang berada di LUAR wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang tidak akan dialihkan ke DALAM
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar
Rp.23.000.000.000

b. Total Nilai Utang WP pada tanggal 31 Desember 2015 adalah


Rp.14.000.000.000 terdiri atas :
1. Nilai Harta dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp. 5.000.000.000;
2. Nilai harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir
sebesar Rp.9.000.000.000, terdiri atas :
a) Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta yang berada di
LUAR wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
akan dialihkan ke DALAM wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebesar Rp.3.000.000.000
b) Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta yang berada di
LUAR wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
tidak akan dialihkan ke DALAM wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebesar Rp.6.000.000.000

c. Nilai Harta Bersih pada saat penyampaian Surat Pernyataan :


1. Nilai Harta bersih yang berkaitan dengan Harta yang akan
dialihkan ke DALAM wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah :
Rp.12.000.000.000 - Rp.3.000.000.000 = Rp. 9.000.000.000
2. Nilai Harta bersih yang berkaitan dengan Harta di LUAR wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak akan dialihkan
ke DALAM wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah :
Rp.23.000.000.000 - Rp.6.000.000.000 = Rp.17.000.000.000
Jadi Dasar Pengenaan Uang Tebusan untuk :
1. Harta yang akan dialihkan ke DALAM wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebesar :
Rp.9.000.000.000 - Rp.0 = Rp.9.000.000.000
2. Harta yang tidak akan dialihkan ke DALAM wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebesar :
Rp.17.000.000.000 - Rp.0 = Rp.17.000.000.000

Ilustrasi Perhitungan Uang Tebusan :


Dalam hal kasus ini adalah Periode 1 :
a. 2% (dua persen) untuk Harta yang akan dialihkan ke DALAM wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
b. 4% (empat persen) untuk Harta yang tidak akan dialihkan ke DALAM
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sehingga Perhitungan Uang Tebusan adalah sebagai berikut :

1. Untuk Harta yang akan dialihkan ke DALAM wilayah Negara Kesatuan


Republik Indonesia:
2% x Rp.9.000.000.000 = Rp.180.000.000

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 51


2. Untuk Harta yang tidak akan dialihkan ke DALAM wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia:
4% x Rp.17.000.000.000 = Rp.680.000.000

Total Uang Tebusan yang harus dibayar oleh WP adalah :


Rp. 180.000.000 + Rp. 680.000.000 = Rp. 860.000.000

3. PENGAMPUNAN PAJAK

Wajib Pajak melaporkan Harta yang berada di DALAM wilayah Negara


Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Surat Pernyataan pertama yang disampaikan, diungkapkan bahwa :
a. Nilai Harta bersih pada 31 Desember 2015 adalah Rp.15.000.000.000
b. Nilai Harta bersih dalam SPT PPh Terakhir adalah Rp.5.000.000.000
c. Dasar Pengenaan Uang Tebusan adalah :
Rp. 15.000.000.000
Rp. 5.000.000.000
Rp. 10.000.000.000
d. Uang Tebusan yang dibayar adalah :
2% x Rp.10.000.000.000 = Rp.200.000.000

Atas Surat Pernyataan pertama, diterbitkan Surat Keterangan pertama


yang mencantumkan Uang Tebusan sebesar Rp.200.000.000 dengan
dasar pengenaan Uang Tebusan Rp.10.000.000.000

Karena terdapat Harta yang belum diungkapkan, Wajib Pajak


menyampaikan Surat Pernyataan kedua yang disampaikan dalam kurun
waktu bulan keempat sampai dengan 31 Desember 2016, diungkapkan
bahwa :

a. Nilai Harta bersih per 31 Desember 2015 adalah Rp.35.000.000.000


(termasuk Harta tambahan sebesar Rp.20.000.000.000);
b. Nilai Harta bersih dalam SPT PPh Terakhir adalah Rp.5.000.000.000
c. Dasar Pengenaan Uang Tebusan adalah :
Rp.35.000.000.000 - Rp.5.000.000.000 = Rp.30.000.000.000
d. Dasar pengenaan Uang Tebusan yang telah dicantumkan dalam Surat
Keterangan atas Surat Pernyataan pertama adalah
Rp.10.000.000.000
e. Dasar pengenaan Uang Tebusan yang harus dibayar dalam Surat
Pernyataan kedua adalah :
Rp.30.000.000.000 - Rp.10.000.000.000 = Rp.20.000.000.000
f. Uang Tebusan yang dibayar adalah :
3% x Rp.20.000.000.000 = Rp.600.000.000

Atas Surat Pernyataan kedua , diterbitkan Surat Keterangan kedua yang


mencantumkan Uang Tebusan sebesar Rp.600.000.000

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 52


BAB V
Pasca Pengampunan Pajak
(PAS Final)
5.1. PENDAHULUAN

DJP Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor


165/PMK.03/2017 tanggal 20 Nopember 2017, hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan
bagi Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar.

DJP memberikan kesempatan dan kemudahan bagi Wajib Pajak yang membetulkan SPT-nya,
sepanjang belum ditemukan oleh DJP atas kewajiban perpajakannya.

Dalam pengampunan pajak, pemeriksaan tidak dilakukan, artinya PMK diterbitkan bukan berarti
pengampunan pajak jilid 2 (tidak pengampunan pajak), pemeriksaan bisa dilakukan.

Peraturan Menteri Keuangan ini, mengatur tidak diperlukannya Surat Keterangan Bebas (SKB)
dan cukup menggunakan Surat Keterangan Pengampunan Pajak untuk memperoleh fasilitas
pembebasan PPh atas balik nama asset tanah atau bangunan yang diungkap dalam program
pengampunan pajak.

Selanjutnya Wajib Pajak dalam pengungkapan asset sukarela dengan tarif final untuk
memberikan kesempatan bagi WP yang memiliki harta yang belum dilaporkan dalam SPT tahun
2015 maupun Surat Pernyataan Harta untuk mengungkapkan sendiri asset tersebut dengan
membayar pajak penghasilan. Jika ditemukan dan belum diuangkap maka otoritas pajak (UU No.
9 tahun 2017) bisa menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2).

Adapun tarif pajak penghasilan adalah sebagai berikut:


 25% untuk kelompok Wajib Pajak Badan;
 30% untuk kelompok Wajib Pajak Orang Pribadi; dan
 12,5% untuk kelompok Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang memenuhi
persyaratan. *)

PROGRAM PASCA TAX AMNESTY


PAS FINAL
DETAIL

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 53


Pas Final ( Pengungkapan Aset Sukarela
dengan Tarif Final ) merupakan program
yang memfasilitasi anda untuk dapat
mengungkapkan harta yang diperoleh
sebelum 1 Januari 2016 yang belum anda
laporkan di SPT tahunan 2015 atau pada
Surat Pernyataan Harta pada program
Amnesti Pajak.

Tarif PPh Final:


 12,5 % untuk WP dengan sumber
penghasilan dari usaha atau pekerjaan
bebas dengan peredaran bruto tidak lebih
dari 4,8 miliar dan/atau karyawan dengan
penghasilan tidak lebih dari 632 juta rupiah;
 25% untuk Wajib Pajak Badan;
 30% untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.

Keuntungannya untuk peserta program ini adalah Program ini tidak berbatas Waktu, namun
tidak ada pengenaan Sanksi Pasal 18 UU kesempatan bagi Wajib Pajak untuk
Pengampunan Pajak, yaitu: mengungkapkan sendiri adalah sebelum DJP
 Sanksi 200% bagi Wajib Pajak yang ikut menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)
Amnesti Pajak; atau
 2% perbulan bagi Wajib Pajak yang tidak ikut Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
Amnesti Pajak. 165/PMK.03/2017

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 54


Apa itu PAS-Final ?
PAS-Final adalah prosedur yang memberikan kesempatan bagi WP untuk
menyampaikan harta yang belum diungkap dalam SPH (peserta TA) maupun
belum dilaporkan dalam SPT setelah berakhirnya periode Amnesti Pajak
dengan syarat tertentu.

Siapa yang dapat memanfaatkannya ?


Yang dapat memanfaatkan PAS-Final adalah:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Wajib Pajak Badan
3. Wajib Pajak Tertentu (Orang Pribadi atau Badan yang memiliki peredaran
usaha atau pekerjaan bebas sampai dengan Rp4,8 miliar dan/atau karyawan
dengan penghasilan sampai dengan Rp. 632 juta)

Persyaratan Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan PAS-Final


1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
2. Membayar PPh Final atas pengungkapan Harta Bersih;
3. Belum diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) atas harta yang diungkapkan.

Sampai Kapan mulai berlaku ?


PAS-FINAL berlaku sejak disahkan dan tidak berbatas waktu selama Ditjen
Pajak belum menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Pajak sehubungan
dengan ditemukannya data aset yang belum diungkapkan

Mengapa harus ikut ?


Dengan berakhirnya periode Pengampunan Pajak, apabila ditemukan data
mengenai harta-harta yang belum dilaporkan oleh Wajib Pajak maka harta-
harta tersebut dikenai Pajak Penghasilan ditambah dengan Sanksi 200% atau
2% per bulan selama maksimal 24 bulan.

Prosedur PAS-Final memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak peserta Tax


Amnesty (TA) maupun non-peserta TA untuk mengungkap harta yang belum
dilaporkan saat periode Pengampunan Pajak agar terhindar dari pengenaan Sanksi Administrasi
sesuai dengan UU Pengampunan Pajak.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 55


Kemana mengajukan PAS-Final ?
Ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan
SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih.

Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Kring Pajak adalah
tempat awal yang harus dituju untuk meminta penjelasan mengenai pengisian
dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT
Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih.

Bagaimana caranya ?
Tata cara pengungkapan Harta Bersih adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar
untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan
kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT Masa PPh Final
Pengungkapan Harta Bersih, yaitu:
a. bukti pelunasan PPh Final atas Pengungkapan Harta Bersih (Kode Akun
Pajak: 411128, Kode Jenis Setoran: 422);
b. daftar rincian Harta dan Utang dalam bentuk softcopy dan hardcopy beserta dokumen-
dokumen pendukung;
c. daftar Utang serta dokumen pendukung;
d. dokumen penilaian oleh instansi terkait (Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Jasa Penilai
Publik) atas harta yang tidak terdapat pedoman penentuan nilainya;
2. Wajib Pajak melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan untuk mengajukan PAS-
Final melalui SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih, termasuk membayar PPh Final
atas harta yang belum diungkap/dilapor
3. Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPh Final ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan Menteri Keuangan.
4. Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima SPT Masa.

PPh Final = Tarif x Dasar Pengenaan


Tarif Manakah Yang Harus Saya Gunakan?

12,5% 30% 25%


WP TERTENTU ORANG PRIBADI BADAN USAHA

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 56


5.2. DASAR PENGENAAN PAJAK
Nilai yang dijadikan pedoman menghitung besarnya nilai Harta Bersih antara lain:
1. Nilai nominal, untuk Harta berupa kas atau setara kas;
2. Nilai yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan
dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor;
3. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak;
4. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia, untuk saham dan waran; dan
5. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk obligasi.

5.3. DPP HARTA NON-PEDOMAN NILAI


Dalam hal tidak terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman, nilai Harta ditentukan
berdasarkan:
1. Nilai dari hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik; atau
Nilai dari hasil penilaian Direktur Jenderal Pajak, apabila Wajib Pajak meminta untuk dilakukan
penilain.

5.4. CONTOH KASUS

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 57


Contoh Kasus 1:

Tuan A merupakan pengusaha katering. Pada Tahun Pajak 2015, Tuan A hanya menerima
penghasilan berupa :
1. Penghasilan usaha katering sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) yang dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final; dan
2. Penghasilan sebagai pembawa acara di televisi sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta
rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final.
Apabila terhadap Tuan A diterapkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini maka
penghasilan bruto Tuan A perlu untuk diuji sebagai berikut :

Penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas Jumlah


 Dikenai PPh final (a) Rp. 2.000.000.000
 Dikenai PPh tidak final (b) Rp. 500.000.000
 Penghasilan bruto (a+b) Rp. 2.500.000.000

Mengingat Tuan A menerima penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada
Tahun Pajak 2015 sebesar Rp2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah) maka tarif yang
berlaku bagi Tuan A sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen).

Contoh Kasus 2:

Tuan B merupakan karyawan yang menerima gaji dari perusahaan tempat bekerja. Tuan B tidak
melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas. Pada Tahun Pajak 2015, Tuan B menerima
penghasilan berupa:
1. Gaji sebesar Rp. 120.000.000 (seratus dua puluh juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan
yang tidak bersifat final;
2. Bunga Deposito sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final; dan
3. Sewa Tanah dan Bangunan sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yang dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final.

Apabila terhadap Tuan B diterapkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini maka
penghasilan bruto Tuan B perlu untuk diuji sebagai berikut:

Penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas Jumlah


 Dikenai PPh final (a) Rp 5.000.000
 Dikenai PPh tidak final (b) Rp 120.000.000
 Dikenai PPh final (c) Rp 50.000.000
 Penghasilan bruto (a+b+c) Rp 175.000.000

Mengingat Tuan B menerima penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada
Tahun Pajak 2015 sebesar Rp. 175.000.000 (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) maka tarif yang
berlaku bagi Tuan B sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen).

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 58


Contoh Kasus 3:

Tuan C merupakan karyawan yang menerima gaji dari perusahaan tempat bekerja. Selain itu
Tuan C merupakan pengusaha jasa pencucian motor. Pada Tahun Pajak 2015, Tuan C menerima
penghasilan berupa:
1. Gaji sebesar Rp. 120.000.000 (seratus dua puluh juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan
yang tidak bersifat final;
2. Penghasilan usaha pencucian motor sebesar Rp. 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta
rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final;
3. Bunga Deposito sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final; dan
4. Sewa Tanah dan Bangunan sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yang dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final.

Apabila terhadap Tuan C diterapkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini maka
penghasilan bruto Tuan C perlu untuk diuji sebagai berikut:

Penghasilan Jumlah
1. Penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
 Dikenai PPh final (a) Rp. 5.000.000
 Dikenai PPh tidak final (b) Rp. 120.000.000
 Dikenai PPh final (c) Rp. 50.000.000
 Penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
(d= a+b+c) Rp. 175.000.000

2. Penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas


 Dikenai PPh final (e) Rp. 1.500.000.000
 Dikenai PPh tidak final (f) Rp. -
 Penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
(g= e+f) Rp. 1.500.000.000
3. Jumlah penghasilan bruto (d+g) Rp. 1.675.000.000

Mengingat Tuan C:
a. Menerima penghasilan bruto yang bersumber selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
sebesar Rp. 175.000.000 (seratus tujuh puluh lima juta rupiah); dan
b. Memiliki jumlah penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dan selain dari usaha
dan/atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak 2015 sebesar Rp. 1.675.000.000 (satu miliar
enam ratus tujuh puluh lima juta rupiah),

Maka tarif yang berlaku bagi Tuan C sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen).

Contoh Kasus 4:

Tuan D telah memperoleh Surat Keterangan, namun Direktur Jenderal Pajak menemukan Harta
berupa mobil yang belum pernah dilaporkan dalam SPT PPh dan tidak diungkapkan dalam Surat
Pernyataan. Atas Tuan D diterapkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Tuan D tidak menyampaikan SPT PPh Terakhir dan surat pernyataan mengenai besaran
peredaran usaha. Pada saat pemeriksaan, Tuan D membuat surat pernyataan mengenai besaran
penghasilan bruto pada Tahun Pajak Terakhir dengan komponen penghasilan bruto sebagai
berikut:

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 59


1. Penghasilan usaha bengkel sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) yang dikenai Pajak
Penghasilan yang tidak bersifat final; dan
2. Penghasilan deposito sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final.

Contoh WP tidak memenuhi persyaratan penghasilan bruto


Direktur Jenderal Pajak memiliki data dan/atau informasi lain yang menyatakan bahwa
penghasilan Tuan D adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan usaha bengkel sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) yang dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final; dan
2. Penghasilan deposito sebesar Rp. 650.000.000 (enam ratus lima puluh juta rupiah) yang
dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Mengingat Tuan D berdasarkan data dan/atau informasi lain yang dimiliki Direktur Jenderal
Pajak :
1. Menerima penghasilan bruto yang bersumber selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
sebesar Rp. 650.000.000 (enam ratus lima puluh juta rupiah); dan
2. Memiliki jumlah penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dan selain dari usaha
dan/atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak 2015 sebesar Rp. 1.650.000.000 (satu miliar
enam ratus lima puluh juta rupiah),

Maka tarif yang berlaku bagi Tuan D sebesar 30% (tiga puluh persen). Tarif tersebut berlaku
karena WP memiliki penghasilan bruto melebihi jumlah tertentu yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini.

Contoh WP memenuhi persyaratan penghasilan bruto:


Direktur Jenderal Pajak memiliki data dan/atau informasi lain yang menyatakan bahwa
penghasilan Tuan D adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan usaha bengkel sebesar Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang
dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final; dan
2. Penghasilan deposito sebesar Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) yang dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final.

Mengingat Tuan D berdasarkan data dan/atau informasi lain yang dimiliki Direktur Jenderal
Pajak:
1. Menerima penghasilan bruto yang bersumber selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
sebesar Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah); dan
2. Memiliki jumlah penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dan selain dari usaha
dan/atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak 2015 sebesar Rp. 260.000.000 (dua ratus enam
puluh juta rupiah),

Maka tarif yang berlaku bagi Tuan D sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen). Tarif tersebut
berlaku karena WP memiliki penghasilan bruto dibawah jumlah tertentu yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 60


Contoh Kasus 5:

Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban untuk tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah NKRI
dan/atau tidak melaksanakan pengalihan harta dan investasi ke dalam wilayah NKRI.
1. Tuan A mengikuti Pengampunan Pajak dengan rincian Harta di dalam Surat Pernyataan
sebagai berikut:
Harta Bersih Tambahan Nilai
 Berada di dalam NKRI Rp. 12.000.000.000
 Berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke
dalam wilayah NKRI Rp. 50.000.000

Informasi pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:


 1 September 2016 :Penyampaian Surat Pernyataan ke KPP.
 13 September 2016 :Diterbitkan Surat Keterangan.
 1 Desember 2018 :Diketahui Tuan A membeli apartemen di luar negeri dari
Harta tambahan yang berada di dalam NKRI.

Berdasarkan informasi di atas, besarnya dasar pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai
berikut:
 Harta Bersih tambahan berada di dalam NKRI (a) Rp. 12.000.000.000
 Harta Bersih tambahan berada di luar NKRI dan tidak
Dialihkan ke dalam wilayah NKRI (b) Rp. 50.000.000
 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (a + b) Rp. 12.050.000.000

2. Nyonya B mengikuti Pengampunan Pajak dengan rincian Harta di dalam Surat Pernyataan
sebagai berikut :
Harta Bersih Tambahan Nilai
 Berada di dalam NKRI Rp. 1.000.000.000
 Berada di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan
diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI Rp. 5.000.000.000

Informasi pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:


 30 September 2016 : Penyampaian Surat Pernyataan ke KPP.
 11 Oktober 2016 : Diterbitkan Surat Keterangan.
 31 Desember 2016 : Harta tersebut sampai dengan batas waktu belum
Sepenuhnya dialihkan ke dalam wilayah NKRI
 s.d. 31 Maret 2017 : Tidak ada penyampaian Surat Pernyataan kedua maupun
ketiga untuk menyatakan perubahan dari yang semula
akan mengalihkan Harta ke dalam wilayah NKRI menjadi
tidak mengalihkan Harta ke dalam wilayah NKRI.

Berdasarkan informasi di atas, besarnya dasar pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai
berikut:
 Harta Bersih tambahan berada di dalam NKRI (a) Rp. 1.000.000.000
 Harta Bersih tambahan berada diluar wilayah NKRI dan akan
dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI (b) Rp. 5.000.000.000
 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (a + b) Rp. 6.000.000.000

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 61


3. Tuan C mengikuti Pengampunan Pajak dengan rincian Harta di dalam Surat Pernyataan
sebagai berikut:
Harta Bersih Tambahan Nilai
 Berada di dalam NKRI Rp. 3.000.000.000
 Berada di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan
diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI Rp. 10.000.000.000

Informasi pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:


 9 September 2016 : Penyampaian Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak.
 16 September 2016 : Diterbitkan Surat Keterangan.
 31 Desember 2016 : Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) telah dialihkan
sepenuhnya dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI.
 1 Maret 2018 Tuan C
mengalihkan : Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah) ke luar
wilayah NKRI, sehingga tidak memenuhi ketentuan untuk
menginvestasikan Harta tersebut selama 3 (tiga) tahun di dalam
wilayah NKRI.

Berdasarkan informasi di atas, besarnya dasar pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai
berikut:
 Harta Bersih tambahan berada di dalam NKRI (a) Rp. 3.000.000.000
 Harta Bersih tambahan berada diluar wilayah NKRI dan
akan dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI (b) Rp. 10.000.000.000
 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (a + b) Rp .13.000.000.000

Contoh Kasus 6:
Wajib Pajak mengikuti Pengampunan Pajak namun belum atau kurang mengungkapkan Harta
Bersih dalam Surat Pernyataan.
Tuan D mengikuti Pengampunan Pajak dengan informasi sebagai berikut:

Harta Bersih Tambahan Nilai


 Berada di dalam NKRI Rp. 1.000.000.000
 Berada di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan
diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI Rp. 400.000.000

Informasi pelaksanaan Pengampunan. Pajak sebagai berikut:


 10 Maret 2017 : Penyampaian Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak.
 20 Maret 2017 : Diterbitkan Surat Keterangan.
 09 Agustus 2019 : Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi
mengenai Harta berupa tanah dan bangunan yang diperoleh
tahun 2010 yang belum diungkapkan dalam Surat Pernyataan.

Berdasarkan nilai dari hasil penilaian Direktur Jenderal Pajak, besarnya dasar pengenaan Pajak
Penghasilan dihitung sebagai berikut:
 Nilai Harta berupa tanah dan bangunan pada
tanggal 31 Desember 2015 (a) : Rp 20.000.000.000
 Sisa pokok Utang terkait Harta pada tanggal 31 Des 2015 (b) : Rp 12.000.000.000
 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (a-b) : Rp 8.000.000.000

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 62


Contoh Kasus 7:

Wajib Pajak tidak mengikuti Pengampunan Pajak namun Direktur Jenderal Pajak menemukan
data dan/atau informasi terkait dengan Harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh.
Tuan E tidak mengikuti Pengampunan Pajak dan diketahui informasi sebagai berikut:
 31 Desember 2015 : Tuan E memiliki rekening tabungan senilai Rp. 4.000.000.000
(empat miliar rupiah) namun belum dilaporkan dalam SPT PPh.
 30 April 2018 : Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai
Harta berupa rekening tabungan tersebut yang pada tanggal 30 April
2018 memiliki nilai Rp. 4.500.000.000 (empat miliar lima ratus juta
rupiah).
 Dasar Pengenaan
Pajak Penghasilan : Sebesar saldo tabungan pada akhir Tahun Pajak Terakhir yaitu
Rp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah).

Contoh Kasus 8:
Harta Bersih yang tidak mencerminkan penghasilan dari Tahun Pajak Terakhir.

PT ABC yang terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tanggal 2 Januari 2014 melaporkan SPT PPh
Terakhir tanggal 30 Agustus 2016 dan menyampaikan Surat Pernyataan pada tanggal 1
September 2016. Surat Keterangan diterbitkan pada tanggal 9 September 2016.

SPT PPh Tahun 2014 SPT PPh Tahun 2015


(Dilaporkan tgl 30 April 2015) (Dilaporkan tgl 30 Agustus 2016)
Harta Bersih
 Tabungan Rp .1.500.000.000 Rp. 3.000.000.000
 Tanah Rp. 1.000.000.000 Rp. 1.000.000.000
 Bangunan Rp. 2.000.000.000 Rp. 2.000.000.000
 Mobil Rp. - Rp. 500.000.000
 Total Harta Bersih Rp. 4.500.000.000 Rp. 6.500.000.000
 Posisi Modal Rp. 250.000.000 Rp. 300.000.000
 Penghasilan neto 2015 - Rp. 1.500.000.000

Penghitungan dasar pengenaan Pajak Penghasilan sebagai berikut:


 Total Harta Bersih 2015 (a) Rp. 6.500.000.000
 Total Harta Bersih 2014 (b) Rp. 4.500.000.000
 Penambahan Harta Bersih 2015 (c) = (a - b) Rp. 2.000.000.000
 Penghasilan Neto 2015 (d) Rp. 1.500.000.000
 Selisih antara penambahan Harta Bersih 2015
dengan Penghasilan Neto 2015 (e) = (c - d) Rp. 500.000.000
 Setoran Modal 2015 (f) Rp. 50.000.000
 Dasar Pengenaan Pajak (e - f) Rp. 450.000.000

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 63


Contoh Kasus 9:
Kesalahan penerapan tarif Uang Tebusan.

Tuan F peredaran usahanya dibawah Rp. 4,8 miliar, mengikuti Pengampunan Pajak dengan
informasi di dalam Surat Pernyataan sebagai berikut:
 Harta Bersih Tambahan di dalam NKRI- Mobil Rp. 300.000.000
 Uang Tebusan (0,5% x Rp300.000.000) Rp. 1.500.000

Informasi pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:


 10 Oktober 2016 : Penyampaian Surat Pernyataan ke KPP.
 20 Oktober 2016 : Diterbitkan Surat Keterangan.
 6 Desember 2017 : Direktur Jenderal Pajak menghitung total harta yang
dimiliki Lebih dari Rp. 10 miliar, sehingga seharusnya
menggunakan tarif 2% (dua persen).
 29 Desember 2017 : Diterbitkan surat klarifikasi kepada Tuan F untuk
melakukan pelunasan atas kekurangan pembayaran
Uang Tebusan tersebut.
 11 Januari 2018 : Tuan F tidak melakukan pelunasan sehingga DJP
menerbitkan Surat Pembetulan atas Surat Keterangan.

Contoh Kasus 10:

Tuan B tidak mengikuti program Pengampunan Pajak. Pada tahun 2017, Direktur Jenderal Pajak
menemukan data bahwa Tuan B memiliki harta berupa rumah dengan luas tanah 400 m2 dan
luas bangunan 100 m2 yang tidak dilaporkan dalam SPT PPh Tahun 2015. Dalam SPPT PBB
Tahun 2015 atas rumah tersebut diketahui :

Objek pajak Luas (m2) NJOP per m 2 (Rp) Total NJOP (Rp
Bumi 400 1.000.000 400.000.000
Bangunan - - -
Bumi dan Bangunan 400.000.000

Mengingat luas tanah dalam SPPT PBB sama dengan luas tanah sesuai data yang ditemukan
Direktur Jenderal Pajak, maka nilai tanah mengacu pada NJOP bumi, yaitu sebesar
Rp.400.000.000. Untuk nilai bangunan ditentukan berdasarkan hasil penilaian Direktur Jenderal
Pajak karena NJOP bangunan tidak tersedia dalam SPPT PBB Tahun 2015. Setelah dilakukan
penilaian oleh Direktur Jenderal Pajak, diperoleh nilai bangunan sebesar Rp. 300.000.000.
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai Harta berupa rumah tersebut sebesar Rp. 700.000.000.
Nilai Harta tersebut merupakan hasil penjumlahan nilai tanah dan nilai bangunan (Rp.
400.000.000 + Rp. 300.000.000 = Rp. 700.000.000).

See You to the next session

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 64


SOAL UJIAN
PETUNJUK UMUM

1. Tulis nama dan momor ujian pada kolom yang tersedia


2. Jawaban atas soal pilihan ganda (multiple choice) di tulis pada naskah lembar Soal dan
jawaban soal essay ditulis pada lembar jawaban yang dibagikan/tersendiri.
3. Bacalah setiap petunjuk yang menjelaskan cara menjawab soal dengan cermat.
4. Bacalah Tata Tertib Ujian
5. Bacalah Bismillah

Materi : Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP dan PP


Waktu : 2 Jam 0 Menit
Bobot Soal : Multiple Choice (30), Essay (70)

Soal Multiple Choice (Bobot 30)


“Pilihlah jawaban yang paling benar dengan cara memberi tanda silang (X) jawaban a., b., c.,
atau d. pada soal ini”.
1. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan yang saat ini berlaku adalah__________
a. UU No. 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009--
c. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
d. UU No. 9 Tahun 1994 tentang Perubahan UU No. 16 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009.

2. Tempat Wajib Pajak terdaftar apabila bukan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, maka tempat Wajib Pajak terdaftar
tersebut ditetapkan oleh____________
a. Menteri Keuangan.
b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal.
c. Direktur Jenderal Pajak--
d. Direktur Peraturan Perpajakan.

3. Sanksi administrasi keterlambatan penyampaian SPT Tahunan adalah berupa__________


a. Denda.--
b. Bunga.
c. Kenaikan.
d. Denda dari bunga.

6. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah____________


a. Paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak untuk Waiib Pajak Orang Pribadi,
sedangkan untuk Wajib Pajak Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
b. Paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak untuk Waiib Pajak Orang Pribadi,
sedangkan untuk Wajib Pajak Badan paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.--

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 65


c. Paling lambat 2 bulan setelah akhir Tahun Paiak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi,
sedangkan untuk Wajib Pajak Badan paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
d. Paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi,
sedangkan untuk Wajib Paiak Badan paling lambat 6 bulan setelah akhir Tahun Pajak.

7. Jangka waktu untuk membetulkan SPT yang telah disampaikan Wajib Pajak adalah_________
a. Dalam jangka waktu 2 Tahun Pajak sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak
atau Tahun Pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan.--
b. Dalam jangka waktu 2 Tahun Pajak sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak
atau Tahun Pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak.
c. Dalam jangka waktu 3 Tahun Pajak sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak
atau Tahun Pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan.
d. Dalam jangka waktu 3 Tahun Pajak sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak
atau Tahun Pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak.

8. Apabila pajak yang terutang untuk suatu Tahun Pajak ternyata lebih besar dari kredit pajak,
maka kekurangan pajak terutang harus dilunasi selambat-lambatnya ____________
a. Tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan
disampaikan.--
b. Tanggal 31 bulan ketiga setelah Tahun Pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan
disampaikan.
c. Tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak berakhir, setelah SPT Tahunan disampaikan.
d. Ttanggal 31 bulan ketiga setelah Tahun Pajak berakhir, setelah SPT Tahunan
disampaikan.

9. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus
dilunasi dalam jangka waktu __________
a. Satu bulan sejak tanggal diterbitkan.--
b. Satu bulan sejak ketetapan pajak tersebut diterima oleh Wajib Pajak.
c. Dua bulan sejak tanggal diterbitkan.
d. Dua bulan sejak ketetapan pajak tersebut diterima oleh Wajib pajak

10. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak Pasal 17,17B, atau 17C yang dilakukan setelah
jangka waktu 1 bulan, maka Pemerintah memberikan bunga sebesar 2% atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pajak, dihitung saat berlakunya batas waktu pengembalian sampai
saat dilakukan pembayaran kelebihan pajak, untuk paling lama ___________
a. 24 bulan.
b. 12 bulan.
c. 48 bulan.
d. Tergantung berapa bulan keterlambatannya (tidak dibatasi waktu).--

11. Walaupun jangka waktu 10 tahun setelah Masa Pajak, Bagian Tahun pajak, dan Tahun Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal_____
a. Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpaj akan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 66


pendapatan negara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
b. Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpaj akan yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpaj akan atau tindak korupsi berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
d. Jawaban a, b, dan c salah--

12. Apabila terdapat PPh Pasal 25 tidak atau kurang dibayar, maka Direktur Jenderal Pajak______
a. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak--
b. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
c. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
d. Menerbitkan Surat Pengenaan Sanksi Administrasi

13. Yang bukan merupakan hak Wajib Pajak berkaitan dengan pengajuan keberatan atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah_________
a. Meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak untuk
keperluan pengajuan keberatan,
b. Menyampaikan perbaikan surat keberatan untuk memenuhi persyaratan sebelum jangka
waktu 3 bulan,
c. Mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan sebelum disampaikannya Surat
Pemberitahuan Untuk Hadir,
d. Mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang
masih harus dibayar dalam SKPKB yang diajukan keberatan.

14. Permohonan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar dapat diajukan oleh Wajib Pajak
dalam hal di bawah ini, kecuali___________
a. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan,
b. Wajib Pajak mengajukan keberatan tetapi kemudian mencabut pengajuan keberatan
tersebut,
c. Wajib Pajak mengajukan keberatan tetapi Dirjen Pajak menolak keberatan Wajib Pajak,
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan.

15. Pernyataan yang tidak tepat berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak adalah___________
a. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan
pajak,
b. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan apabila tidak setuju dengan penerbitan Surat
Tagihan Pajak,
c. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan setelah dilakukan penelitian SPT,
d. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan.

16. Dalam UU tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan terdapat perumusan tindak
pidana yang berupa delik aduan, yaitu menyangkut____________
a. Wajib Pajak yang menolak dilakukan pemeriksaan pajak,
b. Pejabat pajak yang melanggar rahasia jabatan,
c. Pihak ketiga yang tidak memberikan keterangan yang diminta,
d. Setiap orang yang menghalangi penyidikan.

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 67


17. Tengah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu
Wajib Pajak memperlihatkan pembukuan dan dokumen yang palsu untuk pengisian SPT PPh
Badan tahun 2015 dengan kerugian negara berupa pajak terutang yang kurang dibayar
sebesar Rp 1 milyar. Pada saat dilakukan pemeriksaan dimaksud, Wajib Pajak tersebut
mengakui kesalahannya dan berupaya agar tidak dilanjutkan ke penyidikan. Mana
pernyataan di bawah ini yang benar__________
a. Wajib Pajak tersebut dapat mengupayakan untuk tidak dilanjutkan ke penyidikan dengan
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya disertai pelunasan kekurangan
pembayaran pajak terutang ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1,5
milyar,
b. WP tersebut dapat mengupayakan untuk tidak dilanjutkan ke penyidikan dengan
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya disertai pelunasan kekurangan
pembayaran pajak terutang ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 4
milyar,
c. WP tersebut dapat mengupayakan untuk tidak dilanjutkan ke penyidikan dengan melalui
persetujuan Menteri Keuangan untuk kepentingan penerimaan negara disertai pelunasan
kekurangan pembayaran pajak terutang ditambah sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp4milyar,
d. Pemeriksaan bukti permulaan tersebut tetap akan dilanjutkan ke penyidikan meskipun
Wajib Pajak tersebut dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya.

18. Pemeriksa Bukti Permulaan adalah_____________


a. Penyidik di lingkungan Direktorat Jenderal pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan
bukti permulaan,
b. Polisi dan pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal pajak atau tenaga ahli
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan bukti permulaan,
c. Polisi dan pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal pajak atau tenaga ahli
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan bukti permulaan,
d. Pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal pajak atau tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan bukti permulaan.

19. Terhadap penerbitan SKPKBT yang diajukan gugatan karena diterbitkan tidak melalui
pemeriksaan, atas pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKBT dimaksud___________
a. Tertangguh sampai satu bulan putusan gugatan terbit dan apabila ditolak Wajib Pajak
dikenai sanksi 100%,
b. Tertangguh sampai satu bulan putusan gugatan terbit dan apabila ditolak Wajib Pajak
dikenai sanksi 50%,
c. Tertangguh sampai satu bulan putusan gugatan terbit dan apabila ditolak Wajib Pajak
dikenai sanksi bunga penagihan,
d. Tetap wajib dibayar paling lambat satu bulan sejak SKPKBT diterbitkan

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 68


Soal Essay (Bobot 70)
(Bobot 40)
1. PT. ABC ditetapkan sebagai WP Patuh untuk tahun 2015-2016, pada bulan Mei 2015, PT. ABC
sebagai WP patuh seharusnya menerima SKPPKP atas kelebihan pembayaran PPN masa
April 2015 dengan perincian, PK = 100 M, PM = 150 M. Namun KPP tidak mengeluarkan
SKPPKP dengan alasan adanya dugaan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana
perpajakan dan akan segera dilakukan pemeriksaan bukti permulaan.
a. Apakah yang dimaksud dengan SKPPKP?
b. Bagaimana pendapat saudara atas kasus di atas? Jelaskan jawaban saudara disertai
dasar hukum menurut UU KUP?

(Bobot 30)
2. Putusan Banding atas permohonan banding PT.Nusantara menerima seluruhnya banding
WP, sehingga KPP harus mengembalikan kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp 20 M.
Ditjen Pajak tidak puas dengan putusan banding tersebut lalu mengajukan peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung oleh karena itu menunggu putusan dari Mahkamah Agung.
Direktur PT. Nusantara berkonsultasi kepada saudara mengenai kasus diatas.
Analisa kasus diatas dan jawab disertai dengan dasar hukumnya.

oO-Semoga Sukses Selalu-Oo

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 69


Catatan Perubahan

Materi Konsep Dasar Pajak, KUP, PPSP, dan PP 70

Anda mungkin juga menyukai